Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Hari/ tanggal : Selasa, 10 September 2013

Biokimia Waktu : 13.00-14.40


PJP : Puspa Julistia Puspita, S. Si, M. Sc.
Asisten : 1. Resti Siti Muthmainah, S. Si.
2. Lusianawati, S. Si.

KARBOHIDRAT I
Kelompok 7
Ayu Septra Wulandari J3L112029
Yaya Nugraha J3L112089
Diana Agustini Raharja J3L112168

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PENDAHULUAN
Menurut Fessenden (1986), karbohidrat merupakan senyawa karbon,
hidrogen, dan oksigen yang terdapat dalam alam. Banyak karbohidrat mempunyai
rumus empiris CH2O; misalnya rumus molekul glukosa yaitu C6H12O6. Senyawa
ini pernah disangka hidrat dari karbon sehingga di sebut karbohidrat. Pada tahun
1880-an disadari bahwa gagasan hidrat dari karbon merupakan gagasan yang
salah dan karbohidrat sebenarnya adalah polihidroksi aldehida dan keton atau
turunan mereka.
Menurut Yazid (2006), karbohidrat merupakan suatu polimer yang
tersusun atas monomer-monomer. Berdasarkan monomer yang menyusunnya,
karbohidrat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu monosakarida, oligosakarida,
dan polisakarida.
Monosakarida merupakan karbohidrat paling sederhana yang tidak dapat
dihidrolisis menjadi karbohidrat lain. Bentuk ini dibedakan kembali menurut
jumlah atom C yang dimiliki dan sebagai aldosa atau ketosa. Monosakarida yang
terpenting adalah glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Glukosa dan galaktosa
merupakan aldoheksosa sedangkan fruktosa merupakan ketoheksosa.
Oligosakarida merupakan karbohidrat yang tersusun dari dua sampai
sepuluh satuan monosakarida. Oligosakarida yang umum adalah disakarida, yang
terdiri atas dua satuan monosakarida dan dapat dihidrolisis menjadi monosakarida.
Karbohidrat yang termasuk dalam disakarida, di antaranya maltosa, laktosa, dan
sukrosa. Menurut Hawab (2003), maltosa tersusun dari D-glukosa dan D-glukosa
dengan ikatan -(14), laktosa tersusun dari D-galaktosa dan D-glukosa dengan
ikatan -(14), sedangkan sukrosa tersusun dari D-glukosa dan D-fruktosa
dengan ikatan 12.
Polisakarida merupakan karbohidrat yang tersusun lebih dari sepuluh
satuan monosakarida dan dapat berantai lurus atau bercabang. Polisakarida dapat
dihidrolisis oleh asam atau enzim tertentu yang kerjanya spesifik. Hidrolisis
sebagian polisakarida menghasilkan oligosakarida dan dapat digunakan untuk
menentukan struktur molekul polisakarida. Contohnya amilum, glikogen,
dekstrin, dan selulosa.
TUJUAN
Praktikum dilakukan untuk mengidentifikasi sifat dan struktur beberapa
karbohidrat melalui uji-uji kualitatif, di antaranya uji Molisch, uji Benedict, uji
Barfoed, serta uji fermentasi.
METODE
Bahan-bahan yang digunakan, yaitu glukosa 1%, fruktosa 1%, maltosa
1%, laktosa 1%, sukrosa 1%, pati 1%, pereaksi Molisch, asam sulfat pekat,
pereaksi Benedict, pereaksi Barfoed, fosfomolibdat, ragi, NaOH 10%, kapas, dan
akuades. Alat-alat yang digunakan, di antaranya penangas air, tabung fermentasi,
serta alat-alat gelas.
Uji-uji kualitatif dilakukan terhadap larutan glukosa 1%, fruktosa 1%,
maltosa 1%, laktosa 1%, sukrosa 1%, dan pati 1%.
Uji Molisch dilakukan dengan cara larutan yang akan diperiksa sebanyak 5 mL
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes pereaksi Molisch,
dicampur merata, kemudian ditambahkan perlahan-lahan melalui dinding tabung
sebanyak 3 mL asam sulfat pekat.
Uji Benedict dilakukan dengan cara 5 mL pereaksi Benedict dimasukkan
ke dalam tabung reaksi. Kemudian, ditambahkan 8 tetes larutan yang akan
diperiksa dan dicampurkan. Dididihkan selama 5 menit dan setelah itu dibiarkan
sampai menjadi dingin. Warna ataupun endapan yang terbentuk diamati.
Uji Barfoed dilakukan dengan cara 1 mL pereaksi dan 1 mL bahan
percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung tersebut dipanaskan dalam
air mendidih selama 3 menit dan didinginkan. Setelah itu, fosfomolibdat sebanyak
1 mL dimasukkan, dikocok, dan diamati warna yang terjadi.
Uji fermentasi dilakukan dengan cara sebanyak 10 mL larutan bahan
percobaan dan 1 gram ragi roti dimasukkan ke dalam mortar. Kedua bahan
tersebut digerus sampai terbentuk suspensi yang homogen. Kemudian suspensi
tersebut diisikan ke dalam tabung fermentasi sampai bagian kaki yang tertutup
terisi penuh oleh cairan. Pemeraman dilakukan dan diperiksa setiap selang 15
menit sebanyak 3 kali pengamatan. Jika terdapat ruangan gas pada kaki tabung
yang tertutup maka panjang atau isi gas tersebut diukur. Untuk membuktikan
bahwa gas yang terbentuk gas CO2, larutan NaOH 10% sebanyak 10 tetes
ditambahkan ke dalam tabung fermentasi melalui kaki yang terbuka dan mulut
tabung ditutup dengan ibu jari sambil tabung dibolak-balik beberapa kali. Isapan
pada ibu jari menunjukkan adanya gas CO2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 Hasil uji Molisch
Bahan uji Hasil pengamatan (+/-) Perubahan warna larutan
Glukosa + Terdapat cincin ungu
Fruktosa + Terdapat cincin ungu
Maltosa + Terdapat cincin ungu
Laktosa + Terdapat cincin ungu
Sukrosa + Terdapat cincin ungu
Pati + Terdapat cincin ungu
Keterangan: (+) = tergolong karbohidrat
(-) = bukan karbohidrat

Gambar 1. Hasil uji Molisch pada larutan pati (a), maltosa (b), laktosa (c), sukrosa
(d), fruktosa (e), dan glukosa (f)
Hasil pada uji Molisch menunjukkan bahwa semua bahan uji merupakan
karbohidrat dengan terbentuknya cincin berwarna ungu sesuai dengan literatur
akan tetapi literatur menetapkan cincin berwarna ungu kemerahan sebagai reaksi
positif.
Prinsip uji Molisch ialah berdasarkan pembentukan furfural atau turunan-
turunan dari karbohidrat yang didehidrasi oleh asam anorganik pekat.
Karbohidrat oleh asam anorganik pekat (H2SO4) akan dihidrolisis menjadi
monosakarida. Dehidrasi monosakarida jenis pentosa oleh asam sulfat pekat
menjadi furfural dan golongan heksosa menghasilkan hidroksimetilfurfural (Yazid
2006).
Pereaksi Molisch terdiri atas larutan 5% -naftol dan alkohol 95%.
Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan yang mengandung karbohidrat
kemudian ditambahkan asam sulfat pekat, akan terbentuk dua lapisan zat cair.
Pada batas antara kedua lapisan itu akan terjadi warna ungu karena terjadi reaksi
kondensasi antara furfural dengan -naftol. Walaupun reaksi ini tidak spesifik
untuk karbohidrat, namun dapat digunakan sebagai reaksi pendahuluan dalam
analisis kuantitatif karbohidrat. Hasil negatif merupakan suatu bukti bahwa tidak
ada karbohidrat (Poedjiadi 1994).
Reaksi yang terjadi pada uji Molisch yaitu sebagai berikut.
CHO
H COH
O
H COH + H2SO 4
+ cincin ungu
H COH
O
CH2OH
OH
(pentosa) (furfural) (a-naftol)

CHO
H COH
O
H COH
H COH + H2SO 4
+ cincin ungu
HO O
H COH
CH2OH OH

(heksosa) (5-hidroksimetilfurfural) (a-naftol)

Tabel 2. Hasil uji Benedict


Bahan uji Hasil pengamatan (+/-) Perubahan warna larutan
Glukosa + Hijau kebiruan
Fruktosa + Hijau kebiruan
Maltosa + Hijau kebiruan
Laktosa + Hijau kebiruan
Sukrosa - Biru
Pati - Biru
Keterangan: (+) = gula pereduksi
(-) = gula nonpereduksi
Gambar 2 Hasil uji Benedict pada larutan pati (a), sukrosa (b), maltosa (c), laktosa
(d), fruktosa (e), dan glukosa (f)
Hasil uji Benedict menunjukkan bahwa monosakarida dan disakarida,
kecuali sukrosa adalah gula pereduksi. Sifat mereduksi disebabkan oleh adanya
gugus aldehida atau keton bebas dalam molekulnya. Sebaliknya, polisakarida
adalah gula nonpereduksi. Hasil ini sesuai dengan literatur.
Menurut Yazid (2006), prinsip uji Benedict yaitu gula pereduksi akan
mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis menjadi Cu+, yang mengendap sebagai
Cu2O berwarna merah bata. Uji Benedict digunakan untuk menentukan adanya
gula pereduki dalam sampel. Pada uji Benedict, dilakukan proses pemanasan yang
bertujuan untuk mempercepat laju reaksi.
Pereaksi Benedict berupa larutan yang mengandung kupri sulfat, natrium
karbonat, dan natrium sitrat. Gula pereduksi dapat mereduksi ion Cu 2+ dari
kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya
natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa
lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata.
Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa
(Poedjiadi 1994).
Reaksi yang terjadi pada uji Benedict sebagai berikut.
O O
2+ -
R H + Cu
+ 2OH R OH + Cu2 O (s)
+ H2 O
kalor
gula pereduksi merah bata
Tabel 3 Hasil uji Barfoed
Bahan
Kepekatan warna Perubahan warna larutan
uji
Glukosa ++ Larutan berwarna biru menjadi biru kehijauan
Fruktosa +++ Larutan berwarna biru menjadi biru kehijauan
Maltosa ++ Larutan berwarna biru menjadi biru kehijauan
Laktosa ++ Larutan berwarna biru menjadi biru kehijauan
Sukrosa ++ Larutan berwarna biru menjadi biru kehijauan
Pati + Larutan berwarna biru menjadi biru kehijauan
Keterangan: (+) = semakin banyak +, warna yang terbentuk semakin pekat

Gambar 3 Hasil uji Barfoed pada larutan glukosa (a), frukstosa (b), sukrosa (c),
laktosa (d), maltosa (e), dan pati (f)
Hasil dari uji Barfoed seperti pada tabel kurang sesuai dengan literatur.
Menurut literatur semua monosakarida akan menunjukkan warna biru sebagai
reaksi positif dengan warna yang kepekatannya akan lebih pekat dibandingkan
disakarida maupun polisakarida. Hal ini karena hasil pengamatan dilakukan
dengan cara visualisasi secara langsung. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat dapat dilakukan analisis dengan alat spektrofotometer.
Prinsip uji Barfoed yaitu karbohidrat dalam larutan asam lemah akan
mengalami perubahan reaktifitas. Karbohidrat dengan reaktifitas rendah akan
hilang daya reduksinya sedangkan karbohidrat dengan reaktifitas tinggi akan tetap
dipertahankan.
Pereaksi Barfoed terdiri atas larutan kupri asetat dan asam asetat dalam air,
dan digunakan untuk membedakan antara monosakarida dengan disakarida.
Monosakarida dapat mereduksi lebih cepat daripada disakarida. Jadi, Cu2O
terbentuk lebih cepat oleh monosakarida daripada disakarida, dengan anggapan
bahwa konsentrasi monosakarida dan disakarida dalam larutan tidak berbeda
banyak. Tauber dan Kleiner membuat modifikasi atas pereaksi ini, yaitu dengan
jalan mengganti asam asetat dengan asam laktat dan ion Cu + yang direaksikan
dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga menghasilkan warna biru yang
menunjukkan adanya monosakarida. Disakarida dengan konsentrasi rendah tidak
memberikan hasil positif. Perbedaan antara pereaksi Barfoed dengan pereaksi
Fehling atau Benedict ialah bahwa pada pereaksi Barfoed digunakan suasana
asam (Poedjiadi 1994).
Reaksi yang terjadi pada uji Barfoed sebagai berikut.

O Cu-asetat O
R H kalor R OH + Cu2 O (s)
+ CH3 COOH

monosakarida merah bata

Tabel 4 Hasil uji fermentasi


Menit ke- 15
Bahan uji Penambahan NaOH
30 45
Glukosa 0,5 cm 2,8 cm 4,5 cm Ada isapan
Fruktosa 2,4 cm 3,9 cm 6,3 cm Ada isapan
Maltosa 3,4 cm 6,5 cm 9,2 cm Ada isapan
Laktosa 0,3 cm 1,5 cm 3,0 cm Ada isapan
Sukrosa 0,6 cm 2,5 cm 3,8 cm Ada isapan
Pati 0,3 cm 0,8 cm 2,3 cm Ada isapan

Gambar 4 Hasil uji fermentasi pada larutan glukosa (a), fruktosa (b), sukrosa (c),
dan pati (d)
Hasil uji fermentasi pada tabel kurang sesuai dengan literatur. Pada
literatur pembentukan CO2 yang diukur tingginya, semua monosakarida akan lebih
tinggi dibandingkan disakarida dan disakarida lebih tinggi dibandingkan
polisakarida.
Menurut Wirahadikusumah (1985), prinsip uji fermentasi yaitu
menguraikan karbohidrat menjadi etanol dan CO2 tanpa dilibatkannya oksigen
(anaerob) dengan bantuan ragi. Uji ini digunakan untuk menentukan kereaktifan,
karena monosakarida lebih reaktif daripada disakarida ataupun polisakarida dalam
pembentukan etanol dan gas CO2. Selain itu, pati dan disakarida lainnya
merupakan molekul yang relatif lebih besar dibandingkan dengan monosakarida
sehingga kemampuan ragi untuk mencerna dan mengubahnya menjadi produk
hasil lebih banyak memerlukan energi dan waktu yang lebih lama. Penambahan
NaOH pada uji ini adalah untuk membuktikan adanya gas CO2 yang terbentuk.
Jalur metabolisme fermentasi sama dengan glikolisis sampai dengan
terbentuknya asam piruvat. Dua tahap reaksi enzim berikutnya adalah reaksi
perubahan asam piruvat menjadi asetaldehida, dan reaksi reduksi asetaldehida
menjadi alkohol. Dalam reaksi pertama, piruvat didekarboksilasi diubah menjadi
asetaldehida dan CO2 oleh piruvat dekarboksilase. Dalam reaksi terakhir,
asetaldehida direduksi oleh NADH dengan enzim alkohol dehidrogenase,
menghasilkan etanol. Dengan demikian etanol dan CO 2 merupakan hasil akhir
fermentasi alkohol dan jumlah energi yang dihasilkan sama dengan glikolisis
anaerob, yaitu 2 ATP.
Reaksi yang terjadi pada uji fermentasi sebgai berikut.

ragi
C6H12O 6
anaerob
2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP

Aplikasi beberapa uji karbohidrat salah satunya ialah uji Molisch digunakan
sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan karbohidrat
pada suatu produk sebelum menentukan uji kuantitatifnya. Menurut Poedjiadi
(1994), pereaksi Benedict lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan glukosa
dalam urin daripada pereaksi Fehling karena beberapa alasan. Apabila dalam urin
terdapat asam urat atau kreatinin, kedua senyawa ini dapat mereduksi pereaksi
Fehling, tetapi tidak dapat mereduksi pereaksi Benedict. Di samping itu pereaksi
Benedict lebih peka daripada pereaksi Fehling. Penggunaan pereaksi Benedict
juga lebih mudah karena hanya terdiri atas satu macam larutan, sedangkan
pereaksi Fehling terdiri atas dua macam larutan. Uji Barfoed digunakan untuk
mendeteksi karbohidrat yang tergolong monosakarida dalam suatu produk,
sedangkan uji fermentasi dapat digunakan dalam pembuatan produk makanan
seperti tapai ketan dan tapai singkong.
SIMPULAN
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa pada uji Molisch glukosa,
fruktosa, maltosa, laktosa, sukrosa, dan pati merupakan karbohidrat. Pada uji
Benedict glukosa, fruktosa, maltosa, dan laktosa adalah gula pereduksi sedangkan
sukrosa dan pati adalah gula nonpereduksi. Pada uji Barfoed glukosa dan fruktosa
merupakan monosakarida sedangkan maltosa, laktosa, dan sukrosa merupakan
disakarida dan pati merupakan polisakarida. Pada uji fermentasi monosakarida
lebih reaktif dari disakarida dan disakarida lebih reaktif dari polisakarida dalam
proses fermentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden RJ, JS Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jilid ke-2. Pudjaatmaka AH,
penerjemah; Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry. Ed.
Ke-3.
Hawab HM. 2003. Pengantar Biokimia. Malang (ID): Bayumedia.
Poedjiadi Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Wirahadikusumah M. 1985. Biokomia: Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan
Lipid. Bandung (ID): ITB Press.
Yazid Estien, Lisda Nursanti. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk
Mahasiswa Analis. Yogyakarta (ID): Andi.

Anda mungkin juga menyukai