Reaksi pengendapan telah digunakan secara luas dalam kimia analitik. Dalam titrasi,
dalam penentuan gravimetrik, dan dalam pemisahan sampel menjadi komponen-
komponennya. Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut (Kusumaningrum dkk,2014)
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum yang berarti perak. Jadi
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan
yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi
argentometri, zat pemerikasaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan
standar garam perak nitrat (AgNO3).
Berbicara mengenai larutan standar atau larutan baku, bahwa proses dimana
konsentrasi larutan ditentukan secara akurat dinamakan standarisasi. Standarisasi larutan
terdapat standar primer dan standar sekunder. Reaksi antar titran dengan substansi yang
dipilih sebagai standar primer harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk analisis
titrimetrik. Disamping itu, standar primer harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Harus tersedia dalam bentuk murni, atau dalam suatu tingkat kemurnian yang diketahui,
pada suatu tingkat biaya yang logis. Secara umum, jumlah total dari pengotor tidka
boleh melebihi 0,01 smapai 0,02% dan harus dilakukan tes untuk mendeteksi kuantitas
pengotor tersebiut melalui tes kualitatif dengan sensitivitas yang diketahui.
2. Substansi tersebut harus stabil. Harus mudah dikeringkan dan tidak terlalu higroskopis
sehingga tidak banyak menyerap air slama penimbangan. Substansitersebutseharusnya
tidak kehilangan berat bila terpapar udara.
3. Standar promer tersebut mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi.
Sedangkan larutan yang telah distandarisasi dapat digunakan sebagai standar sekunder untuk
mendapatkan konsentrasi dari larutan lainnya. (Underwood, 1998)
Contoh larutan baku primer diantaranya larutan kalium dikromat (K2Cr2O7), natrium
klorida (NaCl), asam oksalat, dan asam benzoat. Contoh larutan baku sekunder
diantaranya larutan perak nitrat (AgNO3), kalium permanganat (KMnO4), besi(II) sulfat
(Fe(SO4)2) dan natrium hidroksida (NaOH). (Wikepedia, 2017)
Natrium atau kalium klorida dapat digunakan untuk menstandarisasi larutan perak
nitrat, dan reaksinya adalah
Ag+ (aq) +Cl- (aq) AgCl (s)
Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+
dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan
(Underwood, 1998)
Pengendpaan dari kation perak dengan anion halogen dipergunakan secara luas dalam
prosedur titrimetrik. Dasar reaksi titrasi pengendapan:
Ag+ (aq) + X- (aq) AgX (s)
Dimana X- berupa ion klorida, bormida, iodida, dan tiosianat (Underwood, 1998)
Argentometri terbentuk endapan dibedakan menjadi 3 macam cara berdasar
indikator yang dipkai untuk penentuan titik akhir:
1. Metode Mohr
Menggunakanindikator K2CrO4, titran ialah AgNO3 pH harus diatur agar tidka terlalu
asam maupun terlalu basa (pH antar 6 sampai 10). Kemunculan awal endapan perak kromat
bewarna kemerahan diambil sebgaia titik akhir titrasi. Perak kromat lebih mudah larut ( 8,4
10-5 mol/Liter) daripada perak klorida (( 1 10-5 mol/Liter). Perak klorida akan
mengendap terlebih dahulu, perak kromat tidak terbentuk sebelum konsentrasi ion perak
meningkat sampai kenilai yang cukup besra untuk melebihi Ksp dari perak kromat. Makin
kecil kelarutan garam yang terbentuk, makin sempurna reaksinya (Harjadi, 1990)
Titrasi Mohr terbatas pada larutan dengan niali pH skitar 6 samapi 10. Dengan larutan
yang lebih alkalin perak oksida mengendap. Dalm larutan asam, konsentrasi kormat secara
besar-besaran menurun karena HcrO4- hanya sedikit terionisasi, hidrogen kromat terbentuk
dalam kesetimbangan dengan dikromat (Underwood, 1998)
Dasar reaksi titrasi pengendapan:
Ag+ (aq) + X- (aq) AgX (s)
2Ag+ (aq) + CrO42- (aq) Ag2CrO4 (s)
Ag+ (aq) + SCN- (aq) AgSCN(s)
Indokator K2CrO4 digunakan pada titrasi ion halida dan ion perak dimana kelebihan
ion Ag+ akan bereakis dengan CrO42- membentuk perak kormat yang ebwarna merah bata.
Ebelum bereaksi indikator K2CrO4 bewarna kuning. Endpan indikator bearna harus lebih larut
dibanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi. Akan tetapi tidak boleh terlalu
banyak pereaksi dari yang seharusnya (Khopkar, 1990)
Kelarutan dan Ksp jelas bahwa:
1. Ag2CrO4 harus mempunayi kelarutan yangs esuai dibandingkan dengan kelarutan
endapan analit, maka konsentrasi CrO42- yang digunakan dapat membentuk
endapan indikator tidak jauh dar tiitk ekivalen
2. Ag2CrO4 harus lebih mudah larut dariapada endpan analit.
3. Untuk analit yang berbeda perlu digunakan konsentrasi indikator yang berebeda
pula, agar titik akhir tiak terlalu jauh dari titik ekivalen.
Gangguan pada titrasi ini anatara lain:
1. Ion yang akan mengendap terlebih dahulu dari AgCl, misla F-, Br-, SCN-
2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag+ misalnya CN-, NH3 > 7
3. Ion yang membentuk kompleks dengan Cl- misal: Hg2+
4. Kation yang mengendapkan kromat, misal: Ba2+
Hal yang harus dihindari: Cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan
perak nitart peka terhdap cahaya.
2. Metode Volhard
Indikator Fe3+, titran KSCN atau NH4SCN. Untuk menentukan garam erak
dengan titran lansgung, atau garam-garam klorida, bromida, iodida, tisianat
dengan titran kembali setelah ditambah larutan baku AgNO3 berlebih, juga
untuk anion-anion lain yang lebih mudah larut dari AgSCN ,, tetapi dnegan
usaha khsuus. pH harus cukup rendah kira-kira 0,3M H+.
3. Metode Fajans
Menggunakan indikator adsorbsi menurut macam anion yang diendapkan oleh
Ag+, titran AgNO3. pH tergantung dari macam anion & indikator yang dipakai.
Bahan:
1. Garam Meja 0,0589 gram
2. Aquades secukupnya
3. Indikator K2CrO4 secukupnya
4. NaCl p.a 0,0589 gram
5. AgNO3 0,1N
VII. Alur Percobaan
NaCl p.a
Hasil
2. Menentukan kadar Cl- dalam garam dapur
Reaksi :
Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan standarisasi larutan AgNO3 dengan
larutan NaCl p.a sebagai baku. NaCl p.a dipilih sebagai larutan baku primer karena memiliki
berat ekivalen yang besar sehingga tidak mudah terpengaruh kemurniannya serta stabil
terhadap lingkungan. Selain itu, NaCl p.a (pro analisis) kemurniannya jauh lebih tinggi
(99,5%) dibandingkan dengan NaCl biasa. Larutan AgNO3 merupakan larutan standar
sekunder. AgNO3 perlu distandarisasi karena AgNO3 merupakan garam yang tidak stabil dan
cenderung untuk mudah terurai (terdekomposisi) apabila terkena panas atau cahaya sehingga
AgNO3 yang terlarut lebih sedikit dan terjadi penurunan konsentrasi AgNO3.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang kristal halus NaCl p.a berwarna
putih sebesar 0,0589 gram menggunakan neraca analitik. Lalu memindahkan kristal NaCl ke
dalam labu ukur 100 mL dan mengencerkannya dengan menggunakan aquades sampai tanda
batas lalu dikocok sampai homogen sehingga menjadi larutan NaCl tak berwarna. Reaksi
yang terjadi yaitu,
NaCl (s) + H2O (l) NaCl (aq)
Diperoleh larutan NaCl dengan normalitas 0,01 N, untuk menghitung normalitasnya
dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
=
()
Setelah itu, dicatat volume AgNO3 pada buret yang dibutuhkan. Konsentrasi AgNO3
pun sudah dapat dihitung dan titrasi dilakukan pengulangan sebayak tiga kali. Volume
AgNO3 yang didapatkan yaitu 10,2 mL ; 10,2 mL ; 10,2 mL dengan didapatkan normalitas
masing-masing sebesar 0,0098 N sehingga diperoleh konsentrasi rata-rata sebesar 0,0098 N.
Rumus menghitung normalitas dari larutan AgNO3 adalah sebagai berikut:
=
. = .
.
=
Konsentrasi larutan baku sekunder (AgNO3) dapat digunakan untuk mengetahui
konsentrasi larutan baku tersier (garam dapur).
Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cl- dalam garam dapur. Garam
dapur yang digunakan ialah garam dapur cap kapal. Langkah pertama yang dilakukan yaitu
menimbang seberat 0,0590 gram garam dapur dengan menggunakan neraca analitik.
Kemudian dilarutkan ke dalam labu ukur 100 mL menggunakan aquades sampai tanda batas
dan dikocok sampai homogen sehingga menjadi larutan garam dapur tak berwarna. Reaksi
yang terjadi yaitu,
NaCl (s) + H2O (l) NaCl (aq)
Kemudian, mengambil 10 mL larutan garam dapur dengan meggunakan pipet volume
dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Digunakan pipet volume karena memiliki
tingkat ketelitian lebih tinggi dibandingkan dengan gelas ukur. Lalu dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 10 mL aquades dan ditambahkan 10 tetes
indikator K2CrO4 5%. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
NaCl (aq) + K2CrO4 (aq) Na2CrO4 (aq) + 2KCl (aq)
Dibutuhkan tetesan indikator yang banyak agar semakin banyak pula reaksi yang
membentuk endapan merah bata sehingga lebih mudah dalam melakukan pengamatan.
K2CrO4 yang dibutuhkan memiliki konsentrasi yang kecil dikarenakan agar menghindari
terbentuknya endapan Ag2CrO4 sebelum mencapai titik akhir titrasi. Selain itu, jika
konsentrasinya besar maka warna kuningnya menjadi semakin tajam. Hasil dari penambahan
indikator tersebut adalah larutan jernih, berwarna kuning. Kemudian dititrasi dengan larutan
AgNO3. Pada metode Mohr, indikator yang biasa digunakan ialah indikator K2CrO4. Hal ini
dikarenakan ion CrO4- akan mengendap dengan Ag+ membentuk endapan Ag2CrO4 berwarna
merah bata. Namun, saat awal pemberian indikator tidak langsung terbentuk endapan
Ag2CrO4 karena nilai Ksp Ag2CrO4 1,2x10-12 lebih kecil daripada Ksp AgCl 1,8x10-10. Jika
nilai Ksp Ag2CrO4 lebih kecil, maka yang akan terbentuk endapan terlebih dahulu adalah
AgCl, setelah mencapai titik akhir titrasi, baru Ag2CrO4 akan terbentuk karena Cl- habis tepat
bereaksi sedangkan Ag+ dalam kondisi berlebih yang akan bereaksi dengan CrO42-. Indikator
K2CrO4 harus dalam rentang pH sekitar 8,0 (netral agak basa). Jika terlalu asam (pH<6)
maka akan berbentuk HCrO4- , sehingga larutan AgNO3 lebih banyak yang dibutuhkan untuk
membentuk endapan Ag2CrO4. Jika terlalu basa (pH>8) maka sebagian Ag+ akan diendapkan
menjadi perak karbonat atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi
lebih banyak yang dibutuhkan.
Langkah selanjutnya yaitu dilakukan titrasi dengan larutan AgNO3 yang merupakan
larutan jernih tak berwarna yang terdapat pada buret. Buret yang akan digunakan harus dicuci
atau dibilas terlebih dahulu menggunakan larutan AgNO3 dengan tujuan untuk
menghilangkan bekas larutan dalam buret yang telah dipakai sebelumnya. Titrasi dilakukan
dengan tetes demi tetes dan cepat agar ion perak tidak teroksidasi menjadi perak oksida yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit dicapai. Titrasi dihentikan jika sudah terjadi
perubahan warna dari terbentuknya endapan putih AgCl menjadi endapan merah bata
Ag2CrO4. Ketika larutan NaCl dititrasi dengan AgNO3 terbentuk endapan AgCl berwarna
putih. Namun setelah K2CrO4 dan AgNO3 tepat bereaksi keadaan menjadi basa berlebih maka
ion Ag+ dan AgNO3 akan bereaksi dengan indikator sehingga timbul perubahan warna
endapan Ag2CrO4 menjadi merah bata. Hal tersebut menandakan bahwa titrasi telah mencapai
titik akhir titrasi dan titrasi harus dihentikan. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
NaCl (aq) + AgNO3 (aq) AgCl (s) + NaNO3 (aq)
endapan putih
2AgNO3 (aq) + K2CrO4 (aq) Ag2CrO4 (s) + 2KNO3 (aq)
endapan merah bata
Setelah itu, dicatat volume AgNO3 pada buret yang dibutuhkan. Konsentrasi AgNO3
pun sudah dapat dihitung dan titrasi dilakukan pengulangan sebayak tiga kali. Volume
AgNO3 yang didapatkan yaitu 10,1 mL ; 9,7 mL ; 10,2 mL dengan didapatkan volume rata-
rata AgNO3 sebesar 10 mL. Jadi, berdasarkan percobaan yang telah dilakukan kadar Cl - pada
larutan garam dapur sebesar 97,17% dan kadar Cl- pada garam dapur secara teori ialah sebesar
>94%.
Rumus menghitung kadar NaCl adalah sebagai berikut:
. . .
% = %
X. Kesimpulan
1. Larutan AgNO3 merupakan larutan standar sekunder, sehingga larutan tersebut harus
distandarisasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk menentukan kuantitas analit.
Standarisasi larutan AgNO3 0,1 N dengan NaCl p.a. dilakukan dengan menitrasi
larutan baku NaCl dengan larutan AgNO3 hingga tiga kali pengulangan menggunakan
10 tetes indikator larutan K2CrO4 5% sampai terbentuk endapan merah bata.
2. Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui normalitas larutan AgNO3
dengan standarisasi dengan larutan NaCl pada 3 kali pengulangan sebesar 0,0098 N.
Sehingga diperoleh normalitas rata-rata larutan AgNO3 adalah 0,0098 N. Diperoleh
juga kadar Cl- dalam larutan garam dapur sebesar 97,17%.
XI. Daftar Pustaka
Badan Standardisasi Nasional. 2016. Garam Ber-SNI Membentuk Generasi Sehat untuk
Investasi Pembangunan Masa Depan. Diakses 4 November 2017.
http://bsn.go.id/main/berita/berita_det/6148#.Wf07lrUTS01
Day dan A.L. Underwood. 1998. Quantitative Analysis Sixt Edition. Amerika Serikat:
Prantice Hall
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka
Ibnu, M. Sodiq, dkk. 2004. Kimia Analitik I. Malang : JIC
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia
Kusumaningrum, Widya, dkk. 2014. Penentuan Kadar Ion KloridaDengan Metode
Argentometri. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah
Poedjiastuti, Sri, dkk. 2014. Panduan Praktikum Kimia Analitik I: Dasar-dasar Kimia
Analitik. Surabaya : Jurusan Kimia FMIPA UNESA
1. Buatlah kurva titrasi antara volume AgNO3 dan pCl untuk titrasi antara 50 mL 0.1
M larutan NaCl dengan Larutan AgNO3 0.1 M
2. Berapa konsentrasi garam NaCl dalam suatu larutan, apabila 25 mL larutan
tersebut jika direaksikan dengan 25 mL 0.2 M larutan AgNO3 dan kelebihan
larutan AgNO3 tepat bereaksi habis dengan larutan KSCN 28 mL 0.1 M
Jawaban :
1. Diketahui : v NaCl = 50 mL
M NaCl = 0.1 M
M AgNO3 = 0.1 M
Ditanya : pCl
Dijawab
a. Awal titrasi
[Cl-] = 0.1 M
pCl = - log [Cl-]
=1
b. Penambahan volume AgNO3 10 mL
n AgNO3 = 10 mL x 0.1 M = 1 mmol
n NaCl = 50 mL x 0.1 M = 5 mmol
AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3
M 1 mmol 5 mmol
R 1 mmol 1 mmol 1 mmol
S - 4 mmol 1 mmol
4
[Cl-] = 50 +10 = 0.067
pAg = 2,04
pCl = 7,96
Kurva Titrasi Pengendapan
9
8
7
6
5
pH
4
3
2
1
0
0 mL 10 mL 49,5 mL 50 mL 60 mL
Kurva Titrasi
1 1.17 3.3 5 7.96
Pengendapan
2. Diketahui :
V NaCl = 25 mL
V AgNO3 = 25 mL
M AgNO3 = 0,2 M
V KSCN = 28 mL
M KSCN = 0,1 M
kelebihan larutan AgNO3 tepat bereaksi habis dengan larutan
Ditanya : Konsentrasi NaCl ?
Dijawab :
karena habis bereaksi dengan larutan KSCN berarti v1 = v2
Mol ekivalen AgNO3 = mol ekivalen KSCN
M1 X V1 = M2 X V2
Mol sisa AgNO3 = 0.1 M X 28 mL
= 2.8 mmol
(AgCl) | Ag+ x
Lapisan primer | lapisan perak
| sekunder berlebih
3. Dekstrin adalah golongan karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang
merupakan modifikasi pati dengan asam. Dekstrin mudah larut dalam air, lebih
cepat terdispersi, tidak kental serta lebih stabil daripada pati. Fennema (1985)
mengemukakan bahwa dekstrin tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat
air, sehingga oksigen yang larut dapat dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat
dicegah. Dekstrin memiliki sifat yang dapat larut dalam air, lebih stabil terhadap
suhu panas sehingga dapat melindungi senyawa volatil dan senyawa yang peka
terhadap panas atau oksidasi.
4. pH larutan harus terkontrol agar dapat mempertahankan konsentrasi ion dari
indicator asam lemah ataupun basa. Misalnya, fluoresein (Ka = 10-7) dalam
larutan yang lebih asam dari pH 7 melepas fluoreseinat sangat kecil sehingga
perubahan warna tidak dapat diamati. Fluoresein hanya dapat digunakan pada pH
7-10, sedangan difluoresein (Ka=10-4) digunakan pada pH 4-10.
XIII. Lembar Perhitungan
= 0.01 N
= 97.17 %