Anda di halaman 1dari 11

Agnes Maria 023152192

Cynthia Clara 023152199

CRITICAL REVIEW
Quality of internal control procedures Antecedents and moderating
effect on organisational justice and employee fraud

1. Motivasi penelitian
Fenomena yang menjadi motivasi penelitian iniadalah :
a. Fraud dapat terjadi disebabkan oleh adanya tiga alas an yaitu adanya dorongan untuk
melakukan fraud seperti masalah ekonomi, rasionalisasi pembenaran mengenai
tindakan fraud yang dilakukannya hal ini dapat dikarenakan karena tidak ada
moral/integritas dan adanya peluang/kesempatan untuk melakukan fraud karena
lemahnya system pengendalian perusahaan.
Fraud triangle (opportunity, pressure dan razionalitation)
b. Selain dari fraud triangle, penyebab fraud juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor
lain. Tidak ada penelitian yang mempelajari faktor-faktor lain penyebab employee
fraud.
c. Jaman sekarang ini internal control mendapat perhatian yang signifikan sebagai kunci
untuk mekanisme terciptanya good corporate governance. Sejak munculnya Sarbanes
oxley act yang mengharuskan manajemen untuk membuat laporan struktur internal
control dan harus di audit oleh auditor eksternal.
d. Sampai sekarang bukti-bukti yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi
kualitas internal control masih sangat terbatas

2. Penelitian terdahulu
a. Albert,W.S. 1996 d. Coffin, B. 2003
b. Albrecht,W.S, Howe, K. and e. Duncan, J.B, Flesher, D.L. and
Romney, M 1984 Stocks, M.H.1999
c. Buckhoff, T.A. 2002
f. Giacalone, R.A.,Riodan, C.A. and r. Moorman, R.H. 1991
Rosenfeld, P. 1997 s. Moorman, R.H, Blakely, G.L. and
g. Goldman,B. 2003 Niehoff, B.P 1998
h. Guerio, J.P.,Rice, E.B. and t. Moyes, G.D and Baker,C.R 1995
Sherman, M.F. 1998 u. Niehoff, B.P and Moorman, R.H
i. Holtfreter,K. 2004 1993
j. Kizirian, T. and Leese, W.R. 2004 v. Perry, L.M. and Bryan, B.J. 1997
k. KPMG Forensic 2004 w. Peterson, B.K. and Gibson, T.H.
l. Kramer, W.M 2003 2003
m. MacArthur, J.B, Waldrup, B.E. and x. Posthuma, R.A. 2003
Fane, G.R 2004 y. Skarlicki, D.P, Foiger, R and
n. McNamee, D. and McNamee, T. Tasluk, P. 1999
1995 z. Spira, L.F. and Page, M. 2003
o. Marden, R. and Edwards, R. 2005 aa. Tipgos,M.A. 2002
p. Marshall,K.K 1995 bb. Ziegenfuss, D.E. 1996
q. Meiners, C.2005

3. Permasalahan penelitian
Pemasalahan dalam penelitian ini adalah adanya kegagalan untuk mencegah dan
mendeteksi fraud yang telah menjadi konsekuensi serius bagi organisasi.Aktifitas fraud
yang mungkin dilakukan adalah memainkan angka laporan keuangan, membesarkan nilai
asset, pencurian informasi berharga dan penerimaan suap. Pelaku fraud yang utama
adalah karyawan dan hampir 67% ditemukan pada tingkat manajemen.

4. Kontribusi / manfaat penelitian


a. Memberikan pemahaman tentang factor apa yang menyebabkan munculnya fraud
selain fraud triangle yaitu ketika kualitas internal control buruk dan persepsi
karyawan mengenai organizational justice yang buruk
b. Mengetahui bahwa organisasi yang mempromosikan etika lingkungan termasuk RMT
dan aktivitas IA akan memiliki prosedur internal control yang kuat. Hal tersebut
berguna untuk mendeteksi dan mencegah fraud.
c. Meningkatkan pemahaman mengenai dampak-dampak dari kombinasi faktor-faktor
penyebab fraud. Dengan begitu akan meningkatkan keefektifan strategi pengendalian
manajemen untuk mendeteksi dan mencegah fraud.

5. Grand theory
Tidak ada pernyataan yang eksplisit terkait penggunaan teori utama. Dari pembahasan
maka dapat disimpulkan bahwa ada dua teori utama yang digunakan yaitu:
a. Contingency theory yaitu, teori kepemimpinan yang menganggap bahwa kemampuan
seorang pemimpin untuk melakukan tugas tergantung dengan situasi tugas kelompok
(orang akan bertindak sesuai situasi) contohnya seseorang melakukan fraud
dikarenakan ada peluang seperti tidak ada audit dibagian itu atau dilakukan diluar
kantor sehingga tidak ada jejak fraud, orang melakukan fraud karena situasi ekonomi
keluarganya sedang buruk sehingga mendorong dia untuk melakukannya, server
perusahaan sedang down sehingga dapat dimanfaatkan oleh karyawannya untuk
melakukan fraud. (hal 108) dalam situasi ketika organizational justice lemah,
kecenderungan employee untuk melakukan fraud akan tinggi, dan jika prosedur
internal control lemah maka peluang bagi employee untuk melakukan fraud
meningkat.

b. Motivation theory yaitu alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh
seorang individu.Alasan yang mendasari orang melakukan fraud ada 3 yaitu pertama,
opportunity, adanya peluang untuk melakukannya. Kedua, Pressure adanya tekanan
dari dalam maupun dari luar yang membuat orang tersebut semakin terdorong untuk
melakukannya. Ketiga, rasionalisasi yaitu pemikiran yang mengganggap perbuatan
fraud yang dilakukannya adalah benar saja atau tidak merugikan siapapun (fraud
triangle)
6. Kerangka penelitian
Model 1
Variabel independen Variabel moderating Variabel dependen

Model 2
Variabel independen Variabel dependen

7. Argumentasi hipotesis
Persepsi dari keadilan organisasi memiliki hubungan dengan rasionalisasi individu dan
motivasi untuk melakukan fraud, dimana konsep dari keadilan perusahaan merupakan
konsep psikologis karyawan yang perilakunya ditentukan oleh bagaimana mereka
diperlakukan dalam lingkungan kerjanya.Berdasarkan teori equity dan keadilan (Organ
and Moorman, 1993; Konovsky and Pugh, 1994), konsep keadilan organisasi dibagi
menjadi 2 sub-dimensi yaitu keadilan distributive dan keadilan procedural. Keadilan
distributive merupakan konsep psikologis yang berhubungan dengan hasil dari tingkat
kewajaran yang diharapkan, sedangkan keadilan procedural merupakan proses
pengambilan keputusan yang diharapkan (Posthuma, 2003; Dietz et al, 2003). Kedua
dimensi ini berkaitan dengan konsep fairness dan memiliki pengaruh terhadap perilaku
karyawan.

Jika keadilan organisasi yang diharapkan rendah maka akan menimbulkan ketidakpuasan
dan kemarahan terhadap organisasi sehingga akan menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan atau motif karyawan untuk melakukan fraud karena mereka merasa marah
terhadap perusahaan dan tidak akan merasa bersalah dalam melakukan fraud tersebut.
Berdasarkan penelitian ini, kesempatan untuk melakukan fraud memiliki hubungan
moderating antara persepsi keadilan organisasi dan fraud yang dilakukan karyawan. Jika
dilihat dari model 1, ICP quality berperilaku sebagai proksi untuk mengukur
kemungkinan terjadinya fraud. Hal ini dikarenakan semakin baik kualitas ICP dalam
suatu perusahaan maka akan menurunkan frekuensi terjadinya fraud oleh karyawan,
begitu juga sebaliknya semakinr rendah kualitas ICP dalam suatu perusahaan maka
kemungkinan terjadinya fraud akan meningkat.

8. Hipotesis penelitian
Hipotesis pertama menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara persepsi
karyawan atas keadilan organisasi dan kualitas ICP yang mempengaruhi terjadinya fraud
oleh karyawan

Hipotesis kedua menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara lingkungan etis
perusahaan dengan kualitas pengendalian internal ,dimana dalam lingkungan perusahaan
yang lebih etis, karyawan akan lebih rela dan berkomitmen dalam mematuhi peraturan
dan kebijakan yang telah ditetapkan dalam sebuah organisasi (Schwepker, 1999).

Hipotesis ketiga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara


Pelatihan manajemen risiko dengan kualitas pengendalian internal, dimana karyawan
yang dilatih secara aktif dalam manajemen risiko cenderung lebih akurat dalam
melakukan identifikasi ancaman terhadap organisasi akibat pengendalian internal yang
lemah atau tidak ada (Kramer, 2003).
Hipotesis keempat menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
Aktivitas audit internal dengan kualitas pengendalian internal, dimana internal audit
merupakan elemen penting dalam pencegahan dan deteksi kecurangan. Internal audit juga
memiliki cakupan yang luas untuk mengidentifikasi daerah dimana pengendalian tidak
berfungsi secara penuh dan prosedur yang tidak jelas (Perry dan Bryan, 1997).

9. Metode penelitian (variable, pengukuran, metode sampling, teknik analisis)


1. Employee Fraud
2. ICP Quality
3. Organizational justice perception
Variable 4. Corporate ethical environment
5. Risk management training
6. Internal audit

1. Nominal (dichotomous yes/no scale)


2. Ordinal (7 item scale, skala 1 very poor-7very good)
3. Ordinal (11 item scale, questions 1-6 based on
Moormans 1991 & 7-11 based on Niehoff and
Moormans 1993, skala 1 not at all -7 great extent)
Pengukuran
4. Rasio (5 item, 5 point by Hunt et al 1989,Cronbach)
5. Ordinal (skala 1 not at all 7 large extent)
6. Ordinal (8 point scale, skala 0 none, 1 very small
extent abd 7 a very large extent)

Stratified Random Sampling (metode penarikan dari sebuah


populasi dengan cara mengambil sample secara acak dengan
memperhatikan strata/ tingkatan yang ada di dalam populasi)
Metode sampling
Business Review Weekly list of 1000 largest Australian firms,
about 160 firms whose revenue range $20-110million/annum
were selected randomly
Teknik analisis Regresi
Model I : Pr(Y=1) = F(o+1X1+2X2+3X1* X2+ 4X3 )
Model II : Y = o+1X1+ 2X2+ 3X3 + 4X4

10. Hasil penelitian


Nilai koefisien yang negative pada variable organizational justice perceptions dan ICP
quality menunjukkan bahwa ketika ICP quality meningkat yang sejalan dengan
meningkatnya organizational justice perceptions, maka kemungkinan terjadinya fraud
oleh karyawan akan menurun. Jika dilihat dalam tabel dibawah, koefisien dari tiap
variabel independen tidaklah signifikan,dimana variabel keadilan organisasi memiliki
signifikansi 0,03 < 0,05 dan variabel kualitas ICP yang memiliki signifikansi 0,04 <
0,05. Hal ini menunjukkan secara terpisah variabel-variabel independen ini tidak
memiliki hubungan yang signifikan terhadap fraud yang dilakukan oleh karyawan. Model
1 H1 diuji menggunakan analisis regresi dimana fraud sebagai variabel dependen
diregresi dengan ICP quality, organizational justice perceptions dan hubungan interaksi
antar kedua variabel ini.
X1= Organizational Justice Perceptions
X2= ICP Quality
X3= Incidence of Employee Fraud
Berdasarkan persamaan regresi model 1 diatas, ukuran perusahaan adalah sebagai
variabel kontrol dimana fraud yang dilakukan oleh karyawan akan lebih sering terjadi
dalam perusahaan yang berukuran kecil karena tidak adanya pemisahan tugas, namun
ukuran perusahaan yang besar juga lebih memungkinkan terjadinya fraud karena
kompleksitas dan banyaknya jumlah transaksi sehingga fraud lebih mudah terjadi.

Y= ICP Quality
X1= Ethical Environment
X2= Risk Management Training
X3= Internal Audit Activity
X4= Organizational Size

Berdasarkan persamaan regresi model 2 diatas juga menggunakan analisis regresi


multiple, dimana ICP quality sebagai variabel dependen diregresi terhadap 3 variabel
independen dan sebagai variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan. Semakin besar ukuran
perusahaan maka akan lebih mudah untuk mendapatkan sumber daya untuk melakukan
pengembangan struktur yang lebih terkomputerisasi lagi. Semakin banyak jumlah
karyawan maka pembagian tugas akan lebih mudah dilakukan sehingga fungsi
pengendalian dapat dilakukan dengan lebih baik.

Sedangkan untuk model 2, nilai F-value yaitu 6,976 <0,001 sehingga menunjukkan
bahwa secara keseluruhan ketiga variabel independen yaitu corporate ethical
environment, risk management training dan internal audit activities memiliki hubungan
signifikan dengan kualitas ICP. Hasil dari H1 mendukung adanya interaksi antara ICP
quality dengan organizational justice perceptions, mengindikasikan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan dengan fraud yang dilakukan oleh karyawan. Hasil ini juga
mendukung secara empiris terhadap konsep fraud triangle yang dinyatakan oleh
Albrecht (1996) dan mendukung fraud akan meningkat ketika motivasi atau
rasionalisasi dan kesempatan yang ada.
11. Kesimpulan, keterbatasan, future research, implikasi penelitian
Fraud yang dilakukan oleh karyawan sudah menjadi perhatian auditor, pemilik bisnis
dan pemegang saham karena fraud yang dilakukan pasti akan merugikan perusahaan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya fraud yang dilakukan oleh
karyawan akan lebih tinggi ketika ICP quality dan organizational justice perceptions
rendah. Maka, strategi pengendalian yang dilakukan oleh manajemen perlu dilakukan
dengan mempertimbangkan ICP quality dan peraturan serta kebijakan perusahaan yang
wajar dan diharapkan. Penelitian ini memberikan bukti empiris yang baik mengenai
pentingnya ICP quality maupun kewajaran kebijakan organisasi baik prosedural maupun
distributif di tempat kerja dalam mencegah terjadinya fraud. Penelitian ini juga fokus
terhadap kebutuhan tata kelola perusahaan yang terus dikembangkan serta peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pedoman dalam praktik pengendalian yang
dilakukan oleh manajemen yaitu lingkungan kerja yang etis, training manajemen risiko
dan aktivitas audit internal yang membantu dalam menangani masalah keadilan dan
integritas di tempat kerja.

Hasil dari penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu pertama , sebagian
besar responden penelitian ini merupakan financial controller atau chief accountant dari
perusahaan dimana mereka memiliki pemahaman dan penilaiannya masing-masing
mengenai persepsi keadilan organisasi, sehingga hasilnya merupakan hasil yang
subjektif. Kedua, ICP quality juga berdasarkan atas penilaian dari financial controller
sehingga mungkin hasilnya tidak objektif. Ketiga, fraud karyawan diukur sebagai
variabel dikotomis.

Untuk penelitian ke depannya dapat dilakukan dengan menerapkan pengukuran


tertimbang atas ICP quality dimana penilaian dapat dilakukan selain terhadap financial
controller juga terhadap auditor internal dan eksternal sehingga hasil penelitian yang
didapatkan bisa lebih objektif dan holistik. Lalu desain desain ICP quakity mungkindapat
diperoleh dengan cara melakukan evaluasi sumber daya dari berbagai kebijakan dan
prosedur sehingga lebih jelas. Fraud karyawan juga dapat dilihat dari kerugian bersih
yang ditanggung oleh perusahaan atas fraud yang dilakukan dan lebih memusatkan
perhatian pada biaya atas fraud yang dilakukan oleh karyawan dan tidak hanya pada
kejadian penipuan.

Implikasi dari penelitian ini bagi auditor eksternal dan internal yaitu ketika melakukan
penilaian terhadap kemungkinan terjadinya fraud, seorang auditor perlu untuk
memperhatikan faktor-faktor lainnya selain ICP quality, yaitu persepsi karyawan
mengenai keadilan organisasi. Hal ini dilakukan agar mengetahui keterkaitan antara
faktor-faktor ini. Perusahaan yang memiliki lingkungan kerja etis dan secara aktif
mendorong dilakukannya RMT dan IA activities biasanya akan memiliki ICP quality
yang lebih baik dan kuat. Maka, perusahaan tidak hanya menggalakkan integritas yang
harus dipenuhi di tempat kerja tapi juga melaksanakan training staff atas manajemen
risiko dan menjalankan internal audit activities sesuai prosedur agar fungsi internal audit
dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai