Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak-anak usia sekolah adalah kelompok usia yang sangat rentan

terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

kebersihan, gizi yang buruk ataupun tugas perkembangan yang menuntut anak

meningkatkan keterampilan motorik kasar dan halusnya, sehingga lebih besar

kemungkinan untuk cedera. Banyak penyakit yang diderita anak-anak pada masa

awal pertumbuhannya (0-5 tahun) dapat muncul kembali pada masa sekolah,

terutama di awal-awal masa sekolah (6-8 tahun). Malaria, ISPA, dan diare akan

terus menjadi resiko penyakit yang serius dan dalam beberapa kasus dapat

menjadi penyebab kematian anak usia sekolah. Berbagai penyakit lainnya juga

dapat lebih sering menjangkiti anak usia sekolah (Rosso & Arlianti, 2009).

Pada tahun 2009, alasan yang menyebabkan anak dihospitalisasi di

Amerika Serikat dari urutan tertinggi ke terendah adalah penyakit yang

berhubungan dengan sistem respirasi (pneumonia, asma, bronkitis akut), kondisi

kesehatan mental (gangguan depresi dan bipolar), diagnosis pembedahan

(apendiksitis), dehidrasi (yang sering menjadi komplikasi dari gastroenteritis),

epilepsi, infeksi saluran kencing dan influenza (Yu, Wier & Elixhauser, 2011).

Pada saat anak di hospitalisasi, berbagai perasaan muncul, salah satunya adalah

kecemasan (Wong, 2008). Data di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik bahwa

35 dari 420 anak yang dirawat di rumah sakit sepanjang tahun 2010 mengalami
stres selama hospitalisasi. Hasil penelitian oleh Indrawati (2010) dinyatakan

bahwa mayoritas kecemasan anak usia sekolah yang dihospitalisasi di RSU PKU

Muhammadiyah Yogyakarta dalam kategori cemas sedang (55,6%), sedangkan

untuk RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dari penelitian yang dilakukan oleh Huriah

(2000) diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan hospitalisasi

pada anak usia sekolah di IRNA II dengan sampel 30 orang dengan kecemasan

tertinggi pada faktor kekhawatiran mengenai kerusakan tubuhnya yang

menunjukkan korelasi 0,688 dengan tingkat kepercayaan 100%, yang diartikan

bahwa faktor ini cukup bermakna dalam menimbulkan kecemasan pada anak.

Dampak dari respon kecemasan yang berlebihan akan menyebabkan

anak menjadi tidak produktif dan mengganggu kemampuannya dalam

memecahkan masalah (Huberty, 2011). Respon tersebut timbul karena

menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak

nyaman, dan merasakan sesuatu yang menyakitkan (Supartini, 2004). Data

mengenai prosedur yang banyak diterima anak-anak di rumah sakit Amerika

Serikat adalah prosedur pemberian nutrisi enteral dan parenteral yang paling

sering diberikan pada sekitar 165.100 pasien anak (Yu, Wier & Elixhauser, 2011).

Salah satu jenis terapi cairan parenteral adalah terapi intravena dan

merupakan teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan di

seluruh dunia. Hampir semua anak-anak menjalani prosedur medis invasif seperti

pemasangan infus intravena (MrCarthy et al, 2010). Asuhan keperawatan pada

pasien anak umumnya memerlukan tindakan invasif seperti injeksi atau

pemasangan infus (Nursalam, 2005). Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah

2
sakit mendapat terapi melalui IV (Hindley, 2004). Data Medis Internasional

(1995) yang dikutip oleh Widigdo (2003, hal. 7) melaporkan bahwa lebih dari 300

juta kateter IV digunakan pada rumah sakit dalam negeri.

Kuensting (2009) menyatakan bahwa kecemasan adalah salah satu faktor

resiko terjadinya kesulitan dalam mengakses vena pada anak. Ketika seorang anak

tertekan, keluarga dan penyedia layanan kesehatan sering mengalami kecemasan,

ketidakberdayaan, dan rasa bersalah. Prosedur yang dilakukan mungkin akan

menjadi lebih sulit dan menambah ketidaknyamanan semua orang (von Bayer,

Marche, Rocha & Salmon, 2004). Pengukuran kecemasan hospitalisasi dapat

dilakukan pada saat anak masuk rumah sakit pada hari pertama sampai dengan

anak memiliki indikasi dipulangkan atau akan keluar dari rumah sakit.

Kesulitan memasang jalur intravena perifer sering terjadi dan merupakan

pengalaman yang membuat perawat frustasi khususnya bagi perawat anak

(Kuensting et al, 2009). Dari tahun 1999 sampai 2001 dilaporkan bahwa tingkat

keberhasilan perawat dalam melakukan pemasangan infus di Ohama, Inggris,

mengalami kondisi yang terbilang stabil dari tahun ke tahun dengan persentase

tertinggi yaitu 91% dengan 4 kali penusukan vena (Lininger, 2003). Sedangkan

sebuah studi terbaru yang dikutip oleh penelitian Kuensting et al (2009) yaitu rata-

rata pemasangan infus yang berhasil dilakukan di pusat layanan hospitalisasi anak

berlangsung lebih dari setengah jam.

Literatur mengenai tingkat keberhasilan perawat dalam melakukan

pemasangan intravena pada anak-anak masih terbatas dan lebih banyak

berhubungan dengan perawat spesialis intravena/tim intravena (Lininger, 2003).

3
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti dan membuktikan

adakah hubungan antara tingkat kecemasan anak dengan tingkat keberhasilan

pemasangan infus di ruang anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, mengingat

bahwa rumah sakit Dr. Sardjito adalah rumah sakit pendidikan dan rujukan

nasional. Menurut pendapat peneliti, penelitian ini penting untuk dilakukan karena

kecemasan merupakan hal yang penting untuk perawat perhatikan pada saat

melakukan tindakan medis pada anak.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan tingkat kecemasan anak dengan tingkat

keberhasilan pemasangan infus di ruang anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum: untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan anak dengan

tingkat keberhasilan pemasangan infus di ruang anak RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan anak selama hospitalisasi.

b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemasangan infus pada anak.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi mahasiswa keperawatan: agar mahasiswa dapat memahami dan

menambah pengetahuan mengenai kecemasan hospitalisasi pada anak dan

4
hubungannya dengan pemasangan infus di rumah sakit sehingga dapat

menjadi bekal pada saat di lahan praktik keperawatan.

2. Bagi perawat: menambah wawasan sehingga mampu memahami faktor yang

berhubungan dengan kecemasan hospitalisasi pada pasien anak serta

hubungan pada keberhasilan tindakan pemasangan infus.

3. Bagi peneliti: menambah pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam

mengidentifikasi hubungan antara variabel yang diteliti dan menjadi bekal

untuk jenjang pendidikan selanjutnya pada lahan praktik di rumah sakit.

4. Bagi institusi: agar institusi mendapatkan data tentang tingkat keberhasilan

pemasangan infus intravena dari segi jumlah tusukan sehingga dapat

menindaklanjuti dan membuat kebijakan yang sesuai.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai hubungan antara tingkat kecemasan anak dengan

tingkat keberhasilan perawat dalam melakukan pemasangan infus intravena di

bangsal rawat inap anak INSKA RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah

dilakukan sebelumnya mengingat masih sangat terbatas referensi dan penelitian

yang dilakukan mengenai isu tersebut. Namun terdapat beberapa penelitian terkait

yaitu sebagai berikut:

5
Tabel 1. Perbedaan Penelitian Sebelumnya

Perbedaan dengan
No. Peneliti dan Topik Metode Hasil penelitian yang
Penelitian Sebelumnya akan dilakukan
1. Huriah (2000): Non Sebagian besar anak Faktor-faktor
Faktor-faktor yang eksperimental menolak prosedur kecemasan pada
mempengaruhi kecemasan yaitu pengobatan yang anak usia sekolah
pada anak usia sekolah deskriptif melukai tubuh berkaitan erat
yang dirawat di bangsal eksploratif mereka. Dari 9 faktor dengan prosedur
perawatan anak RSUP Dr. dengan kecemasan invasif, sehingga
Sardjito Yogyakarta pendekatan hospitalisasi, faktor berdasar data
longitudinal. kekhawatiran penelitian Huriah
Teknik mengenai kerusakan (2000), peneliti
pengambilan tubuhnya ingin mengetahui
sampel adalah menunjukkan apakah terdapat
purposive korelasi 0,688 dengan hubungan antara
sampling tingkat kepercayaan kecemasan anak
dengan jumlah 100%, yang diartikan dengan tingkat
responden bahwa faktor ini keberhasilan
sebanyak 30 cukup bermakna perawat dalam
anak. dalam menimbulkan melakukan
Penelitian ini kecemasan pada pemasangan infus
menggunakan anak. intravena
kuesioner di RSUP Dr.
yang terdiri Sardjito
dari 18 item Yogyakarta,
pertanyaan, menggunakan
setiap item deskriptif analitik
pertanyaan dengan rancangan
mewakili 1 cross-sectional
faktor yang
diteliti.

6
Lanjutan tabel 1.

2. Indrawati (2010): Non Penerapan prinsip Terdapat perbedaan


Hubungan antara eksperimental keperawatan variabel yang
penerapan prinsip dengan atraumatik pada diteliti. Penelitian
keperawatan atraumatik rancangan pasien anak yang di Indrawati
dengan tingkat kecemasan cross- hospitalisasi dalam menghubungkan
anak usia sekolah yang sectional, kategori baik (44,4 penerapan prinsip
dihospitalisasi di bangsal menggunakan %), sedangkan keperawatan
anak RSU PKU metode mayoritas anak atraumatik dengan
Muhammadiyah kuantitatif dan mengalami tingkat kecemasan,
Yogyakarta kualitatif.. kecemasan sedang sedangkan variabel
pengambilan (55,6 %). Untuk dalam penelitian ini
sampel dengan korelasi antara kedua menghubungkan
accidental variabel, terdapat kecemasan dengan
sampling hubungan antara keberhasilan
melibatkan 18 penerapan dengan perawat dalam
responden. tingkat kecemasan. melakukan
Penelitian ini pemasangan infus
menggunakan di RSUP Dr.
teknik Sardjito
pengambilan Yogyakarta.
data dengan Penelitian Indrawati
kuesioner dan berhubungan
wawancara. dengan penelitian
dilakukan peneliti
mengenai
penerapan prinsip
keperawatan
atraumatik yang
berhubungan
dengan prosedur
pemasangan infus
intravena pada anak
usia sekolah.

7
Lanjutan tabel 1.

3. Hartini (2000): Deskriptif non Sebagian perawat Terdapat perbedaan


Penerapan perawatan analitik 53,33 % telah variabel. Penelitian
atraumatik pada terapi dengan melakukan Hartini (2000)
intravena di ruang anak rancangan non pendekatan dengan meneliti variabel
IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito eksperimental baik ditinjau dari tunggal yaitu
Yogyakarta dengan teknik persiapan alat yaitu penerapan
accidental 76,67 % dengan perawatan
sampling. kategori baik. atraumatik pada
Jumlah Tindakan yang terapi intravena di
responden dilakukan oleh ruang anak RSUP
yang terlibat perawat dalam Dr. Sardjito,
adalah 30 melaksanakan terapi sedangkan
perawat. intravena pada anak penelitian yang
90 % dalam kategori dilakukan meneliti
baik, sebagai hubungan antara
pengontrolan nyeri dua variabel yaitu
dan rasa takut dengan tingkat kecemasan
kategori baik hanya anak dengan tingkat
26,67 % perawat. keberhasilan
perawat dalam
melakukan
pemasangan infus
intravena di RSUP
Dr. Sardjito
Yogyakarta,
menggunakan
deskriptif analitik
dengan rancangan
cross-sectional
4. Ardianto (2008) Observasional Hasil korelasi Penelitian Ardianto
Faktor-faktor yang dengan menunjukkan tidak (2008)
berhubungan dengan rancangan ada hubungan antara menganalisis
kepatuhan perawat dalam cross- umur (p= 0,284), faktor-faktor yang
pemasangan infus sectional, masa kerja (p= berhubungan
intravena di instalasi gadar teknik 0,290), pengetahuan dengan kepatuhan
RSUD Indarasari Rengat pengambilan (p= 0,643), supervisi pemasangan infus
tahun 2008 sampel kepala ruangan (p= 0, sedangkan
accidental 690), imbalan (p= penelitian yang
sampling. 1,00), pelatihan dan dilakukan meneliti
Teknik ketersediaan alat mengenai hubungan
pengumpulan dengan kepatuhan tingkat kecemasan
data melalui perawat dalam anak dengan tingkat
observasi dan pemasangan infus IV keberhasilan
pengisian di IGD RSUD perawat dalam
kuesioner. Indarasari Rengat. melakukan
Jumlah sampel pemasangan infus
yang intravena di RSUP
digunakan Dr. Sardjito
adalah 33 Yogyakarta,
perawat. menggunakan
deskriptif analitik
dengan rancangan
cross-sectional

Anda mungkin juga menyukai