BAB 6 Regresi
BAB 6 Regresi
PEMBAHASAN
Distribusi usia sampel terhadap nilai FEV1, FVC, dan FEV1/FVC adalah
penting diketahui karena usia merupakan salah satu faktor yang dapat
tidak didapatkan pola yang spesifik dimana masih terjadi perubahannilai faal
parunya yakni terjadi peningkatan nilai faal paru pada kelompok usia 21 tahun
sebanyak 9 orang. Hal ini sesuai dengan teoribahwa fungsi pernapasan dan
sirkulasi darah akan meningkat pada masa anak-anak dan mencapai maksimal
pada umur 22-24 tahun, kemudian akan menurun secara bertahap yang biasanya
digunakan sejak awal berkendara yang berfungsi sebagai proteksi saluran nafas
dari partikel yang dapat menyebabkan gangguan faal paru (Bowen,2010). Dari
data yang didapat, pada usia 21 tahun mengalami faal paru yang meningkat bisa
disebabkan karena faktor lama berkendara dalam sehari, dimana pada kelompok
usia 21 tahun yang menggunakan APD masker didapatkan lama berkendara dalam
sehari hanya selama 1 jam dan rerata mulai berkendara selama 1 tahun sampai 2
tahun, dibandingkan dengan kelompok usia yang lain yang berkendara selama
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia yang lain baik yang
73
74
menggunakan masker maupun yang tidak menggunakan masker. Hal ini sesuai
dengan teori ukuran rongga dada dihubungkan dengan tinggi badan. Orang yang
badannya lebih tinggi memiliki rongga dada yang lebih besar. Lebih tinggi subjek,
semakin besar paru dan saluran udaranya, dan dengan demikian arus maksimal
paru lebih tinggi, sehingga nilai fungsi paru menjadi lebih besar (Hyatt,2014).
Teori ini berbeda dengan hasil rerata nilai faal paru pada kelompok yang tidak
penurunan nilai faal paru untuk semua kelompok usia. Hal ini sesuai dengan teori
penuaan bahwa seiring dengan bertambahnya usia pada proses penuaan, akan
terjadi degenerasi sel dan merupakan risiko untuk terjadinya kerusakan pada
jaringan paru, dan akhirnya menganggu elastisitas jaringan. Elastisitas paru hilang
sehingga saluran udara lebih kecil dan arus yang lebih rendah mengakibatkan
Dari penelitian ini juga diketahui bahwa nilai faal paru untuk FEV1 dan FVC
pada seluruh kelompok usia terutama pada kelompok sampel yang menggunakan
APD masker cenderung lebih tinggi daripada FEV1 dan FVC pada kelompok
sampel yang tidak menggunakan masker. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Halim et al., (2007) bahwa faktor usia menunjukkan nilai beda
pada nilai faal paru antara kelompok yang menggunakan masker dan kelompok
yang tidak menggunakan masker pada pegawai SPBU dengan rata-rata usia 23
cenderung lebih tinggi faal parunya daripada FEV1 dan FVC pada kelompok
Data deskripsi lama berkendara terhadap rerata nilai fungsi faal paru
menunjukkan rerata nilai FEV1 dan FVC terbesar pada sampel yang berkendara
selama 1 tahun sedangkan yang paling kecil pada sampel yang berkendara selama
9 tahun. Adanya paparan polutan secara kronis akan memberikan dampak berupa
histologis pada sel epitel bronkus. Hal tersebut dapat menyebabkan hipertrofi dan
penurunan fungsi silia sehingga akan terjadi akumulasi mukus dalam saluran
nafas yang mengakibatkan lumen saluran napas (bronkus) menyempit. Selain itu,
respon inflamasi kronik juga terjadi pada jaringan paru yang dapat menyebabkan
mengalami gangguan faal paru tipe restriksi sejak tahun pertama berkendra
dimana semakin lama berkendara akan semakin memperberat gangguan paru. Hal
ini didukung oleh penelitian Riska (2013) menjelaskan didapatkan gangguan faal
berupa restriktif ringan paru pada tahun pertama bekerja pegawai SPBU di
Semarang.
masker melihatkan nilai rerata faal paru cenderung lebih tinggi daripada
paru yang normal selama 2 tahun berkendara, dan mengalami restriksi ringan
masker mengalami derajat kelainan restriktif ringan, sedang, hingga berat. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bowen (2010) yaitu masker tipe
surgical mask (masker bedah) atau masker sekali pakai proteksinya hanya 33.3%.
masker tipe surgical mask masih bisa mengalami gangguan faal paru tapi tidak
Kelainan faal paru yang bersifat restriktif pada sampel yang menggunakan
APD masker maupun yang tidak menggunakan masker diduga karena polutan
yang masuk ke saluran nafas dapat menstimuli makrofag alveolar sehingga dapat
jaringan paru. Akibat adanya jaringan fibrosis, maka akan terjadi penurunan
paru. Karena paru tidak dapat mengembang mencapai volume maksimal secara
normal walaupun dengan upaya ekspirasi terbesar, aliran ekspirasi pun juga akan
terganggu, sehingga terjadi penurunan nilai faal paru yang bersifat restriktif
(Supriyadi, 2013).
77
menggunakan masker selama berkendara, maka hal ini akan diikuti oleh FEV1,
FVC, rasio FEV1/FVC yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak
menggunakan masker. Hal ini sesuai dengan penelitian Riska (2013) bahwa
terhadap nilai faal paru yaitu FEV1, FVC, serta rasio FEV1/FVC pada pegawai
SPBU kota Semarang. Selain itu, APD masker dalam hal ini berfungsi sebagai
proteksi saluran nafas yang melindungi pernafasan dari debu/partikel yang lebih
besar yang masuk kedalam organ pernafasan. Organ pernafasan terutama paru
harus dilindungi apabila udara tercemar dari polutan. Surgical mask tidak
melindungi 100% melainkan mencegah tingkat keparahan nilai faal paru yang
terjadi(Riska, 2013).
pengaruh yang signifikan penggunaan APD masker terhadap nilai faal paru
mahasiswa pengendara sepeda motor yang di ukur dari nilai FVC dan FEV1,
fungsi paru yang bersifat restriktif. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kelainan
restriktif paru akan mengalami penurunan nilai FVC sementara nilai rasio
Efficiancy (PFE) dari surgical mask sebesar >95 %, yang artinya tingkat filtrasi
partikulat pada surgical mask baik sehingga menunjukkan ada pengaruh dari
78
gambaran faal paru pada kelompok yang menggunakan APD masker (ASTM,
2012).
Hal di atas serupa pada penelitian sebelumnya oleh Syamsurijal et al., 2010
terhadap nilai faal paru pada polisi lalu lintas Surabaya, akan tetapi nilai faal
parunya tetap menunjukkan adanya penurunan seluruh parameter faal paru seperti
FEV1, FVC, FEV1/FVC, dan MVV. Hasil penelitian serupa dilakukan oleh Bano
karakteristik usia sampel terbanyak 30-50 tahun, dan lama terpapar polutan lebih
dari 4 jam dalam sehari dan lama bekerja minimal 3 tahun. Hal inilah yang
membedakan dengan penelitian ini, dimana sampel penelitian ini berusia dewasa
muda dan sampel terpapar polutan kurang dari 4 jam dalam sehari.
evektifitas surgical mask sekali pakai sebagai penghalang gas berbahaya yang
berasal dari polusi udara maupun mikroba, menunjukkan bahwa surgical mask
efektif dalam menghalangi polutan maupun mikroba yang berada di udara, akan
tetapi keberhasilan filtrasi ini akan menurun setelah 4 jam pemakaian masker
19.3 % (sangat lemah), dan rasio FEV1/FVC 3.2% (sangat lemah) . Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Bowen (2010) bahwa surgical mask
tingkat proteksinya hanya 33%. Hal ini serupa dengan teoribahwa penggunaan
79
surgical mask tidak dirancang atau menjamin untuk menutup erat bagian pada
pernafasan udara dapat melewati celah antar wajah dan masker itu sendiri
(Rogister & Croes, 2013). Teori serupa menyatakan bahwa surgical mask tidak
dapat melindungi dari gas berbahaya ataupun mikroba dari orang lain melalui
droplet. Surgical mask tidak dirancang untuk partikel yang sangat kecil
Pada penelitian ini, selain faktor usia, mulai berkendara (tahun) dan
penggunaaan APD masker, faal paru juga dipengaruhi oleh faktor BB, TB,
maupun aktivitas fisik atau olahraga yang dilakukan oleh sampel. Peneliti telah
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi faal paru. Selain itu jenis dan
frekuensi dalam melakukan aktifitas fisik atau olahraga yang dilakukan tiap
paru. Olah raga yang baik untuk pernapasan adalah renang dan senam. Olah raga
kerja paru lebih efisien dan paru dapat bekerja maksimal. Olah raga dapat
sehingga akan terjadi peningkatan volume udara yang dapat masuk ke dalam paru