Rumput laut merupakan salah satu komoditi budidaya laut yang potensial
karena mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek pasar yang baik serta dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat. Rumput laut merupakan salah satu komoditi
perdagangan internasional yang telah di ekspor di lebih dari 35 negara disamping
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Potensi budidaya rumput laut di Indonesia
terdapat di 15 provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2010).
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil rumput
laut terbesar di Indonesia yang mana sekitar 53 persen produksi rumput laut
Indonesia berasal dari Sulawesi Selatan. Diharapkan mulai tahun 2012, Sulawesi
Selatan menjadi sentra produksi rumput laut terbesar di Indonesia, sekaligus
menempatkan Indonesia sebagai penghasil rumput laut terbesar kedua dunia
setelah Philphina. Untuk mempercepat laju perkembangan budidaya rumput laut,
pemerintah Sulawesi Selatan sejak tahun 2009 menargetkan status agribisnis
rumput laut meningkat menjadi agroindustri rumput laut.
Potensi produksi perikanan terutama rumput laut di Sulawesi Selatan cukup
besar yakni sekitar 418 345.8 ton per tahun. Selain potensi produksi yang cukup
besar, sumberdaya manusianya yang bergerak di bidang budidaya laut dan tambak
juga cukup besar yakni mencapai 50 755 rumah tanggga perikanan (BPS, 2008).
Pengembangan budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan mempunyai
prospek yang sangat besar terutama rumput laut jenis Eucheuma cottoni merupakan
komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan tingkat pemanfaatannya yang
sangat luas yang sangat berguna sebagai bahan makanan maupun bahan baku
berbagai produk seperti bahan baku industri keragenan. Produk hasil ekstraksi
rumput laut banyak digunakan sebagai bahan pangan, bahan tambahan atau bahan
campuran dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-
lain, bahkan rumput laut juga digunakan sebagai pupuk dan komponen pakan ternak
atau ikan.
Potensi lahan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottoni di Sulawesi
Selatan sekitar 193 700 ha dan baru terealisasi sekitar 62 371 m2 atau 6.2 ha
dengan produksi total sekitar 403 201 ton per tahun sehingga prospek
pengembangannya ke depan masih sangat besar (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2010). Ada beberapa desa pantai yang terkenal sebagai sentra budidaya
rumput laut jenis Eucheuma cottoni yaitu Desa Laikang di Kabupaten Takalar, Desa
Samatang di Kabupaten Sinjai, Desa Bontojai di Kabupaten Jeneponto, serta Desa
Palantikang di Kabupaten Bantaeng dan beberapa desa lainnya di Provinsi Sulawesi
Selatan (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan, 2010).
Semakin meningkatnya penggunaan ekstrak rumput laut di berbagai industri
akan meningkatkan pula permintaan produksi rumput laut tersebut. Kendala yang
dihadapi dalam memenuhi permintaan tersebut tidaklah cukup hanya mengandalkan
hasil panen alam saja, akan tetapi harus diusahakan sistem produksi yang lebih baik
melalui cara budidaya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Rumput laut merupakan salah satu komoditi budidaya laut yang potensial
karena mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek pasar yang baik serta dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat. Rumput laut merupakan salah satu komoditi
perdagangan internasional yang telah di ekspor di lebih dari 35 negara disamping
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Potensi budidaya rumput laut di Indonesia
terdapat di 15 provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2010).
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil rumput
laut terbesar di Indonesia yang mana sekitar 53 persen produksi rumput laut
Indonesia berasal dari Sulawesi Selatan. Diharapkan mulai tahun 2012, Sulawesi
Selatan menjadi sentra produksi rumput laut terbesar di Indonesia, sekaligus
menempatkan Indonesia sebagai penghasil rumput laut terbesar kedua dunia
setelah Philphina. Untuk mempercepat laju perkembangan budidaya rumput laut,
pemerintah Sulawesi Selatan sejak tahun 2009 menargetkan status agribisnis
rumput laut meningkat menjadi agroindustri rumput laut.
Potensi produksi perikanan terutama rumput laut di Sulawesi Selatan cukup
besar yakni sekitar 418 345.8 ton per tahun. Selain potensi produksi yang cukup
besar, sumberdaya manusianya yang bergerak di bidang budidaya laut dan tambak
juga cukup besar yakni mencapai 50 755 rumah tanggga perikanan (BPS, 2008).
Pengembangan budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan mempunyai
prospek yang sangat besar terutama rumput laut jenis Eucheuma cottoni merupakan
komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan tingkat pemanfaatannya yang
sangat luas yang sangat berguna sebagai bahan makanan maupun bahan baku
berbagai produk seperti bahan baku industri keragenan. Produk hasil ekstraksi
rumput laut banyak digunakan sebagai bahan pangan, bahan tambahan atau bahan
campuran dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-
lain, bahkan rumput laut juga digunakan sebagai pupuk dan komponen pakan ternak
atau ikan. Potensi lahan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottoni di Sulawesi
Selatan sekitar 193 700 ha dan baru terealisasi sekitar 62 371 m2 atau 6.2 ha
dengan produksi total sekitar 403 201 ton per tahun sehingga prospek
pengembangannya ke depan masih sangat besar (Kementerian Kelautan dan
Perikanan, 2010). Ada beberapa desa pantai yang terkenal sebagai sentra budidaya
rumput laut jenis Eucheuma cottoni yaitu Desa Laikang di Kabupaten Takalar, Desa
Samatang di Kabupaten Sinjai, Desa Bontojai di Kabupaten Jeneponto, serta Desa
Palantikang di Kabupaten Bantaeng dan beberapa desa lainnya di Provinsi Sulawesi
Selatan (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan, 2010).
Semakin meningkatnya penggunaan ekstrak rumput laut di berbagai industri
akan meningkatkan pula permintaan produksi rumput laut tersebut. Kendala yang
dihadapi dalam memenuhi permintaan tersebut tidaklah cukup hanya mengandalkan
hasil panen alam saja, tetapi harus diusahakan sistem produksi yang lebih baik
melalui cara budidaya.
Persyaratan kondisi perairan bagi budidaya rumput laut relatif sama dengan
usaha budidaya laut lainnya. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari usaha
budidaya rumput laut hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan ekobiologi
(persyaratan tumbuh) rumput laut.
Menurut Indriani dan Sumiarsih (1999), beberapa syarat pemilihan lokasi
budidaya rumput laut antara lain : (1) lokasi budidaya rumput laut harus bebas dari
pengaruh angin topan, (2) tidak mengalami fluktuasi salinitas (kadar garam) yang
besar yaitu sekitar 32-34 ppt, (3) lokasi budidaya harus mempunyai gerakan air yang
cukup. Kecepatan arus yang cukup untuk budidaya Eucheuma sp 20-30 cm/detik,
(4) dasar perairan budidaya Eucheuma sp adalah dasar perairan karang berpasir,
(5) pada surut terendah lahan budidaya masih terendam air minimal 30 cm, (6)
kejernihan air tidak kurang dari 5 m dengan jarak pandang secara horizontal, (7)
suhu air berkisar 27-30oC dengan fluktuasi harian maksimal 4oC, (8) pH air antara 7-
9 dengan kisaran optimum 7.3-8.2, (9) lokasi dan lahan sebaiknya jauh dari
pengaruh sungai dan bebas dari pencemaran, (10) sebaiknya dipilih perairan yang
secara alami ditumbuhi berbagai jenis makro algae lain seperti Ulva, Cauletpa,
Padina, Hypnea dan lain-lain sebagai indikator.
Kepulauan Tanakeke sangat cocok untuk budidaya rumput laut karena
karateristik perairan yang ada di kepulauan ini berbentuk teluk sehingga cenderung
tenang, karena terlindung dari gelombang laut yang terbuka dengan kecerahan
perairan yang sangat cerah dimana sinar matahari tidak mencapai lapisan dasar
perairan.
1. Kekuatan
a. Mayorit kelompok usaha mempunyai status kepemilikan lahan milik sendiri,
dalam hal ini merupakan kekuatan bagi petani rumput laut untuk
meningkatkan produksinya serta menjadi faktor pendukung dalam
kepercayaan dalam bekerjasama dengan pihak yang terkait dengan rumput
laut.
b. Minat petani untuk budidaya rumput laut sangat tinggi, dan kesadaran untuk
berusaha secara berkelompok sangat tinggi, hal ini akan memudahkan untuk
bermitra dengan pengusaha atau investor.
c. Adanya kerjasama yang baik antara kelompok petani rumput laut dengan
pihak pemerintah, dalam hal ini pihak Pemerintah Daerah.
d. Ketua kelompok pembudidaya sudah berpengalaman dengan rata rata 7-10
tahun, serta mempunyai latar belakang pendidikan formal yang tinggi sebab
sudah ada yang berlatar belakang pendidikan tingkat Sarjana, hal ini akan
mempermudah bagi petani untuk penyerapan teknologi dan mempermudah
kerjasama dengan pihak mitra.
e. Harga rumput laut relatif tinggi, yaitu Rp 9000 (sembilan ribu rupiah)
perkilogram kering di tingkat petani jika dibandingkan dengan harga rumput
laut Gracillaria sp yang harganya masih sekitar Rp 2000 ( Dua ribu rupiah)
perkilogram.
f. Minat petani rumput laut di Kabupaten Bantaeng untuk bermitra dengan
pemerintah cukup tinggi, yang ditandai dengan tingginya partisipasi petani
rumput laut untuk pengusulan perbaikan pola kemitraan selanjutnya.
2. Kelemahan
a. Masih minimnya kesadaran petani rumput laut untuk mengembalikan
pinjaman usaha dari pemerintah sebab mereka beranggapan bantuan dari
pemerintah adalah bantuan cuma-cuma yang tidak harus di bayar.
b. Kurangnya modal usaha di pihak petani rumput laut, sehingga masih
memungkinkan petani rumput laut untuk meminjam ke pedagang pengumpul,
walaupun pembayarannya akan berimbas ke pemotongan harga atau
pembelian harga dibawah standar harga.
c. Kualitas rumput laut masih sering dipermainkan oleh pedagang pengumpul
yang nakal, misalnya pencampuran bahan-bahan yang memberatkan
timbangan rumput laut.
d. Kurangnya bibit yang berkualitas untuk usaha budidaya, sehingga petani
rumput laut terkadang kesulitan memperoleh bibit yang baik.
e. MOU yang telah disepakati antara pihak petani rumput laut dengan
pedagang (UD Lautan Mas) dan Koperasi Citra Mandiri yang difasilitasi oleh
pemerintah belum berjalan optimal sebagaimana mestinya.
3. Peluang
a. Adanya kebijakan pemerintah yang mengandalkan rumput laut sebagai
komoditi andalan dan dijadikan Kabupaten Bantaeng sebagai sentra
pengolahan rumput laut yang akan membuka peluang lapangan pekerjaan,
serta adanya kelompok pembudidaya yang telah di fasilitasi oleh pemerintah,
hal ini akan mempermudah petani untuk melakukan mitra dengan pihak
mitranya.
b. Komitmen pemerintah melalui DKP dalam meningkatkan dan
mengembangkan sektor perikanan khususnya komoditi rumput laut menjadi
peluang yang sangat besar bagi Kabupaten Bantaeng untuk meningkatkan
produksinya
c. Banyaknya bantuan dana, sarana dan prasarana dari pemerintah membuat
pengelolaan rumput laut semakin berkembang, sehingga menjadikan
peluang perbaikan pola kemitraan di Kabupaten Bantaeng.
d. Sarana transportasi baik dan lancar, dengan adanya posisi daerah pesisir
yang terletak pada jalur transportasi umum akan mempermudah akses pihak
yang menjadi mitra petani rumput laut.
e. Bantaeng merupakan salah satu sentra pengolahan rumput laut yang akan
memudahkan pihak mitra untuk berinvestasi di Kabupaten Bantaeng.
f. Adanya kerjasama yang intensif antara PEMDA khususnya Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Bantaeng dengan pihak Perguruan Tinggi, misalnya
dengan FIKP UNHAS untuk pengembangan rumput laut E cottonii yang
membutuhkan tenaga ahli dibidang kultur jaringan, pengolahan hasil dan
pemasaran. Sehingga secara bertahap menumbuhkan kemandirian di pihak
petani rumput laut sebagai mitra binaan dari pemerintah.
4. Ancaman
a. Pemerintah Kabupaten Bantaeng tidak berfungsi dalam kontrol kemitraan
petani rumput laut yang telah terjalin mulai pada tahun 2006, sehingga terjadi
kegagalan Koperasi Citra Mandiri yang pembentukannya difasilitasi oleh
pihak pemerintah.
b. Pemerintah Kabupaten Bantaeng tidak menjamin/menfasilitasi pemasaran
rumput laut, sehingga rumput laut masih di kelola oleh pedagang pengumpul
yang terkadang masih mempermainkan harga rumput di tingkat petani.
c. Adanya permainan harga pedagang pengumpul di Kabupaten Bantaeng,
yang selama ini belum dapat di optimalkan solusinya. Pedagang pengumpul
mempermainkan harga beli rumput laut, mereka jeli melihat petani yang
kekurangan modal usaha atau pada saat musimmusim gagal panen, mereka
menawarkan pinjaman kepetani dengan syarat hasil panen petani harus
dijual kepada mereka walaupun nantinya akan dibeli dengan harga rendah,
misalnya harga rumput laut sekarang Rp 10.000 per Kg, tapi karena petani
mempunyai utang di pedagang tersebut akhirnya harga yang dibayarkan
hanya Rp 8.500 dan ada yang sampai pengurangannya sampai Rp 2500,
jadi harganya cuma Rp 7500. Hal ini menjadi sebuah ancaman dalam
pengelolaan sumberdaya rumput laut yang menjadi komoditi andalan
Kabupaten Bantaeng.
d. Peran stakeholder belum berpusat pada satu sistem untuk melakukan
kerjasama untuk peningkatan produksi rumput laut sebagai komoditi andalan
Kabupaten Bantaeng. Salah satu contoh adanya pedagang pengumpul yang
mempermainkan timbangan yang belum di kontrol secara aktif oleh pihak
Perindag
Strategi SO
Dengan menitik beratkan antara kekuatan dan peluang yang ada dalam
pengembangan usaha rumput laut untuk mengoptimalkan hubungan yang harmonis
antara petani rumput laut, pedagang pengumpul dan pihak pemerintah diperlukan
saling kepercayaan dan penumbuhan sikap saling ketergantungan. Langkah
strategis yang memungkinkan untuk di aplikasikan dalam pengembangan usaha
rumput laut di Kabupaten Bantaeng yaitu dengan menjalin kerjasama yang saling
menguntungkan, baik di pihak petani rumput laut, pedagang dan pemerintah dengan
melibatkan Perguruan Tinggi sebagai fasilitator tenaga ahli.
Strategi ST
Strategi WO
Potensi rumput laut di Sulawesi Selatan cukup besar, sehingga perlu untuk
dikembangkan, bukan hanya dari segi kuantitas saja melainkan juga kualitas dari
rumput laut sendiri. Untuk merealisasikan hal tersebut bukanlah hal yang mudah,
hambatan dan tantangan harus dihadapi, seperti kendala sarana produksi dan
aturan dalam pengelolaan lahan rumput laut yang sering mengalami konflik. Peran
pemerintah, masyarakat dan stakeholder lainnya perlu ditingkatkan agar kebijakan
yang dikeluarkan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Asni. 2013. Analisis Kebijakan Dan Strategi Pengembangan Usaha Rumput
Laut Euchema Cottonii Di Kabupaten Bantaeng (Studi Kasus di Kecamatan
Bissappu, Bantaeng dan Pajukukang). Universitas Muhammadyah Makassar