Anda di halaman 1dari 23

RSNI xxxx:2013

RSNI-3
Rancangan Standar Nasional Indonesia-3

Survei batimetri menggunakan multibeam


echosounder

ICS 07.040 Badan Standardisasi Nasional


Daftar isi

Daftar isi ......................................................................................................................i


Prakata....................................................................................................................... ii
1 Ruang lingkup ..................................................................................................... 1
2 Acuan normatif.................................................................................................... 1
3 Istilah dan definisi ............................................................................................... 1
4 Klasifikasi survei ................................................................................................. 3
5 Ketentuan dan prosedur ..................................................................................... 4
6 Pemrosesan data................................................................................................ 7
7 Penyimpanan data .............................................................................................. 9
8 Penyajian data .................................................................................................. 10
9 Dokumentasi survei .......................................................................................... 10
Lampiran A (informatif) Contoh formulir log-book pemeruman ............................... 11
Lampiran B (informatif) Contoh formulir deskripsi stasiun pasut .............................. 12
Lampiran C (informatif) Contoh format data pasut ................................................... 13
Lampiran D (informatif) Contoh profil kecepatan gelombang suara ......................... 14
Lampiran E (informatif) Beberapa kesalahan signifikan .......................................... 15
Lampiran F (normatif) Kalibrasi perlengkapan survei .............................................. 17
Lampiran G (informatif) Contoh peta batimetri ......................................................... 19
Bibliografi ................................................................................................................ 20

i
Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) xxxx:2013 Survei batimetri menggunakan


multibeam echosounder menetapkan ketentuan dan prosedur survei batimetri
menggunakan teknologi multibeam echosounder.

Untuk keperluan pelaksanaan survei yang baku secara nasional dengan tujuan
utama memperoleh data batimetri (kedalaman) maka disusunlah pedoman teknis
pelaksanaan survei batimetri (standar survei batimetri). Pedoman ini hasilnya
merupakan standar minimum bagi seluruh penyelenggara atau pelaksana survei
batimetri di Indonesia, khususnya menggunakan teknologi multibeam echosounder
dengan tujuan agar didapatkan data batimetri yang terjamin kualitasnya.

Sebagian besar SNI disusun mengacu pada standar survei hidrografi yang berlaku
secara internasional, yaitu Special Publication No. 44 Tahun 2008 yang diterbitkan
oleh International Hydrographic Organization (IHO) agar sebagian atau seluruh data
yang diperoleh dapat dimanfaatkan.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknis Informasi Geografis/Geomatika (PT 07-01)
dan telah dibahas dalam rapat konsensus lingkup panitia teknis di Denpasar, Bali,
pada tanggal 4 Desember 2013. Hadir dalam rapat tersebut ahli-ahli yang terkait di
bidangnya dari lembaga instansi pemerintah, akademisi dan lembaga instansi non-
pemerintah serta instansi terkait lainnya. SNI ini juga telah melalui konsensus
nasional yaitu jajak pendapat pada tanggal ...........

ii
Survei batimetri menggunakan multibeam echosounder

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan ketentuan dan prosedur survei batimetri menggunakan


multibeam echosounder.

2 Acuan normatif
SNI 19-6988:2004, Jaring kontrol vertikal dengan metode sipat datar
SNI 19-6724:2002, Jaring kontrol horizontal
SNI 7963:2013, Pengamatan pasang surut

3 Istilah dan definisi

3.1
muka surutan peta (chart datum)
suatu permukaan (umumnya air rendah) yang ditetapkan secara permanen sebagai
referensi kedalaman atau referensi ketinggian pasut laut

3.2
garis pantai
garis pertemuan antara daratan dengan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut
air laut

3.3
heave
gerakan kapal naik dan turun secara keseluruhan akibat gaya dari lautan

3.4
pitch
gerakan kapal ke depan atau ke belakang (anggukan) terhadap arah tegak lurus
muka kapal

3.5
roll
gerakan kapal ke kiri dan ke kanan (olengan) terhadap arah muka kapal

3.6
yaw
gerakan kapal ke arah kanan kiri kapal (dari arah haluan kapal)

3.7
hidrografi
salah satu ilmu terapan yang berkaitan dengan pengukuran dan deskripsi tentang
unsur fisik dari lautan dan wilayah pesisir guna keperluan keselamatan pelayaran,
kegiatan lepas pantai, penelitian, proteksi lingkungan, prediksi, dan keperluan
kelautan lainnya.

1 dari 20
[Manual on Hydrography Publication C-13, 1st Edition, May 2005, Correction to
February 2011]

3.8
kompas giro
alat untuk menentukan utara geografis (sebenarnya) yang dipasang pada kapal
sebagai acuan untuk navigasi dan keperluan haluan lajur pemeruman

3.9
Global Navigation Satellite System (GNSS)
sistem navigasi satelit yang menyediakan informasi posisi, kecepatan, dan waktu
dengan jangkauan global
CATATAN Istilah ini mencakup misalnya GPS (Global Positioning System), GLONASS,
Galileo, dan sistem Beidou.

3.10
GNSS giro
alat yang berfungsi sama dengan kompas giro, dengan menggunakan data posisi
dari GNSS sebagai dasar hitungannya.

3.11
multibeam echosounder
echosounder dengan sapuan lebar yang digunakan dalam survei dan pemetaan
dasar perairan menggunakan prinsip sudut pancar banyak

3.12
pasut astronomis terendah/ Lowest Astronomical Tide (LAT)
kedudukan muka laut terendah pada kondisi meteorologis normal yang diperoleh dari
hasil prediksi pasut dalam periode waktu minimal 18,6 tahun berdasarkan kombinasi
berbagai komponen astronomis yang dihasilkan dari analisis pasut menggunakan
data pengamatan minimal satu tahun

3.13
kinematik GNSS (K-GNSS)
sistem atau metode penentuan posisi secara teliti dengan memberikan koreksi pada
saat pengukuran dari stasiun referensi

3.14
sensor gerak
alat untuk mengukur heave, pitch dan roll dari pergerakan kapal

3.15
settlement
sifat wahana apung ketika posisi badannya lebih tenggelam pada saat sedang
berjalan dibandingkan dengan pada saat berhenti

3.16
squat
keadaan buritan wahana apung lebih tenggelam pada saat berjalan

2 dari 20
3.17
titik kontrol horizontal
titik kontrol yang ditandai oleh sebuah pilar yang terdapat di wilayah survei, berisi
informasi koordinat horizontal

3.18
titik kontrol vertikal
titik kontrol yang ditandai oleh sebuah pilar yang terdapat di wilayah survei, berisi
informasi ketinggian yang berkaitan dengan stasiun pasut
CATATAN di lapangan titik kontrol horizontal dan titik kontrol vertikal dapat berupa satu pilar

4 Klasifikasi survei

4.1 Orde khusus

Survei hidrografi orde khusus merupakan orde paling teliti dan penggunaannya
ditujukan hanya untuk daerah-daerah sangat kritis dengan kedalaman di bawah
lunas minimum dan membahayakan pelayaran / perairan. Oleh karena itu, diperlukan
pemeriksaan dasar laut dan ukuran unsur laut yang dapat terdeteksi sekecil
mungkin. Selama kedalaman di bawah lunas membahayakan maka orde khusus ini
tidak mungkin dilakukan di perairan yang lebih dalam dari 40 meter. Contoh daerah
survei menggunakan orde khusus ini adalah tempat berlabuh, pelabuhan dan jalur
kritis pelayaran. [IHO S-44:2008]

4.2 Orde 1a

Orde 1a survei hidrografi diperuntukkan pada daerah-daerah laut dangkal kritis yang
keberadaan unsur alam dan buatan manusia di dasar laut menjadi perhatian pada
daerah pelayaran/perairan, tetapi kedalaman di bawah lunas cukup memadai dan
tidak begitu membahayakan dibanding orde khusus. Survei orde 1a berlaku terbatas
di daerah dengan kedalaman 40 m sampai dengan 100 m .Meskipun persyaratan
pemeriksaan dasar laut tidak begitu ketat jika dibandingkan dengan orde khusus,
namun pemeriksaan dasar laut secara menyeluruh tetap diperlukan. [IHO S-44:2008]

4.3 Orde 1b

Orde ini diperuntukkan pada daerah-daerah hingga kedalaman 100 m yang tidak
termasuk dalam orde khusus maupun orde 1a. Gambaran batimetri secara umum
sudah mencukupi untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat rintangan di dasar laut
yang akan membahayakan kapal yang lewat atau bekerja di daerah tersebut.
Pemeriksaan dasar laut tidak diperlukan, Kecuali pada daerah-daerah tertentu yang
karakteristik dasar laut dan resiko adanya rintangan berpotensi membahayakan
kapal. [IHO S-44:2008]

4.4 Orde 2

Orde 2 (dua) survei hidrografi diperuntukan pada semua area yang tidak tercakup
oleh orde khusus, 1a, dan 1b atau kedalaman lebih dari 100m. [IHO S-44, 2008]

3 dari 20
5 Ketentuan dan prosedur

5.1 Ketelitian

Ketelitian semua penentuan posisi maupun pemeruman selama survei dihitung


menggunakan statistik tertentu pada tingkat kepercayaan 95 % dengan perumusan
Tabel 1. Di bawah ini adalah ringkasan standar ketelitian pengukuran pada survei
hidrografi.

Tabel 1 Ketelitian pengukuran parameter survei hidrografi


Satuan dalam meter
Kelas
No. Deskripsi
Orde Khusus Orde 1a Orde 1b Orde 2
1 Akurasi horizontal 5 + 5% 5 + 5% 20 +10%
dari dari dari
2
kedalaman kedalaman kedalaman
rata-rata rata-rata rata-rata
2 Alat bantu navigasi
tetap dan
kenampakan yang 2 2 2 2
berhubungan
dengan navigasi
3 Garis pantai 10 20 20 20
4 Rekomendasi 3x
4x
Interval Lajur Perum kedalaman
tidak ada tidak ada kedalaman
rata-rata
rata-rata
atau 25
5 Alat bantu navigasi
terapung 10 10 10 20
6 Kenampakan
topografi 10 20 20 20

7 Akurasi kedalaman

[IHO S-44:2008]

CATATAN Akurasi kedalaman dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

( )

keterangan:

faktor kesalahan yang tidak bergantung pada kedalaman

faktor kesalahan yang bergantung pada kedalaman

kedalaman ukuran

4 dari 20
5.2 Penentuan posisi

Penentuan posisi dilakukan untuk semua titik perum, alat bantu navigasi serta objek
yang terlihat dan diperlukan atau direkomendasikan dalam survei hidrografi yang
dilaksanakan dengan ketelitian sesuai ordenya.

5.2.1 Kontrol horizontal

Agar sistem koordinat hasil pengukuran atau penentuan posisi terikat dalam sistem
koordinat nasional, maka dapat dibuat titik-titik kontrol horizontal dan diikatkan pada
jaring kontrol horizontal nasional. Lokasi titik kontrol horizontal dinyatakan oleh pilar
yang dilengkapi dengan deskripsinya. Pembuatan titik kontrol horizontal harus
mengikuti spesifikasi titik kontrol horizontal sesuai SNI 19-6724:2002.

5.2.2 Posisi titik perum

Posisi titik perum harus terikat pada titik kontrol horizontal.

5.2.3 Kinematik-GNSS

Dalam hal penentuan posisi yang memerlukan ketelitian tinggi dengan menggunakan
metode Kinematik-GNSS maka harus dipenuhi kriteria berikut untuk menjaga
kualitas penentuan posisi:

a. Umur koreksi K-GNSS tidak lebih dari 2 detik


b. Jumlah minimal satelit aktif/terpantau hingga bisa diteruskan dengan pekerjaan
pemeruman adalah 4 (empat)
c. Selama pemeruman berlangsung PDOP tidak melebihi 6 (enam)
d. Sudut tutupan (mask angle) adalah 10 derajat dari horizontal
e. Integritas signal GNSS harus selalu dipantau
f. Dilakukan kalibrasi terhadap peralatan penentuan posisi yang digunakan serta
dilakukan pengecekan paling sedikit seminggu sekali selama survei. Pengecekan
dilakukan dengan kondisi alat tetap pada posisinya

5.3 Pemeruman menggunakan multibeam echosounder

a. Sebelum aktivitas pemeruman berlangsung, seluruh peralatan survei dalam


kondisi baik dan telah dilakukan kalibrasi, baik kalibrasi di laboratorium
(dibuktikan dengan sertifikat kalibrasi) maupun kalibrasi di lapangan, seperti yang
dijelaskan dalam poin 5.7 dan Lampiran F
b. Melakukan percobaan pemeruman (sea trial) untuk memastikan seluruh
peralatan survei siap digunakan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan
c. Ketelitian kedalaman dan rumus untuk perhitungan toleransi kesalahan sama
seperti pada penggunaan singlebeam echosounder, pada Tabel 1
d. Cakupan pemeruman menggunakan multibeam echosounder pada orde khusus
dan orde 1a adalah 100% dijelaskan pada Gambar 1
e. Jarak yang memadai antara lajur perum dari berbagai orde survei sudah
diisyaratkan pada Tabel 1. Berdasarkan prosedur tersebut harus ditentukan
apakah perlu dilakukan suatu penelitian dasar laut ataukah dengan memperapat
atau memperlebar lajur perum
f. Kecepatan kapal selama survei berlangsung disesuaikan dengan kualitas data
hasil pemeruman

5 dari 20
Keterangan gambar:
a : kapal
b : sudut pancaran sinyal multibeam
c : kedalaman air
d : muka perairan
e : Multibeam Echosounder pada lunas kapal
f : permukaan dasar perairan
g: cakupan pemeruman 100% tanpa pertampalan
h : cakupan pemeruman 100% dengan pertampalan

Gambar 1 Ilustrasi jangkauan mutibeam echosounder

5.4 Pengamatan pasang surut

Pengamatan pasang surut (pasut) dilakukan minimal 30 hari pengamatan atau


selama survei berlangsung. Tujuan dari pengamatan pasut ini adalah untuk
menentukan Chart Datum (misalnya LAT) dan koreksi pasut. Untuk pengikatan ke
jaring kontrol vertikal dapat mengacu ke SNI 19-6988:2004.

Pengamatan pasut pada kegiatan survei hidrografi dapat mengacu pada SNI
7963:2013, sebagai contoh formulir deskripsi stasiun pasut ada pada lampiran B dan
format data pasut ada pada lampiran C.

6 dari 20
5.5 Pengukuran kecepatan gelombang suara

a. Pengukuran ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan besaran


kecepatan gelombang suara yang melewati medium perairan.
b. Pengukuran ini meliputi pengukuran konduktivitas, temperatur, kecerahan dan
tekanan.
c. Pengukuran dilakukan sampai dengan maksimum kedalaman di wilayah survei
dengan interval perekaman setiap 1 meter.
d. Profil kecepatan gelombang suara ini akan digunakan untuk mengoreksi
kedalaman yang didapat dari pemeruman dengan multibeam echosounder
(contoh dalam lampiran D)

5.6 Sumber kesalahan dalam multibeam

Sumber kesalahan dalam kegiatan survei batimetri menggunakan multibeam


echosounder dijelaskan dalam Lampiran E.

5.7 Kalibrasi alat

Semua peralatan survei GNSS, Multibeam Echosounder, Sensor Gerak, alat


pengukur kecepatan suara atau Sound Velocity Profile (SVP) dan Kompas Giro /
GNSS Giro, serta peralatan untuk mendapatkan data pendukung harus dikalibrasi
sebelum digunakan, sehingga diperoleh data dengan standar akurasi yang telah
ditentukan. Beberapa kalibrasi harus dilakukan secara berkala. Penjelasan lebih
detail dapat dilihat di Lampiran F.

6 Pemrosesan data

6.1 Data mentah dan data pendukung

Tahap ini adalah menyiapkan semua data survei seperti data batimetri, data dimensi
dan offset kapal survei, data pasang surut, data kecepatan gelombang suara, dan
jenis peralatan survei yang digunakan (seperti multibeam echosounder, sensor
gerak, GNSS, dan lain-lain).

Penyiapan data pendukung berupa laporan harian (log-book) kegiatan survei


(Lampiran A), untuk mengantisipasi jika ada perubahan-perubahan alat atau offset
alat-alat, selama survei berlangsung. Adanya perubahan-perubahan tersebut,
tentunya akan menjadi masukan penting pada tahap pemrosesan selanjutnya.

Pemrosesan data multibeam secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 2 berikut
ini.

7 dari 20
Data Mentah dan Koreksi Kecepatan Kontrol Kualitas
Data Pendukung Suara Data

Konfigurasi dan Koreksi Pasang Seleksi Data Perum


Offset Kapal Surut
Survei

Cleaning Data Proses Swath Data Pembuatan Kontur,


Sensor Model 3D, dll

Gambar 2 Pemrosesan data multibeam echosounder

6.2 Konfigurasi dan offset kapal survei

Sebelum survei berlangsung, dimensi kapal harus diketahui beserta offset dari setiap
alat terhadap titik referensi di kapal. Data offset antara titik referensi kapal dengan
posisi antena GNSS, transduser, sensor gerak, dan lain-lainnya harus diukur.

6.3 Cleaning data sensor

Tahapan ini adalah proses pembersihan data yang masih mengandung kesalahan
ekstrem (outlier) terhadap data posisi atau navigasi dari GNSS, data heave, pitch,
dan roll, juga data draft transduser (jika menggunakan jenis draft yang dinamis).

6.4 Koreksi kecepatan gelombang suara

Koreksi kecepatan gelombang suara dilakukan menggunakan data dari profil


kecepatan gelombang suara yang diukur pada saat survei berlangsung. Data
kecepatan gelombang suara dari tiap kedalaman perairan pada saat tertentu, akan
digunakan sebagai dasar penghitungan kedalaman perairan.

6.5 Koreksi pasut

Data pasut yang akan digunakan untuk mengoreksi data kedalaman perairan adalah
data pasut yang sudah mengacu pada Chart Datum, bukan data mentah dari
pengamatan pasut. Data pasut tersebut bisa didapat dari pengamatan langsung di
lapangan maupun diambil dari stasiun pasut terdekat.

6.6 Proses swath data

Tahapan ini adalah proses pembersihan data multibeam per lajur perum, melalui
swath editor yang ditampilkan secara grafis dengan sudut pandang yang bervariasi,
yaitu tampilan data multibeam dilihat dari depan, samping, profil datanya, maupun
tampilan secara tiga dimensi.

6.7 Kontrol kualitas

Data posisi horizontal dan data kedalaman dari setiap lajur survei akan diperiksa nilai
perambatan kesalahannya.

8 dari 20
Perambatan kesalahan dihitung dan ditetapkan sebagai dasar untuk menerima atau
menolak data yang sudah diproses berdasarkan nilai perambatan kesalahannya.

6.8 Seleksi data perum

Tahapan ini adalah proses pemilihan data yang akan disajikan dalam sebuah lembar
peta, minimal meliputi kerapatan data yang akan ditampilkan, skala peta, dan
cakupan wilayah survei.

6.9 Pembuatan kontur, model 3D, dan lain-lain

Kontur yang dibuat wajib mencantumkan nilai kontur dan intervalnya. Selain kontur
hasil survei batimetri dapat disajikan dalam model 3D, simulasi, movie, atau sesuai
dengan perkembangan teknologi yang ada.

7 Penyimpanan data

7.1 Data hasil survei

Data hasil survei direkam atau disimpan dalam bentuk analog maupun digital untuk
kebutuhan dokumentasi (metadata) dan pelaporan. Setiap bentuk penyimpanan data
harus disertai dengan deskripsi.

7.2 Data analog

Data analog meliputi seluruh data hasil survei :

a. Logbook data
b. Pasang surut
c. Hasil kalibrasi setiap peralatan

7.3 Data digital

7.3.1 Data mentah

Data mentah terdiri atas:

a. seluruh data yang diperoleh sesuai format peralatan


b. Metadata

9 dari 20
7.3.2 Data hasil proses

Data hasil proses terdiri atas:

a. Data mentah yang sudah dikoreksi


b. Data yang tidak memenuhi syarat tetap disertakan dilengkapi dengan catatan
status datanya
c. Data disimpan dalam format ASCII (t,x,y,z) dalam hal ini :

t = waktu dalam UTC dengan format yyyy-mm-dd hh:mm:ss

x = bujur dengan format ddd:mm:ss.sss

y = lintang dengan format dd:mm:ss.sss

z = kedalaman dalam meter dengan format mmmm.m

[IHO S-57 Edition 3.1, 2000]

8 Penyajian data

a. Data hasil survei batimetri menggunakan multibeam echosounder disajikan


dalam peta batimetri dalam bentuk analog dan digital. Penyajian data baik analog
maupun digital ini terdiri atas unsur angka kedalaman, kontur kedalaman, garis
pantai, berikut sungai, karang, tanda atau sarana bantu navigasi, bahaya
pelayaran, serta objek-objek penting yang perlu ditampilkan (alam dan buatan).
b. Peta batimetri ini juga mencantumkan informasi peta atau legenda. Di dalam
legenda peta ini dicantumkan indeks peta, data referensi, pemilik pekerjaan,
pelaksana pekerjaan, proyeksi, spheroid, skala,unit kedalaman, referensi
kedalaman (chart datum), posisi Benchmark (BM), nomor lembar peta, judul /
lokasi, dan waktu pelaksanaan. Contoh penyajian data peta batimetri dapat
dilihat pada Lampiran G.
c. Hasil survei batimetri menggunakan multibeam echosounder dapat disajikan
dalam model 3D, simulasi, movie, atau sesuai dengan perkembangan teknologi
yang ada.

9 Dokumentasi survei

a. Dokumentasi survei harus memberikan laporan yang jelas, lengkap dan rinci
tentang seluruh aktivitas survei, hasil yang dicapai, kendala yang ditemui dan
kekurangan / kelemahan survei jika ada.
b. Halaman judul mencantumkan nama survei, pelaksana survei, surveyor,
keperluan survei, waktu, lokasi survei, skala, judul laporan (Laporan Survei) dan
waktu pembuatan laporan.
c. Dokumentasi survei harus terdiri atas dua bagian yaitu bagian pertama
mencakup deskripsi dan bagian kedua teknis.
d. Data dan informasi tersebut di atas agar bisa digunakan untuk menyusun
metadata dan basis datanya.

10 dari 20
Lampiran A
(informatif)
Contoh formulir log-book pemeruman

FORM LOG-BOOK PEMERUMAN

Nama Operator : ........................


Lokasi Pengamatan : .........................
Hari, Tanggal Pengamatan : .........................

Kedalaman
Posisi Waktu
No. (center beam) Arah Deskripsi
Lajur (Heading) Kejadian
awal akhir awal akhir awal akhir

11 dari 20
Lampiran B
(informatif)
Contoh formulir deskripsi stasiun pasut

DESKRIPSI STASIUN PASANG SURUT


Lokasi Biak
No. Stasiun
Daerah Waktu WIT
Posisi 11 00 5 00 BT
INSTALASI
Tanggal Instalasi 15-Apr-91
Unit Fischer and Porter
Tinggi Palem Meter
OPERASIONAL
Operator Suwondo
Institusi
Alamat
KETINGGIAN AIR

Keterangan:
Z adalah selisih antara Mean Sea Level (MSL) dengan chart datum

12 dari 20
Lampiran C
(informatif)
Contoh format data pasut

Contoh format data pasang surut

Nama Lokasi : Pelabuhan Semayang


Tempat : Balikpapan, Kalimantan Timur
Posisi
Lintang : 00o 15 12.56 S
Bujur : 117o 42 24.55 T

Data pengamatan

Mulai (Waktu) : 07 : 00
Akhir (Waktu) : 15 : 00

Tanggal, Waktu, Tinggi Air


yyyy/mm/dd, hh/mm/ss.s, m.mm

13 dari 20
Lampiran D
(informatif)
Contoh profil kecepatan gelombang suara

14 dari 20
Lampiran E
(informatif)
Beberapa kesalahan signifikan

E.1 Kesalahan posisi titik perum K-GNSS

Penyebabnya antara lain :

a. Umur koreksi Kinematik GNSS yang kadang terlambat yang disebabkan karena
kurang berfungsinya radio telemetri. Dengan terlambatnya koreksi yang
diberikan maka akan terjadi kesalahan posisi horizontalnya.
b. Data dari sinyal satelit GNSS dan data telemetri yang kadang terganggu atau
adanya interferensi dari alat-alat komunikasi kapal.

E.2 Kesalahan dari giro kompas

Penyebabnya antara lain :

a. Penempatan posisi giro di kapal yang tidak segaris dengan poros kapal. Hal ini
akan mengakibatkan adanya perbedaan haluan kapal dengan rencana lajur
perum yang akan disurvei.
b. Tidak adanya data kalibrasi dari pabrik pembuat giro kompas, atau tidak
diketahuinya nilai kesalahan dari besaran azimuthnya. Besaran kesalahan dari
azimuth giro kompas biasanya akan dimasukkan sebagai nilai koreksi azimut,
sehingga besaran azimuth yang didapat, sudah bebas dari kesalahan.

E.3 Kesalahan dari sensor gerak

Alat sensor gerak merupakan alat yang sangat sensitif terhadap setiap gerakan,
khususnya pitch, roll dan heave. Biasanya alat ini disimpan dengan hati-hati dengan
tempat khusus yang tahan getaran atau goncangan. Sebelum alat ini dipasang dan
digunakan untuk survei, harus dipastikan kondisi alat masih dalam keadaan baik.

Gambar 3 Ilustrasi pitch, roll dan heave

15 dari 20
E.4 Kesalahan parameter kecepatan gelombang suara yang digunakan

Parameter kecepatan gelombang suara di dalam medium air yang dilewati, nilainya
bisa berbeda untuk tiap kedalaman perairan. Nilai kecepatan gelombang suara akan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap data kedalaman perairan. Untuk itu
pengukuran data kecepatan gelombang suara adalah mutlak diperlukan dan
dilakukan sepanjang survei masih berlangsung.

E.5 Kesalahan dari pengukuran offset sensor-sensor yang digunakan terhadap


titik referensi kapal

Sensor-sensor seperti posisi antena GNSS, posisi giro kompas, posisi penempatan
transduser dan posisi sensor gerak di kapal survei, adalah relatif terhadap suatu titik
referensi di kapal yang telah kita tentukan sebelumnya. Kesalahan pengukuran offset
ini akan berpengaruh pada data posisi horizontal fix perumnya.

E.6 Kesalahan draft transduser dan posisi atau dudukan transduser

Transduser dari multibeam echosounder biasanya dipasang sejajar dengan haluan


kapal. Ketidaklurusan posisi transduser terhadap poros kapal survei akan
berpengaruh pada data kedalamanan perairan pada tempat yang bertampalan
(overlap). Angka kedalaman di satu titik yang bertampalan akan tidak sinkron antara
data dari lajur yang satu dengan data dari lajur lainnya.

E.7 Kesalahan tidak sinkronnya waktu antara setiap sensor

Semua data dari setiap sensor seperti data posisi dari GNSS, data kedalaman dari
echosounder, data azimuth dari giro kompas, dan data dari sensor gerak, akan
digabungkan melalui perangkat lunak pengambilan data dengan parameter dari
kesinkronan waktu dari setiap sensor. Ketidaksinkronan waktu antara sensor-sensor
yang digunakan akan membuat ketidakakuratan datanya.

16 dari 20
Lampiran F
(normatif)
Kalibrasi perlengkapan survei

F.1 Kalibrasi GNSS

Kalibrasi GNSS dilakukan untuk memastikan bahwa posisi yang didapat dari
perangkat GNSS, telah terkoreksi dari stasiun referensi GNSS. Salah satu contoh
pengkalibrasian alat GNSS adalah melakukan pengamatan di titik GNSS yang telah
diketahui koordinatnya (yang telah diukur menggunakan metode survei statik). Data
selama beberapa saat, minimal 1 jam direkam dan dibandingkan dengan koordinat
GNSS di titik referensi itu. Metode kalibrasi GNSS yang lainnya adalah metode
transit, yang dapat dilakukan langsung di lapangan.

F.2 Kalibrasi kompas giro

Penempatan kompas giro harus dilakukan dengan benar, yaitu diletakkan di tempat
yang stabil dan sejauh mungkin dari benda-benda yang dapat menimbulkan efek
gelombang elektromagnetik. Kompas giro dikalibrasi ketika kapal bersandar di
dermaga dan dalam kondisi yang stabil atau tenang, tidak terpengaruh ombak atau
arus perairan. Nilai dari azimut kompas giro akan dibandingkan dengan azimut yang
dihitung dari dua titik referensi yang berada di dermaga. Selisih besaran azimut tadi
merupakan faktor kesalahan azimut yang harus dimasukkan dalam koreksi kompas
giro.

F.3 Kalibrasi sensor gerak

Pemasangan alat ini seharusnya dilakukan dengan teliti dan hati-hati, di tempat yang
stabil sebelum proses pengambilan datanya. Sensor gerak harus dilindungi dari
bahan yang anti air dan ditempatkan sedekat mungkin dengan transduser. Sebelum
penggunaan data dari sensor gerak ini, maka sebelumnya harus dikalibrasi dan diset
menggunakan perangkat lunak tertentu.

F.4 Kalibrasi profil kecepatan suara

Koreksi profil kecepatan suara adalah tahapan yang penting. Kalibrasi seharusnya
dilakukan berkala selama survei berlangsung untuk mengecek adanya perubahan
fisik perairan (suhu, salinitas, dan lain-lain) yang dapat mempengaruhi kualitas data.

Profil kecepatan suara ini dimasukan dalam perangkat lunak untuk dapat mengoreksi
langsung data lapangannya, seperti dalam Lampiran D.

F.5 Pengukuran dimensi kapal dan offset alat-alat

Sebelum survei berlangsung, dimensi kapal harus diketahui beserta offset dari setiap
alat terhadap titik referensi di kapal. Pengukurannya bisa dilakukan menggunakan
Total Station dan pita ukur. Pengukuran ini meliputi antara lain posisi antena GNSS
terhadap titik referensi kapal, posisi transduser terhadap titik referensi kapal, posisi
sensor gerak terhadap titik referensi kapal, dan lain-lain.

17 dari 20
F.6 Prosedur patch test

Patch test dilakukan setelah tahapan inisialisasi dan kalibrasi. Apabila terdapat
perubahan yang berdampak pada posisi sensor maka harus dilakukan kembali
prosedur patch test yang terdiri atas:

a. perbedaan waktu (delay) untuk posisi, kedalaman dan sensor gerak


b. offset pitch
c. offset roll
d. offset heave

18 dari 20
Lampiran G
(informatif)
Contoh peta batimetri

19 dari 20
Bibliografi

Hydrographic Dictionary 5th Edition,Special Publication No.32,1994.

IHO Standards for Hydrographic Surveys 5th Edition, Special Publication No. 44, 2008.

IHO Transfer Standard For Digital Hydrographic Data Publication S-57 Edition 3.1,
2000.

ISO 6709, Standard representation of geographic point location by coordinates,


2008International Hydrographic Organization, Manual on Hydrography,
Publication M-13, 1st Edition, Monaco, May 2005

Manual on Hydrography Publication C-13, 1st Edition, May 2005, Correction to


February 2011

Simbol-simbol dan Singkatan-singkatan Peta Laut, Republik Indonesia, edisi kelima


1995

SNI 7646-2010, Survei hidrografi menggunakan singlebeam echosounder

Spesifikasi titik kontrol horizontal BAKOSURTANAL

Standard for Hdrographic Surveys 2nd edition, Canadian Hydrographic Service


Fisheries and Oceans, Canada, 1998

Undang-undang No. 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial

20 dari 20

Anda mungkin juga menyukai