Anda di halaman 1dari 22

PENANGANAN HEWAN COBA

Penanganan Ikan sebagai Hewan Coba

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Penanganan Hewan Coba
Semester Ganjil yang diampu oleh Dr. Kasiyati, M.Si. dan Dr. Silvana Tana, M.Si.

DISUSUN OLEH :
Muchamad Bagus Santoso 24020114120009
Isfihana Dwi Rukmana 24020114120011
Fahrizal Ikhsan Fauzi 24020114120019
Wilma Nur Laily 24020114120037
Anisa Nurul Hasana 24020114130070

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
OKTOBER 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya kepada kita
semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Penanganan Ikan sebagai
Hewan Coba. Proposal penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengerjakan
tugas kelompok pada mata kuliah Penanganan Hewan Coba pada program Strata-1 di
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Semarang.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Kasiyati, M.Si. dan Dr. Silvana Tana, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah
Penanganan Hewan Coba.
2. Seluruh mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Penanganan Hewan Coba.
3. Seluruh orang yang membantu penulisan makalah yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu.

Penulis menyadari makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan di lapangan serta dapat
dikembangkan lebih lanjut. Amiin.

Semarang, 26 Oktober 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL........................................................................................................................................ v
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 1
1.3. Tujuan .......................................................................................................................................... 2
II. PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 3
2.1. Ikan sebagai Hewan Coba ................................................................................................................. 3
2.2. Handling ........................................................................................................................................... 3
2.3. Restraint ............................................................................................................................................ 6
2.4. Teknik Pengambilan Darah pada Ikan ............................................................................................. 7
2.5. Pemeliharaan Hewan ...................................................................................................................... 10
2.5.1. Pemberian Pakan ...................................................................................................................... 10
2.5.2. Penanganan Hama dan Penyakit pada Ikan ............................................................................. 11
2.5.3. Pengelolaan Kualitas Air ......................................................................................................... 12
III. PENUTUP............................................................................................................................................ 14
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 15

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Teknik Handling Ikan ................................................................................................................ 4
Gambar 2. Teknik Severing Caudal Pudencle ............................................................................................ 8
Gambar 3. Teknik Puncturing the Caudal Vessel........................................................................................ 8
Gambar 4. Teknik Cardiac puncture ........................................................................................................... 9
Gambar 5. Teknik Dorsal Aorta Puncture................................................................................................. 10

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Nilai Gizi Bahan Pakan Nabati dan Hewani ..................................................................... 11
Tabel 2. Parameter kualitas air................................................................................................................... 12

v
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hewan coba digunakan untuk mengamati, mempelajari, dan menyimpulkan
seluruh kejadian pada makhluk hidup secara utuh, karena mempunyai nilai pada setiap
bagian tubuh dan terdapat interaksi antara bagian tubuh tersebut (Nugroho dan Rahayu,
2017). Hewan coba yang dapat digunakan dalam penelitian salah satunya yaitu adalah
ikan. Ikan yang diklasifikasikan dalam kelas pisces di Indonesia memiliki diversitas yang
tinggi. Penerapan ikan untuk hewan uji penelitian dapat disesuaikan dengan tujuan dari
penelitian itu sendiri. Berbagai jenis ikan dapat dipilih sebagai hewan uji seperti ikan
mas, ikan nila dan ikan kerapu tikus.
Penggunaan hewan coba dalam penelitian harus menerapkan prinsip 3R meliputi
reduce, replace dan refine, sedangkan pemeliharaan hewan coba dapat menerapkan
prinsip 5F untuk kesejahteraan hewan antara lain (1) freedom from hunger and
thirst (bebas dari rasa lapar dan haus), (2) freedom from discomfort (bebas dari rasa tidak
nyaman), (3) freedom from pain, injury and diseases (bebas dari rasa sakit, luka dan
penyakit), (4) freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan stres) dan (5)
freedom to express natural behavior (bebas untuk mengekspresikan tingkah-laku
alamiah).
Penanganan ikan sebagai hewan coba meliputi handling, restraint dan
pemeliharaan hewan coba. Hasil penelitian digunakan untuk menguji suatu pengaruh
senyawa atau perlakuan terhadap anatomi, morfologi maupun fisiologi dari ikan.
Pengujian fisiologis ikan dapat menggunakan sampel darah. Oleh karena itu, penulis
mengambil tema tentang penanganan ikan sebagai hewan coba untuk memberikan
informasi kepada pembaca mengenai teknik handling, restraint dan pemeliharaan ikan
sebagai hewan uji, serta teknik koleksi sampel darah ikan untuk pengujian fisiologis
ikan, sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian yang berkaitan dengan
ikan sebagai hewan uji penelitian.

1.2. Rumusan Masalah


Penelitian disusun berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik handling dan restraint pada ikan?
2. Bagaimana cara untuk memelihara ikan sebagai hewan coba?
3. Bagaimana langkah dan teknik untuk koleksi darah ikan?

1
1.3. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu memberikan informasi dan kajian
mengenai pemeliharaan hewan coba, serta teknik handling dan restraint ikan sebagai
hewan coba. Informasi lain yang disampaikan dalam makalah ini yaitu teknik
koleksi/pengambilan darah ikan. Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi maupun rujukan untuk penelitian yang berkaitan dengan ikan sebagai hewan
coba.

2
II. PEMBAHASAN

2.1. Ikan sebagai Hewan Coba


Hewan coba dalam penelitian disebut sebagai semi finaltest tube. Hewan coba
mempunyai nilai pada setiap bagian tubuh dan terdapat interaksi antara bagian tubuh
tersebut, sehingga hewan coba dapat digunakan untuk mengamati, mempelajari, dan
menyimpulkan seluruh kejadian pada makhluk hidup secara utuh. Peneliti harus
menerapkan prinsip Tiga Rs saat menggunakan hewan coba meliputi reduce, replace
dan refine. Animal Welfare Act memberikan standar terkait kandang, makanan, kebersihan,
dan perawatan medis pada hewan penelitian (Nugroho dan Rahayu, 2017). Ikan sebagai
hewan uji penelitian salah satunya ikan mas (Cyprinus carpio L), yang dimanfaatkan
dalam penelitian untuk menguji toksisitas letal akut limbah cair tenun troso (Nuha dkk.,
2017) dan tingkat toksisitas air limbah proses pemutihan pulp kertas (Soetopo dkk., 2007).

2.2. Handling
Handling merupakan cara menangani hewan dengan tangan kosong agar hewan tenang
dan tidak stress sehingga mempermudah perlakuan. Handling mencakup berbagai macam
teknik seperti cara pengambilan hewan dari kandang, penandaan, pemberian perlakuan,
pengorbanan, dan pengambilan cuplikan hayati (pengambilan darah, organ-organ).
Handling harus dilakukan dengan tata cara yang baku untuk memastikan bahwa hewan uji
diperlakukan dengan benar selama percobaan dan data yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan. Handling yang tidak tepat, misalnya cara memegang hewan uji
yang keliru, dapat menyebabkan hewan uji stress sehingga sekresi hormon dan aktivitas
fisiologisnya berubah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi data percobaan. Handling
harus dilakukan agar hewan coba tenang pada saat dilakukan perlakuan dan tidak membuat
kita terluka karena gerakan yang dilakukan hewan tersebut (Soegiri dan Wulansari, 2007).
Ikan merupakan salah satu hewan yang sering digunakan sebagai hewan coba. Adapun
teknik handling ikan maupun hewan coba lain membutuhkan ketrampilan dalam menguasai
hewan tersebut. Tidak ada satu pun metode handling atau restraint hewan yang paling
benar. Tetapi prinsipnya, baik handling maupun restraint tidak menimbulkan rasa sakit atau
ketidaknyamanan pada hewan tersebut. Handler (pawang) juga harus merasa nyaman
terutama saat memberikan injeksi/suntikan atau memindahkan tempat sehingga handler
dapat berkonsentrasi sesuai dengan prosedur yang berlaku. Handling yang tidak benar dapat
mengganggu hewan coba bahkan menyebabkan stress sehingga hewan tidak dapat
digunakan lagi dalam penelitian. Salah satu contoh handling ikan yaitu pada ikan lele
(Clarias sp.) dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Cara handling ikan ikan lele yaitu jari
telunjuk dan jari tengah menjepit leher sedangkan jari lainnya menggenggam kepala lele,
dengan tidak terlalu menggencet. Sedangkan cara handling ikan nila yaitu dengan cara
memegang pada daerah kepala (depan) dengan menggunakan tangan kanan. Bagian ekor

3
(belakang) dipegang dengan tangan kiri. Memegang bagian kepala ikan dari arah cranial
dengan tujuan menghindari sirip ikan yang tajam (Soegiri dan Wulansari, 2007).

Gambar 1. Teknik Handling Ikan (Soegiri dan Wulandari, 2007)

Menurut CCAC (2005), Hal-hal yang harus diperhatikan handling pada ikan antara lain:

a. Ikan harus puasa sebelum penanganan


Pada saat ikan puasa pencernaan tidak mengkonsumsi energi selama penanganan. puasa
dapat mengurangi produksi amonia dari ikan dan mengurangi risiko kontaminasi bak
mandi dari isi usus. Waktu pengosongan usus lebih lama untuk ikan yang lebih besar dan
suhu yang lebih dingin. Air berkualitas tinggi untuk prosedur dan pemulihan harus
disediakan sehingga setiap pengosongan usus yang terjadi tidak menyebabkan masalah
keseatan bagi ikan; Secara khusus, strategi ini harus digunakan agar intervensi diagnostik
atau terapeutik tidak tertunda.

b. Personil yang terlibat dalam penanganan ikan harus menjalani pelatihan metode untuk
memastikan keahlian mereka dan meminimalkan cedera dan morbiditas pada ikan dalam
perawatan mereka.

c. Ikan harus ditangani hanya jika diperlukan, dan waktu penanganan harus diminimalkan.
Bahkan prosedur penanganan rutin dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas, jika
dilakukan oleh personil yang belum dilatih secara. Hampir semua ikan yang ditahan di
laboratorium harus ditangani secara fisik. Penanganan dan gangguan tampak sebagai
kejadian yang menegangkan bagi ikan, meskipun dapat dikondisikan untuk
penanganannya (Kreiberg, 2000). Peralatan penanganan yang tepat, sebaiknya ember
(atau alternatif knotfree-jaring) dan meja sanitasi, harus digunakan untuk meminimalkan
kerusakan pada ikan selama penanganan. Pengukuran kondisi tubuh, seperti berat dan
panjang, yang melibatkan manipulasi hands-on harus dilakukan dengan cepat dan dengan
cara yang minimal stres. Prosedur yang melibatkan lebih dari sekadar menahan diri atau
mengharuskan sejumlah besar ikan ditangani harus dilakukan di bawah sedasi, kecuali
jika ikan telah dikondisikan untuk penanganannya. Dalam jangka panjang, efek stres
dapat mencakup hilangnya nafsu makan, penghambatan pertumbuhan, penurunan
keberhasilan reproduksi dan gangguan respons imun (Reddy & Leatherland, 1998).
Bergantung pada spesies dan frekuensi serta intensitas stressor yang terlibat dalam

4
penanganan, diperlukan beberapa jam sampai beberapa hari untuk melanjutkan
pemberian makanan normal.
Bila ikan harus ditangani berulang kali, periode pemulihan yang sesuai harus diijinkan
antara prosedur penanganan. Pemulihan dari stres bisa berlangsung lama. Penanganan
berulang mungkin memerlukan tingkat pemantauan yang meningkat, dan stres dapat
dikurangi dengan penggunaan sedasi yang telah terbukti sebelumnya.

d. Ikan harus ditangani dengan cara meminimalkan kerusakan pada kulit lendirnya.
Pengendalian fisik ikan yang tidak dipelihara secara berkepanjangan harus dihindari
karena kerusakan pada kulit dan selaput lendir dapat terjadi, begitu pula miopati. Hal ini
terutama berlaku untuk spesies salmonid; Ikan yang tidak banyak berubah tampaknya
kurang tertekan oleh pengekangan fisik. Ikan sangat bergantung pada integritas lendir
dan lapisan epidermisnya sebagai penghalang stres osmotik dan agen infeksius. Karena
kulitnya relatif lembut pada banyak spesies, anestesi dan obat penenang sering digunakan
untuk mencegah kerusakan luar selama prosedur yang tidak memerlukan anestesi pada
spesies lain. Aditif air polimer seperti poli vinilpirolidon (PVP) telah ditemukan berguna
dalam transportasi dan penanganan ikan (Carmichael & Tomasso, 1988; Wedemeyer,
1996b). Secara umum, senyawa tersebut dianggap sebagai ikatan sementara untuk
jaringan yang terpapar, berfungsi sebagai pengganti jangka pendek untuk melepaskan
lendir dan mengembalikan perlindungan yang diberikan lendir.

e. Pengendalian dan penanganan ikan harus dilakukan dengan cara meminimalkan


stimulasi visual. Bila memungkinkan, ikan harus dilindungi dari cahaya langsung dan
perubahan pencahayaan yang cepat saat ditahan.
Pengecualian cahaya, seluruhnya atau sebagian, telah direkomendasikan sebagai praktik
untuk mengurangi stres pada ikan yang menjalani penanganan (Wedemeyer, 1985;
Hubbs et al., 1988). Pengekangan manual bisa menjadi sarana praktis untuk melakukan
prosedur cepat dan minimal stres, namun membutuhkan penangan yang terampil dan
cermat. Banyak ikan sensitif terhadap rangsangan visual, terutama cahaya, sehingga
penanganan di area yang samar-samar dapat membantu mengurangi stres.

f. Secara umum, ikan tidak boleh disimpan di udara secara terus menerus selama lebih dari
30 detik.
Secara umum, lama ikan yang ditahan di luar air harus diminimalkan, dan sebaiknya
tidak melebihi 30 detik (Ferguson & Tufts, 1992); Namun, beberapa spesies seperti belut
dan ikan patin dapat mentolerir periode yang lebih lama dari air. Efek merusak dari
periode singkat dari air pada jaringan epitel insang pada beberapa spesies ikan telah
dijelaskan; Oleh karena itu, bila keluar dari air, lamella lem harus dijaga tetap lembab.

5
Ikan besar seperti induk kurang responsif keluar dari air jika kepala mereka ditutupi
dengan kain lembab atau karet busa, yang juga menjaga kelembaban di daerah insang.

2.3. Restraint
Restraint fisik pada ikan laboratorium diatur umumnya digunakan untuk menangkap
dan memindahkan individu atau sekelompok ikan antara kondisi pemeliharaan hingga
kondisi eksperimen. Prosedur rutin yang digunakan untuk restraint ikan yaitu
menggunakan jaring, namun bila hal tersebut dilakukan dengan tidak semestinya dapat
membahayakan ikan dan kualitas data penelitian yang diperoleh dari ikan. Efek kerusakan
dapat diminimalisir dengan menggunakan teknik penangkapan yang sesuai dan pemilihan
peralatan yang tepat. Hal yang perlu dipahami yaitu ikan dapat diaklimatisasi untuk
prosedur penangkapan dan pemindahan menggunakan teknik perilaku yang mirip dengan
tingkah laku ikan (Fish et al., 2008).

Penggunaan jaring jala tidak optimal untuk diterapkan untuk menangkap dan
memindahkan spesies ikan yang berukuran kecil. Langkah yang tepat tidak harus
menggunakan jaring untuk semua jenis ikan, ataupun menggunakan alat jaring padat yang
disebut bag net. Jala jaring yang dijual komersiil di toko hewan untuk handling ikan kecil
dibuat dari bahan yang relatif kaku dan keras, yang mana hal tersebut dapat merusak
lapisan mukosa pelindung ikan dan mengakibatkan lecet yang sangat halus (Fish et al.,
2008).

Mereka yang bekerja dengan spesies yang berbahaya harus terlatih dan kompeten
untuk melakukannya.Sesuai barang-barang darurat (misalnya, antivenom, yang sesuai kit
pertolongan pertama, dll.) harus di tangan. Secara umum, spesies yang berbahaya akan
ditemui hanya di bawah kondisi lapangan, namun, kepercayaan yang sama berlaku untuk
situasi laboratorium. Spesies yang berbahaya harus ditangani dengan cara yang aman baik
untuk penyidik dan untuk hewan yang sedang ditangani.Prosedur harus meminimalkan
jumlah waktu penanganan yang diperlukan dan mengurangi atau menghilangkan kontak
antara handler dan hewan. Peneliti harus tidak pernah bekerja sendirian ketika menangani
spesies yang berbahaya. Orang kedua,berpengetahuan dalam menangkap dan teknik
penanganan dan langkah-langkah darurat, harus hadir di setiap waktu (CCAC, 2003).

Ikan harus ditangani hanya jika diperlukan,dan jumlah restrain harus diminimalkan.
Di mana ikan yang ditangani berulang kali, periode pemulihan harus diizinkan antara
prosedur penanganan. Pemulihan dari stres dapat menjadi berkepanjangan. Penanganan
berulang mungkin memerlukan peningkatan tingkat pemantauan, dan stres dapat diatasi
dengan penggunaan sebelumnya terbukti sedasi (Kreiberg, 2000).

6
Pengendalian dan penanganan ikan harus dilakukan sedemikian rupa untuk
meminimalkan stimulasi visual. Ikan yang harus dilindungi dari cahaya langsung dan
perubahan yang cepat dalam pencahayaan ketika sedang terkendali. Restrain mungkin
menjadi cara praktis dilatih utk mempertunjukkan kecakapan dengan cepat, minimal stres
prosedur, tetapi membutuhkan terampil dan hati-hati penangan. Banyak ikan yang sensitif
terhadap rangsangan visual, terutama cahaya, sehingga penanganan di daerah remang-
remang dapat membantu mengurangi penanganan stres (Wedemeyer, 1985).

2.4. Teknik Pengambilan Darah pada Ikan


Teknik pengambilan sampel darah pada ikan meliputi beberapa cara, yaitu, teknik
Severing Caudal Peduncle (melalui bagian ekor), teknik Puncturing the Caudal Vessel
(punksi pembuluh darah bagian caudal), teknik Cardiac Puncture (punksi jantung), dan
Teknik Punctie Aorta bagian Dorsal (Putri dkk., 2014). Sampel darah yang telah diambil
dapat ditambahkan dengan EDTA sebagai antikoagulan (Ostrander, 2000). Komposisi
untuk membuat larutan EDTA sebagai berikut:
a. 6.44 g NaCl
b. 0.011 g KCl
c. 0.022 g CaCl2
d. 0.012 g MgSO4
e. 0.007 g KH2PO4
f. 0.010 g NaHCO3
g. 0.0186 g EDTA
Komponen dimasukkan kedalam labu ukur 1L dan dilarutkan dalam 1.0 L air deionisasi.
Autoclave larutan sebelum digunakan.

1. Teknik Severing Caudal Pudencle


Teknik Severing Caudal Pudencle (melalui bagian ekor) biasa digunakan untuk
pengambilan sampel darah ikan yang berukuran kecil (< 10cm) (Putri dkk., 2014).
Kerugian penggunaan teknik Severing Caudal Pudencle yaitu ikan perlu dikorbankan
untuk mendapatkan koleksi sampel darah (Ostrander, 2000).
Prosedur pengambilan sampel darah menurut Putri dkk. (2014) sebagai berikut :
a. Ikan dibunuh dengan larutan anestesi
b. Kemudian ikan dipotong dibagian dorsoventral
c. Untuk menghilangkan lendir dan airnya digunakan tissue absorbent
d. Setelah itu ambil darah dengan pipet mikrohematokrit yang berisi larutan heparin
agar darah tidak cepat menggumpal.

7
Contoh ikan : ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) (Putri dkk., 2014),
mosquitofish (Gambusia sp.) dan ikan medaka (Oryzias latipes) (Ostrander, 2000).

Gambar 2. Teknik Severing Caudal Pudencle (Anonim, 2014)

2. Teknik Puncturing the Caudal Vessel


Teknik puncture of caudal vessel yaitu pengambilan sampel darah dilakukan
menggunakan syringe 1 mL pada vena caudalis. Puncture of caudal vessel
merupakan metode tunggal yang tepat untuk menentukan kimia darah, dengan tingkat
kontaminasi oleh cairan jaringan yang rendah, ditandai dengan nilai K+, ALT (alanine
aminotransferase), AST (aspartate aminotransferase), and LDH (lactate
dehydrogenase). Enzim tersebut umumnya terdapat pada jaringan ikat (Congleton and
LaVoie, 2001).

Gambar 3. Teknik Puncturing the Caudal Vessel (Afiesh, 2013)

3. Teknik Punctie Cardiac

Teknik punctie cardiac yaitu pengambilan darah tepat pada bagian jantung ikan
menggunakan spuit 1 ml. Ikan diletakkan dengan kepala disebelah kiri, sebelumnya
spuit sudah dibilas dengan EDTA 10% sebagai antikoagulan. Sampel darah yang telah
diambil, dimasukkan ke dalam tabung eppendorf untuk segera diamati gambaran
darahnya (Samsisko, 2013). Teknik ini digunakan untuk koleksi darah tunggal dengan
volume yang besar (Ostrander, 2000).

8
Ostrander (2000) menjelaskan langkah untuk mengambil darah dengan teknik
cardiac puncture antara lain:

a. Ikan dianestesi dan diletakkan dengan sisi ventral atas.


b. Titik penyisipan terletak di bagian line alba, lekukan garis tengah ventral ikan yang
melewati sirip pektoral.
c. Syringe jarum gauge 23 dimasukkan pelan-pelan, dipindahkan lurus kebawah pada
lokasi tersebut hingga darah muncul di hub jarum, mengindikasikan bahwa
ventrikel telah tertusuk.

Contoh ikan : ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) (Samsisko, 2013).

Gambar 4. Teknik Cardiac puncture (Anonim, 2014)

4. Teknik Punctie Aorta bagian Dorsal

Anonim (2004) menjelaskan langkah pengambilan darah dengan teknik dorsal


aorta puncture sebagai berikut:

a. Jarum dimasukkan ke syringe atau sistem vacutainer dengan bevel mengarah ke


atas. Pengambilan darah dilakukan pada garis tengah dorsal dari mulut, melewati
insang kedua dari ikan yang telah dianestesi ataupun dieuthanasia.
b. Koleksi sampel darah.
c. Lepas dan singkirkan jarum.
d. Ikan yang sebelumnya dianestesi dikembalikan pada bak pemulihan atau tanki
pemeliharaan.
e. Ikan dimonitor selama proses pemulihan.
f. Persiapan sampel darah untuk proses selanjutnya.
g. Area kerja dibersihkan sesuai SOP yang berlaku.

9
Gambar 5. Teknik Dorsal Aorta Puncture (Anonim, 2014)

2.5. Pemeliharaan Hewan


Pemeliharaan ikan sebagai hewan coba meliputi pemberian pakan, penanganan hama dan
penyakit ikan dan pengelolaan kualitas air.

2.5.1. Pemberian Pakan


Pakan merupakan unrur penting dalam budidaya ikan. Pakan yang diberikan harus
memenuhi standar nutrisi (gizi) bagi ikan agar kelangsungan hidupnya tinggi dan
pertumbuhannya cepat. Pakan yang baik memiliki komposisi zat gizi yang lengkap seperti
protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Pemberian pakan yang nilai nutrisinya
kurang baik dapat menurunkan kelangsungan hidup ikan dan pertumbuhannya lambat,
bahkan dapat menimbulkan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi
(malnutrition). Banyak zat-zat gizi yang diperlukan ikan untuk pertumbuhannya berbeda-
beda, tergantung pada jenis ikan, ukuran ikan, dan kondisi lingkungan hidup ikan
(Cahyono, 2011).

Zat makanan terpenting yang diperlukan ikan untuk pertumbuhan adalah zat protein.
Jumlah dan kualitas protein sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ikan karena
protein bagi ikan merupakan sumber energi yang paling penting. Pertumbuhan ikan dapat
dipercepat dengan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi (30-40%) karena
protein merupakan bagian yang terbesar bagi daging ikan. Zat protein digunakan hewan
untuk pemeliharaan tubuh, pe,bentukan jaringan tubuh, penambahan protein tubuh, dan
pergantian jaringan yang rusak (Cahyono, 2011).

10
Tabel 1. Daftar Nilai Gizi Bahan Pakan Nabati dan Hewani (Cahyono, 2011)

2.5.2. Penanganan Hama dan Penyakit pada Ikan


Hama dan penyakit selalu menjadi masalah dan kendala dalam budidaya ikan
karena dapat menurunkan produksi. Serangan hama dan penyakit dapat menimbulkan
kematian sehingga produksi. Serangan hama dan penyakit dapat menimbulkan kematian
sehingga populasi ikan yang dipelihara berkurang. Penanganan hama dan penyakit yang
baik adalah selalu mengontrol dan selalu mewaspadai adanya keanehan-keanehan pada
ikan atau benda lain di lingkungan. Hama adalah hewan atau binatang yang biasa
memangsa ikan. Hama yang sering dijumpai menyerang ikan antara lain katak, ular,
lisang, berang-berang dan ikan-ikan buas (Cahyono, 2011).

Penyakit ikan adalah penyebab keadaan tidak normal pada ikan atau hewan inang
yang disebabkan oleh organisme lain, virus atau kondisi lingkungan nutrisi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Gangguan pada ikan dapat disebabkan oleh faktor
biotik yaitu faktor yang meliputi semua makhluk hidup, baik tumbuhan, hewan maupun
mikroorganisme seperti jamur, bakteri dan alga. Gangguan dapat pula disebabkan oleh
faktor abiotik yaitu faktor lingkungan (suhu, pH, kondisi perairan serta faktor pakan atau
nutrisi). Timbulnya serangan serasi penyakit ikan di kolam merupakan hasil interaksi
yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dengan organisme penyebab penyakit
(Rahmaningsih, 2016).

11
Penyakit ikan meliputi penyakit infeksi (infectious disease) dan bukan penyakit
infeksi (infectious disease). Penyakit hewan perairan dapat disebabkan oleh cacat
genetik, cidera fisik, ketidakseimbangan nutrisi, patogen dan atau polusi. Penyakit
infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh aktivitas organisme patogen atau parasit.
Organisme yang sering menyerang ikan peliharaan antara lain virus, bakteri, jamur
protozoa, golongan cacing dan udang renik (Rahmaningsih, 2016).

Penyakit non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibat adanya gangguan faktor
yang bukan patogen. Penyakit non infeksi tidak menular dan banyak ditemukan misalnya
keracunan dan ketidakseimbangan nutrisi. Keracunan dapat disebabkan oleh pemberian
pakan yang berjamur, berkuman dan pencemaran lingkungan perairan. Gejala keracunan
dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan. Biasanya ikan yang mengalami keracunan
terlihat lemah dan berenang tidak normal dipermukaan air. Kasus berat memperlihatkan
tingkah laku ikan yang berenang terbalik dan kemudian mati. Pencegahan terjadinya
keracunan dilakukan dengan pemberian pakan secara selektif dan lingkungan dijaga agar
tetap bersih (Rahmaningsih, 2016).

2.5.3. Pengelolaan Kualitas Air


Ikan tidak dapat memanfaatkan pakan secara optimal saat kualitas airnya
memburuk, sehingga ikan mudah terserang penyakit dan mengalami hambatan
pertumbuhan. Penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh pemberian pakan yang tidak
terkontrol, pengontrolan air yang tidak memadai atau karena cuaca misal terjadinya
hujan secara terus-menerus. Pengelolaan kualitas air merupakan kunci utama dalam
budidaya ikan, untuk mempertahankan kualitas air dapat dilakukan dengan pergantian air
secara berkala. Hal itu dilakukan untuk memasok oksigen, sekaligus membuang racun
yang ada didalam air (Prasetyo, 2015).

Tabel 2. Parameter kualitas air (Prasetyo, 2015)


Parameter Deskripsi
Oksigen terlarut Ikan membutuhkan oksigen untuk metabolisme tubuh
untuk menghasilkan aktivitas, seperti berenang,
pertumbuhan, reproduksi, dan lainnya. Untuk
pemeliharaan ikan secara intensif, konsentrasi oksigen
yang baik adalah 5-7 ppm.
Nilai pH air Nilai pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan
karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Kondisi
pH yang rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigen
terlarut akan berkurang, akibatnya konsumsi oksigen
menurun dan aktivitas pernafasan naik serta selera

12
makan akan menurun.
Kecerahan air Kecerahan adalah sebagian cahaya matahari yang
diteruskan kedalam air. Kemampuan cahaya matahari
untuk menembus samapi ke dasar perairan dipengaruhi
oleh kekeruhan air. Kekeruhan dipengaruhi oleh
benda-benda halus yang disuspensikan seperti lumpur,
jasad renik (plankton) dan warna air.
Suhu air Laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan
suhu. Namun, jika peningkatan yang ekstrim dapat
menyebabkan kematian pada ikan. Suhu sangat
mempengaruhi selera makan ikan. Ikan relatif lebih
banyak makan pada waktu pagi hari dan sore hari.
Asam belerang dan Belerang dan amonia terbentuk sebagai hasil
amonia dekomposisi sisa-sisa plankton, kotoran ikan dan
bahan organik lainnya. Pergantian dan pengerukan air
merupakan alternatif untuk mengatasi masalah yang
diakibatkan oleh asam belerang dan amonia dalam air
kolam.

13
III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Hewan coba merupakan hewan yang dapat digunakan untuk mempelajari perilaku,
anatomi dan morfologi serta fisiologis makhluk hidup yang diberi paparan suatu senyawa
ataupun pemberian sebuah perlakuan. Teknik untuk menangani hewan coba dapat
menggunakan restraint maupun handling. Restraint merupakan teknik untuk mengekang
ikan sebagai hewan coba, dalam skala laboratorium teknik ini dapat digunakan
menangkap dan memindahkan ikan menuju lingkungan eksperimen. Handling
merupakan cara menangani hewan dengan tangan kosong agar hewan tenang dan tidak
stress sehingga mempermudah perlakuan. Teknik handling dapat digunakan untuk
membantu mengambil koleksi darah hewan coba. Teknik pengambilang darah pada ikan
meliputi teknik Severing Caudal Peduncle, teknik Puncturing the Caudal Vessel, teknik
Cardiac Puncture dan Teknik Punctie Aorta bagian Dorsal. Hewan coba di laboratorium
harus dipelihara meliputi pemberian pakan, pengelolaan kualitas lingkungan air dan
pengendalian hama dan penyakit ikan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Afiesh. 2013. Teknik Puncturing the Caudal Vessel. http://afiesh.blogspot.co.id/2013/01/teknik-


pengambilan-darah-pada-ikan.html. Diakses pada Jumat, 27 Oktober 2017 pukul 04:57
WIB.
Anonim. 2014. Blood Sampling of Finfish. Canada Department of Fisheries and Oceans Animal-
User Training Template.

Cahyono, B. 2011. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Kanisius, Yogyakarta.


Canadian Council on Animal Care (CCAC). 2003. CCAC guidelines on: the care and use of
wildlife. 66pp. Ottawa ON: CCAC. Available at
www.ccac.ca/en/CCAC_Programs/Guidelines_ Policies/GDLINES/Guidelis.htm
Canadian Council on Animal Care (CCAC). 2005. Guidelines on. The Care and Use of Fish in
Research, Teaching and Testing. Aalac International.
Congleton, J.L., W.J. LaVoie. 2001. Comparison of Blood Chemistry Values for Samples
Collected from Juvenile Chinook Salmon by Three Methods. Journal of Aquatic Animal
Health 13:168172, 2001.
Ferguson R.A. & Tufts B.L. 1992. Physiological effects of brief air exposure in exhaustively
exercised rainbow trout Oncorhynchus mykiss: implications for "catch and release"
fisheries. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 49(6):1157- 1162.
Fish, R.E., M.J. Brown, P.J. Danneman, A.Z. Karas. 2008. Anesthesia and Analgesia in
Laboratory Animals. Academic Press, London.
Hubbs C., Nickum J.G. & Hunter J.R. 1988 Guidelines for the use of fish in research. Fisheries
13(2):16-22.
Kreiberg, H. 2000. Stress and anesthesia. In: The Laboratory Fish. (ed. G. Ostrander), pp. 503-
511. San Diego CA: Academic Press.
Nuha, A.U., F. Putut Martin H.B., I. Mubarok. 2017. Toksisitas Letal Akut Limbah Cair Tenun
Troso Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Life Science Vol. 5, No. 1, April 2016.
Ostrander, G.K. 2000. The Laboratory Fish. Academic Press, London.
Prasetyo, B.W. 2015. Panduan Praktis Pakan Ikan Konsumsi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Putri, A.K., S. Anggoro, Djuwito. 2014. Tingkat Kerja Osmotik dan Perkembangan Biomassa
Benih Bawal Bintang (Trachinotus blochii) yang Dikultivasi pada Media dengan Salinitas
Berbeda. Diponegoro Journal of Maquares Vol. 4, No. 1, Tahun 2014: 159-168.
Rahayu, E.D., D.A. Rahayu. 2017. Pengantar Bioteknologi: Teori dan Aplikasi. Deepublish,
Yogyakarta.

Rahmaningsih, S. 2016. Hama dan Penyakit Ikan. Deepublish, Yogyakarta.


Samsisko, R.L.W. 2013. Respon Hematologis Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) pada
Suhu Media Pemeliharaan yang Berbeda. Artikel Ilmiah Skripsi Fakultas Perikanan dan
Kelautan, Universitas Airlangga.
Soegiri, J., R. Wulandari. 2007. Cara-Cara Mengekang Hewan. IPB Press, Bogor.
Soetopo, R.S., S. Purwati, Y. Setiawan, K. Septiningrum. 2007. Tingkat Toksisitas Air Limbah
Proses Pemutihan Pulp Kertas Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). BS, Vol. 42, No.
1, Juni 2007 : 35 41.
Reddy, P.K., J.F. Leatherland. 1998. Stress physiology. In: Fish Diseases and Disorders, vol. 2.
(eds. J.F. Leatherland & P.T.

15
Wedemeyer, G.A. 1985. Development and Evaluation of Transport Media to Mitigate Stress and
Improve Juvenile Salmon Survival in Columbia River Barging and Trucking Operations.
70pp. Portland: Contract report to Bonneville Power Administration.
Wedemeyer, G.A. 1996. Transportation and handling. In: Principles of Salmonid Culture. (eds.
W. Pennell & B.A. Barton), pp. 727-758. Amsterdam: Elsevier.

16

Anda mungkin juga menyukai