Anda di halaman 1dari 24

1

MODUL PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

SEMESTER GENAP 2017/2018

PENDAHULUAN

Hasil produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya secara tidak

langsung akan berdampak pada bertambahnya limbah ikan sisa dari konsumsi

masyarakat, baik dalam bentuk segar maupun olahan.

Khusus pada ikan, bagian yang dapat dimakan kira-kira 70%. Kepala,

ekor, sirip dan isi perutnya kebanyakan tidak dapat digunakan sebagai makanan

(Dewita dkk, 2010). 30% bagian ikan tersebut merupakan limbah. Jika dikaitkan

dengan jumlah produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Provinsi

Riau pada tahun 2008 yang berjumlah 101.893 ton dan 30.269,92 ton, maka

diketahui bahwa limbah ikan yang dihasilkan dari perikanan tangkap dan

perikanan budidaya sebesar 30.567,9 ton dan 9.080,98 ton. Limbah ikan ini akan

menjadi sumber pencemaran di lingkungannya, jika tidak ditanggulangi secara

maksimal.

Salah satu jalan untuk menanggulangi limbah ikan ini adalah

memanfaatkan hasil samping ikan menjadi produk bernilai tambah dalam bidang

pangan maupun non pangan. Bidang pangan, telah dilakukan Praktikum tentang

perbaikan nilai tambah limbah ikan Tuna (Thunnus sp) menjadi gelatin serta

analisis fisika kimia. Dari hasil Praktikum diperoleh kadar air gelatin tulang ikan

Tuna adalah 6,54 %, abu 1,93 %, lemak 0,42 % dan protein 91,01 % (Nurilmala

dkk, 2006). Untuk bidang non pangan, dapat dimanfaatkan untuk pembuatan

pupuk organik cair.


2

Belakangan ini harga pupuk anorganik semakin tinggi. Hal ini tentu saja

menambah beban biaya bagi petani. Selain itu, pupuk anorganik dapat

menimbulkan ketergantungan dan dapat membawa dampak kurang baik, misalnya

tanah menjadi rusak akibat penggunaan yang berlebihan dan terus menerus akan

menyebabkan tanah menjadi keras, air tercemar serta keseimbangan alam akan

terganggu (Indriani dalam Sinaga, 2004). Untuk mengantisipasi masalah ini, perlu

dilakukan suatu usaha yaitu menggunakan pupuk organik yang dalam hal ini

dapat dimanfaatkan limbah ikan. Chaniago (2004), telah melakukan Praktikum

tentang pemanfaatan limbah pengolahan ikan sebagai bahan pupuk organik cair.

Limbah yang dipakai dalam Praktikum ini adalah limbah cair dari pengolahan

ikan. Dari hasil Praktikum diperoleh pH berkisar 7,20-7,7, kandungan N total

1460-1540 ppm, kandungan fosfor 63-70 ppm P2O5 dan kandungan K 2970-3560

ppm K2O.

TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIKUM

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah limbah ikan

yang berbeda dalam pembuatan pupuk organik cair dengan menggunakan EM-4

sebagai starter.

Manfaat dari Praktikum ini adalah memberikan alternatif lain dalam

meningkatkan nilai guna dari limbah ikan sehingga tidak terbuang sia-sia,

mengurangi pencemaran limbah ikan serta sebagai informasi bagi masyarakat

dalam pembuatan pupuk organik cair.


3

TINJAUAN TEORITIS

Ikan

Fenomena yang penting ditekankan dalam klasifikasi ikan adalah

karakteristik elasmobrachii yang pada jaringan dan cairan tubuhnya terkandung

urea sekitar 2-5% pada yang hidup di laut dan 1% di air tawar (Ilza, 2009).

Komposisi kimia utama hasil perikanan adalah protein yang merupakan

polimer kondensasi dari asam-asam amino. Termasuk ke dalam golongan

makromolekul, protein ikan mempunyai berat molekul yang berkisar dari

beberapa ribu sampai beberapa juta. Di samping unsur-unsur karbon, hidrogen

dan oksigen, semua protein ikan mengandung unsur nitrogen dan banyak protein

ikan mengandung fosfor dan belerang. Ada juga protein ikan yang mengandung

unsur-unsur logam, antara lain besi dan tembaga (Ilza, 2009).

Tingkat dan cara pemanfaatan limbah perikanan bertekno-ekonomis dalam

tujuan untuk pangan, pakan dan industrial akan dipengaruhi oleh faktor waktu

(musim), tersedianya fasilitas (penanganan, pengolahan, distribusi dan

pemasaran), tingkat permintaan dan suplai, serta yang sangat menentukan adalah

daya beli masyarakat (Dewita dkk, 2010).

Ikan ditangkap tidak hanya untuk dimanfaatkan bagian dagingnya saja,

tetapi dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak, pengobatan dan digunakan

sebagai bahan-bahan teknis (Adawyah, 2008).


4

Tabel 1. Pemanfaatan berbagai bagian ikan

Dapat Dibuat
Bagian Ikan Unsur Utama Penggunaan
Menjadi
Daging Protein utama, Bermacam- Makanan
lemak, bahan-bahan macam bahan manusia
ekstrak makanan
Telur (roe, milt) Protein, lemak Bermacam- Makanan
macam bahan manusia
makanan
Kepala Protein, lemak, Tepung ikan, Makanan hewan
kalsium fosfat minyak ikan
Tulang, sirip Kalsium fosfat, Tepung ikan Makanan Hewan
bahan-bahan yang
mengandung
nitrogen
Kulit Kolagen Bahan mentah Teknis
untuk perekat dan
kulit
Sisik Kolagen, guanin Perekat Teknis
Gelembung Kolagen Perekat Teknis
renang
Hati Bahan yang Pembuatan Pengobatan,
mengandung vitamin, makanan makanan
nitrogen, lemak, manusia, manusia dan
Alat pencernaan Bahan yang Tepung ikan, Makanan hewan,
mengandung lemak dan enzim bahan-bahan
nitrogen, lemak, teknis
enzim
Sumber : Adawyah, 2008.

Pupuk Organik

Pupuk organik merupakan hasil akhir dari penguraian bagian-bagian atau

sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang. Pupuk organik mampu menggeburkan

lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad renik,

mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang oleh karenanya kesuburan

tanah jadi meningkat (Yuliarti, 2009).

Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau

makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan mengalami pembusukan

oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk
5

organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih

dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito, 2007).

Agar dapat disebut sebagai pupuk organik, pupuk yang dibuat dari bahan

alami itu harus memenuhi berbagai persyaratan, diantaranya :

1. Zat N atau zat lemasnya harus terdapat dalam bentuk senyawa organik

yang dapat dengan mudah diserap oleh tanaman.

2. Pupuk tersebut tidak meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah.

3. Pupuk tersebut mempunyai kadar senyawa C organik yang tinggi seperti

hidrat arang (Yuliarti, 2009).

Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dibagi menjadi dua, yakni pupuk

cair dan padat (Hadisuwito, 2007).

Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan

organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini

adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam

pencucian hara dan mampu menyediakan hara secara cepat (Hadisuwito, 2007).

Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya

tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain

itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang

diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman

(Hadisuwito, 2007).

Agar unsur hara dapat diserap dengan mudah oleh tanaman, bahan organik

dapat dibuat menjadi pupuk cair terlebih dahulu. Pupuk cair menyediakan
6

nitrogen dan unsur mineral lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman,

seperti halnya pupuk kimia. Kehidupan binatang di dalam tanah juga akan terpacu

(Yuliarti, 2009).

Pupuk cair lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di

dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap hara terutama melalui akar, namun

daun juga punya kemampuan menyerap hara. Oleh sebab itu, bermanfaat pula

apabila pupuk cair disemprotkan ke atas daun-daun (Yuliarti, 2009).

Prinsip Pengomposan

Kompos merupakan hasil akhir suatu fermentasi tumpukan sampah,

serasah tanaman ataupun bangkai binatang. Pada pengomposan terjadi perubahan

dari sifat fisik semula menjadi sifat fisik yang baru. Perubahan itu sebagian besar

muncul oleh karena adanya kegiatan jasad renik sehubungan dengan kebutuhan

hidup organisme itu. Terjadi proses penguraian, pengikatan dan pembebasan

berbagai zat atau unsur hara selama berlangsungnya proses pembentukan kompos

(Yuliarti, 2009).

Dalam pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat, selulosa,

hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan air; 2) zat putih telur menjadi

ammonia, CO2 dan air; 3) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang

dapat diserap tanaman (Indriani dalam Sinaga, 2004).

Pengomposan Anaerobik

Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya,

proses ini dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk

(hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob


7

untuk membantu mendekomposisikan bahan yang dikomposkan. Bahan baku

yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar

air tinggi (Sinaga, 2009).

Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4),

karbondioksida (CO2) dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah,

seperti asam asetat, asam propionate, asam butirat, asam laktat dan asam suksinat.

Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian

padat ini yang disebut kompos padat dan yang cair yang disebut kompos cair

(Simamora dan Salundik dalam Sinaga, 2006).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengomposan

Pembentukan pupuk organik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Perbandingan Karbon-Nitrogen (C/N) bahan baku pupuk organik

Nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk

tumbuh dan berkembangbiak. Timbunan bahan kompos yang kandungan

nitrogennya terlalu sedikit (rendah) tidak menghasilkan panas sehingga

pembusukan bahan-bahan menjadi amat terlambat. Oleh karenanya, semua

bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras

dan tanaman menjalar harus dicampur dengan bahan yang berair.

Pangkasan daun dari kebun dan sampah-sampah lunak dari dapur amat

tepat digunakan sebagai bahan pencampur (Murbandono dalam Sinaga,

2000)

Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar

nitrogen (N) dalam satu bahan. Semua makhluk hidup terbuat dari

sejumlah besar bahan karbon (C) serta nitrogen (N) dalam jumlah kecil.
8

Unsur karbon (C), bahan organik (dalam bentuk karbohidrat) dan nitrogen

(N) (dalam bentuk protein, asam nitrat, amoniak dan lain-lain), merupakan

makanan pokok bagi bakteri anaerobik. Unsur karbon (C) digunakan untuk

energi dan unsur nitrogen (N) untuk membangun struktur sel dan bakteri.

Bakteri memakan habis unsur karbon (C) 30 kali lebih cepat dari

memakan unsur nitrogen (N). Pembuatan kompos yang optimal

membutuhkan rasio C/N 25/1 sampai 30/1 (Yuwono dalam Sinaga, 2006).

Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai

sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme dan 1/3 lainnya

digunakan untuk pembentukan sel bakteri. Perbandingan C dan N awal

yang baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25-30 (satuan berat

kering), sedangkan C/N diakhir proses adalah 12-15. Pada rasio yang lebih

rendah, amonia akan dihasilkan dan aktivitas biologi akan terlambat,

sedang pada rasio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadi variabel

pembatas. Harga C/N tanah adalah <20, sehingga bahan-bahan yang

mempunyai harga C/N mendekati C/N tanah, dapat langsung digunakan

(Damanhuri dan Padmi dalam Sinaga, 2007).

2. Ukuran bahan

Semakin kecil ukuran bahan, proses pengomposan akan lebih cepat

dan lebih baik karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas pada

bahan yang lembut daripada bahan dengan ukuran yang lebih besar.

Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan aerobik antara 1-7,5

cm. Sedangkan pada pengomposan anaerobik, sangan dianjurkan untuk

menghancurkan bahan selumat-lumatnya sehingga menyerupai bubur atau


9

lumpur. Hal ini untuk mempercepat proses penguraian oleh bakteri dan

mempermudah pencampuran bahan (Yuwono dalam Sinaga, 2006).

3. Komposisi bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan

lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat

bila ditambah dengan kotoran hewan.

4. Jumlah mikroorganisme

Dengan semakin banyaknya mikroorganisme, maka proses

pengomposan diharapkan akan semakin cepat.

5. Kelembaban

Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan

kelembaban sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar

mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih

rendah atau lebih tinggi akan menyebabkan mikroorganisme tidak

berkembang atau mati.

6. Suhu

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan

karena berhubungan dengan sejenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu

optimum bagi pengomposan adalah 40-60 oC. Bila suhu terlalu tinggi,

mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah, mikroorganisme

belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman.

7. Keasaman (pH)

Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi

aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik sekitar 6,5-7,5 (netral).


10

Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur

atau abu dapur untuk menaikkan pH (Indriani dalam Sinaga, 2004).

Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami

penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam

pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada

proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis lain akan mengkonversikan

asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat

keasaman yang tinggi dan mendekati normal (Djuarnani dkk dalam

Sinaga, 2005).

Kondisi asam pada proses pengomposan biasanya diatasi dengan

pemberian kapur. Namun, dengan pemantauan suhu bahan kompos secara

tepat waktu dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada

titik netral tanpa pemberian kapur (Yuwono, 2006).

EM-4

EM merupakan campuran dari mikroorganisme bermanfaat yang terdiri

dari 5 kelompok, 10 genus, 80 spesies dan setelah di lahan menjadi 125 spesies.

EM berupa larutan coklat dengan pH 3,5-4,0. Terdiri dari mikroorganisme aerob

dan anaerob. Bioaktivator jenis EM mengandung mikroorganisme yang beraneka

ragam, yang dapat dikategorikan sebagai :

1. Bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas spp.)

Bakteri jenis ini berguna untuk memproduksi zat-zat yang bermanfaat bagi

tumbuhan, misalnya asam amino, asam nukleat, zat bioaktif, gula dan zat

lain yang bisa membantu mempercepat pertumbuhan tanaman. Selain itu,

bakteri ini juga membantu menyemangati pertumbuhan bakteri lainnya.


11

Hasilnya adalah tanah dan tanaman dapat lebih maksimal dan lebih bagus

lagi pertumbuhannya.

2. Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus spp.)

Bakteri ini berjasa dalam membantu mempercepat perombakan bahan

organik (Seperti lignin dan selulosa). Selain itu juga menekan

pertumbuhan mikroorganisme jahat yang biasanya muncul dari

pembusukan bahan organik.

3. Ragi (Saccharomyces spp., Yeast)

Ragi membantu proses fermentasi dengan menghasilkan banyak zat

bioaktif seperti hormon dan enzim.

4. Actinomycetes

Menghasilkan zat anti-mikroba jahat, yaitu zat yang menekan

pertumbuhan jamur dan bakteri yang tidak penting dan mengganggu

proses fermentasi/pengomposan. Selain itu, bersama-sama dengan bakteri

fotosintetik, Actinomycetes ini membantu meningkatkan mutu tanah

dengan menyemangati mikroba baik supaya tumbuh lebih banyak.

5. Jamur Fermentasi (misal : Aspergilus spp. atau Penicillium spp.)

Jamur ini menghasilkan alkohol, ester dan hasil fermentasi lainnya. Jamur

ini juga sejenis deodoran, menghilangkan bau dan mencegah serbuan ulat,

lalat dan lain-lain.

EM-4 adalah satu dari sekian banyak rangkaian bioaktivator jenis EM, yang

semuanya memiliki kandungan mikroorganisme (Yagitudeh, 2007).

EM-4 terdiri dari 95% lactobacillus yang berfungsi menguraikan bahan

organik tanpa menimbulkan panas tinggi, karena mikroorganisme anaerob bekerja


12

dengan kekuatan enzim (Detikforum, 2012).

Teknologi EM-4 diaplikasikan sebagai inokulan dalam pupuk organik

untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah

(Malik, 2011).

METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat


13

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan

Bioteknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Riau Pekanbaru.

Pelaksanaan Praktikum:

1. Tahap Pembuatan Larutan Asinan Fermentasi Rebung Sebagai Pengganti

EM-4

Persiapan Bahan-bahan:

Garam dapur (15% dari 1 liter air).

Air bersih (layak minum, 1 liter)

Rebung (diiris-iris sebanyak 250 gram)

Peralatan:

Wadah toples plastik transparan (2 buah)

Pengaduk (bahan kayu/plastik).

Saringan (saringan santan/sejenisnya).

Prosedur Praktikum

Dalam prosedur praktikum kali ini di bagi dua tahap yaitu yang di lakukan
di rumah dan di laboraturium.

A. Dirumah

Terlebih dahulu tiap kelompok membuat air asinan rebung, siapkan Rebung
dalam kondisi yang sudah dibersihkan dan di iris kecil-kecil.

Lalu siapkan air bersih dan garam dapur. Buatlah larutan garam dengan
konsentrasi 15% garam (dalam toples) sebanyak 1 liter air (diaduk hingga
rata).

Masukkan potongan-potongan rebung tadi ke dalam toples, selanjutnya tutup


rapat dan diberi lubang-lubang kecil pada bagian tutup atas toples.

Rendaman rebung ini di fermentasi selama 3 hari.


14

Setelah 3 hari dilakukan proses penyaringan dengan saringan,dan tampung air


fermentasi rebung tersebut ke toples yang bersih, setelah itu lakukan
pengamatan meliputi: warna air rendaman, odor,dan nilai pH.

Prosedur kerja selanjutnya yang dilakukan dirumah yaitu menyiapkan ikan


nila, patin, kembung, dan ikan serai (sesuai kelompok) yang sudah disiangi
dan dihancurkan sampai halus sebanyak 250 gram per wadah (dibuat 2 kali
sebagai ulangan setiap kelompok).

Gbr1. Proses penyaringan rebung Gambar 2. air rendaman fermentasi rebung

Tahap II.

B. Di Laboratorium (Pada Hari Berikutnya Setelah Selesai Tahap I).


15

1. Tahapan Pembuatan Fermentor/Bioreaktor

Desain wadah fermentor untuk proses pengomposan pupuk cair organic

sebagai berikut:

Bahan dan peralatan:

Wadah plastic transparan 2 buah (ukuran 5-10 liter) per kelompok.


Selang plastic diameter 0.5cm (seperti selang aerasi) panjang 0.5 meter per
kelompok.
Kran plastic ukuran sebanyak 2 buah per kelompok
Lem plastic silicone (lem aquarium).
Contoh desain fermentor/bioreactor:
Penutup wadah

Selang plastic

Wadah plastik

Kran Plastik

Gambar 1. Desain fermentor/bioreactor untuk pengomposan pupuk cair


organic dari ikan

Tahap 2. Pembuatan Pupuk Cair Organik Dari Ikan

Persiapan Bahan-Bahan:
16

Ikan nila, patin, kembung, dan serai (semua bagian yang dapat dihancurkan

dan dihaluskan) (sudah disediakan dari rumah).

Larutan Rebung yang telah difermentasi, (sudah disediakan sebelumnya)

Air cucian beras, (dibawa setiap kelompok 1 liter)

Air kelapa tua (dibawa setiap kelompok 0.5 liter)

Hancuran bawang putih (digunakan 60 gram) (bawa sekitar 100 gram).

Gula pasir (digunakan masing-masing 4 sdm) (bawa sekitar 50 gram).

Air bersih (air disediakan dari lab).

Persiapan Peralatan:

Wadah plastic transparan yang didesain sedemikian rupa (tolong diperhatikan

pada saat praktikum)! (sudah dibuat oleh asisten).

Timbangan (disediakan oleh lab)

Pisau (dari mahasiswa praktikum, masing-masing kelompok 2 buah)

Sarung tangan (dari mahasiswa praktikum, masing-masing anggota kelompok

harus ada).

Masker (dari mahasiswa praktikum, masing-masing anggota kelompok harus

ada).

pH meter/Kertas pH (disediakan oleh lab)

Pangaduk (dibawa masing-masing kelompok dari kayu/plastik)

Kain Lap (masing-masing kelompok minimal 2 buah)

Metode Praktikum

Praktikum dilakukan dengan metode eksperimen, yaitu melakukan

percobaan secara langsung pembuatan pupuk organik cair dari ikan dengan
17

menggunakan Fermentasi rebung pengganti EM-4 sebagai starter. Dengan

masing-masing kelompok membuat percobaan yang berbeda sesuai dengan

perlakuan yang dicantumkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perlakuan Pelaksanaan Praktikum

Bahan-Bahan Kelompok
A B C D E F G H
Jenis Ikan Nila Patin Kembung Serai Tambaka pantau Lele mas
250g 250g 250g 250g n 250g 250g 250g
250g
Larutan Rebung 100 100ml 100ml 100ml 100ml 100ml 100ml 100ml
ml
Air cucian beras 500ml 500ml 500ml 500ml 500ml 500ml 500ml 500ml
Air kelapa tua 250ml 250ml 250ml 250ml 250ml 250ml 250ml 250ml
Bawang putih yang 30g 30g 30g 30g 30g 30g 30g 30g
telah dihaluskan
Gula pasir 2sdm 2sdm 2sdm 2sdm 2sdm 2sdm 2sdm 2sdm
Air bersih 500ml 500ml 500ml 500ml 500ml 500ml 500ml 500ml
Catatan; setiap kelompok, membuat ulangan sebanyak 2 kali.

Prosedur Praktikum

Prosedur pembuatan pupuk organik cair dari limbah ikan adalah sebagai

berikut :

1. Siapkan hancuran ikan (semua bagian yang dapat dihancurkan dan

dihaluskan).

2. Timbang hancuran ikan sesuai dengan perlakuan masing-masing

kelompok.

3. Siapkan air fermentasi rebung, air cucian beras, air kelapa tua, bawang

putih yang telah halus dan air bersih sesuai jumlah pada perlakuan masing-

masing kelompok (lihat Tabel 1).


18

4. Mencampurkan kedalam wadah plastic seluruh bahan-bahan tersebut dan

kemudian diaduk secara merata (praktikan harus menjaga kebersihan dan

menutup mulut dengan masker, agar aseptis).

5. Wadah plastic transparan ditutup rapat (telah didesain sedemikian rupa,

seperti gambar 1).

6. Simpan di tempat yang teduh (tidak terkena sinar matahari langsung) pada

suhu ruang selama 7 hari.

7. Setelah 7 hari, larutan diambil melalui pembukaan kran pada wadah,

disaring dan diamati sifat fisiknya (kondisi bau, warna, dan sebagainya)

dan pengukuran pH.

8. Kemudian hasil pupuk cair dapat disimpan di dalam botol plastik

transparan/botol kaca bening.

9. Pupuk organik cair.

PENGAMATAN

Nilai pH

Prinsip

Pengukuran pH menggunakan pH meter berdasarkan pengukuran

aktifitas ion hidrogen dengan menggunakan metode pengukuran secara

potensiometrik dengan elektroda gelas sebagai elektroda indikator dan

elektroda kalomel sebagai elektroda pembanding.

Prosedur

1. Kalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH 4, 7, 10 (kalibrasi

dilakukan setiap kali akan melakukan pengukuran).


19

2. Celupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke

dalam contoh.

3. Baca dan catat nilai pH.

Pengamatan Fisik lainnya (warna, bau, kejernihan, kekentalan, produksi

gas, dan lainnya).

APLIKASI
1 LITER ZAT PT ORGANIK (Pupuk Cair) DAPAT DICAMPURKAN
DENGAN 10 S/D 20 LITER AIR.
SEMPROTKAN ZAT PT ORGANIK LANGSUNG KE MULUT DAUN,
BATANG DAN BAGIAN DASAR TANAMAN Cabai.
PADA BAGIAN MULUT DAUN DIKETAHUI BAHWA MULUT DAUN
TERBUKA DIMULAI JAM 16.00 WIB HINGGA 09.30 PAGI.
UJI REAKSI PADA TANAMAN TUTUP PERMUKAAN DAUN YANG
DISEMPROT DAN YANG TIDAK DISEMPROT DENGAN ISOLASI
GELAP DAN BIARKAN TERKENA SINAR ULTRAVIOLET CAHAYA
MATAHARI YANG SELANJUTNYA BUKA ISOLASI DAN RENDAM
PADA AIR PANAS SETELAH ITU DI AMATI. SEL DAUN AKAN
MEMBESAR DAN KLOROFIL AKAN LEBIH GELAP.

HASIL DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM

Hasil Praktikum: (berupa hasil pengamatan)

Pembahasan : (pembahasan secara deskripsi hasil pengamatan dan ditelusuri

dengan menggunakan referensi relevan).

DAFTAR RUJUKAN

Chaniago, I. A. 2004. Pemanfaatan Limbah Pengolahan Ikan sebagai Bahan


Pupuk Organik Cair. Bogor : Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
20

Damanhuri, E. dan T. Padmi. 2007. Pengomposan-Composting.


http://tsabitah.wordpress.com. Diakses pada tanggal 19 November 2007.

Detikforum. 2012. Membuat Kompos dan Pupuk Organik.


http://m.forum.detik.com/membuat-kompos-dan-pupuk-organik-
t71162.html. Diakses pada tanggal 20 Januari 2012, pukul 07.40 WIB.

Dewita, N. Irasari dan Mery Sukmiwati. 2010. Bahan Baku Industri Hasil
Perikanan. Pekanbaru : MM Press.

Djuarnani, N., Kristian, B.S., Setiawan. 2005. Cara Tepat Membuat Kompos.
Jakarta : AgroMedia Pustaka.

Fahruddin. 2010. Bioteknologi Lingkungan. Bandung : Alfabeta.

Gundoyo, Wirlilik. Pembuatan Pupuk Cair Organik. http://www.google.co.id/url?


sa=t&rct=j&q=pupuk+organik+cair+adalah&source=web&cd=4&ved=0
CDMQFjAD&url=http%3A%2F%2Fwarsitotti.files.wordpress.com
%2F2010%2F01%2Fpembuatan-pupuk-organik-
cair.pdf&ei=7jX7TouuO8nOrQePvexD&usg=AFQjCNGfUNkCgUX32
PeACZiCIWSLdDC43A&cad=rja. Diakses pada tanggal 28 Desember
2011, pukul 22.23 WIB.

Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Jakarta : AgroMedia


Pustaka.

Indriani, Y. H. 2004. Membuat Pupuk Kompos Secara Kilat. Jakarta : Penebar


Swadaya.

Juliansyah, E. 2011. Efektifitas Effective Microorganism (EM) Dalam


Mempercepat Proses Pengomposan Sampah Organik. Ringkasan Jurnal
Lingkungan.

Malik, H. 2011. Pupuk Organik Teknologi Effective Microorganism (TEM)


sebagai Teknologi Inovatif Ramah Lingkungan untuk Pertanian
Berkelanjutan.
http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/05/09/pupuk-organik-
teknologi-effective-microorganism-tem-sebagai-teknologi-inovatif-
ramah-lingkungan-untuk-pertanian-berkelanjutan/. Diakses pada tanggal
28 Desember 2011, pukul 23.52 WIB.

Murbandono, L.H.S. 2000. Membuat Kompos. Jakarta : Penebar Swadaya.

Nurilmala, M., Mita Wahyuni dan Heidi Wiratmaja. 2006. Perbaikan Nilai
Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp) menjadi Gelatin serta
Analisis Fisika-Kimia. Buletin Teknologi Hasil Perikanan Volume IX
Nomor 2 Tahun 2006.
21

Purwanto, R. 2008. Pemanfaatan Sampah Sebagai Pupuk Cair Organik untuk


Perkembangan dan Pertumbuhan Tanaman. Staf Pengajar Biologi SMA
SMART Ekselensia Indonesia.

Setyawan, Windy Agus dan Dody Setiyawan. 2010. Pemanfaatan Limbah Ikan
Menjadi Pupuk Organik. Jawa Timur : Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Simamora, S., Sriwahyuni Salundik dan Surajin. 2006. Membuat Biogas


Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas Dari Kotoran Ternak. Bogor :
AgroMedia Pustaka.

Sinaga, D. 2009. Pembuatan Pupuk Cair dari Sampah Organik dengan


Menggunakan Boisca sebagai Starter. Medan : Departemen Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 48 hal.

Yagitudeh. 2007. Memilih Bioaktivator.


http://blogsampah.blogsome.com/category/teori/page/2/. Diakses pada
tanggal 21 Desember 2011, pukul 17.29 WIB.

Yuliarti, N. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Yogyakarta : Andi


Offset.

Yuwono, D. 2006. Kompos dengan Cara Aerob maupun Anaerob untuk


Menghasilkan Kompos yang Berkualitas. Jakarta : Penebar Swadaya.

http://industri18jeny.blog.mercubuana.ac.id/2011/11/24/efektifitas-effective-
microorganisme-em-dalam-mempercepat-proses-pengomposan-sampah-
organik/. Diakses pada tanggal 25 Desember 2011, pukul 10.56 WIB.

http://tech.groups.yahoo.com/group/Ina-SRI/message/1440. Diakses pada tanggal


25 Desember 2011, pukul 11.05 WIB.

http://www.lestarimandiri.org/id/pupuk-organik/bahan-baku-pupuk.html. Diakses
pada tanggal 28 Desember 2011, pukul 22.10 WIB.

FORMAT OUTLINE LAPORAN PRAKTIKUM

KAVER

KATA PENGANTAR

RINGKASAN PRAKTIKUM
22

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL (jika ada)

DAFTAR GAMBAR (jika ada)

DAFTAR LAMPIRAN (jika ada)

PENDAHULUAN

TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIKUM

TINJAUAN TEORITIS

BAHAN DAN ALAT PRAKTIKUM

PROSEDUR PRAKTIKUM (Uraian Narasi dan Bagan Alir)

HASIL PRAKTIKUM

PEMBAHASAN PRAKTIKUM

KESIMPULAN

DAFTAR RUJUKAN

LAMPIRAN (Gambar, Diagram, dan lainnya).

CATATAN PENTING:

MAHASISWA HARAP MENGISI DAFTAR HADIR PRAKTIKUM

YANG TELAH DISEDIAKAN.


23

MENGGUNAKAN BAJU PRAKTIKUM, SAAT PRAKTIKUM

BERLANGSUNG.

SETIAP KELOMPOK DIWAJIBKAN MEMBUAT

DOKUMENTASI/FOTO PRAKTIKUM SETIAP PELAKSANAAN

PRAKTIKUM, DARI AWAL HINGGA AKHIR PRAKTIKUM.

MEMBUAT LAPORAN TERTULIS SESUAI FORMAT

SETIAP KELOMPOK MEMBUAT BAHAN PRESENTASI DI DEPAN

KELAS.

MODUL PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


24

TIM PENGAMPU MATAKULIAH

BIOTEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

LABORATORIUM
MIKROBIOLOGI & BIOTEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017

Anda mungkin juga menyukai