Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.Karena atas segala limpahan rahmat,
karunia dan hidayahNya akhirnya Penulis mampu menyelesaikan makalahini.
Makalah ini disusun untuk mengetahui bagaimana seorang perawat dalam menghadapi
pasien. Moral juga menjadi pertimbangan bagi seorang perawat dalam menjalankan tugasnya.
Etika seorang perawat harus sesuai dengan norma-norma, Selain itu sikap dan perilaku perawat
harus dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada atasan tetapi juga kepada Tuhan YME.
Secara umum semua manusia memang harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa kelak di akhirat.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ns. Desi Rina K, S.kep, selaku Pembimbing Akademik
2. Rekan-rekan dari keperawatan
3. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umunya. Penulis menyadari sepenuhnya sebagai manusia biasa, tidak lepas dari kekurangan,
begitu juga dengan makalah ini yang masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun tentuna, sangat penulis harapkan.

Semarang ,23 Juni 2014

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
B. Etiologi
C. Tanda dan gejala
D. Rentang respon
E. Penatalaksanaan
F. Proses keperawatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Respon perilaku individu terhadap stressor bervariasi sesuai dengan kondisi masing-
masing. Salah satu respon perilaku yang muncul jika terjadi kegagalan dalam memberikan kopoing
yang sesuai dengan tekanan yang dialami dalam jangka panjang dapat mengakibatkan adanya
masalah isolasi sosial yang merupakan salah satu gejala negative pasien psikotik (Keliat, 2011).
Di Indonesia diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% penduduk Indonesia mengalami
gangguan jiwa hal ini disebabkan karena krisis ekonomi yang terus berkepanjangan dan kurangnya
lapangan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa. Di jawa tengah
saat ini terdapat 30.000 orang yang mengidap gangguan jiwa. Dari jumlah tersebut, hanya 20.000
orang yang mendapat perawatan intensif di rumah sakit jiwa. (tribunnews.com, 2011)
Menurut data rekam medic tahun 2010, RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
presentase penderita gangguan jiwa pada tahun 2009 adalah untuk pasien rawat inap untuk laki-
laki 65,3% dan untuk perempuannya 34,7%. Sedangkan pada bulan januari sampai agustus 2010
;sebanyak 2294 orang, halusinasi 1162 orang (50,65%), menarik diri 462 orang (20,13%), waham
130 orang (5,66%), hargadiri rendah 374 orang (16,30%), perilaku kekerasan 128 orang (5,58%),
kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%), deficit perawatan diri 21 orang (0,92%),
percobaan bunuh diri 1 orang (0,04%). (KTI Yuni, 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dimana dinyatakan bahwa isolasi sosial
mengalami peningkatan tiap tahunnya dan menempati urutan kedua masalah kesehatan jiwa
setelah halusinasi maka kelompok tertarik untuk membuat makalah dengan judul Asuhan
Keperawatan dengan masalah utama Isolasi Sosial : Menarik Diri.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan serta strategi
pelaksana pada pasien dengan gangguan isolasi social; menarik diri
2. Tujuan khusus
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami:
a. Definisi isolasi sosial.
b. Etiologi
c. Tanda dan gejala.
d. Rentang respon.
e. Penatalaksanaan.
f. Proses keperawatan meliputi: pengkajian, pohon masalah, diagnosa, intervensi dan evaluasi
keperawatan.
g. Strategi Pelaksanaan pada pasien gangguan isolasi sosial.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orag lain (Kusumawati,
2011).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan atau sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain dan sekitarnya. Isolasi sosial
merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain (Keliat, 2011).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000). Isolasi sosial merupakan upaya menghindari
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanefestasikan dengan mengisolasikan
diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Yosep, 2011).

B. Etiologi

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya perkembangan


dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya
pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dam
kegiatan sehari-hari terabaikan (Kusumawati, 2011).
Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Tahap Perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab,
Masa pra sekolah
dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama, dan berkompromi
Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis
Masa pra remaja
kelamin
Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
Masa remaja
bergantung
Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman,
Masa dewasa muda
mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
Masa dewasa tua
perasaan keterikatan dengan budaya

b. Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial.Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut,
berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial.Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel
dalam limbic dan daerah kortikal. ( Direja, 2011)

C. Tanda dan gejala

1. Menyendiri dalam ruangan.


2. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata.
3. Sedih, afek datar.
4. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya.
5. Berfikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna.
6. Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain.
7. Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan lainnya.
8. Menggunakan kata-kata simbolik (neologisme).
9. Menggunakan kata yang tak berarti.
10. Kontak mata kurang/tidak mau menatap lawan bicara.
11. Klien cenderung menarik diri lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam diri.
(Direja, 2011)

D. Rentang respon

Adaptif Maladaptif

o Menarik diri
o Ketergantungan
o Manipulasi
o curiga

- Menyendiri
- Otonomi
- Bekerjasama
- interdependen

Merasa
sendiri
Dependensi
Curiga
Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial :
1. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas
normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang terjadi di
lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan
dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu denga orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.

2. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu
tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon maladaptif.
a. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
b. Ketergantunga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan
orang lain.
c. Manipulasi, seseorang yang menganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat
membina hubungan sosial secara mendalam.
d. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
(Direja, 2011)

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien isolasi sosial terdiri dari penatalaksanaan
medis dan penatalaksanaan keperawatan:
1. Penatalaksanaan medis
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan kesadaran diri
terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi
mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin.

Mekanisme kerja: Memblokade dopamine pada reseptor paska sinap di otak khususnya sistem
ekstra piramidal.

Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik,mulut kering,


kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama ja ntung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik, hematologik,
agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.

Kontra indikasi: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,ketergantungan
obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran disebabkan CNS Depresan.

b. Trihexy phenidyl (THP)


Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan idiopatik,sindrom
parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.

Mekanisme kerja: Obat anti psikosis dalam memblokade dopamin pada reseptor p aska sinaptik
nauron diotak khususnya sistem limbik dan sistem ekstra piramidal.

Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti kolinergik/
parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra oluker meninggi, gangguan irama jantung).

Kontra indikasi:Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, fibris, ketergantungan
obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.

(Rasmun, 2001)
2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi yang didasarkan pada pembelajaran
hubungan interpersonal.Fokus terapi aktifitas kelompok adalah membuat sadar diri (self-
awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
b. Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang member perawatan langsung pada setap
keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas
kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, member
perawatan pada anggota keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
c. Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi modalitas lain atau berdiri sendiri,
seperti Terapi okupasi, rekreasi, gerak, dan musik.
d. Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau pengalaman klien dalam suatu drama.
Drama ini member kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan perilakunya
yang mempengaruhi orang lain.
e. Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan penderita dengan gangguan jiwa melalui
manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Upaya
terapi harus bersifat komprehensif, holistik, dan multidisipliner.

(Keliat, 2011)

Anda mungkin juga menyukai