Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

PENILAIAN STATUS GIZI BERDASARKAN


METODE ANTROPOMETRI

Disusun oleh:
THP-C/ Kelompok 8
Defi Maulida 151710101015
Seno Dwi Pratama P. 151710101075
Ririn Rofi Mahmudah 151710101078
Hilda Imamatul H. 151710101096

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap manusia tentu membutuhkan makanan untuk menjalankan
kelangsungan hidup. Fungsi utama makanan adalah untuk memberi energi yang
dibutuhkan oleh manusia. Makanan yang dikonsumsi haruslah mengandung gizi
yang cukup bagi keberlangsungan hidup manusia. Gizi atau nutrisi yang
dibutuhkan oleh manusia berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Nutrisi dalam
makanan yang ditubuhkan tubuh dalam jumlah banyak berupa karbohidrat, lemak,
dan protein. Setiap manusia harus mampu mengkonsumsi makanan dengan
memenuhi persyaratan gizi seimbang, yaitu asupan gizi dan kebutuhan harus
setara.
Gizi merupakan proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan,
metabolisme, dan pengeluaran zat gizi untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal organ tubuh serta untuk menghasilkan tenaga.
Gizi merupakan komponen yang paling dibutuhkan manusia untuk kelancaran
pertumbuhan dan perkembangannya. Penggunaan zat-zat gizi yang berasal dari
makanan dalam tubuh manusia perlu diukur untuk dapat mengetahui kondisi
tubuh seseorang, yang sering disebut sebagai status gizi. Status gizi adalah
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi,
yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier 2005).
Status gizi seseorang dikategorikan menjadi tiga, yaitu status gizi kurang, gizi
normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).
Penggunaan gizi dalam tubuh manusia perlu dilakukan penilaian untuk
dapat mengetahui seseorang masuk dalam kategori status gizi tertentu. Penilaian
status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan
menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau
individu yang memiliki resiko status gizi kurang atau status gizi lebih (Hartriyanti
dan Triyanti, 2007). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan metode langsung
dan metode tidak langsung. Salah satu cara penilaian status gizi menggunakan
metode secara langsung adalah metode antropometri. Metode antropometri adalah
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto,
2008).Metode antropometri dapat dilakukan dengan mengetahui berat badan dan
tinggi badan seseorang untuk mengetahui indeks massa tubuh. Selain itu, melalui
tinggi lutut, lingkar lengan atas, lingkar perut, lingkar pinggang, dan lingkar
panggul dapat diketahui status gizi seseorang.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum penilaian status gizi ini, sebagai
berikut:
1. Mengetahui status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)
2. Mengetahui status gizi berdasarkan Waist Hip to Rasio(WHR)
3. Mengetahui status gizi berdasarkan lingkar perut
4. Mengetahui status gizi berdasarkan lingkar lengan atas (LiLA)
5. Mengetahui status gizi berdasarkan tinggi lutut
BAB 2. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
Nama Jenis Kelamin Tinggi Badan (cm) Berat Badan (kg)
2907 Perempuan 155 50,6
1505 Laki-laki 164,3 41,8
1078 Perempuan 154,7 56,9
1403 Perempuan 149,5 53,9

4.1.2 Pengukuran Waist Hip to Rasio(WHR)


Lingkar Pinggang Lingkar Panggul
Nama Jenis Kelamin
(cm) (cm)
2907 Perempuan 65 75
1505 Laki-laki 63,5 74
1078 Perempuan 68,5 83
1403 Perempuan 68 80

4.1.3 Pengukuran Lingkar Perut


Nama Jenis Kelamin Lingkar Perut (cm) Keterangan
2907 Perempuan 67 Normal
1505 Laki-laki 65 Normal
1078 Perempuan 69,5 Normal
1403 Perempuan 69 Normal

4.1.4 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)


Lingkar Lengan
Nama Jenis Kelamin Keterangan
Atas (cm)
2907 Perempuan 24,5 Normal
1505 Laki-laki 22 KEK
1078 Perempuan 25,5 Normal
1403 Perempuan 27 Normal

4.1.5 Pengukuran Tinggi Lutut


Nama Jenis Kelamin Tinggi Lutut (cm)
2907 Perempuan 45
1505 Laki-laki 50
1078 Perempuan 48
1403 Perempuan 46
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Pengukuran Indeks Massa Tubuh
Nama IMT Keterangan
2907 21,065 Normal
1505 15,247 Underweight
1078 23,998 Overweight
1403 24,279 Overweight

4.2.2 Pengukuran Waist Hip to Rasio(WHR)


Nama WHR Keterangan
2907 0,87 Beresiko tinggi
1505 0,86 Beresiko sedang
1078 0,83 Beresiko tinggi
1403 0,85 Beresiko tinggi

4.2.3 Pengukuran Tinggi Lutut


Nama TB/TL Selisih (TB-TL)
2907 162,43 -7,43
1505 164,39 -0,09
1078 167,92 -13,22
1403 164,26 -14,76
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)


Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indeks antropometri
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berumur di atas 18
tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan
(Supariasa, 2002). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan suatu pengukuran yang
membandingkan berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan
(dalam meter) (Markenson,2004).Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa
berumur diatas 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu
hamil, dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak dapat diterapkan dalam
keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali
(Supariasa, 2002).
Berdasarkan pengukuran berat badan dan tinggi badan pada beberapa orang,
diperoleh data IMT sebagai berikut, seseorang dengan kode 2907 memiliki IMT
sebesar 21,065; seseorang dengan kode 1505 memiliki IMT sebesar 15,247;
seseorang dengan kode 1078 memiliki IMT sebesar 23,998; dan seseorang
dengan kode 1403 memiliki IMT sebesar 24,279. WHO (2010)
mengelompokkan atau mengklasifikasikan IMT berdasarkan keadaan orang asia
pasifik seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi IMT berdasarkan kriteria asia pasifik
No. Klasifikasi IMT (kg/m2)
1 Underweight < 18,5
2 Normal 18,5 22,9
3 Overweight 23 24,9
4 Obese I 25 29,9
5 Obese II 30
Sumber: WHO (2010)
Merujuk pada klasifikasi yang ditulis oleh WHO, berdasarkan pengamatan
pada empat orang, seseorang dengan kode 2907 masuk dalam kategori normal,
seseorang dengan kode 1505 masuk dalam kategori kurus atau underweight,
sedangkan seseorang dengan kode 1078 dan 1403 masuk dalam kategori
kelebihan berat badan tingkat ringan atau overweight. Terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi nilai IMT seseorang, yaitu sebagai berikut:
1. Usia
Menurut Kantachuvessiriet al. (2005) pada penelitiannya menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia yang lebih tua dengan
IMT kategori obesitas. Kelompok usiadiatas 40tahun memiliki risiko lebih
tinggi mengalami obesitas dibandingkan kelompok usia kurang dari 40 tahun.
Keadaan ini dicurigai oleh karena lambatnya proses metabolisme,
berkurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih
sering. Namun pada praktikum ini, usia tidak menjadi faktor penentu nilai
IMT pada setiap subjek karena subjek yang digunakan berada pada usia yang
sama yaitu 20 tahun.
2. Jenis kelamin
IMT dengan kategori kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan pada
laki-laki. Namun, angka kejadian obesitas lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki (Hill, 2006).
3. Genetik
Menurut Hill (2006), IMT sangat berhubungan erat dengan generasi pertama
keluarga. Studi menyebutkan pola keturunan dan gen spesifik telah
menemukan bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang obesitas juga
mengalami obesitas dan kurang dari 10% memiliki berat badan normal.
4. Pola makan
Pola makan adalah pengulangan susunan makanan yang terjadi saat makan.
Pola makan berkenaan dengan jenis, proporsi dan kombinasi makanan yang
dimakan oleh seorang individu, masyarakat atau sekelompok populasi.
Makanan cepat saji berkontribusi terhadap peningkatan indeks massa tubuh
sehingga seseorang dapat menjadi obesitas. Hal ini terjadi karena kandungan
lemak dan gula yang tinggi pada makanan cepat saji. Selain itu peningkatan
porsi dan frekuensi makan juga berpengaruh terhadap peningkatan obesitas.
Orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak lebih cepat mengalami
peningkatan berat badan dibanding mereka yang mongkonsumsi makanan
tinggi karbohidrat dengan jumlah kalori yang sama (Abramowitz, 2004).
5. Aktivitas fisik
Aktifitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi
otot menghasilkan energi ekspenditur. Penurunan berat badan atau
pencegahan peningkatan berat badan dapat dilakukan dengan beraktifitas fisik
sekitar 60 menit dalam sehari (WHO, 2003).

3.2 Waist Hip to Rasio (WHR)


Waist Hip to Rasio atau WHR adalah suatu metode sederhana untuk
mengetahui obesitas sentral pada orang dewasa dengan mengukur distribusi
jaringan lemak pada tubuh terutama bagianpinggang dengan membandingkan
antara ukuran lingkar pinggang dibandingdengan lingkar perut. Obesitas sentral
dianggap sebagai faktor risiko yang eratkaitannya dengan beberapa penyakit
degeneratif (Sandjadja, 2010).
Pengukuran rasio lingkar pinggang dan panggul yang menghasilkan indeks
tinggi harus memperhatikan penyebabnya karena simpanan lemak atau otot torso
yang berkembang sehingga perlu dilakukan pengukuran tebal lipatan kulit
abdomen untuk mengetahuinya. Tujuan pengukuran lingkar pinggang dan pinggul
adalah untuk mengetahui resiko tinggi terkena penyakit DM II, kolesterol,
hipertensi, dan jantung (Kristanti, 2010). Menurut Karina(2010), lingkar pinggang
dikatakan sebagai indeks yang berguna untuk menentukan obesitas sentral dan
komplikasi metabolik yang terkait. Lingkar pinggang berkorelasi kuat dengan
obesitas sentral dan risiko kardiovaskular. Lingkar pinggang terbukti dapat
mendeteksi obesitas sentral dan sindroma metabolik dengan ketepatan yang cukup
tinggi dibandingkan indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar panggul.Pengukuran
lingkar pinggang dan lingkar pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan
posisi pengukuran harus tetap karena perbedaan posisi pengukuran memberikan
hasil yang berbeda (Sirajuddin, 2011).
Pengukuran lingkar pinggang, responden diminta menggunakan pakaian
yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan
sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan.
Responden harus berdiri tegak dengan perut dalam keadaan rileks. Pengukur
menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur melingkar pinggang secara
horizontal dimana merupakan bagian paling kecil dari tubuh atau pada bagian
tulang rusuk paling terakhir. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat
ukur dengan tepat. Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal dan
alat ukur tidak menekan kulit. Setelah diperoleh hasil, dibaca dengan teliti hasil
pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat.
Pengukuran lingkar panggul dilakukan denganresponden harus berdiri
tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi tubuh dan kaki rapat. Pengukur
jongkok di samping responden sehingga tingkat maksimal dari penggul terlihat.
Kemudian, alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit.
Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran diperoleh data sebagai
berikut, subjek yan digunakan berumur 20 tahun dengan jenis kelamin perempuan
(2907, 1078, dan 1403) dan laki-laki (1505). Subjek 2907 memiliki
lingkar pinggang 65cm dan lingkar panggul 75cm diperoleh nilai WHR sebesar
0,87. Subjek 1505 memiliki lingkar pinggang 63,5cm dan lingkar panggul 74cm
diperoleh nilai WHR sebesar 0,86. Subjek 1078 memiliki lingkar pinggang
68,5cm dan lingkar panggul 83cm diperoleh nilai WHR sebesar 0,83. Subjek
1403 memiliki lingkar pinggang 68cm dan lingkar panggul 80cm diperoleh nilai
WHR sebesar 0,85. Sirajuddin (2011), mengelompokkan atau mengklasifikasikan
resiko kesehatan seseorang berdasarkan nilai WHR pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Klasifikasi Waist to Hip Ratio (WHR)
Kelompok Resiko
Jenis
Umur
Kelamin Low Moderate High Very High
(tahun)
Laki-laki 20-29 <0,83 0,83-0,88 0,89-0,94 >0,94
30-39 <0,84 0,84-0,91 0,92-0,96 >0,96
40-49 <0,88 0,89-0,95 0,96-1,00 >1,00
Perempuan 20-29 <0,71 0,71-0,77 0,77-0,82 >0,82
30-39 <0,72 0,73-0,78 0,79-0,84 >0,84
40-49 <0,73 0,74-0,79 0,80-0,87 >0,87
Sumber : Sirajuddin (2011)
Mengacu pada klasifikasi yang telah ditetapkan oleh Sirajuddin (2011,hasil
pengukuran serta perhitungan dari lima subjek yaitu 2907, 1078, dan 1403
menunjukkan bahwa subjek beresiko sangat tinggi terkena obesitas dan penyakit
degenaratif sedangkan hasil dari subjek 1505 menunjukkan bahwa subjek
memiliki resiko terkena obesitas dan penyakit degeneratif yang cukup
tinggi.
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak
bebas dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan.
Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit
yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh ukuran umur yang
digunakan adalah rasio lingkar pinggal-pinggul (Sirajuddin, 2011). Sebagian
lemak tubuh tersimpan dalam dua cara yang berbeda, yaitu dibagian tengah perut
atau sekitar pinggang (berbentuk buah apel) dan sekitar panggul atau paha
(berbentuk buah pir). Orang dengan tubuh berbentuk apel dan memiliki WHR
besar berisiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan
tubuh berbentuk buah pir yang memiliki WHR rendah. Orang berbentuk apel akan
memiliki lebih banyak lemak terakumulasi di tengah perut atau sekitar pinggang,
sedangkan orang berbentuk buah pir memiliki lemak terakumulasi di panggul atau
paha.
Bila lingkar pinggang dan kadar trigliserida untuk mendeteksi sindroma
metabolik, ditemukan lingkar pinggang 90 cm dikombinasikan dengan kadar
trigliserida plasma puasa >150 mg/dl dapat mendeteksi penderita sindroma
metabolik.Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan lingkar pinggang dapat
digunakan sebagaipemeriksaan uji saring yang mudah, murah dan berguna untuk
mendeteksi sindromametabolic (Karina, 2010).

3.3 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)

Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang
terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot
dan lapisan lemak bawah kulit. LiLA merupakan salah satu cara untuk
mengetahui keadaan gizi Wanita Usia Subur (WUS) yang paling sederhana
dengan cara melingkarkan pita lila di bagian lengan kiri ibu. Dalam pengamatan
dengan menggunakan parameter LiLA (lingkar lengan atas) menunjukkan ukuran
LiLA pada 4 orang subjek yaitu 2907 adalah 24,5 cm ,1505 adalah 22 cm,
1078 adalah 25,5 cm, dan 1403 adalah 27 cm. Jenis kelamin dari semua
subyek adaah perempuan keculai sampel 1505 merupakan jenis kelamin laki-laki.
Pada kode 1505 termasuk yang berada di bawah ukuran normal yaitu 22 cm
sedangkan angka atau batas normal untuk LiLA yaitu 23,5 cm dan ini
membuktikan bahwa subyek tersebut termasuk dalam keadaan KEK (kekurangan
energi kronik). Nilai tersebut mrenyatakan bahwa subyek dianggap menjadi tanda
miskin nutrisi, dikarenakan niai yang didapat kurang dari 23,5.
Pengukuran LiLA rata-rata digunakan pada wanita yang akan
menunjukkan kesehatan ibu, dan lebih dikhususkan untuk ibu hamil. Subyek
1505 termasuk jenis kelamin laki-laki. Oleh karena itu pengukuran ini kurang
efektif jika digunakan pada jenis kelamin laki-laki. LiLA menurut Assefal,dkk
(2012), menunjukkan adanya fenomena yaitu terdapat 3 responden dengan status
KEK tetapi bayinya lahir normal dan responden yang normal tetapi bayinya lahir
BBLR. Hal ini dikarenakan tidak hanya LiLA yang mempengaruhi terjadinya
BBLR. BBLR juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kesehatan ibu dan gizi saat
hamil. Berat badan lahir dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya
Hemoglobin. Anemia gizi akibat kekurangan zat besi sering terjadi karena
meningkatnya volume darah selama hamil, di samping zat besi diperlukan untuk
pembentukan darah dalam tubuh janin. Anemia pada ibu hamil dapat
meningkatkan resiko berat bayi lahir menjadi rendah.
Menurut Assefal,dkk (2012), menyatakan bahwa LiLA pada ibu yang
kurang dari 23 cm dianggap menjadi tanda miskin nutrisi. LiLA tidak berbeda
jauh selama kehamilan dan karena itu merupakan langkah yang tepat status gizi
daripada BMI atau berat badan. Bayi yang lahir dari ibu yang miskin, gizi,
kekerasan fisik dialami selama kehamilan akan mengalami BBLR. Dalam
komunitas ini sebagian besar miskin di mana cakupan ANC rendah, untuk
mengurangi kejadian BBLR, adalah penting untuk meningkatkan akses untuk
perawatan kesehatan ibu. Keterlibatan suami dan masyarakat luas untuk mencari
tindakan kolektif pada BBLR sangat penting.

3.4 Pengukuran Lingkar Perut


Lingkar perut adalah parameter penting untuk menentukan resiko terjadinya
penyakit jantung. Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya obesitas abdominal atau sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh
terhadap kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus(Sandjaja,
2010).Semakin besar lingkar perut seseorang, resiko terjadinya penyakit jantung
pada orang tersebut lebih besar. Pengukuran lingkar perut dilakukan
denganmenggunakan pita meteran. Langkah pertama yaitu menentukan letak
tulang rusuk terbawahdan letak tulang panggul kemudianmenempatkan pita
meteran pada jarak pertengahan antara kedua tulang dan harus sejajar dengan
lantai tanpa memperhatikan letak pusar(Asmayuni, 2007).
Berdasarkan hasil pengukuran lingkar perut pada lima subjek,diketahui
bahwa ukuran lingkar perut dari subjek wanita antara lain 2907 sebesar 67 cm,
1078 sebesar 69,5 cm, dan1403 sebesar 69 cm sedangkan pada subjek pria
1505 lingkar perut sebesar 65 cm.Menurut Gibson (2005), ukuran lingkar perut
yang baik yaitu tidak lebih dari 90 cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80 cm
untuk perempuan. Mengacu pada literature tersebut dapat dikatakan bahwa
keempat subjek pada praktikum ini memiliki ukuran lingkar perut yang normal.
Lingkar perutmerupakan salah satu pengukuran antropometri yang
digunakan untuk mendeteksi apakah seseorang mengalami obesitas atau tidak.
Obesitasadalah keadaan ditemukannya kelebihan lemak dalam tubuh,
terbagimenjadi obesitas umum dan obesitas sentral. Penimbunan lemak
dalamperut yang dikenal dengan obesitas sentral atau obesitas viseral.Berdasarkan
standar Asia wanita dengan lingkar perut 80 cm dan priadengan lingkar perut
90 cm berarti menderita obesitas.

3.5 Pengukuran Tinggi Lutut


Tinggi lutut direkomendasi oleh World Health Organization (WHO) untuk
digunakan sebagai prediktor dari tinggi badan pada seseorang yang berusia 60
tahun (lansia). Proses bertambahnya usia tidak berpengaruh terhadap tulang yang
panjang seperti lengan dan tungkai, tetapi sangat berpengaruh terhadap tulang
belakang. Tinggi lutut diukur dari bawah maleolus lateral fibula ke tumit.
Langkah ini digunakan untuk individu yang 60 tahun atau tidak dapat berdiri
atau memiliki kelainan bentuk tulang belakang(Steven et al, 1998).Menurut
Andrew (2011) mengemukakan bahwa, tinggi lutut adalah penentu beban sendi
lutut. Sebuah pengukuran baru dan menarik yang mungkin terkait dengan struktur
sendi lutut adalah tinggi lutut. Meskipun belum secara resmi diperiksa, alasan
untuk lutut tinggi menjadi penentu penting dari struktur sendi didasarkan pada
hipotesis bahwa panjang tungkai menanamkan momen besar di sekitar lutut,
memproduksi torsi lebih dan beban sendi berikutnya.
Pada pengukuran kepada lima subjek, diperoleh hasil dari pengukuran tinggi
lutut pada beberapa responden antara lain subjek perempuan 2907 sebesar 45
cm, , 1078 sebesar 48 cm, dan 1403 sebesar 46 cm sedangkan pada subjek
laki-laki 1505 sebesar50. Nilai tinggi lutut dimasukkan dalam sebuah rumus
untukmendapatkan nilai tinggi badan sebenarnya berturut-turut 162,43; 167,92;
164,26 dan 164,39. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh selisih dari ketiga
nilai tersebut yaitu berturut-turut -7,43; -13,22; -14,76 dan -0,09. Selisih pada
perhitungan tinggi badan menggunakan alat ukur dibandingkan dengan
pengukuran tinggi badan berdasarkan tinggi lutut mengindikasian bahwa terjadi
perbedaan tinggi badan seseorang sebenarnya. Selisih ini mengindikasikan bahwa
kurvatura tulang belakang menurun seiring bertambahnya usia, sedangkan tinggi
lutut hanya sedikit berubah (Marais et al., 2007). Berdasarkan selisih ini, dapat
diketahui bahwa tulang belakang seseorang tidak mengalami pertumbuhan
sebagaimana mestinya sehingga tinggi badan yang seharusnya dapat dicapai
menjadi tidak dapat dicapai. Semakin besar nilai selisih tinggi badan dengan
tinggi lutut maka pertumbuhan kurvatura tulang belakang semakin rendah.
Selisih terendah dimiliki oleh subjek laki-laki yaitu 1505. Menurut
Fatmah (2006), Laki-laki memiliki kepadatan tulang dan tubuh lebih besar
daripada wanita. Wanita cenderung mengalami keretakan tulang di bagian
pinggang dan tulang belakang, sementara retak pada pergelangan tangan jarang
terjadi.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Subjek 2907 memiliki status gizi normal dengan nilai IMT 21,065. Subjek
1505 memiliki status gizi kurang dengan nilai IMT 15,247 sedangkan
subjek 1078 dan 1403 memiliki status gizi lebih dengan nilai IMT
berturut-turut 23,998 dan 24,279.
2. Subjek 1505 memiliki resiko obesitas cukup tinggi berdasarkan nilai WHR
sebesar 0,86 dan subjek 2907, 1078, dan 1403 memiliki resiko obesitas
sangat tinggi berdasarkan nilai WHR berturut-turut sebesar 0,87; 0,83; dan
0,85.
3. Pengukuran LiLA pada subyek yang memiliki nilai dibawah titik normal
yaitu 23,5 cm adalah subjek 1505 yang menyatakan bahwa subjek
tersebut termasuk dalam keadaan KEK (kekurangan energi kronik).
4. Lingkar perut pada subjek yang diteliti memiliki nilai yang normal sehingga
resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler rendah
5. Subjek 1505 memiliki pertumbuhan kurvatura tulang belakang yang normal
karena memiliki selisih tinggi badan sebenarnya dengan tinggi badan
berdasarkan tinggi lutut sangat kecil.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum penilaian status gizi selanjutnya menggunakan
respon dengan jumlah laki-laki dan perempuan sama dan memiliki variasi umur
yang berbeda sehingga mahasiswa mampu mengetahui perbedaan status gizi dari
jenis kelamin dan usia.
DAFTAR PUSTAKA

Abramowitz, M. 2004. Diseases and Disorder: Obesity. USA:Smith GS, editor.


Lucent Books.
Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Andrew, J.T. 2011. The associations between body and knee height measurements
and knee joint structure in an asymptomatic cohort. 1-7
Assefa, N,. Berhane, Y. & Worku, A. (2012). Wealth Status, Mid Upper Arm
Circumference (MUAC) and Antenatal Care (ANC) Are Determinants for
Low Birth Weight in Kersa, Ethiopia. PLoS ONE www.plosone.org June
2012, Vol. 7 Issue 6 e39957.
Asmayuni. 2007. Kegemukan (Overweight) pada perempuan umur 25-50 tahun.
Padang Panjang: Kesehatan Masyarakat.
Fatmah. 2006. Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut
(Manula) Berdasarkan Usia dan Etnis Pada 6 Panti Terpilih di DKI Jakarta
dan Tangerang Tahun 2005. Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 1, Juni
2006: 7-16
Gibson, Rosalind S. 2005. Principles Nutritional Assesment. Oxford: University
Press.
Hartriyanti, Y., dan Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi, dalam Gizi dan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hill JO.2006.Obesity: Etiology in Modern Nutrition in Health and Disease.
Lippincot Wilkins. USA [internet]. Available from
http://www.itd.unair.ac.id/files/ebook/html [diakses 8 Juni 2017]
Kantachuvessiri, A., Sirivichayakul, C., KaewKungwal, J., Tungtrongchitr, R.,
danLotrakul, M. Factors associated with obesity among workers in a
metropolitan 69 69 waterworks authority. Southeast Asian J Trop Med
Public Health. 2005; 36:1057-65.
Karina, E. 2010. Besar Resiko Lingkar pinggang Pinggul dan Asupan Natrium
Terhadap Kejadian Hipertensi. Cermin Dunia Kedokteran. XXI: 239-298.
Kristanti. 2010. Penyakit Akibat Kelebihan dan Kekurangan Vitamin, Mineral dan
Elektrolit. Yogyakarta : Citra Pustaka.
Marais D, Marais ML, Labadarios D. 2007. Use of knee height as a surrogate
measure of height in older South Africans. SAJCN 2007;20(1)
Markenson JA., 2004. An In-Depth Overview of Osteoarthritis for Physician.
http://hss.edu/ [diakses 7 Juni 2017]
Sandjadja. 2010. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas.
Sirajuddin,S. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi
Secara Biokimia dan Antropometri. Makassar: Universitas Hasanuddin .
Steven, june., Jianwencai., Pamuk, E., Williamson, Df., Michaelj. Thun, M.D.,&
Joy L. Wood, M.S.. 1998. The Effect Of Age On The Association Between
Body-Mass Index And Mortality. The New England Journal Of Medicine
Vol. 338 Januari 1, 1998no.1
Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC
Supriyanto,A.2013.HealthCorner.
http://yourhealthdreaming.blogspot.com/2013/07/berapa-berat-badan-
sebaiknya.html[diakses 7 Juni 2017]
Wignjosoebroto, S. 2008. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Guna
Widya
World Health Organization. 2004. Physical Activity and
Sport.http://whqlibdoc.who.int/hq/2003/WHO_NMH_NPH_PAH_03.2.pdf
[diakses 8 Juni 2017]
World Health Organization. 2010.Obesity and overweight. http//:www.who.int,/
[diakses 7 Juni 2017]
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Rumus:
IMT = BB (kg) / (TB)2 (m)
Perhitungan:
2907 = 50,6 / (1,55)2 = 50,6 / 2,402 = 21,065
1505 = 41 / (1,64)2 = 41 / 2,689 = 15,247
1078 = 56,9 / (1,54)2 = 56,9 / 2,371 = 23,998
1403 = 53,9 / (1,49)2 = 53,9 / 2,220 = 24,279

2. Waist Hip to Rasio (WHR)


Rumus:
Rasio WHR = Lingkar pinggang / Lingkar panggul
Perhitungan:
2907 = 65 / 75 = 0,87
1505 = 63,5 / 74 = 0,86
1078 = 68,5 / 83 = 0,83
1403 = 68 / 80 = 0,85

3. TB/TL
Rumus:
Laki-laki = 64,19 + (2,02 TL) (0,04 U)
Perempuan = 84,88 + (1,83 TL) (0,24 U)
Perhitungan:
1505 = 64,19 + (2,02 x 50 cm) (0,04 x 20)
= 64,19 + 101 cm 0,8
= 164,39 cm
2907 = 84,88 + (1,83 x 45 cm) (0,24 x 20)
= 84,88 + 82,35 4,8
= 162,43 cm
1078 = 84,88 + (1,83 x 48 cm) (0,24 x 20)
= 84,88 + 87,84 4,8
= 167,92 cm
1403 = 84,88 + (1,83 x 46 cm) (0,24 x 20)
= 84,88 + 84,18 4,8
= 164,26 cm

Selisih
Rumus: TB TL
Perhitungan:
2907 = 155 162,43 = -7,43
1505 = 164,3 164,39 = -0,09
1078 = 154,7 167,92 = -13,22
1403 = 149,5 164,26 = -14,76

Anda mungkin juga menyukai