PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan umat manusia. Karenanya manusia harus senantiasa mencari dan
menuntut ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan salah satu faktor penting yang mengharuskan manusia untuk selalu
mengembangkan keilmuannya agar dapat beradaptasi di dunia modern yang kaya
akan kemajuan ilmu dan teknologi. Dibalik kemajuan yang pesat ilmu
pengetahuan dan teknologi kita sebagai umat muslim hendaknya memberikan
perhatian kepada dunia pendidikan Islam. Karena sebagai seorang muslim kita tak
dapat cukup menguasai ilmu pengetahuan teknologi yang bersifat duniawi saja,
karena ilmu pengetahuan yang bersifat duniawi itu hanya sebagian jalan kita
sebagai muslim untuk mencapai kehidupan yang kekal yaitu kehidupan akherat.
Maka untuk mencapai tujuan utama umat muslim, kita harus membalut semua
aktivitas dengan nilai-nilai Islam, salah satu jalan untuk mencapainya yaitu
dengan jalan mempelajari Pendidikan Islam.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang tak bisa dihindarkan
dari ilmu pengetahuan. Untuk menciptakan manusia yang mempunyai wawasan
atau pengetahuan yang luas, maka diperlukannya suatu lembaga pendidikan
sebagai wadah untuk mencetak manusia yang berpengetahuan luas. Pendidikan
adalah suatu usaha sadar yang dilakukan seseorang atau sekumpulan orang untuk
mengembangkan potensi yang ada yang ada pada diri seseorang atau anak didik
untuk menuju kedewasaan, agar anak didik tersebut mengetahui mana yang baik
dan mana yang buruk. Falsafah pendidikan Islam adalah suatu pemikiran yang
serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu dan logis, menyeluruh serta
universal yang tertuang atau tersusun dalam bentuk atau konsep sebagai suatu
sistem (Arifin, 2000: 29). Dalam konsep Islam pendidikan sebagai usaha
membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan
jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap.
1
Dalam makalah ini penulis akan menguraikan mengenai konsep filosofis
tentang komponen-komponen pendidikan Islam yang berisi tentang tujuan,
metode, materi, peranan guru, kedudukan peserta didik, pengaruh lingkungan di
dalamnya, serta pengertian dan komponen pendidikan Islam dalam pandangan
Mahmud Yunus dan 'Athiyah al-Abrasyi.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk dapat mengetahui tujuan dari pendidikan Islam;
2. Untuk dapat mengetahui metode pendidikan Islam;
3. Untuk dapat mengetahui materi pendidikan Islam;
4. Untuk dapat mengetahui peranan guru dalam pendidikan Islam;
5. Untuk dapat mengetahui kedudukan peserta didik dalam pendidikan
Islam;
6. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan dalam Pendidikan Islam;
7. Serta untuk mengetahui pengertian dan komponen pendidikan Islam
dalam pandangan Mahmud Yunus dan 'Athiyah al-Abrasyi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
3
Pada ayat ini Allah taala memerintahkan agar senantiasa ada sekelompok
manusia yang memperdalam ilmu pengetahuan meski sedang ada perintah jihad.
Hal ini menunjukkan, kebutuhan suatu bangsa terhadap jihad dan para mujahid
sama seperti kebutuhan bangsa terhadap ilmu dan para ulama. Al Mawardi,
memberikan sebuah pengertian bahwa tujuan atas seluruh peristiwa apapun dalam
kehidupan orang beriman adalah untuk mengambil pelajaran dalam rangka
meningkatkan keimanan mereka dan meraih kedudukan yang lebih baik dalam
ketaqwaan kepada Allah taala. Dalam ayat ini peristiwa pergi berperang / sariyah
maupun memperdalam pengetahuan adalah untuk tujuan pendidikan tersebut (Al
Mawardi).
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
5
Artinya: Diriwayatkan dari Utsman, dari Rasulullah SAW bersabda "Sebaik-baik
orang dari kalian adalah orang yang mempelajari al Qur'an dan mengajarkannya
kepada orang lain." (shahih Bukhari: 5027).
6
banyaknya contoh di lapangan betapa merajalelanya manusia yang pintar secara
keilmuan akan tetapi bodoh secara moral, mereka menjadi penjahat-penjahat kelas
tinggi, menjadi pencuri-pencuri berdasi, serta pejabat-pejabat yang korupsi.
Mereka itulah orang-orang terpelajar yang tidak terdidik.
Guru sebagai pendidik haruslah bersikap lemah lembut, tidak melakukan
kekerasan kepada peserta didiknya sehingga akan menjadi teladan yang baik bagi
peserta didiknya. Kewajibanlah bagi pendidik untuk memberi teladan yang baik
kepada peserta didiknya yang diatur oleh UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 40 ayat
2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sejak keluarnya UU Nomor 23 Tahun
2002 yang mengatur kekerasan terhadap anak atau UU Perlindungan Anak yang
sekarang diubah menjadi UU RI Nomor 35 Tahun 2014 pada pasal 9 ayat 1a maka
kekerasan terhadap peserta didik oleh pendidik, tenaga kependidikan maupun
sesama peserta didik sangat diharamkan untuk dilakukan. Berikut Rasulullah
SAW bersabda:
Artinya: Jadikanlah kamu para pendidik yang penyantun, ahli fiqh, dan berilmu
pengetahuan. Dan dikatakan predikat rabbani jika seseorang telah
mendidik manusia dengan ilmu pengetahuan, dari sekecil-kecilnya
sampai menuju yang tinggi (H.R. Bukhari dari Ibnu Abbas)
7
.
1868- Dari Jarir bin Abdullah RA, dia berkata, "Pada suatu ketika, beberapa orang
Arab badui datang menemui Rasulullah SAW dengan mengenakan pakaian dari
bulu domba {wol}. Lalu Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang
menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat membutuhkan pertolongan.
Akhirnya, Rasulullah SAW menganjurkan para sahabat untuk memberikan
sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk
melaksanakan anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah
beliau." Jarir berkata, "Tak lama kemudian, seorang sahabat dari kaum Anshar
datang memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian
diikuti oleh beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu, datanglah beberapa orang
sahabat yang turut serta menyumbangkan sedekahnya {untuk diserahkan kepada
orang-orang Arab badui tersebut} hingga tampaklah keceriaan pada wajah
Rasulullah SAW." Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa dapat
memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut
dapat diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala
sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan
suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh
orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang
diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka
peroleh sedikitpun." {Muslim 8/61}
8
Peserta didik sebagai objek dan sekaligus subjek pendidikan sangat
memerlukan perhatian dan kasih sayang dari para pendidik. Antara keduanya
memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menunjang kelancaran pelaksanaan
proses pendidikan. Karena proses pendidikan akan berjalan sesuai harapan jika
masing-masing pendidik dan peserta didik memahami dan melaksanakan hak dan
kewajibannya. Jika pendidik berkewajiban memberikan bimbingan, nasehat,
pengarahan, serta ilmu pengetahuan sesuai dengan bidangnya maka adalah hak
peserta didik untuk menerima semua itu dari pendidik. Dan jika peserta didik
berkewajiban untuk memberikan penghormatan, penghargaan, serta perlakuan
yang baik dan sopan terhadap pendidik maka adalah hak seorang pendidik untuk
memperoleh itu semua dari peserta didik. Karena itu Ali bin Abi Thalib
karramallahu wajhahu pernah mengatakan bahwa ada persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi peserta didik untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dari
seorang pendidik.
Demikian katanya:
, :
. , , ,
Peringatan dari Ali bin Abi Thalib di atas memberikan gambaran kepada
kita bahwa untuk dapat mencapai cita-citanya pencari ilmu harus memenuhi enam
persyaratan yaitu cerdas, penuh harap (optimisme), shabar, berbekal, mengikuti
petunjuk guru, dan memiliki waktu yang cukup.
9
beraktifitas, sehingga orang bijak bilang bahwa
: bahwa
10
menurutnya metode keteladananlah yang paling handal untuk diterapkan dalam
proses pendidikan Islam, karena betapapun guru menguasai materi ajar, dapat
menyampaikannya secara baik, runtut, dan sistematis, saranadan prasarana
pendidikan memadai, akan tetapi jika mental serta akhlak guru tidak layak untuk
diteladani, atau dengan kata lain guru tidak memberikan teladan yang baik kepada
peserta didik maka dapat dikatakan bahwa pembentukan kepribadian peserta didik
yang menjadi bagian penting dari tujuan pendidikan sulit untuk mencapai sasaran.
11
pengetahuan baik yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat umum. Oleh
karenanya ia tidak sependapat dengan pemahaman yang membuat dikhotomi
antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum, karena baginya agamawan
yang baik adalah yang sekaligus ilmuwan, dan sebaliknya ilmuwan yang baik
adalah yang agamis. Karena itu menurutnya tidak ada alasan untuk memisahkan
antara ilmu agama dan ilmu umum, tetapi keduanya justru harus saling
melengkapi. Sama halnya dengan filsafat pendidikan islam tidak bisa dipisahkan
dari filsafat pendidikan umum, karena kedua ilmu ini harus saling menopang satu
sama lain agar terciptanya agamawan yang baik yang sekaligus ilmuwan seperti
yang dicita-citakan oleh Yunus.
12
tempat bermain, dan 4. Lingkungan pergaulan (Yunus, 1978; 27). Lebih dari itu
ia menambahkan bahwa lingkungan bermain serta lingkungan dimana anak didik
tinggal sangat bisa jadi memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap
pembentukan karakter kepribadian anak didik, hal itu dikarenakan waktu yang
dilalui anak di lingkungan tempat tinggal serta lingkungan bermain lebih lama
daripada waktu yang dia habiskan di sekolah /lembaga pendidikan formal. Karena
itu menurutnya untuk menunjang keherhasilan pendidikan di sekolah sesuai yang
diharapkan, tidak bisa tidak anak didik harus diupayakan untuk tinggal di
lingkungan baik keluarga maupun masyarakat yang baik, yang selaras dan
mengacu kepada nilai-nilai yang selaras dengan nilai-nilai pendidikan yang telah
diterimanya di sekolah.
13
Sejalan dengan pendapat Al-Ghazali, Ibnu Sina dan juga Ibnu Khaldun,
'Athiyah al- Abrasyi telah menetapkan kaidah-kaidah dasar dalam pendidikan
Islam sebagai berikut:
a. Tidak memberikan batasan usia kapan anak harus mulai belajar
b. Menjamin kebebasan peserta didik untuk memilih dan menentukan
disiplin ilmu yang akan ditekuni sesuai dengan bakat dan
kecenderungannya.
c. Perlunya diadakan perbedaaan metode mengajar bagi anak-anak dan orang
dewasa.
d. Tidak dimungkinkannya seorang pendidik mengajarkan dua disiplin ilmu
yang berbeda dalam waktu yang sama. Athiyah menganggap disiplin ilmu
yang berbeda memiliki materi pelajaran yang berbeda sehingga metode
yang diterapkan juga berbeda. Oleh karena itu, tidak mungkin dua disiplin
ilmu menggunakan metode pembelajaran yang sama.
e. Adanya tuntutan bagi para pendidik untuk senantiasa mengikuti
perkembangan peserta didiknya baik secara fisik, psikis, motorik maupun
kognitifhya.
Dengan mempertimbangkan beberapa kaidah dasar tersebut di atas maka
'Athiyah kemudian menyimpulkan bahwa bagi setiap materi pelajaran yang
berbeda dapat diterapkan metode yang berbeda pula yang dianggap lebih sesuai
dan lebih layak, dengan mempertimbangkan kondisi peserta didik sebagaimana
tersebut di atas. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa untuk pendidikan tingkat
anak-anak sebaiknya menggunakan metode induksi, sedangkan untuk yang
setingkat lebih tinggi dengan metode deduksi.
14
filsafat, kedokteran serta ilmu ketatanegaraan di samping ilmu agama. Dengan
demikian ' Atiyah beranggapan bahwa materi pendidikan Islam tidak terbatas pada
ilmu-ilmu keagamaan saja akan tetapi meliputi semua ilmu yang dapat
memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia.
Adapun terhadap ilmu pengetahuan non syari'ah ia telah
mengklasifikasikannya menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Ilmu yang diperoleh dengan indera dan akal, seperti: fisika, biologi,
kimia, matematika, dan lain sebagainya.
b. Ilmu yang diperoleh dengan keahlian dan keterampilan, seperti:
melukis, menggambar, memahat, dan lain sebagainya.
c. Ilmu yang bersumber dari intuisi (perasaan), seperti: syair, puisi, seni
suara, musik dan lain sebagainya.
15
Dari paparan pendapat-pendapat Mahmud Yunus dan' Athiyah al-Abrasyi
tentang arti dan komponen-komponen pendidikan Islam di atas, dapat penulis
simpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Keduanya melihat bahwa di antara lima komponen yang ditawarkan dalam
pendidikan yaitu tujuan, materi, metode, dan peranan guru/pendidik serta
kedudukan peserta didik, menurut keduanya komponen pendidik memegang
peranan paling penting, karena dialah aktor utama dalam mentransfer ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai kepada peserta didik. Walaupun tentu dengan
tanpa harus mengabaikan unsur-unsur lain dari komponen pendidikan.
2. Mahmud Yunus dan Muhammad 'Athiyah al-Abrasyi sependapat lingkungan
tempat tinggal memiliki pengaruh yang cukup signifikan di dalam turut
membentuk kepribadian peserta didik, oleh karena itu menjadi kewajiban
orang tua untuk menciptakan lingkungan yang menunjang pengembangan
potensi-potensi anak secara baik.
3. Ada persoalan yang belum terakomodasikan dalam komponen pendidikan
perspektif keduanya yang perlu segera dipikirkan dan ditindak lanjuti, yaitu
terkait dengan pemanfaatan media yang dapat membantu menunjang
pengembangan potensi perserta didik dalam proses pendidikan, tentunya
dengan tidak sampai mengarah kepada hal-hal yang merusak moral peserta
didik.
4. Perlu segera dicari alternatif-alternatif untuk menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi pengembangan potensi peseita didik secara optimal, yaitu
dengan memperbanyak lembaga-lembaga pendidikan dengan model
pesertadidik diasramakan.
KEPUSTAKAAN
16
Qutub, Muhammad. Minhaj at-Tarbiyah al-Islamiyah. Mesir: Dar al-Qalam.
Tafsir Syaikh al-Ardh. (1976). Al-Madkhal lla Falsafati Ibnu Sina. Beirut: Dar al
Anwar.
Husain, Sajjad. Ashraf, Ali H. (1979). Crisis in Muslim Education. Jeddah: King
Abdul Aziz University.
Al Mawardy, Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Muhammad bin habib al
Bashariy al Baghdady, tt, an Nukat wal Uyun, Beirut-Libanon : Daar al
Kutub al Ilmiyyah.
17