Anda di halaman 1dari 3

INFORMED CONSENT

1. Definisi Informed Consent


Informed consent adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan
dari persetujuan tindakan medik. Informed diartikan telah diberitahukan, telah
disampaikan, atau telah diinformasikan dan consent yang berarti persetujuan yang
diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas
dari informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter
untuk berbuat sesuatu setelah mendaptkan penjelasan atau informasi. Pengertian lain
dikemukakan oleh Komalawati yang dimaksud dengan informed consent adalah suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter
terhadap dririnya, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya
medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai
segala resiko yang mungkin terjadi.
Karena pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan dilakukan
terhadap dirinya dengan segala resikonya, maka informed consent merupakan syarat
subjektif terjadinya transaksi terapeutik dan merupakan hak pasien yang harus
dipenuhi sebelum dirinya menjalani suatu upaya medis yang akan dilakukan oleh
dokter terhadap dirinya. Maka informed consent bukan hanya sekedar mendapatkan
formulir persetujuan tindakan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarganya
tetapi persetujuan tindakan medik adalah sebuah proses komunikasi intensif untuk
mencapai sebuah kesamaan persepsi tentang dapat tidaknya dilakukan sebuah
tindakan, pengobatan, perawatan medis. Jika proses komunikasi intensif ini telah
dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu antara dokter sebagai pemberi pelayanan dan
pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan maka hal tersebut dapat dikukuhkan
dalam bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak,
demikian halnya jika bahwa ternyata setelah proses komunikasi ini terjadi dan
ternyata pasien menolak maka dokter wajib untuk menghargai keputusan tersebut dan
meminta pasien untuk menandatangani surat pernyataan menolak tindakan medik.
Jadi informed consent adalah sebuah proses bukan hanya sekedar mendapatkan tanda
tangan lembar persetujuan tindakan.
2. Isi informed consent
Materi/isi informasi yang harus disampaikan :
a. Diagnosa dan tata cara tindakan medis/kedokteran tersebut.
b. Tujuan tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan.
c. Alternatif tindakan lain, dan resikonya.
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan
f. Perkiraan biaya.
3. Dasar Hukum Informed Consent
a. Landasan filosofis
Ada doktrin A man is the master of his own body yang bersumber pada hak
asasi manusia, yaitu the right to self determination, atau hak untuk
menentukan nasibnya sendiri, adalah landasan filosofis dari informed consent.
Berdasarkan doktrin tersebut tindakan apapun sifatnya adalah offensive touching
(termasuk tindakan medis)harus mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari yang
memiliki tubuh. Sehingga tindakan medis tanpa informed consent secara filosofis
dianggap melanggar hak, meskipun tujuannya baik serta demi kepentingan
pasien.

b. Landasan etika
Landasan etika dari informed consent adalah 4 prnsip dasar moral, yaitu :
beneficience, non-maleficience, autonomy, dan justice. Dalam hal ini informed
consent adala perwujudan dari prinsip autonomy.
c. Landasan hukum
Peraturan perundangan yang menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan
informed consent adalah :
1) UU No.29 Tahun 2004 tantang Praktik Kedokteran (pasal 45)
a) Non-selective (berlaku untuk semua tindakan medis)
b) Harus didahului dengan penjelasan yang cukup sebagai landasan bagi
pasien untuk menngambil keputusan.
c) Dapat diberikan secara tertulis atau lisan (dapat dengan ucapan
ataupun anggukan kepala)
d) Untuk tindakan medis beresiko tinggi harus diberikan secara tertulis.
e) Dalam keadaan emergenci tidak diperlukan informed consent, tetapi
sesudah sadar wajib diberitahu dan diminta persetujuan.
f) Ditandatangani oleh yang berhak
g) Disini yang dimaksud dengan tindakan medis beresiko tinggi dalah
tindakan bedah dan tindakan invasif lainnya.
2) UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 56
3) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 32 (k)
4) Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/MENKES/PER/III/2008

Anda mungkin juga menyukai