STATUS PASIEN
Nama Suami :-
Umur :-
Alamat :-
Pekerjaan :-
Agama :-
Golongan Darah :-
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis dengan pasien dan keluarga asien tanggal
20 Agustus 2017
a. Keluhan Utama
Meludah keluar darah, nyeri perut bawah yang hilang timbul, kaki kiri bengkak.
c. Riwayat haid
Menarche pada usia 16 tahun, Haid teratur 28 hari, lamanya 5-6 hari, darah haid
biasa, nyeri haid tidak ada, 3 kali ganti pembalut.
d. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, Usia perempuan saat menikah 17 tahun, usia suami saat menikah
28 tahun.
e. Riwayat Obstetri
P5 A0
Anak pertama : Laki-laki, 36 tahun (1981)
Anak Kedua : Perempuan, 35 tahun (1982)
Anak Ketiga : Laki-laki, 34 tahun (1983)
Anak Keempat : Laki-laki, 28 tahun (1989)
Anak Kelima : Laki-laki, 25 tahun (1992)
Pemeriksaan Antropometri
Berat Badan : 47 kg
Tinggi Badan : 150 cm
Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Normocephal, deformitas (-)
Rambut : Rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva pucat +/+, Sklera ikterik -/-
Telinga : Normotia, tidak ada sekret
Hidung : Bentuk normal
Mulut : Tonsil T1/T1, karies gigi (-)
Leher : dalam batas normal
Thorax :
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- +/- (Pedis sinistra)
Akral Dingin -/- -/-
Refleks Fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-
JENIS HASIL
Nilai Rujukan
PEMERIKSAAN 21-08-2017 12:36:33 Saat Ini
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 8.7 12.0 - 16.0 g/dL
Hematokrit 27 37 - 47 %
Eritrosit 3.1 4.3 - 6.0 juta/uL
Leukosit 15570 4,800 - 10,800 /uL
Trombosit 456000 150,000 - 400,000 /uL
MCV 85 80 - 96 fL
MCHC 28 27 - 32 pg
MCHC 33 32 - 36 g/dL
HASIL
JENIS PEMERIKSAAN Nilai Rujukan
21-08-2017 12:36:33 Saat Ini
HEMATOLOGI
KOAGULASI
WAKTU PROTROMBIN
(PT)
*Kontrol 10.6 detik
Duplo
*Pasien > 120 ** 9.3 - 11.8 detik
APTT
*Kontrol 32.6 detik
*Pasien > 180 ** 31 - 47 detik
V. RESUME
Pasien Karsinoma Serviks Post Histerektomi Radikal datang ke IGD RSPAD dengan
keluhan meludah keluar darah sejak 2 hari SMRS yang hilang timbul tanpa sebab yang
jelas. Pasien mengeluh terdapat nyeri yang hilang timbul pada bagian perut bawah serta
pembengkakan yang terjadi pada kaki kirinya sejak 2 minggu SMRS.
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Secara histologis, permukaan serviks mempunyai dua macam epitel yaitu epitel
kolumner dan skuamosa. Epitel kolumner ini terdiri dari dua macam sel, yaitu sel yang tidak
bersilia yang memproduksi lendir atau mukus yang berfungsi membasahi kanalis servikalis
dan sel yang bersilia yang berfungsi membersihkan lendir pada endoserviks. Epitel kedua
yaitu epitel skuamosa, epitel skuamosa ini menutupi ektoserviks, terdiri dari empat lapis
sel.2
Jika terdapat mutagen pada serviks seperti HPV atau bahan lain yang mengandung DNA
pada saat fase aktif atau fase awal dari metaplasia, maka sel-sel metaplastik dapat berubah
menjadi sel-sel yang berpotensi ganas, dengan demikian dapat terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia.
Karsinoma serviks adalah salah satu keganasan pada wanita, menempati urutan pertama
di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia dan sebagai penyebab kematian
utama.5
Banyak kasus baru yang ditemukan setiap tahunnya dan hampir 80 % terjadi di negara
berkembang. Menurut dr. Fielda Djuita, SpRad (K) Onk. Rad dari bagian Instalasi
Radioterapi RS Kanker Dharmais, Jakarta, karsinoma serviks merupakan keganasan
pertama pada wanita pada periode 1995 2002. Dari data 13 pusat patologi di Indonesia,
angka kejadian karsinoma serviks mencapai 28,7 %. Jumlah pasien di RS Kanker Dharmais,
pada tahun 1995 2002, angka kejadiannya mencapai 1259 pasien. Sedangkan pada periode
2003 2004, angkanya sudah mencapai 402 pasien. Sedangkan data Departemen Kesehatan
menyebutkan di Indonesia terdapat 90 100 kasus baru karsinoma serviks per 100.000
penduduk. Setiap tahunnya terjadi 200.000 kasus baru karsinoma serviks di Indonesia.
Sebagian besar kasus terdiagnosis pada stadium invasif lanjut dengan keadaan umum dan
sosial ekonomi relatif rendah dan disertai oleh berbagai penyulit.5
Berbeda dengan negara maju seperti Amerika Serikat, didapatkan data pada tahun 2007
terdapat 11.150 kasus baru dan angka kematian mencapai 3670. Angka kejadian berbeda
pada negara maju seperti Belanda. Insidensi karsinoma serviks mencapai 10 12 kasus baru
tiap 100.000 wanita tiap tahun. Kematian oleh karsinoma serviks adalah 5,8 tiap 100.000
wanita tiap tahun. Dengan kata lain, di Belanda tiap tahun mencapai 325 wanita meninggal
sebagai akibat karsinoma serviks.5
Seharusnya angka penderita penyakit ini bisa ditekan bila lebih awal diketahui
adanya karsinoma serviks. Masalahnya lebih dari 70% penderita datang terlambat
memeriksakannya ke dokter. Padahal keterlambatan pemeriksaan bisa berpengaruh pada
harapan hidup, selain biaya yang dibutuhkan lebih besar.6
2.3. Faktor Risiko
Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara lesi pra
kanker dan kanker serviks dengan aktivitas seksual dini. Khususnya sebelum umur 16 tahun.
Faktor risiko ini dihubungkan dengan adanya karsinogen yang bekerja pada zona
transformasi serviks yang sedang berkembang, yang merupakan fase yang paling berbahaya
bila terpapar dalam 5 10 tahun terus menerus.4
Berdasarkan hasil penelitian, faktor risiko yang diduga terkait dengan berkembangnya
karsinoma serviks:
1. Infeksi humanpapillomavirus (HPV) dipercaya terlibat dalam perkembangan karsinoma
serviks. 5 HPV merupakan faktor etiologi terbesar pada karsinoma serviks. Tetapi tidak
semua lesi preinvasif akan berkembang menjadi keganasan. Karsinoma serviks
mempunyai ciri berkembang dalam 10 15 tahun setelah infeksi awal HPV sampai
terjadi HSIL, bahkan karsinoma serviks.7
Menurut Retnowardani (1996), perubahan keganasan epitel normal dapat terjadi karena:
a. Pasien terinfeksi oleh HPV, protein virus menyebabkan inaktivasi fungsi normal dari
protein P53, dimana protein berfungsi utnuk menekan proses proliferasi sel.
b.
Pasien tidak terinfeksi oleh HPV tetapi mengalami mutasi gen p53 sehingga menjadi
tidak berfungsi sebagaimana mestinya.8
Sexual activity
HPV exposure
Glandular
Intraepitelial lesion
Low Grade : High Grade : (adenocarcinoma in situ) High- and High-
risk HPVs
low risk High-risk HPVs
HPVs 16, 18, 45
Rare
Smoking, oral contraceptives, high parity, altered
immune status, Host gene alterations, time
e. Lymphangiography
Evaluasi nodus lympaticus dengan limphangiograpi memberi hasil positif palsu 20-
40% dan negatif palsu 10-20%. Cara ini sekarang jarang digunakan, karena fungsinya
digantikan dengan USG.14
f. Ultrasonography
Ultrasonography mempunyai 2 dasar yang digunakan untuk mengevaluasi pasien
yang menderita Ca cervix. Evaluasi ginjal dan traktus urinarius bagian atas dengan USG
merupakan prosedur yang baik dan prosedur ini seringkali lebih dipakai sebagai pengganti
Intravenous pyelogram. Dengan lebih berkembangnya probe yang bisa digunakan untuk
pemeriksaan transrectal dan transvaginal, USG juga bisa digunakan untuk mengevaluasi
ukuran dari lesi yang ada di cervix dan penyebaran tumor sampai ke parametrium atau
organ-organ yang ada disekitarnya.14
Invasi ke dinding Vesica urinaria dapat dideteksi dengan USG transvaginal yaitu
dengan menempatkan transduser diantara forniks anterior vagina dan dinding Vesica
urinaria pada arah sagital. Gerakan dari dinding Vesica urinaria dapat dinilai dengan
kemampuan USG transvaginal yang memotong corpus uteri ketika probe menekan Vesica
urinaria pada forniks anterior.14
g. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kemampuan multiplanar pada MRI yaitu secara sempurna dapat memvisualisasikan
cervix dan jaringan sekitarnya yang kadang sulit dibedakan oleh CT / USG. Terdapat
perbedaan secara klinik diantara stadium IB, IIA dan IIB. Masing-masing penting dibedakan
karena stadium Ca IIA (tanpa invasi ke parametrium) biasanya diterapi dengan
pembedahan dimana Ca IIB (dengan invasi ke parametrium) biasanya diterapi dengan
radioterapi.14
h. Laparoscopy
Pemeriksaan ini untuk melihat keadaan rongga abdomen untuk melihat adanya
perluasan ke nodus lympaticus para aorta atau ke organ-organ peritoneal lainnya.14
i. Isotope bone scan
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya perluasan ke tulang, meskipun hal ini jarang.15
2. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi yang dapat dilakukan untuk skrining karsinoma serviks adalah
pap smear yang akan dibahas selanjutnya.
3. Tes DNA HPV (PCR)
Tes ini merupakan alat penapis nonvisual, karena sampel diperiksa dengan cara
polimerisasi PCR (Polymerase Chain Reaction). Tes ini dapat mendeteksi adanya
karsinoma serviks pada stadium dini (lesi pra kanker). HPV dapat dideteksi dengan cara
apusan lendir serviks kemudian dimasukkan dalam media cair untuk pemeriksaan.16
Di negara maju tes DNA HPV merupakan pemeriksaan rutin serviks. Biaya
pemeriksaan yang relatif mahal menjadi kendala mengapa tes ini tidak populer di negara
berkembang.16
2.8.3 Kolposkopi
Pemeriksaan ini dilakukan pada wanita yang telah menjalani pemeriksaan pap smear
dengan hasil ditemukan hasil sitologi abnormal, atau sel atipik yang dicurigai adanya
keganasan (class III atau lebih) dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ini. 11,14
Indikasi dilakukan kolposkopi adalah :
1. Adanya hasil pap smear yang abnormal atau tes HPV (+)
2. Secara klinis abnormal atau kecurigaan dari gambaran serviks
3. Perdarahan intermenstrual atau postcoital bleeding
4. Adanya neoplasia vulva atau vagina
Dengan metode ini pasien dapat diklasifikasikan: 10,13
- Yang memiliki gambaran normal transformation zone (very low risk of cervical
neoplasia)
- Gambaran abnormal transformation zone (high risk of cervical neoplasia)
- Hasil yang tidak memuaskan (membutuhkan hasil evaluasi laboratorium lebih
lanjut)
Lesi dengan jarak kapilaritas yang luas, densitas putih pada epitel, serta epitel yang
tajam, memberikan hasil yang lebih berat daripada gambaran yang kurang dari yang
disebutkan.10
Gambaran permukaan yang irreguler sebaiknya diduga suatu karsinoma meskipun
condiloma dapat seperti itu. Sedangkan dambaran pembuluh darah yang atipikal, tajam,
membentuk sudut, bercabang, ataupun diameter yang irreguler dapat dicurigai sebagai
indikator kemungkinan kanker yang invasif.10
2.8.4 Servikografi
Diperkenalkan pertama kali oleh Adolf Stafl, 1981. Tehnik ini menggunakan kamera
tangan (hand held) dengan fokus campuran 35 mm. Dibuat fotografi serviks setelah terlebih
dahulu diolesi dengan asam asetat.15
Hasil yang dilaporkan dapat berupa mulut rahim normal, atipik (ada kelainan tapi
tidak memerlukan pemeriksaan lanjutan) dan positif (memerlukan lanjutan pemeriksaan
kolposkopi untuk biopsi terarah sebagai diagnostik pasti). 15
Kelebihannya adalah tidak menimbulkan nyeri pada pasien, tersedia hasil
dokumentasi berupa foto/slide, dan cukup akurat. Kekurangannya adalah memerlukan
peralatan khusus dan fasilitas untuk mencetak, jadi lebih mahal daripada tes Pap. Sensitivitas
dan spesifisitas servikografi 85% dan 80%. Bila digabung dengan Tes Pap akurasinya makin
tinggi.15
Pemeriksaan Pap Smear mudah, murah, aman, dan non-invasif. Pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas 70-80%, spesifisitas 60-65%, negatif palsu 20-30%. Pemeriksaan ini
mempunyai kerugian yaitu adanya false negative. Kesalahan biasanya disebabkan oleh
pengambilan, fiksasi, dan proses pewarnaan preparat yang tidak tepat. Deteksi kanker
serviks dengan hanya memeriksa sekret vagina saja didapatkan hasil negatif palsu 45%,
dengan memeriksa sekret cervical saja menurunkan hasil negatif palsu menjadi 45%, dan
dengan memeriksa sekret endocervical saja yang diambil dengan lidi kapas atau aspirator
menurunkan hasil negatif palsu 4%. Bila pemeriksaan skrining deteksi kanker serviks
dilakukan dengan memeriksa sediaan cervical dan endocervical maka tidak didapatkan hasil
negatif palsu.13
Oleh sebab itu untuk mendapatkan hasil pemeriksaan skrining apusan pap yang
akurat, lokasi pengambilan sekret harus tepat, yaitu untuk sekret cervical harus diambil dari
seluruh permukaan portio serviks dan untuk sekret endocervical harus diambil dari mukosa
endoserviks, sedangkan sekret vaginal tidak bermanfaat sama sekali untuk pemeriksaan
skrining karena nilai negatif palsunya sangat besar.18
Disamping itu alat pengambil sekret yang digunakan juga berpengaruh terhadap
representatif tidaknya sekret yang diambil, terutama untuk sekret endocervial yang pada
umumnya masih diambil dengan lidi kapas yang sebenarnya sudah tidak memadai lagi
karena sekret yang didapat sering hanya mengandung sedikit sel endocervical atau kadang-
kadang hanya terdiri atas mukus saja tanpa mengandung sel endocervical. Bila
menggunakan cyto-brush cukup representatif karena pengambilan sekret dengan alat ini
lebih banyak mengandung sel endocervical daripada dengan lidi kapas. 18
Kesalahan dalam proses pembuatan sediaan seringkali terletak pada kelalaian
pembuatnya yang membiarkan sediaan kering diudara terbuka karena lupa tidak segera
memfiksasi sediaan yang telah dibuat dengan alkohol 95% atau hair spray. Hal ini
menyebabkan defek pengeringan pada sel yang terkandung dalam sediaan, sehingga
menyulitkan intepretasi sediaan sitologi. 18
Kesalahan lain mungkin terjadi saat pembacaan sediaan tes Pap. Tes Pap tidak dapat
digunakan sebagai satu-satunya dasar dalam menegakkan lesi keganasan serviks.
Pemeriksaan tes Pap hanyalah menapis dari sel-sel serviks wanita yang tampak sehat tanpa
gejala dan kemudian dilakukan tindak lanjut.14
2.8.10 Sistoskopi
Bila dengan pemeriksaan IVP memperlihatkan adanya massa, maka Vesica urinaria
harus diperiksa dengan sistoskopi, dimana sebuah tabung dengan lensa dimasukkan ke
Vesica urinaria sampai ke Urethra untuk melihat adanya penyebaran dari kankernya.14
2.9 Terapi
Kanker serviks invasiv bermetastase secara limfogen dan perkontinuatum.
Pengobatan pasien dengan kanker serviks dibutuhkan bukan hanya mengambil jaringan
serviks saja, melainkan jaringan sekitar dan KGB nya. Terapi ini meliputi histerektomi
radikal dan limfadenektomi pelvis, radiasi dengan kemoterapi atau terapi kombinasi.10,12,13
Keadaan khusus:
Stage IA1
Diagnosis definitif dari kanker mikroinvasiv squamous cell dapat ditegakkan dengan
konisasi. Pasien dapat diterapi dengan histerektomi abdominal yang simpel atau
histerektomi vaginal. Untuk wanita muda yang masih ingin punya keturunan, konisasi saja
dapat diterima bila ca mikroinvasiv squamous cell dengan kedalamna < 3mm dan tidak
didapatkan invasi ke runag limphovaskuler. Jika dengan kuretase didapatkan tepi dan
endoserviks (+), resiko berulang dapat meningkat sebesar 33%. Staging FIGO tidak berguna
dengan keadaan invasi, yang biasanya terjadi pada 10% pasien staging IA1. Pasien ini
mempunyai sedikit resiko tetapi signifikan untuk metastase KGB ke parametrium dan KGB
pelvis. Pasien ini dapat diobati seperti staging IA2.10,12,13
Radical Trachelectomy
Selama dekade terakhir, radikal trachelectomy menjadi alternatif radikal
histerektomi untuk pasien tertentu; pasien wanita muda dengan stage awal (IA2/IB1 kecil)
yang masih menginginkan keturunan. Lymphadenektomi dibutuhkan setelah reseksi serviks.
Kehamilan berikutnya melalui SC dapat terjadi pada setengah dari prosedur ini. Infertil dan
keguguran trimester ke 2 meningkat 25% setelah prosedur ini.10,12,13
Bulking Ca Cervix
Terapi ini dilakukan pada stage IB2 dan IIA yang luas (bulking). Tetapi terapi ini
masih dalam perdebatan.
1. Terapi radiasi primer dengan kemoterapi konkomitan dan pilihan lanjutan untuk
histerektomi ekstrafasial
Terapi radiasi dianjurkan unutk pasien dengan bulking ca cervix, biasanya ditambah
kemoterapi. Tumor memiliki daerah yang hipoksia yang tidak berespon baik dengan
radiasi, dan 15-35% menjadi menyebar ke panggul. Dengan histerektomi lanjutan
setelah radiasi, dapat mengurangi penyebaran ke panggul 2-5%.
2. Histerektomi radikal primer dan limfadenektomi, diikuti radiasi dengan kemoterapi
berdasar adanya penemuan patologis
3. Neoadjuvan kemoterapi diikuti radikal histerektomi dan limfadenektomi dan kemoradiasi
lanjutan berdasar adanya penemuan patologis.10,12,13
2.9.3. Stage IV B
Terapi yang sesuai adalah kemoterapi. Karena pada stage ini sudah menyebar luas
dan sudah gagal terapi dengan bedah radikal ataupun terapi radiasi. Kemoterapi yang dipakai
: cisplatin, ifosfamid, paclitaxel dan vinorelbin. Ada sedikit keuntungan dengan kombinasi
kemoterapi yaitu cisplatin dan paclitaxel 31% atau cisplatin-ifosfamid 36%. Jika pasien
teraba massa pada daerah supraklavikuler kiri, dapat diobati dengan terapi radiasi dengan
kemoterapi, baik dengan atau tanpa reseksi.10,12,13
2.9.4. Exenteration pelvis total untuk penyakit rekuren pelvis
Sebuah operasi besar ginekologi yang membuang kandung kencing, rektum, vagina
sampai uterus jika belum histerektomi. Operasi in harus diikuti dengan prosedur
rekonstruktif dari masing-masin gorgan. 5-survival yang dapat rekuren adalah 30-
40%.10,12,13
BAB III
KESIMPULAN
Kanker serviks merupakan penyebab kematian wanita pertama di Indonesia,
sedangkan di dunia menjadi penyebab kematian kedua. Angka kematian wanita karena
kanker serviks pun dari tahun ke tahun semakin bertambah.
Penyebab kanker serviks masih dalam penelitian lebih lanjut. Tetapi dari beberapa
penelitian terakhir mengatakan adanya beberapa faktor resiko terjadinya kanker serviks, dan
yang paling utama berhubungan dengan infeksi HPV. Selain itu didapatkan faktor resiko
lain seperti permulaan aktivitas sosial, berganti-ganti pasangan, sampai rokok.
Diagnosis dini kanker serviks sering terlambat, hal ini disebabkan oleh karena tidak
dilakukannya skrining untuk kanker serviks. Prosedur diagnostik dari kanker serviks
bermacam-macam, misalnya dengan schiller test, pap smear, IVA test, kolposkopi dan
konisasi. Yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi kanker serviks dini adalah
dengan pemeriksaan Pap smear. Dengan dilakukannya deteksi dini terhadap kanker serviks
maka kita dapat mengetahui staging dari kanker secara dini juga, sehingga dapat dilakukan
penanganan yang tepat. Selain itu gejala dan pemeriksaan fisik dari pasien harus
diperhatikan karena bisanya menunjukkan gejala yang khas seperti perdarahan
intermenstrual, postcoital bleeding, dan keputihan yang biasanya berbau tidak sedap.
Klasifikasi dari kanker serviks berdasar klasifikasi FIGO, AJCC, TNM. Penanganan
kaker serviks juga berdasar klasifikasi tersebut, selain itu diperhatikan pula keadaan pasien
mengenai usia dan keinginan mempunyai keturunan. Pada stadium awal sebaiknya segera
dilakukan tindakan pembedahan sebelum kanker dapat menyebar ke organ sekitar maupun
sistemik. Sedangkan semakin beratnya stadium, terapi lebih ditujukan terhadap iradiasi atau
kemoterapi bahkan hanya berupa palliative care pada stadium terminal.
DAFTAR PUSTAKA