Anda di halaman 1dari 31

BAB I

STATUS PASIEN

Nama : Ny. Ngudiah Delfi


Umur : 55 Tahun
Tanggal lahir : 1 Januari 1962
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kebantenan III RT.006/007 Kel. Semper Timur
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Bercerai
Bangsa : Indonesia
Golongan Darah :O
MRS : 20 Agustus 2017

Nama Suami :-
Umur :-
Alamat :-
Pekerjaan :-
Agama :-
Golongan Darah :-
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis dengan pasien dan keluarga asien tanggal
20 Agustus 2017
a. Keluhan Utama
Meludah keluar darah, nyeri perut bawah yang hilang timbul, kaki kiri bengkak.

b. Riwayat penyakit sekarang


Pasien Karsinoma Serviks stadium 1B post laparotomi Histerektomi radikal
4 bulan yang lalu di RSPAD datang ke IGD dengan keluhan meludah keluar
darah sejak 2 hari SMRS. Darah pada ludah hilang timbul tanpa sebab yang jelas.
Keluhan batuk dan nyeri menelan disangkal. Keluhan disertai nyeri perut bawah
hilang timbul sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluhkan bahwa terjadi
pembengkakan pada Kaki kiri pasien sejak 2 minggu SMRS, pasien pro sinar
tanggal 21 Agustus 2017 atas indikasi Karsinoma Serviks.

c. Riwayat haid
Menarche pada usia 16 tahun, Haid teratur 28 hari, lamanya 5-6 hari, darah haid
biasa, nyeri haid tidak ada, 3 kali ganti pembalut.

d. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, Usia perempuan saat menikah 17 tahun, usia suami saat menikah
28 tahun.

e. Riwayat Obstetri
P5 A0
Anak pertama : Laki-laki, 36 tahun (1981)
Anak Kedua : Perempuan, 35 tahun (1982)
Anak Ketiga : Laki-laki, 34 tahun (1983)
Anak Keempat : Laki-laki, 28 tahun (1989)
Anak Kelima : Laki-laki, 25 tahun (1992)

f. Riwayat Keluarga Berencana


Menggunakan Pil KB dan Suntik KB kurang lebih 18 tahun.
g. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada bulan Februari 2017 pasien terdiagnosa Karsinoma Serviks stadium IB1 di
RSPAD Gatot Soebroto. Riwayat darah tinggi, kencing manis, alergi makanan
dan alergi obat-obatan disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak pernah terpapar
zat-zat kimia ataupun sinar-x sebelumnya

h. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (-), Diabetes (-), Jantung (-), Asma (-), Alergi (-)

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2017
a. Status Internus
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130 / 82 mmHg
Nadi : 103 x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36.3 oC

Pemeriksaan Antropometri
Berat Badan : 47 kg
Tinggi Badan : 150 cm

Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Normocephal, deformitas (-)
Rambut : Rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva pucat +/+, Sklera ikterik -/-
Telinga : Normotia, tidak ada sekret
Hidung : Bentuk normal
Mulut : Tonsil T1/T1, karies gigi (-)
Leher : dalam batas normal
Thorax :
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- +/- (Pedis sinistra)
Akral Dingin -/- -/-
Refleks Fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-

b. Status Obstetri dan Ginekologi


Inspeksi
Vulva / Urettra tenang, perdarahan (-)
Inspekulo
Portio (-) post Histerektomi Radikal, Flour (-), fluksus (-) darah tk aktif.
Pemeriksaan dalam
o Adneksa parametrium : parametrium lemas, cavum douglas tak
menonjol.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

JENIS HASIL
Nilai Rujukan
PEMERIKSAAN 21-08-2017 12:36:33 Saat Ini
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 8.7 12.0 - 16.0 g/dL
Hematokrit 27 37 - 47 %
Eritrosit 3.1 4.3 - 6.0 juta/uL
Leukosit 15570 4,800 - 10,800 /uL
Trombosit 456000 150,000 - 400,000 /uL
MCV 85 80 - 96 fL
MCHC 28 27 - 32 pg
MCHC 33 32 - 36 g/dL

HASIL
JENIS PEMERIKSAAN Nilai Rujukan
21-08-2017 12:36:33 Saat Ini
HEMATOLOGI
KOAGULASI
WAKTU PROTROMBIN
(PT)
*Kontrol 10.6 detik
Duplo
*Pasien > 120 ** 9.3 - 11.8 detik
APTT
*Kontrol 32.6 detik
*Pasien > 180 ** 31 - 47 detik

V. RESUME
Pasien Karsinoma Serviks Post Histerektomi Radikal datang ke IGD RSPAD dengan
keluhan meludah keluar darah sejak 2 hari SMRS yang hilang timbul tanpa sebab yang
jelas. Pasien mengeluh terdapat nyeri yang hilang timbul pada bagian perut bawah serta
pembengkakan yang terjadi pada kaki kirinya sejak 2 minggu SMRS.

VI. DIAGNOSA KERJA


Karsinoma Serviks Stadium 1B post HT dengan anemia dan edema tungkai unilateral
susp DVT
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Transamin 3x1 qr /intravena
Vit.K 3x1 iv /intravena
Ranitidine 2x1 /intravena
Ondansentrone 3x1 /intravena
Simarc 1x1/2 tablet /oral

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

IX. ANALISA KASUS


Pasien datang ke igd dengan P5 Ca Cervix Stadium 1B1 dengan anemia + edema
tungkai susp DVT. Pasien sebelumnya pada bulan April 2017 sudah dilakukan Histerektomi
Radikal di RSPAD Gatot Soebroto.
Pada pemeriksaan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status ginekologi inspeksi didapatkan vulva/uretra tenang, perdarahan (-); pada
pemeriksaan inspekulo portio (-), flour (-) dan pemeriksaan VT tidak dilakukan.
Pasien direncanakan untuk perbaikan keadaan umum dan konsultasi bagian penyakit
dalam untuk tatalaksana DVT.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Histologi Serviks
Serviks merupakan bagian dari uterus yang terletak di sepertiga bagian bawah uterus.
Serviks uteri terdiri atas: (1). Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio; (2) pars
supravaginalis servisis uteri adalah bagian serviks yang berada di atas vagina. Saluran yang
terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk sebagai saluran lonjong dengan
panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks, berbentuk sel-sel toraks
bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam
disebut osteum uteri internum, dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.1

Gambar 1. Anatomi Serviks

Secara histologis, permukaan serviks mempunyai dua macam epitel yaitu epitel
kolumner dan skuamosa. Epitel kolumner ini terdiri dari dua macam sel, yaitu sel yang tidak
bersilia yang memproduksi lendir atau mukus yang berfungsi membasahi kanalis servikalis
dan sel yang bersilia yang berfungsi membersihkan lendir pada endoserviks. Epitel kedua
yaitu epitel skuamosa, epitel skuamosa ini menutupi ektoserviks, terdiri dari empat lapis
sel.2

Pertemuan antara epitel skuamosa dan epitel kolumner endoserviks membentuk


sambungan yang disebut sambungan skuamo kolumner (SSK). Secara morfogenetik SSK
ini ada dua. SSK anatomis yaitu tempat pertemuan epitel skuamosa dan epitel kolumner
sedangkan SSK fungsional pertemuan antara epitel kolumner dengan epitel skuamosa
metaplastik didaerah transformasi.2
Posisi SSK tergantung dari volume serviks. Estrogen dan progesteron, dapat
menyebabkan terjadinya perlunakan serviks dengan penimbunan air dan perubahan struktur
kolagen sehingga volume serviks meningkat dan kanalis servikalis menonjol keluar.3
Perubahan pH vagina dapat mengubah epitel permukaan porsio, pH vagina yang rendah
dapat mengubah epitel kolumner menjadi skuamosa, yang disebut metaplasia. Daerah yang
terjadi metaplasia disebut daerah transformasi atau daerah transisi. Perubahan dimulai dari
tepi luar epitel kolumner dan berlanjut ke arah kanalis servikalis. Proses ini dilakukan oleh
sel-sel cadangan (reserve cell) yang terdapat di bawah epitel kolumner. Perubahan-
perubahan epitel diatas merupakan hal yang normal pada kebanyakan wanita dan disebut
epitel skuamosa metaplastik, sedangkan epitel skuamosa yang dulu disebut epitel skuamosa
asli.4

Gambar 2 Proses metaplasia sel epitel4

Jika terdapat mutagen pada serviks seperti HPV atau bahan lain yang mengandung DNA
pada saat fase aktif atau fase awal dari metaplasia, maka sel-sel metaplastik dapat berubah
menjadi sel-sel yang berpotensi ganas, dengan demikian dapat terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia.

2.2. Karsinoma serviks


Gambar 3. Karsinoma serviks

Karsinoma serviks adalah salah satu keganasan pada wanita, menempati urutan pertama
di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia dan sebagai penyebab kematian
utama.5
Banyak kasus baru yang ditemukan setiap tahunnya dan hampir 80 % terjadi di negara
berkembang. Menurut dr. Fielda Djuita, SpRad (K) Onk. Rad dari bagian Instalasi
Radioterapi RS Kanker Dharmais, Jakarta, karsinoma serviks merupakan keganasan
pertama pada wanita pada periode 1995 2002. Dari data 13 pusat patologi di Indonesia,
angka kejadian karsinoma serviks mencapai 28,7 %. Jumlah pasien di RS Kanker Dharmais,
pada tahun 1995 2002, angka kejadiannya mencapai 1259 pasien. Sedangkan pada periode
2003 2004, angkanya sudah mencapai 402 pasien. Sedangkan data Departemen Kesehatan
menyebutkan di Indonesia terdapat 90 100 kasus baru karsinoma serviks per 100.000
penduduk. Setiap tahunnya terjadi 200.000 kasus baru karsinoma serviks di Indonesia.
Sebagian besar kasus terdiagnosis pada stadium invasif lanjut dengan keadaan umum dan
sosial ekonomi relatif rendah dan disertai oleh berbagai penyulit.5
Berbeda dengan negara maju seperti Amerika Serikat, didapatkan data pada tahun 2007
terdapat 11.150 kasus baru dan angka kematian mencapai 3670. Angka kejadian berbeda
pada negara maju seperti Belanda. Insidensi karsinoma serviks mencapai 10 12 kasus baru
tiap 100.000 wanita tiap tahun. Kematian oleh karsinoma serviks adalah 5,8 tiap 100.000
wanita tiap tahun. Dengan kata lain, di Belanda tiap tahun mencapai 325 wanita meninggal
sebagai akibat karsinoma serviks.5
Seharusnya angka penderita penyakit ini bisa ditekan bila lebih awal diketahui
adanya karsinoma serviks. Masalahnya lebih dari 70% penderita datang terlambat
memeriksakannya ke dokter. Padahal keterlambatan pemeriksaan bisa berpengaruh pada
harapan hidup, selain biaya yang dibutuhkan lebih besar.6
2.3. Faktor Risiko
Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara lesi pra
kanker dan kanker serviks dengan aktivitas seksual dini. Khususnya sebelum umur 16 tahun.
Faktor risiko ini dihubungkan dengan adanya karsinogen yang bekerja pada zona
transformasi serviks yang sedang berkembang, yang merupakan fase yang paling berbahaya
bila terpapar dalam 5 10 tahun terus menerus.4
Berdasarkan hasil penelitian, faktor risiko yang diduga terkait dengan berkembangnya
karsinoma serviks:
1. Infeksi humanpapillomavirus (HPV) dipercaya terlibat dalam perkembangan karsinoma
serviks. 5 HPV merupakan faktor etiologi terbesar pada karsinoma serviks. Tetapi tidak
semua lesi preinvasif akan berkembang menjadi keganasan. Karsinoma serviks
mempunyai ciri berkembang dalam 10 15 tahun setelah infeksi awal HPV sampai
terjadi HSIL, bahkan karsinoma serviks.7
Menurut Retnowardani (1996), perubahan keganasan epitel normal dapat terjadi karena:
a. Pasien terinfeksi oleh HPV, protein virus menyebabkan inaktivasi fungsi normal dari
protein P53, dimana protein berfungsi utnuk menekan proses proliferasi sel.
b.
Pasien tidak terinfeksi oleh HPV tetapi mengalami mutasi gen p53 sehingga menjadi
tidak berfungsi sebagaimana mestinya.8
Sexual activity

HPV exposure

Cervical transformation zone

Squamous differentiation Endocervical columner


differentiation

Squamous intraepithelial lesion

Glandular
Intraepitelial lesion
Low Grade : High Grade : (adenocarcinoma in situ) High- and High-
risk HPVs
low risk High-risk HPVs
HPVs 16, 18, 45

Rare
Smoking, oral contraceptives, high parity, altered
immune status, Host gene alterations, time

Invasive Squamous Invasive


Carcinoma Adenocarcinoma

Gambar 4 Konsep Hubungan HPV dan Kanker Serviks


Terdapat lebih dari 70 subtipe HPV yang dapat mneyerang organ anogenital.
Berdasarkan potensi keganasannya, subtipe HPV dibagi low-risk, intermediate risk dan
high risk. Tipe low-risk (6, 11, 42, 43, 44) berhubungan dengan kondilomata dan lesi
low grade (CIN I). Tipe intermediate-risk (33, 35, 51, 52) ditemukan pada lesi high
grade (CIN II dan CIN III), sedangkan tipe high-risk HPV (16, 18, 31, 39, 45, 56, 58,
59, 68) berhubungan dengan high-grade lesion (CIN II dan CIN III) dan juga ditemukan
pada invasive cancer.
2. Virus Herpes Simpleks Tipe 2 (HSV-2). Diduga virus ini bekerja secara sinergis sebagai
inisiator atau promotor pada saat HPV mengadakan tranformasi seluler. Integrasi antara
DNA-HPV dengan DNA host difasilitasi oleh sel yang telah diinfeksi oleh HSV-2.15
HIV diduga berhubungan dengan lesi pra kanker dan kanker serviks atas dasar sistem
imunitas berperan penting pada proses keganasan yang multifaktoral. Sistem imunitas
yang tertekan merupakan predisposisi infeksi virus onkogenik, apabila dengan keadaan
mekanisme regulator sel yang sudah terganggu akan mempercepat perkembangan
keganasan.
3. Penggunaan kontrasepsi oral dilaporkan meningkatkan insiden karsinoma serviks
intraepitelial meskipun secara tidak langsung, diduga mempercepat perkembangan
progresifitas lesi. Hal ini tentu berhubungan dengan kadar hormon yang terkandung
dalam kontrasepsi oral.
4. Secara epidemiologi, perokok mempunyai kontribusi dalam perkembangan karsinoma
serviks, dengan risiko 2 kali dibandingkan yang bukan perokok.
5. Paritas meningkatkan insiden karsinoma serviks lebih merupakan refleks dari aktivitas
seksual dan waktu saat kontak seks pertama kali daripada akibat trauma persalinan. Pada
wanita dengan paritas 6 atau lebih mempunyai risiko menjadi karsinoma serviks 2,5
kali dibandingkan dengan wanita dengan paritas 2 atau kurang.
6. Eversio epitel kolumner selama kehamilan menyebabkan dinamika baru metaplasitk
epitel yang imatur sehingga meningkatkan risiko transformasi sel. Penelitian lain
melaporkan terjadinya penurunan kekebalan seluler pada wanita hamil, disamping
dibuktikan bahwa pada kehamilan, progesteron dapat menginduksikan onkogen HPV
menjadi tidak stabil sehingga terjadi integrasi DNA virus ke dalam genom host yang
kemudian menjadi keganasan. Kombinasi antara meningkatnya ekspresi HPV dan
menurunnya kekebalan dari zona transformasi serviks dapat menjelaskan meningkatnya
risiko karsinoma serviks.9

2.4 Histopatologi Karsinoma Serviks


Squamous cell carcinoma (SCC) terjadi 80-90% pada semua kanker serviks. Terdiri dari
3 subtipe histopatologi mayor, yaitu :
1. Well-differentiated, berkeratinisasi, large cell SCC terjadi pada 25% kasus.
2. Moderately-differentiated, non keratinisasi, large cell SCC (70% kasus).
3. Small cell undifferentiated carcinoma (5% kasus), biasanya prognosis jelek.10
Adenocarcinoma timbul dari tipe sel dalam endocervikal dan terjadi 5-20% dari
semua kanker serviks. Insidensi terjadinya adenocarcinoma pernah meningkat pada 20-30
tahun yang lalu. Terutama terjadi pada wanita yang berumur dibawah 35 tahun, dan tingkat
kejadiannya meningkat menjadi dua kali lipat dari tahun 1970 sampai dengan pertengahan
tahun 1980an. Bentuk histologiknya adalah well-differentiated mucinous carcinoma,
papillary adenocarcinoma, dan bentuk clear-cell dimana mengandung glikogen dan bukan
mucin. Beberapa lesi tersebut dapat merangsang timbulnya endometrial carcinoma. Pada
bentuk ini mempunyai insidensi yang lebih tinggi untuk terjadinya poorly-differentiated dan
subtipe histologik yang lebih agresif pada adenocarcinoma serviks yang mempunyai
prognosis lebih buruk jika dibandingkan dengan squamous cell carcinoma.10,11
Bentuk-bentuk lainnya yang jarang adalah termasuk didalamnya variasi dari SCC
dan adenocarcinoma, mixed carcinoma, small-cell carcinoma yang mirip dengan
neuroendokrin tumor yang dapat terjadi dimana saja, sarcoma, lymphoma, melanoma dan
tumor metastasik. Paling sering terjadi metastase dari endometrium, pada beberapa pasien
dengan penyebaran dan tumor yang besar pada serviks untuk menemukan asal lesi menjadi
sulit. Sumber metastasis yang lainnya adalah ovarium, colon dan payudara. Tumor
metastasik pada serviks biasanya dapat diketahui pada pasien yang memang sebelumnya
sudah diketahui adanya lokasi keganasan primer.10
Sekitar 90% kanker serviks adalah squamous cell carcinoma. Sisanya adalah sekitar
10% terdiri dari adenocarcinoma dan sarcoma. Pada umumnya Ca serviks timbul pada
squamocolumnar junction. Sekitar 1/3 kasus terdapat pada daerah endoserviks, biasanya
pada wanita > 35 tahun.

2.5. Klasifikasi Karsinoma Serviks


Klasifikasi karsinoma serviks terbagi menjadi pre kanker dengan kanker. Pada stadium
pre kanker, klasifikasi yang digunakan adalah CIN I dan CIN II, sedangkan stadium kanker
digunakan klasifikasi CIN III dan FIGO I-IV.
Karsinoma serviks invasif terjadi jika tumor menembus epitel masuk kedalam stroma
serviks. Invasi dapat terjadi pada beberapa tempat sekitar serviks.12

2.5.1 Klasifikasi CIN (Cervical Intra-epithelial Neoplasma)


Derajat penilaian CIN adalah bila neoplasma berbatas pada epitel dan perkembangannya
masih ringan. Perubahan pra kanker yang tidak sampai melibatkan seluruh lapisan epitel
serviks, disebut displasia. Dalam hal ini CIN I sesuai dengan displasia ringan, CIN II dengan
displasia sedang dan CIN III mengenai displasia berat maupun karsinoma insitu. Tidak ada
gejala yang spesifik untuk kanker serviks, perdarahan merupakan satu-satunya gejala nyata.
Penetapan derajat CIN dilakukan dengan menetapkan histologik tingkat diferensiasi,
kelainan inti dan aktivitas mitotiknya.
Gambar 5. Klasifikasi CIN

2.5.2 Klasifikasi American Joint Committee on Cancers (AJCC)


Stage Keterangan
0 Tis, N0, M0
Karsinoma insitu. Tidak terdapat invasi stroma
IA2 T1a2, N0, M0
IB T1b, N0, M0
IB1 T1b1, N0, M0
IB2 T1b2, N0, M0
II T2, N0, M0
IIA T2a, N0, M0
IIB T2b, N0, M0
III T3, N0, M0
IIIA T3a, N0, M0
IIIB T1, N1, M0
T2, N1, M0
T3a, N1, M0
T3b, any N, M0
IVA T4, any N, M0
IVB Any T, Any N, M1

2.5.3 Pembagian tingkat keganasan menurut sistem TNM


T : Tak ditemukan tumor primer
T1S : Karsinoma pra-invasiv, ialah KIS (karsinoma in situ)
T1 : Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke korpus uteri)
T1a : Pra klinik adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan histologik
T1B : Secara klinis jelas karsinoma yang invasiv
T2 : Karsinoma telah meluas sampai diluar serviks, tetapi belum sampai dinding
panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian
distal
T2A : Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium
T2B : Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium
T3 : Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai dinding
panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding panggul)
NB : Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena
infiltrasi tumor, menyebabkan kasus diangap sebagai T3 meskipun pada penemuan
lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau T2)
T4 : Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rektum atau kandung kemih, atau meluas
sampai diluar panggul. (Ditemukannya edema bullosa tidak cukup bukti untuk
mengklasifikasi sebagai T4)
T4A : Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan secara
histologik
T4B : karsinoma telah meluas sampai diluar panggul
NB : Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4
NX : Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan
histologik, jadi NX + atau NX
N0 : Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 : Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara-cara
diagnostik yang tersedia (misalnya limfografi, CT scan pangggul)
N2 : Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas
infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 : Tidak ada metastase berjarak jauh
M1 : Terdapat metastase berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa diatas bifurkasio arteri
iliaka komunis

2.5.4 FIGO Staging (Federation Internationale de Gynecologie et dObstetrique)


Untuk penilaian statistik prognosis dan terapi dibutuhkan pembagian stadium yang luas.
Pembagian internasional terjadi atas prakarsa International Federation of Gynaecology and
Obstetrics (FIGO).
Tabel 1. Klasifikasi FIGO
Stadium Tanda Klinis
0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepitelial
I Karsinoma hanya terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri
harus dikesampingkan)
IA Kanker hanya dapat diidentifikasi dengan mikroskop. Semua lesi
dengan invasi superfisial adalah stadium IB
IA1 Karsinoma Preklinis (hanya dapat didiagnosis dengan menggunakan
mikroskop), kedalaman infiltrasi kurang dari 5mm dan diameternya
kurang dari 7 mm
IA2 Lesi- lesi yang dapat diukur mikroskopis dengan kedalaman invasi 3
5 mm dari membran basal dan diametenya tidak lebih dari 7 mm
IB Lesi-lesi dengan ukuran yang lebih besar daripada yang disebutkan
dalam stadium IA
IB 1 Diameter kurang dari 4 cm
IB 2 Diameter lebih dari 4 cm
II Karsinoma meluas diluar serviks, tetapi belum sampai dinding
pelvis; karsinoma tumbuh kedalam vagina, tetapi tidak sampai
sepertiga bagian bawah
IIA Tidak ada perluasan kedalam parametrium
IIB Jelas ada perluasan ke parametrium
III Karsinoma telah meluas sampai dinding pelvis, pada pemeriksaan
rektal tidak terdapat ruangan bebas karsinoma antara tumor dan
dinding pelvis; tumor tumbuh sampai sepertiga bagian bawah vagina.
Adanya hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi cocok dalam
stadium ini, kecuali disebabkan karena kelainan lain
IIIA Tidak ada perluasan sampai dinding pelvis, tetapi pertumbuhan terus
sampai sepertiga bagian bawah vagina
IIIB Perluasan sampai dinding pelvis atau hidronefrosis atau ginjal yang
tidak berfungsi
IV Karsinoma telah meluas sampai diluar pelvis minor atau secara
klinis telah tumbuh kedalam mukosa kandung kencing atau rektum
IVA Pertumbuhan tumor tembus dalam organ-organ sekelilingnya
IVB Perluasan ke organ-organ jarak jauh
2.6 Gejala dan Tanda Klinis Karsinoma Serviks
Perdarahan abnormal pervaginam merupakan gejala tersering dari karsinoma serviks
dan dapat timbul dalam bentuk leukore yang disertai bercak darah atau perdarahan ringan.
Leukore yang terjadi umumnya sanguin atau purulen, berbau dan tidak gatal. Riwayat
perdarahan setelah koitus perlu ditanyakan dalam anamnesis. Perdarahan intermenstrual
merupakan gejala yang paling umum dari Ca invasif, atau perdarahan premenopause
maupun postmenopause. Perlu ditanyakan mengenai status obstetri dan ginekologi pasien
saat pemeriksaan (apakah pasien telah menikah), bagaimana kebiasaan pasien (apakah
pasien merokok, sering bergonta-ganti pasangan) serta ditentukan bagaimana status
ekonomi penderita.Akibat perdarahan pervaginam yang berulang, dapat terjadi anemia.
Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis
jauh.6,10,11,13,14
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan serviks masih terlihat normal pada lesi
premaligan. Jika terjadi progresifitas penyakit secara lokal, maka dapat ditemukan tanda
klinis. Kanker yang infiltratif akan menyebabkan pembesaran, iregularitas dan konsistensi
serviks menjadi lembek dan bahkan dapat ditemukan perluasan ke parametrium.12

2.7 Diagnosis Kanker Serviks


Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien, penegakan
diagnosis juga dapat melibatkan
1. Pemeriksaan radiologis
a. Intra Venous Pyelography
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya penyebaran Ca serviks yang
lanjut biasanya ditemukan metastase dan biasanya terjadi obstruksi di uretra bagian
terminal.14
b. Barium enema
Dengan barium enema kita dapat mendeteksi adanya kelainan pada usus misalnya
kanker kolon atau divertikulitis yang memungkinkan adanya rencana terapi, dengan alasan
tersebut diatas maka barium enema seringkali termasuk evaluasi untuk pasien dengan Ca
serviks yang berumur 40 tahun lebih atau pasien dengan penyakit yang lanjut.14
c. Foto thorax dan foto skeletal
Pemeriksaan foto thorak diperlukan untuk melihat adanya metastase ke paru-paru.
Metastase ke tulang biasanya jarang pada pasien-pasien dengan Ca primer, dan biasanya
simtomatik.14
d. Computerized Axial Tomography (CT-Scan)
CT scan sangat berguna untuk mendeteksi penyebaran secara hematogen maupun
penyebaran ke nodus lympaticus pada aorta. Kemampuan CT scan dalam mendeteksi invasi
ke parametrium atau ke vesica urinaria sangat terbatas karena kadar perbedaan dari jaringan
pelvis yang mengalami proses keganasan dengan yang normal sangat sedikit. Adanya
keadaan asimetris pada rongga pelvis dapat digunakan untuk kriteria umum adanya
penyebaran dan merupakan tanda potensial adanya tumor yang meluas ke nodus lympaticus.
12,14

e. Lymphangiography
Evaluasi nodus lympaticus dengan limphangiograpi memberi hasil positif palsu 20-
40% dan negatif palsu 10-20%. Cara ini sekarang jarang digunakan, karena fungsinya
digantikan dengan USG.14
f. Ultrasonography
Ultrasonography mempunyai 2 dasar yang digunakan untuk mengevaluasi pasien
yang menderita Ca cervix. Evaluasi ginjal dan traktus urinarius bagian atas dengan USG
merupakan prosedur yang baik dan prosedur ini seringkali lebih dipakai sebagai pengganti
Intravenous pyelogram. Dengan lebih berkembangnya probe yang bisa digunakan untuk
pemeriksaan transrectal dan transvaginal, USG juga bisa digunakan untuk mengevaluasi
ukuran dari lesi yang ada di cervix dan penyebaran tumor sampai ke parametrium atau
organ-organ yang ada disekitarnya.14
Invasi ke dinding Vesica urinaria dapat dideteksi dengan USG transvaginal yaitu
dengan menempatkan transduser diantara forniks anterior vagina dan dinding Vesica
urinaria pada arah sagital. Gerakan dari dinding Vesica urinaria dapat dinilai dengan
kemampuan USG transvaginal yang memotong corpus uteri ketika probe menekan Vesica
urinaria pada forniks anterior.14
g. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kemampuan multiplanar pada MRI yaitu secara sempurna dapat memvisualisasikan
cervix dan jaringan sekitarnya yang kadang sulit dibedakan oleh CT / USG. Terdapat
perbedaan secara klinik diantara stadium IB, IIA dan IIB. Masing-masing penting dibedakan
karena stadium Ca IIA (tanpa invasi ke parametrium) biasanya diterapi dengan
pembedahan dimana Ca IIB (dengan invasi ke parametrium) biasanya diterapi dengan
radioterapi.14
h. Laparoscopy
Pemeriksaan ini untuk melihat keadaan rongga abdomen untuk melihat adanya
perluasan ke nodus lympaticus para aorta atau ke organ-organ peritoneal lainnya.14
i. Isotope bone scan
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya perluasan ke tulang, meskipun hal ini jarang.15
2. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi yang dapat dilakukan untuk skrining karsinoma serviks adalah
pap smear yang akan dibahas selanjutnya.
3. Tes DNA HPV (PCR)
Tes ini merupakan alat penapis nonvisual, karena sampel diperiksa dengan cara
polimerisasi PCR (Polymerase Chain Reaction). Tes ini dapat mendeteksi adanya
karsinoma serviks pada stadium dini (lesi pra kanker). HPV dapat dideteksi dengan cara
apusan lendir serviks kemudian dimasukkan dalam media cair untuk pemeriksaan.16
Di negara maju tes DNA HPV merupakan pemeriksaan rutin serviks. Biaya
pemeriksaan yang relatif mahal menjadi kendala mengapa tes ini tidak populer di negara
berkembang.16

2.8 Prosedur Diagnosis Karsinoma Serviks


2.8.1. Schiller test
Tes Schiller merupakan cara pemeriksaan yang sederhana berdasarkan kenyataan
bahwa sel-sel epitel berlapis gepeng dari porsio yang normal mengandung glikogen,
sedangkan sel-sel abnormal tidak. 3,4 Apabila permukaan porsio dipulas dengan larutan lugol
(grams iodine solution), maka epitel porsio yang normal menjadi berwarna coklat tua,
sedang daerah-daerah yang tidak normal berwarna kurang coklat dan tampak pucat. Porsio
dioles dengan kapas yang dicelup dalam larutan lugol; atau lebih baik lagi larutan lugol
disemprotkan pada porsio dengan semprit 10 ml dan jarum panjang, sehingga porsio tidak
perlu diusap. 6,12
Tes Schiller hanya dapat dipakai apabila sebagian besar porsio masih normal, dan
pula hasil positif tidak memberi kepastian akan adanya tumor ganas karena daerah-daerah
yang pucat dapat pula disebabkan oleh adanya kelainan lain, misalnya erosion, servisitis,
jaringan parut, leukoplakia dan lain-lain. Namun demikian, dalam keadaan tertentu tes
Schiller masih mempunyai tempat dalam diagnosis karsinoma seviks uteri. Terutama pada
kolposkopi dan biopsy, pencarian tumor lebih dapat diarahkan.6,12

2.8.2 IVA (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat)


Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang
pemeriksanya mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/ asam cuka 3-5% secara
inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung.11
Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1952) dengan cara
memulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5%.
Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan
meningkatkan cairan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat
hipertonik ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak
antar sel semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar
tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan
epitel abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih.11
Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya.
Demikian pula, makin tajam batasnya, makin tinggi derajat kelainan jaringannya.
Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang
diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek
akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan
didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih
(mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan
merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia, biasanya disebabkan oleh proses
keratosis.11
Epitel abnormal prakanker berbeda dengan epitel normal karena jumlah selnya yang
bertambah, inti lebih besar sehingga tampilannya tampak opak, kadang-kadang
digambarkan sebagian merah bercampur abu-abu kotor, atau putih kusam.11
Cahaya yang dipantulkan dari stroma epitel normal akan tampak merah muda. Pada
epitel yang abnormal (atipik) didapatkan ketebalan yang bertambah dan perubahan struktur
epitel akan menyebabkan cahaya yang dipantulkan tampak opak, terutama sesudah
pemberian asam asetat. Gambaran opak ini akan tampil sebagai bercak putih.11

2.8.3 Kolposkopi
Pemeriksaan ini dilakukan pada wanita yang telah menjalani pemeriksaan pap smear
dengan hasil ditemukan hasil sitologi abnormal, atau sel atipik yang dicurigai adanya
keganasan (class III atau lebih) dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ini. 11,14
Indikasi dilakukan kolposkopi adalah :
1. Adanya hasil pap smear yang abnormal atau tes HPV (+)
2. Secara klinis abnormal atau kecurigaan dari gambaran serviks
3. Perdarahan intermenstrual atau postcoital bleeding
4. Adanya neoplasia vulva atau vagina
Dengan metode ini pasien dapat diklasifikasikan: 10,13
- Yang memiliki gambaran normal transformation zone (very low risk of cervical
neoplasia)
- Gambaran abnormal transformation zone (high risk of cervical neoplasia)
- Hasil yang tidak memuaskan (membutuhkan hasil evaluasi laboratorium lebih
lanjut)

Lesi dengan jarak kapilaritas yang luas, densitas putih pada epitel, serta epitel yang
tajam, memberikan hasil yang lebih berat daripada gambaran yang kurang dari yang
disebutkan.10
Gambaran permukaan yang irreguler sebaiknya diduga suatu karsinoma meskipun
condiloma dapat seperti itu. Sedangkan dambaran pembuluh darah yang atipikal, tajam,
membentuk sudut, bercabang, ataupun diameter yang irreguler dapat dicurigai sebagai
indikator kemungkinan kanker yang invasif.10

2.8.4 Servikografi
Diperkenalkan pertama kali oleh Adolf Stafl, 1981. Tehnik ini menggunakan kamera
tangan (hand held) dengan fokus campuran 35 mm. Dibuat fotografi serviks setelah terlebih
dahulu diolesi dengan asam asetat.15
Hasil yang dilaporkan dapat berupa mulut rahim normal, atipik (ada kelainan tapi
tidak memerlukan pemeriksaan lanjutan) dan positif (memerlukan lanjutan pemeriksaan
kolposkopi untuk biopsi terarah sebagai diagnostik pasti). 15
Kelebihannya adalah tidak menimbulkan nyeri pada pasien, tersedia hasil
dokumentasi berupa foto/slide, dan cukup akurat. Kekurangannya adalah memerlukan
peralatan khusus dan fasilitas untuk mencetak, jadi lebih mahal daripada tes Pap. Sensitivitas
dan spesifisitas servikografi 85% dan 80%. Bila digabung dengan Tes Pap akurasinya makin
tinggi.15

2.8.5 Pap Smear


Pemeriksaan Papanicolaou (Pap) smear adalah prosedur pewarnaan sitologis
eksfoliatif untuk mendeteksi dan mendiagnosis berbagai kondisi, khususnya kondisi
keganasan dan pra keganasan traktus genitalia wanita (kanker vagina, serviks dan
endometrium) dengan sel-sel yang telah dideskuamasi dari epitelium genitalia, diperoleh
lewat apusan, difiksasi dan diwarnai dan diperiksa dibawah mikroskop untuk mencari ada
tidaknya tanda-tanda perubahan patologik.17
Pemeriksaan pap smear dilakukan pada wanita berusia lebih dari 18 tahun atau kurang
dari 18 tahun tetapi telah melakukan aktifitas seksual secara aktif.17
Terdapat beberapa cara pelaporan hasil pemeriksaan sitologi, diantaranya adalah cara
pelaporan hasil pemeriksaan sitologi berdasarkan Papanicolaou dan cara pelaporan hasil
pemeriksaan sitologi berdasarkan Bethesda (The Bethesda System).13
Cara pembacaan menurut papanicolaou dibagi menjadi :10,11,13
a. Class I (normal)
Tidak ditemukan sel atipik maupun sel yang abnormal
b. Class II (atypical)
Terdapat sel atipik tapi tidak dicurigai adanya keganasan
c. Class III (suggestive for cancer)
Terdapat sel atipik dan dicurigai adanya keganasan.
d. Class IV (strongly suggestive for cancer)
Sel tersangka kuat untuk keganasan
e. Class V (conclusive for cancer)
Terbukti keganasan
Tabel 2. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Sitologi
Pap Classes Description Bethesda 2001
I Normal Normal and variants
II Reactive Changes Reactive Changes
Atypia ASC, ASG
Koilocytosis Low Grade SIL
III CIN I Mild dysplasia Low Grade SIL
III CIN II Moderate dysplasia High Grade SIL
III CIN III Severe dysplasia High Grade SIL
IV Ca in situ, suspicious High Grade SIL
V Invasive Microinvasion (<3mm)
Frankly invasive (>3mm)
CIN = cervical intraepithelial neoplasia, SIL = squamous intraepithelial lesion

Pemeriksaan Pap Smear mudah, murah, aman, dan non-invasif. Pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas 70-80%, spesifisitas 60-65%, negatif palsu 20-30%. Pemeriksaan ini
mempunyai kerugian yaitu adanya false negative. Kesalahan biasanya disebabkan oleh
pengambilan, fiksasi, dan proses pewarnaan preparat yang tidak tepat. Deteksi kanker
serviks dengan hanya memeriksa sekret vagina saja didapatkan hasil negatif palsu 45%,
dengan memeriksa sekret cervical saja menurunkan hasil negatif palsu menjadi 45%, dan
dengan memeriksa sekret endocervical saja yang diambil dengan lidi kapas atau aspirator
menurunkan hasil negatif palsu 4%. Bila pemeriksaan skrining deteksi kanker serviks
dilakukan dengan memeriksa sediaan cervical dan endocervical maka tidak didapatkan hasil
negatif palsu.13
Oleh sebab itu untuk mendapatkan hasil pemeriksaan skrining apusan pap yang
akurat, lokasi pengambilan sekret harus tepat, yaitu untuk sekret cervical harus diambil dari
seluruh permukaan portio serviks dan untuk sekret endocervical harus diambil dari mukosa
endoserviks, sedangkan sekret vaginal tidak bermanfaat sama sekali untuk pemeriksaan
skrining karena nilai negatif palsunya sangat besar.18
Disamping itu alat pengambil sekret yang digunakan juga berpengaruh terhadap
representatif tidaknya sekret yang diambil, terutama untuk sekret endocervial yang pada
umumnya masih diambil dengan lidi kapas yang sebenarnya sudah tidak memadai lagi
karena sekret yang didapat sering hanya mengandung sedikit sel endocervical atau kadang-
kadang hanya terdiri atas mukus saja tanpa mengandung sel endocervical. Bila
menggunakan cyto-brush cukup representatif karena pengambilan sekret dengan alat ini
lebih banyak mengandung sel endocervical daripada dengan lidi kapas. 18
Kesalahan dalam proses pembuatan sediaan seringkali terletak pada kelalaian
pembuatnya yang membiarkan sediaan kering diudara terbuka karena lupa tidak segera
memfiksasi sediaan yang telah dibuat dengan alkohol 95% atau hair spray. Hal ini
menyebabkan defek pengeringan pada sel yang terkandung dalam sediaan, sehingga
menyulitkan intepretasi sediaan sitologi. 18
Kesalahan lain mungkin terjadi saat pembacaan sediaan tes Pap. Tes Pap tidak dapat
digunakan sebagai satu-satunya dasar dalam menegakkan lesi keganasan serviks.
Pemeriksaan tes Pap hanyalah menapis dari sel-sel serviks wanita yang tampak sehat tanpa
gejala dan kemudian dilakukan tindak lanjut.14

2.8.6 Thin Prep


Metoda pemeriksaan ini juga meningkatkan akurasi pemeriksaan tes Pap. Preparat
apusan sel-sel serviks menjadi lebih bersih dan lebih mudah dibaca. Caranya, apusan sel-sel
serviks dimasukkan ke dalam cairan sitologi dasar, disentrifugasi agar sel-sel mulut rahim
dengan regimen lain terpisah, kemudian sel-sel serviksnya saja yang difiksasi dan diwarnai,
baru dibaca oleh tenaga skriner. Karena yang tampak pada preparat adalah apusan sel-selnya
saja, maka hasilnya lebih mudah dan cepat dibaca. 19

2.8.7 Pap Net


Metoda ini merupakan skrining preparat tes Pap yang telah diwarnai dengan
komputer. Pap Net bertujuan meningkatkan akurasi pemeriksaan tes Pap, karena dapat
mendeteksi sel-sel abnormal lebih teliti meski masih perlu dibaca lagi oleh tenaga ahli
sitologi. Kelebihan Pap Net adalah dapat memeriksa banyak preparat, waktu skrining lebih
cepat, tidak ada faktor kelelahan, dan akurasi lebih tinggi. Namun, alat ini tidak
mempengaruhi negatif palsu yang disebabkan oleh salah pengambilan dan harganya sangat
mahal. 19
2.8.8 Konisasi
Konisasi memungkinkan untuk pengambilan seluruh daerah jaringan yang abnormal
dan mendapatkan jumlah jaringan serviks yang maksimal untuk diperiksa adanya Ca invasif.
Setelah daerah serviks terlihat, umumnya dengan kolposkopi diambillah spesimen jaringan
berbentuk kerucut (panjang sekitar inci, lebar inci) dari kanalis endoserviks.11,13,14
Indikasi dilakukannya konisasi serviks adalah : 12
1. Jika squamocolumnar junction tidak dapat dinilai, sedangkan lesi sudah melebar
sampai ke endoserviks atau hasil kuretase endoserviks terdapat kelainan.
2. Adanya persangkaan mikroinvasif karsinoma.
3. Kolposkopi tidak memberi hasil yang jelas.
4. Tidak tampak adanya lesi makroskopis sekalipun dengan pewarnaan Schiller test.
Konisasi dapat dilakukan dengan Cold Conization yang berbeda dengan Hot conization,
dimana pada Hot conization, konisasi dilakukan dengan elektrokauter dan dilakukan
pada saat peradangan. Kekurangannya adalah bahwa dengan Hot conizasi akan merusak
jaringan sehingga tidak cocok untuk pemeriksaan secara histopatologik. Keuntungan
Cold conization adalah perdarahan lebih sedikit.12

Gambar 6 Konisasi Serviks


2.8.9 Proktoskopi
Dilakukan untuk melihat adanya penyebaran ke daerah Rectum.14

2.8.10 Sistoskopi
Bila dengan pemeriksaan IVP memperlihatkan adanya massa, maka Vesica urinaria
harus diperiksa dengan sistoskopi, dimana sebuah tabung dengan lensa dimasukkan ke
Vesica urinaria sampai ke Urethra untuk melihat adanya penyebaran dari kankernya.14

2.9 Terapi
Kanker serviks invasiv bermetastase secara limfogen dan perkontinuatum.
Pengobatan pasien dengan kanker serviks dibutuhkan bukan hanya mengambil jaringan
serviks saja, melainkan jaringan sekitar dan KGB nya. Terapi ini meliputi histerektomi
radikal dan limfadenektomi pelvis, radiasi dengan kemoterapi atau terapi kombinasi.10,12,13

2.9.1. Terapi pada stage awal (stage IA2 IIA)


Pasien dengan stage awal, biasanya diterapi dengan histerektomi radikal dan
limfadenektomi atau radiasi primer dengan kemoterapi bersamaan. Menurut penelitian
selama 5 tahun, terapi pembedahan dan kemoterapi mempunyai hasil yang serupa.
Keuntungan terapi pembedahan adalah ovarium yang tetap intak dan dapat ditandai pada
saat terapi adjuvant radiasi. Selain itu dapat dilihat secara leluasa metastase ke KGB sekitar
dan dapat dilihat tingkat keganasannya. Tetapi pada terapi pembedahan dapat ditemukan
stenosis vagina atau atropi yang mengganggu untuk kehidupan seksual pasien.10,12,13

A. Histerektomi radikal dan limfadenektomi


Tekhnik ini dikenalkan oleh Wartehim, Meigs dan Okabayashi. Tekhnik ini terutama
dilakukan pada stage I dan II. Operasi ini imeliputi diseksi ureter dari struktur paraservikal
supaya ligamen penggantung uterus dapat diambil. Ada 5 tipe histerektomi radikal, Tipe I
diindikasikan untuk stage IA1 squamous cell carcinoma, sebagai alternatifnya adalah
cervical conization terutama pada wanita muda dan masih mengharapkan keturunan. Stage
IA2 dengan histerektomi radikal tipe 2, sedangkan stage IB dan IIA menggunakan tipe
III.10,12,13

Terdapat 5 tipe Histerektomi berdasarkan radikalitasnya


Tipe Keterangan
Histerektomi
Tipe I Histerektomi ekstrafasial dengan mengangkat semua jaringan uterus
tanpa pemotongan sampai ke cervix
Tipe II A.uterina diligasi. Lig.uterosacral dan cardinal dipisahkan dari tengah
keluar dan menempelkannya di dinding samping pelvis dan sakrum. 1/3
atas vagina di reseksi
Tipe III A.uterina diligasi dari asalnya a.iliaca interna. Lig. Uterosakral dan
cardinal dipotong dan ditempelkan ke dinding samping pelvis dan
sakrum. Setengah bagian atas vagina dipotong
Tupe IV Ureter dipotong dari lig.vesicouterina, a.vesicalis superior dikorbankan
dan bagian vagina dipotong
Tipe V Termasuk reseksi bagian dari kandung kencing atau bagian ureter distal,
dan reimplantasi ureter ke kandung kencing

B. Radiasi Adjuvant postoperatif


Terapi ini terutama diindikasikan untuk wanita dengan resiko rekuren termasuk
KGB (+), tepi dari reseksi (+), dan pemeriksaan mikroskopik parametrium (+). Radiasi
adjuvan menggunakan platinum lebih baik dibandingkan dengan radiasi tunggal, dan angka
berkurangnya progresifitas sebesar 63% - 80%. Wanita dengan faktor risiko intermediet
untuk rekuren, seperti ukuran tumor yang besar, invasi strome serviks yang dalam, dan
invasi ruang limfovaskuler, juga memberikan reaksi yang baik bila dilakukan radiasi
adjuvan postoperatif. Angka bebas rekuren selama 2 tahun dengan menggunakan rasiasi
adjuvan sebesat 88%, sedangkan jika tidak memakai rasiasi sebesar 79%.10,12,13

C. Radiasi primer dan kemoterapi konkomitan


Terapi untuk kanker serviks awal (IA dan IIA), terapi primer dengan radiasi definitif
dan bedah radikal. Pilihan terapi berdasar ukuran tumor, keadaan umum pasien dan
keberadaan ahli kanker di rumah sakit tersebut. Untuk radiasi primer kanker serviks,
external beam radiasi biasa digunakan dan dikombinasi dengan iradiasi intracavitary. Dari
5 penelitian menunjukkan keuntungan radiasi menggunakan kemoterapi platinum
dibandingkan dengan radiasi tunggal.10,12,13

Keadaan khusus:
Stage IA1
Diagnosis definitif dari kanker mikroinvasiv squamous cell dapat ditegakkan dengan
konisasi. Pasien dapat diterapi dengan histerektomi abdominal yang simpel atau
histerektomi vaginal. Untuk wanita muda yang masih ingin punya keturunan, konisasi saja
dapat diterima bila ca mikroinvasiv squamous cell dengan kedalamna < 3mm dan tidak
didapatkan invasi ke runag limphovaskuler. Jika dengan kuretase didapatkan tepi dan
endoserviks (+), resiko berulang dapat meningkat sebesar 33%. Staging FIGO tidak berguna
dengan keadaan invasi, yang biasanya terjadi pada 10% pasien staging IA1. Pasien ini
mempunyai sedikit resiko tetapi signifikan untuk metastase KGB ke parametrium dan KGB
pelvis. Pasien ini dapat diobati seperti staging IA2.10,12,13

Radical Trachelectomy
Selama dekade terakhir, radikal trachelectomy menjadi alternatif radikal
histerektomi untuk pasien tertentu; pasien wanita muda dengan stage awal (IA2/IB1 kecil)
yang masih menginginkan keturunan. Lymphadenektomi dibutuhkan setelah reseksi serviks.
Kehamilan berikutnya melalui SC dapat terjadi pada setengah dari prosedur ini. Infertil dan
keguguran trimester ke 2 meningkat 25% setelah prosedur ini.10,12,13

Bulking Ca Cervix
Terapi ini dilakukan pada stage IB2 dan IIA yang luas (bulking). Tetapi terapi ini
masih dalam perdebatan.
1. Terapi radiasi primer dengan kemoterapi konkomitan dan pilihan lanjutan untuk
histerektomi ekstrafasial
Terapi radiasi dianjurkan unutk pasien dengan bulking ca cervix, biasanya ditambah
kemoterapi. Tumor memiliki daerah yang hipoksia yang tidak berespon baik dengan
radiasi, dan 15-35% menjadi menyebar ke panggul. Dengan histerektomi lanjutan
setelah radiasi, dapat mengurangi penyebaran ke panggul 2-5%.
2. Histerektomi radikal primer dan limfadenektomi, diikuti radiasi dengan kemoterapi
berdasar adanya penemuan patologis
3. Neoadjuvan kemoterapi diikuti radikal histerektomi dan limfadenektomi dan kemoradiasi
lanjutan berdasar adanya penemuan patologis.10,12,13

2.9.2. Stage IIB IVA


Pasien dengan ca cervix lanjut, terapi yang terbaik adalah dengan radiasi primer
(external beam plus brachiterapi) dan kemoterapi. Luas lapangan radiasi dikonfirmasi
dengan penyebaran ke KGB paraaortic. Keuntungan kombinasi terapi cisplatin daripada
radiasi tunggal telah diteliti dengan penurunan 30-50% resiko kematian ca serviks. Obat
yang optimal belum diketahui, tetapi terapi kombinasi belum ada yang lebih baik
dibandingkan dengan kombinasi cisplatin perbulan.10,12,13

2.9.3. Stage IV B
Terapi yang sesuai adalah kemoterapi. Karena pada stage ini sudah menyebar luas
dan sudah gagal terapi dengan bedah radikal ataupun terapi radiasi. Kemoterapi yang dipakai
: cisplatin, ifosfamid, paclitaxel dan vinorelbin. Ada sedikit keuntungan dengan kombinasi
kemoterapi yaitu cisplatin dan paclitaxel 31% atau cisplatin-ifosfamid 36%. Jika pasien
teraba massa pada daerah supraklavikuler kiri, dapat diobati dengan terapi radiasi dengan
kemoterapi, baik dengan atau tanpa reseksi.10,12,13
2.9.4. Exenteration pelvis total untuk penyakit rekuren pelvis
Sebuah operasi besar ginekologi yang membuang kandung kencing, rektum, vagina
sampai uterus jika belum histerektomi. Operasi in harus diikuti dengan prosedur
rekonstruktif dari masing-masin gorgan. 5-survival yang dapat rekuren adalah 30-
40%.10,12,13

2.9.5. Palliative care


Terapi komperhensif kanker meliputi terapi antitumor, simptomatik dan dukungan
keluarga. Terapi in idugunakan untuk stage yang terminal. Ulserasi pada servix dan
penyebaran ke vagina dapat menyebabkan bau yang tidak sedap. Nekrosis jaringan dan erosi
dapat menyebabkan perdarahan. Jik amengenai kandung kencing / rektum dapat
menyebabkan fistula dan berakibat inkontinensia urin dan feses. Nyeri dapat terjadi jika
mengenai plexus lumbosacral, jaringan lunak pelvis, juga bisa mengenai tulang pada stage
yang terminal. Penanganan nyeri biasanya dikombinasi dengan narkotik kerja lama seperti
morfin / transdermal fentanil dan NSAID/selektif COX. Anxiolytic dan antidepresan dapat
dipakai jika sakit tidak hilang dengan oral, dapat dipakai morfin IV / subkutan.10,12,13

BAB III
KESIMPULAN
Kanker serviks merupakan penyebab kematian wanita pertama di Indonesia,
sedangkan di dunia menjadi penyebab kematian kedua. Angka kematian wanita karena
kanker serviks pun dari tahun ke tahun semakin bertambah.
Penyebab kanker serviks masih dalam penelitian lebih lanjut. Tetapi dari beberapa
penelitian terakhir mengatakan adanya beberapa faktor resiko terjadinya kanker serviks, dan
yang paling utama berhubungan dengan infeksi HPV. Selain itu didapatkan faktor resiko
lain seperti permulaan aktivitas sosial, berganti-ganti pasangan, sampai rokok.
Diagnosis dini kanker serviks sering terlambat, hal ini disebabkan oleh karena tidak
dilakukannya skrining untuk kanker serviks. Prosedur diagnostik dari kanker serviks
bermacam-macam, misalnya dengan schiller test, pap smear, IVA test, kolposkopi dan
konisasi. Yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi kanker serviks dini adalah
dengan pemeriksaan Pap smear. Dengan dilakukannya deteksi dini terhadap kanker serviks
maka kita dapat mengetahui staging dari kanker secara dini juga, sehingga dapat dilakukan
penanganan yang tepat. Selain itu gejala dan pemeriksaan fisik dari pasien harus
diperhatikan karena bisanya menunjukkan gejala yang khas seperti perdarahan
intermenstrual, postcoital bleeding, dan keputihan yang biasanya berbau tidak sedap.
Klasifikasi dari kanker serviks berdasar klasifikasi FIGO, AJCC, TNM. Penanganan
kaker serviks juga berdasar klasifikasi tersebut, selain itu diperhatikan pula keadaan pasien
mengenai usia dan keinginan mempunyai keturunan. Pada stadium awal sebaiknya segera
dilakukan tindakan pembedahan sebelum kanker dapat menyebar ke organ sekitar maupun
sistemik. Sedangkan semakin beratnya stadium, terapi lebih ditujukan terhadap iradiasi atau
kemoterapi bahkan hanya berupa palliative care pada stadium terminal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia;


2002.h.36-7.
2. Munoz N, Bosch XF Cervical Cancer and Human Papilloma Virus Epidemiologic
Evidence and Prespektif. 1997. Salud publica (4): 274-82.
3. Icom HC Wigdahl B, Howlet MK. Moleculer Pathology of Human Oncogenic Virus in:
Sciarra. 2nd ed. New York: Lippincott Raven. 1996. p.356-362.
4. Robbins SL, et al. Cellular Adaptations, Cell Injury, and Cell Death in: Kumar V, Abbas
AK, Fausto N, editors: Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th ed. China:
Elsevier Inc; 2005.p.16-18,302-303,324-325.
5. Bestantia I. Kanker Leher Rahim, Pembunuh No.1 Para Wanita di Indonesia dalam:
Sehat. No.6 / Vol.3. Jakarta: PT Mitra Media Prima; 2005.h.15-17.
6. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan Edisi kedua. Jakarta: Universitas Indonesia;
1999.h.380-90.
7. Syamsuddin S, Kampono P, Aziz MF. Manual Oral Kanker & Kanker Uterus. Jakarta:
Bagian Obstetri Ginekologi FKUI; 1985.h.15-28.
8. Retnowardani A. Peran pemeriksaan DNA HPV dalam uji saring kanker serviks. Forum
Diagnostikum: 1996.3.1-11.
9. Cox JT. Epidemiology of cervical intraepitelial neoplasm, The role of Human
Papillomavirus. Bailliere clinb Obstet gynaecol, 1995 (9): 1-37.
10. Krivak, Thomas C, McBroom JW, Elkas JC. Cervical and Vaginal Cancer. In: Novaks
Gynecology. Berek. Jonathan S. 13th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelpia. USA. 2002.p.1199-1237.
11. Laila N. IVA (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat). Dalam Buku Acuan Nasional
Onkologi Ginekologi. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo;
2006.h.110-121.
12. Holschneider. Christine H. Premalignant & Malignant Disorders of the Uterine Cervix.
In: Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and Treatment. DeCherney. Alan H.,
and Nathan Laurent. 9th edition. Mc Graw Hill. New York. 2003. p.894-913.
13. Fu Yao S, Robert ME. Pathology of Cervical Carcinoma. In: Gynecology and
Obstetrics. Sciarra. Revised edition. J.B. Lippincott Company. Philadelphia. USA.
1995.p.1-20.
14. Delmore J, Horbelt D. Cervical Cancer. In: Obstetrics & Gynecology Principles for
Practice. Ling, Frank W, and Duff P. International edition. New York: McGraw Hill;
2001.p.1264-1278.
15. http://www.emedicine.com/med/topic324.htm diunduh tanggal 30 Juli 2017.
16. Suwiyoga IK. Tes HPV sebagai Skrining Alternatif Kanker Serviks. Cemin Dunia
Kedokteran No. 151, 2006.
17. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2002.H.1051.
18. Lestadi J. Penuntun Diagnostik Praktis Sitologi Hormonal Apusan PAP. Jakarta: Widya
Medika; 1995.h.4-15.
19. http://www.hopkinsmedicine.org/cervicaldysplasia diunduh tanggal 30 Juli 2017.

Anda mungkin juga menyukai