Enterobius vermicularis
Vibrio cholerae
Vibrio parahaemolyticus
Escherichia coli
Shigella dysenteriae
Salmonella typhi
Enteric Adenovirus
Hepatitis A
Poliovirus
G. Clostridium botulinum
C. botulinum biasa terdapat di tanah atau pada
kotoran binatang. Spora C. botulinum sangat tahan
panas (100oC, 3-5 jam), namun tidak tahan
pemanasan pada pH rendah atau pada konsentrasi
garam tinggi. Toksin C. botulinum dilepaskan pada
waktu sel tumbuh atau lisis. Sedangkan toksin
butulinum terdiri dari tipe A, B, E. Toksin ini
menyebabkan botulisme dalam 8-48 jam dengan
dengan gejala antara pusing, nausea, vomiting, sukar
menelan atau bernafas. Diagnosa keberadaan C.
botulinum dilakukan dengan deteksi toksin pada
serum dan faeces.
H. Leptospira
Keberadaan leptospira dapat dilakukan dengan
sampel untuk isolasi yang berasal dari darah dengan
heparin, cairan cerebrospinal, jaringan, atau dengan
urine. Patogenesis leptospira, pada umumnya infeksi
dapat terjadi melalui makanan atau air yang
terkontaminasi, melalui membran mukosa, serta
melalui kulit yang terluka. Sedangkan masa penyakit
umumnya selama 1-2 minggu, dengan ditandai
demam (bakteremia), masuk ke organ seperti liver
dan ginjal, yang pada akhirnya menyebabkan
perdarahan dan kerusakan pada jaringan.
I. Rotavirus
Rotavirus merupakan penyebab diare pada manusia
dan binatang, bahkan dapat menyebabkan terjadinya
infeksi silang antar spesies. Patogenesis rotavirus
antara lain melalui beberapa tahapan berikut :
Infeksi terjadi di usus kecil
Multiplikasi dalam sitoplasma enterosit
Sel rusak yang menyebabkan terjadinya pelepasan
partikel virus (1010 partikle/ gram tinja)
Pemulihan kerusakan sel dalam 3-8 minggu
Terjadinya diare mungkin karena pengurangan
absorbsi glukosa dan natrium
Gejala Klinis Rotavirus, antara lain ditandai dengan
Masa inkubasi 1-4 hari
Gejala: diare, demam, sakit pada abdomen,
muntah dehidrasi
Kasus sedang: gejala 4-5 hari sembuh total
Diare berlangsung lebuh lama pada imunitas/
nutrisi rendah
Infeksi asimptomatik dapat terjadi (pada dewasa)
J. Infeksi Virus Polio
Terjadinya replikasi awal virus polio pada usus
melalui tahap : Virus masuk ke dalam M cells,
kemudian diteruskan ke Peyers Patches (merupakann
akumulasi sel limfoid dibawah epitel spesifik , M
cells), kemudian terjadi replikasi sehingga virus
masuk kedalam darah dan menyebar sehingga terjadi
CNS. Keberadaan virus ini dapat dicegah dengan
vaksinasi menggunakan vaksin polio. Vaksin ini
merupakan virus yang dilemahkan dan diberikan per
oral. Vaksi polio distabilakan menggunakan MgCl2 1
mol / L, sehingga dapat tahan 1 tahun pada suhu 4oC
atau beberapa minggu pada suhu 25oC. Kemungkinan
terjadinya poliomyelitis pada anak yang divaksinasi
sangat jarang (1:2.000.000). Untuk efektifitas kerja
vaksin terkait pencegahan penyakit polio ini,
vaksinasi dengan vaksin trivalen polio diberikan
masing-masing berurutan pada usia 2 bulan, 2 usia 4
bulan, usia 3 usia 6 bulan, usia 4 usia 1,5 tahun, yang
kemudian diulang lagi pada usia sebelum masuk
sekolah.
Sumber : http://www.indonesian-
publichealth.com/2012/07/waterborne-disease.html
1. Demam Berdarah
2. Influenza
3. Tuberkolosis (TBC)
4. Diare
5. Muntaber
6. Malaria
7. Kolera
8. Tifus
9. Cacar
10. Campak
Penyakit yang ditularkan melalui ludah penderita. Pencegahannya
dengan pemberian vaksin Campak dan menghindar dari kontak
langsung dengan penderita.
11. Batuk
12. Pneumonia
13. Cacingan
15. Pes
Penyakit yang ditularkan oleh tikus dan biasanya terjadi pada masa
banjir / musim banjir. Pencegahannya dengan menjaga kebersihan
badan dan tempat tinggal serta memperkuat sistem imun tubuh
selama masa banjir.
16. Gondok
18. Tetanus
19. Hepatitis
Salah satu dari 20 penyakit menular ini terjadi melalui kontak
langsung dengan penderita atau melalui makanan dan minuman
yang kurang sempurna cara memasaknya. Pencegahannya adalah
hindari kontak langsung, berhati-hati dalam melakukan transfusi
darah, dan menjaga higienitas makanan dan lingkungan.
20. HIV/AIDS