Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA

A. Pengertian
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang terutama
mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring,tetapi
kebanyakan,penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara
simultan atau berurutan (Nelson,edisi 15).

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan


(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan nafasdan akan menyebabkan retraksi dinding dada
pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel& Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan
nafasdalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam
infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga,
radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan
infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah
satunya adalah Pneumonia (WHO).

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi pern
apasan jarang memilki ciri area anatomik tersendiri. Infesi sering menyebar
dari satu struktur ke struktur lainya karena sifat menular dari membran
mukosa yang melapisi seluruh saluran. Akibatnya,infeksi saluran pernapasan
akan melibatkan beberapa area tidak hanya satu struktur, meskipun efek pada
satu individu dapat mendominasi penyakit lain.
B. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara
lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak


biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat
paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,
dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
Factor Pencetus ISPA :
1. Usia : Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang
usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi : Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya
tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status
imunisasinya tidak lengkap.
3. Lingkungan : Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara
di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit
ISPA pada anak.
Faktor Pendukung Penyebab ISPA
1. Kondisi Ekonomi : Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis
ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin
disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman
yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap
serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan
mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
2. Kependudukan : Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan
jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status
kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban
kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3. Geografi : Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah
endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi
ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong
terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA.
Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan
dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) : PHBS merupakan modal utama
bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat
dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin
meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan
berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga
kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5. Lingkungan dan Iklim Global : Pencemaran lingkungan seperti asap
karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara
dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA.
Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah
hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang
merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus,
staphylococus, haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis, mycoplasma
dan pneumokokus. Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air
susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena
mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari
saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit.
Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa
maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi
antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru. Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991;
1420).

C. Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
1. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.


Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan
ada 2 klasifikasi penyakit yaitu : Pneumonia berat : diisolasi dari cacing tanah
oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas
cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih
dan Bukan pneumonia : batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan
kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2
-12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).

Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomia


1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,
otitismedia, faringitis.
2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring
sampaidengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas,
sepertiepiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis,
pneumonia.

D. Tanda Dan Gejala


1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam
muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun.
Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu
tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

E. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA


1. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa
secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks,
faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal
sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus
yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah
virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.
2. Manusia
a. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia
dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena
anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen
saluran nafasnya masih sempit.
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada
laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
c. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab
utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi
anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya
didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya
tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat
berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.
d. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir
<2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR
mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat
2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia
adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.
e. Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi
kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan
virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan
menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan
(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel
leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.
f. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap
penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi
tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa
pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam
pemeliharaan kesehatan anak.
3. Lingkungan
a. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004),
dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil
uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan
mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA
pada balita sebesar 28 kali.
b. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum
18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau
diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu
ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko
terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
c. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga.
d. Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004)
menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar
pada anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak
yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian
Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko
terjadinya ISPA sebesar 9 kali.
e. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan
nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena
menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru
sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
f. Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat
menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74%
wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun
2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan
penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
g. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif.
Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan
racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian
Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok
pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau
97.560.002 penduduk.
h. Status Ekonomi dan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila
rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan
bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke
dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik
didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih
banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu
yang status ekonominya rendah.

F. Pathway
Terlampir
G. Patofisiologi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman
golongan A streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia
trachomatis, mycoplasma, dan pneumokokus yang menyerang dan
menginflamasi saluran pernafasan (hidung, pharing, laring) dan memiliki
manifestasi klinis seperti demam, meningismus, anorexia, vomiting, diare,
abdominal pain, sumbatan pada jalan nafas, batuk, dan suara nafas wheezing,
stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny, 2010).

I. Penatalaksanaan
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik :
a. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
b. Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
3. Menurut WHO :
a. Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,
Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil
penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
b. Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

J. Komplikasi
SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease
yangsembuh sendiri dalam 5 6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain,
tetapi penyakit ISPAyang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang
baik dapat menimbulkan penyakitseperti : semusitis paranosal, penutuban
tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco pneumonia dan
berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang meluas (Whaley and
Wong, 2000 ).

K. Pencegahan
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita
atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA.
Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna,
banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang
cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena
dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin
meningkat, sehingga dapat mencegah virus /bakteri penyakit yang akan
masuk ke tubuh kita.
2. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun
orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita
supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan
oleh virus / bakteri.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah,
sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa
menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat
memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat
bagi manusia.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri
yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui
udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini
biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol
(anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol
yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang
dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua
duet (campuran antara bibit penyakit).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISPA

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien : Meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat,
Pendidikan, Tanggal masuk RS, Tanggal pengkajian, No RM, Diagnosa
Medis, Nama orang tua, Pekerjaan, Agama, dll
2. Riwayat Kesehatan : Riwayat penyakit sekarang biasanya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu
makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
3. Riwayat penyakit dahulu biasanya klien sebelumnya sudah pernah
mengalami penyakit ini
4. Riwayat penyakit keluarga. Menurut anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
5. Riwayat social. Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum. Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau
sakit berat.
b. Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
c. Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk
kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
d. Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e. Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak,
sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan
dalam penglihatan
f. Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada
hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada
gangguan dalam penciuman
g. Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab,
lidah kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada
gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
h. Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah
ditemukan distensi vena jugularis
i. Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan,
apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

a. Inspeksi
1) Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
2) Tonsil tampak kemerahan dan edema
3) Tampak batuk tidak produktif
4) Tidak ada jaringan parut dan leher
5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan
b. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri
tekan pada nodus limfe servikalis
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
4) Perkusi : Suara paru normal (resonance)
5) Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua
sisi paru.
j. Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak,
apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa
kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan
bising usus/tidak.
k. Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna
rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada
kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora
tertutup oleh labia mayora.
l. Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba
panas
m. Ekstremitas atas : Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik,
nyeri otot serta kelainan bentuk.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada
saluran pernafasan, nyeri.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan
produksi sekret.
3. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi
pada anak

C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada
saluran pernafasan, nyeri.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali
normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a. Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret
dengan mudah.
b. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
c. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar,
tipis serta menyerap keringat.
d. Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
e. Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
f. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam
pernafasan.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi


mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan
produksi sekret.
Tujuan : Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan
nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
a. Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
b. Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
c. Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret
(semiprone dan side lying position).
d. Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
e. Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi
selama periode tachypnea.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang
adekuat.
g. Berikan kelembaban udara yang cukup.
h. Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.

3. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi


pada anak
Tujuan : Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan
kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya kepada petugas dan mau
terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Intervensi:
a. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan
pengobatan yang diberikan).
b. Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
c. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang
diberikan.
d. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang
kurang dimengerti/ tidak jelas.
e. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam
perawatan anaknya.
f. Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluar
PATHWAY ISPA
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31, Jakarta : EGC.

Catzel, Pincus & Ian robets. 1990. Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh
Dr. yohanes gunawan, Jakarta : EGC.

DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler, Jakarta : EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi


Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada
Balita, Jakarta : Depkes RI.

Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3, Jakarta : EGC.

Gordon,et.al. 2001. Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002,


USA :Philadelpia.

Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan, Jakarta : EGC.

Suriadi,Yuliani R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak, Jakarta : CV sagung


Seto.

Whalley & wong. 1991. Nursing Care of Infant and Children Volume II book
1, USA : CV. Mosby-Year book. Inc.

Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. 1997. Beberapa Masalah Perawatan Intensif
Neonatus, Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai