Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah sindroma


klinikopatologis sindroma abnormalitas koagulasi dan fibrinolisis yang ditandai
dengan aktivasi pembekuan intravaskular baik melalui jalur intrinsik maupun jalur
ekstrinsik .(1,2
Kehamilan menyebabkan kondisi status hiperkoagulasi. Terdapat peningkatan
aktivitas semua faktor koagulasi kecuali faktor XI dan XIII. Fibrinogen meningkat
sejak awal kehamilan sekitar 12 minggu, dan mencapai puncaknya dengan kadar 400-
650 mg/dL pada kehamilan aterm. Sistem fibrinolitik tertekan pada kehamilan dan
persalinan, akan tetapi kembali ke normal dalam satu jam setelah plasenta lahir.(3)
Hemostasis tergantung kepada kontriksi dari pembuluh darah, agregasi dari
platelet sebagai respon dari kerusakan pembuluh darah dan generasi dari fibrin
menjadi bentuk bekuan, keadaan ini diseimbangkan oleh mekanisme fibrinolisis,
dengan perubahan fibrin dan patensi dari pembuluh darah. (4,5,6).
Banyak kasus DIC berhubungan dengan kehamilan. DIC disebabkan oleh
eclampsia/ preeclampsia, perdarahan post partum, sepsis, solusio plasenta, missed
septic abortion, ruptur uterus, emboli air ketuban, Intra uterine fetal death
(IUFD), penyakit trofoblas, dan Sickle Cell Crisis. Penyebab obstetri terbanyak
pada DIC adalah solusio plasenta. 1,2

BAB II

A. Hemostasis
Hemotasis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila
terjadi luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta aliran darah

1
berlangsung secara lancar. Mekanisme hemostasis normal terdiri atas 3 fase, yaitu
hemostasis primer, hemostasis sekunder dan proses fibrinolisis.(6,9)
Trombosit membentuk platelet plug pada hemostasis primer di tempat luka
dan juga menghasilkan tromboksan-A2 dan serotonin yang menyebabkan konstriksi
pembuluh darah lokal. Pada hemostasis sekunder berlangsung setelah reaksi adhesi
dan agregasi trombosit.
Proses koagulasi dibagi atas 3 jalur : (6,9)
1. Jalur intrinsik yaitu aktifnya faktor XII setelah terjadinya kontak antara faktor
XII dengan jaringan kolagen atau komponen subendotelial yang lain yang akan
mengubah faktor XI aktif menjadi faktor XI aktif, kemudian faktor XI aktif akan
mengubah faktor IX menjadi faktor IX aktif. Akhirnya faktor IX aktif bersama
faktor VIIIc, faktor-3-trombosit(PF3), dan kalsium serum mengubah faktor X
menjadi faktor X aktif.
2. Jalur ekstrinsik, dimulai dengan tromboplastin jaringan (suatu lipoprotein
yang berasal dari sel yang rusak) akan mengubah faktor VII menjadi faktor VII
aktif. Faktor VII aktif ini secara langsung dapat mengubah faktor X menjadi
faktor X aktif.
3. Jalur bersama, dengan faktor X aktif bersama dengan PF3, faktor V dan
kalsium serum akan mengubah protrombin menjadi trombin. Selanjutnya trombin
akan mengubah fibrinogen menjadai fibrin dan fibrin ini diubah oleh faktor XIII
menjadi fibrin yang stabil dengan demikian terbentuklah gumpalan darah yang
stabil. .(5)
Untuk menghindari terjadinya proses koagulasi yang berlebihan yang menggangu
kelancarnya aliran darah trombosis patologis ini, tubuh mempunyai mekanisme
kontrol terhadap proses koagulasi ini.(9)Mekanisme kontrol tersebut terjadi dengan
adanya inhibitor terhadap faktor-faktor pembekuan yang aktif itu, diantaranya
antitrombin-III. Antirombin-III ini menghambat faktor-faktor aktif seperti trombin,
faktor Xa, faktor VIIa, faktor IXa, faktor XIa dan faktor XIIa dan adanya clearance
6,10
dari faktor-faktor aktif oleh sel-sel hati dan retikulo endotelial. Juga terjadi

2
fibrinolisis yang merupakan adalah proses pelarutan fibrin secara enzimatik oleh
suatu zat yang dinamakan plasmin yang menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi
fibrinogen degradation product (FDP) bersifat antikoagulan.(4) (5)
B. Mekanisme Terjadinya Pembekuan dan Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC)

Sistem koagulasi dibagi menjadi sistem intrinsik dan sistem ekstrinsik. Sistem
intrinsik mengandung semua komponen intravaskular yang dibutuhkan untuk
mengaktifkan trombin, yaitu faktor XII, XI, X, IX, V, dan II (protrombin). Faktor
ekstrinsik meliputi romboplastin jaringan yang akan mengawali aktifasi faktor VII, X,
V, dan protrombin. Kedua aktor intrinsik dan ekstrinsik bersamaan mengaktivasi
faktor X, yang berikutnya bereaksi dengan faktor V yang teraktifasi dengan adanya
Calcium dan fosfolipid, untuk mengubah protrombin menjadi trombin untuk
memecah rantai fibrinogen menjadi fibrinopeptid, memulai pembentukan fibrin
monomer. 1
Aktifasi sistem koagulasi juga menstimulasi perubahan plasminogen menjadi
plasmin sebagai mekanisme pertahanan terhadap trombosis intravaskular. Plasmin
adalah enzim yang menghambat aktivitas enzim V dan VIII, dan dapat
menghancurkan fibrin membentuk Fibrin Degradation Product (FDP).
Hemostasis darah yang normal merupakan keseimbangan dinamis antara koagulasi
yang membentuk fibrin dan sistem fibrinolisis, yang berfungsi membuang fibrin
ketika fungsi hemostasis sudah lengkap.
Pada DIC terdapat koagulasi yang berlebihan dan melampaui batas oleh karena
lepasnya tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Hal ini menyebabkan konsumsi
faktor koagulasi berlebihan, menurunkan kadar faktor pembekuan, sehingga terjadi
kecenderungan perdarahan. Sebagai respon terhadap koagulasi yang luas dan
penumpukan fibrin pada mikrovaskular, proses fibrinolisis menjadi teraktivasi. Ini
meliputi perubahan plasminogen menjadi plasmin,yang memecah fibrin menjadi
Fibrin degradation products (FDP). FDP mempunyai sifat antikoagulan,

3
menghambat fungsi trombosit dan kerja trombin, sehingga memperburuk kelainan
koagulasi. 2
Patogenesis terjadinya DIC meliputi peningkatan pembentukan trombin,
penurunan mekanisme fisiologis antikoagulan, dan terhambatnya proses fibrinolisis.
ntikoagulan fisiologis meliputi antitrombin III, protein C dan TFPI (tissue factor
pathway inhibitor). Pada DIC kadar antitrombin III, yang merupakan inhibitor
trombin utama menurun sebagai respon terhadap proses koagulasi yang sedang
berlangsung, degradasi oleh elastase yang dikeluarkan oleh neutrofil aktif, dan
gangguan sintesis antitrombin III.(4)
Penurunan fungsi sistem protein C disebabkan oleh penurunan aktifitas
trombomodulin, penurunan kadar fraksi bebas protein S (kofaktor esensial protein
C),disamping penurunan sintesis. Penurunan aktivitas fibrinolitik diperantrai oleh
peningkatan inhibitor aktivator plasminogen tipe 1, penghambat utama sistem
fibrinolitik, dan penelitian klinik menunjukkan meskipun terdapat aktivitas
fibrinolitik, pada DIC aktivitasnya terlalu lemah dibandingkan aktivitas pembentukan
fibrin.5

BAB III
DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)
PADA KEHAMILAN

A. Etiologi
Pada kasus obstetri aktifasi sistem koagulasi terjadi dengan cara:
1. Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta dan
jaringan desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada kasus solusio

4
plasenta,emboli air ketuban, ruptur uteri, dan terjadi secara perlahan dan
membahayakan pada kasus IUFD dan missed abortion. 2

2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam plasma dan
mengaktifkan faktor koagulasi.2 Eklamsia dan preeclampsia termasuk dalam
kategori ini.3
3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan pospolipid. Hal ini
terjadi pada reaksi transfusi. 2
4. Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan cairan
pengganti yang tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid menyebabkan
terjadinya vasospasme, menyebabkan kerusakan endotel, dan memicu terjadinya
DIC. 4
B. Patofisiologi
Antiplatelet antibodi Imunoglobulin g (IgG) mengenali membran glikoprotein
dan menutupi platelet, lalu dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial, terutama di
limpa. Antibodi antiplatelet dapat menembus plasenta dan menyebabkan
trombositopenia janin (< 50.000/l) yang mana dapat menyebabkan komplikasi
perdarahan neonatus. 20
C. Gambaran Klinis
Manifestasi perdarahan yang muncul bisa berupa hematom, purpura, epistaksis,
bekas injeksi yang berdarah, atau yang lebih dramatis terjadinya perdarahan aktif dari
luka operasi dan perdarahan post partum.2 Perdarahan bisa berupa hematuria,
perdarahan gastrointestinal, intracarnial dan internal bleeding. 3 Gejala sisa adanya
trombosis jarang ada pada DIC yang terjadi secara akut, gejala lebih banyak ditutupi
oleh kecenderungan terjadinya perdarahan. Manifestasi adanya trombosis adalah
disfungsi ginjal, hepar, dan paru.2
D. Diagnosis
DIC berat semua hasil laboratorium fungsi koagulasi dan fibrinolisis menjadi
abnormal, sedangkan pada kasus yang lebih ringan hasilnya bervariasi. Uji
laboratorium untuk diagnosis DIC terdiri atas uji tapis dan uji penentu. Uji tapis

5
meliputi hitung trombosit, Protrombin time (PT), Partial Tromboplastin
Time, masa trombin, fibrinogen, sedangkan uji penentu adalah pemeriksaan fibrin
monomer terlarut (soluble fibrin monomer), D-dimer, Fibrin degradation
product dan anti trombin.
Scientific and standardization Comittee International Society on
trombosis and Haemostasis menyusun sistem skor untuk DIC (Tabel 1). 6

Tabel 1. Score Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) 6

1. Penilaian resiko : Apakah terdapat kelainan dasar / etiologi yang berkaitan


dengan DIC? (jika tidak, penilaian tidak dilanjutkan)
2. Uji koagulasi : hitung trombosit, protrombin time, fibrinogen, FDP / D-dimer
Skor
Trombosit
> 100.000 / mm3 :0
50.000 100.000 / mm3 :1
3
<50.000 / mm :2
FDP atau D-dimer

6
< 500 g/L :0
500 1000 g/L : meningkat ringan : 1
> 1000 g/L : meningkat ringan: 2
Pemanjangan protrombin time (PT)
< 3 detik :0
4 6 detik :1
> 6 detik :2
Fibrinogen
> 100 mg dl :0
< 100 mg dl :1

3. Jumlah skor 5 sesuai DIC skor diulang tiap hari


Jumlah skor < 5 sugestif DIC skor diulang dalam 1-2 hari

Trombosit rendah, atau turun sangat rendah disebabkan kadar faktorVII dari sel
endotelial sering meningkat. Partial tromboplastin time bervariasi dan mungkin
hanya memanjang pada proses akhir, ketika faktor pembekuan turun sangat rendah.
Protrombin time menjadi memanjang, oleh karena hampir semua faktor koagulasi
ekstrinsik turun (terutama II,V,VII,X).4 Trombin time biasanya memanjang. Kadar
fibrinogen pada kondisi kehamilan normal meningkat 400-650 mg/dl pada DIC
kadarnya turun pada kadar normal orang tidak hamil. Pada DIC berat kadar
fibrinogen biasanya kurang dari 150 mg/dl. Kadar FDP 80/ml mendukung diagnosis
DIC, kadar ini akan menetap tinggi selama 24-48 jam setelah DIC terkontrol. Sediaan
apus darah akan menunjukkan bentuk abnormal, dan sel darah merah yang pecah
(Schistocytes), yang terbentuk akibat melalui lubang fibrin pada kapiler yang
tersumbat.2
Suatu tes yang sederhana berupa tes pembentukan jendalan darah. Tes ini
dikerjakan dengan mengambil 5 ml darah dalam tabung gelas (atau dalam spuit
injeksi), balikkan tabung tiga atau empat kali dan amati terjadinya jendalan, dan
retraksi serta koagulasi jendalan. Waktu penjendalan memanjang apabila lebih dari
10-12 menit. Jendalan harus dapat bertahan ketika tabung dibalik sesudah 30 menit,
dan belum lisis dalam 1 jam. Jendalan harus terbentuk paling tidak separuh dari total

7
jumlah sampel darah. Hasil yang abnormal menunjukkan adanya abnormalitas
menyeluruh dari sistem koagulasi 2
E. Penatalaksaan
Manajemen yang pertama adalah mengatasi penyebab timbulnya DIC.
Umumnya hal ini dilakukan dengan terminasi kehamilan, kemudian dilanjutkan
dengan menjaga perfusi organ.2
Pada pasien dimana penyebab dan gejala DIC adalah perdarahan, perfusi organ
merupakan hal yang sangat penting, infus cepat dengan Ringer laktat atau NaCl, dan
mengganti perdarahan dengan whole blood. Fresh whole blood merupakan
yang terbaik 7 karena kandungkan faktor koagulasi dan trombosit. Oksigenasi dengan
sungkup atau intubasi endotracheal diberikan untuk mencapai oksigenasi arterial yang
memuaskan. Monitoring dengan pemasangan CVP untuk menjaga produksi urin 30-
60 ml/jam dan hematokrit >30%.2 Penggantian faktor koagulasi sebaiknya dilakukan
oleh ahli hematologi. Fresh frozen plasma (FFP) mengganti hampir semua
faktor pembekuan dan mempunyai risiko paling rendah menularkan hepatitis. 1 unit
diberikan setelah 4-6 unit whole blood, dilanjutkan 1 unit tiap 2 unit whole blood
yang diperlukan. FFP diberikan dengan indikasi perdarahan masif, defisiensi faktor
koagulasi tertentu, melawan pemberian warfarin sebelumnya, defisiensi antitrombin
II, imunodefisiensi dan purpura trombositopeni. 1 FFP diberikan bila protrombin
time lebih dari 1,5 kali nilai kontrol normal. Tujuan transfusi FFP sampai menjaga
angka protrombin time dalam selisih 2-3 detik dari kontrol FFP mengandung
semua faktor koagulan, tidak mengandung trombosit.3
Crioprecipitates mungkin diperlukan bila fibrinogen sangat rendah
(fibrinogen <100 mg/dl). 10 unit criopresipitat biasanya diberikan sesudah
pemberian 2-3 unit plasma.4 riopresipitates mengandung fibrinogen, faktor VIII,
XIII.3 Trombosit dapat ditransfusi pada kondisi trombositopenia berat, dimana satu
unit dapat menaikkan angka trombosit 5000/L 10.000/L. Transfusi trombosit
diberikan apabila terdapat perdarahan aktif dengan angka trombosit < 50.000/L, atau
pada kondisi angka trombosit <50.000/L pada pasien dengan rencana dilakukan

8
tindakan operasi (seksio sesarea), dan sebagai tindakan profilaktik dengan angka
trombosit 20.000/L -30.000/L. Trombosit biasanya diberikan 1-3 unit/10 kg/hari. 1,2
Vitamin K dan folat diberikan mengingat pasien dengan DIC seringkali kekurangan
kedua vitamin ini. Sedang berkembang bukti pemberian antitrombin III konsentrat
pada pasien DIC dapat memperbaiki kondisi dan mempercepat penyembuhan.2
Penggunaan heparin merupakan metode untuk menghentikan proses DIC.
Heparin dipertimbangkan apabila terdapat disfungsi ginjal berat, gangrene jari-jari.
Heparin diberikan pada dosis 5000-1000 unit per jam intravena, dengan dosis awal
5000 unit.Kontrol untuk terapi heparin sulit dilakukan, namun kecuali jika fibrinogen
sangat rendah dan terapi adekuat diperoleh dengan melihat peningkatan Trombin
time atau Partial tromboplastin time satu sampai satu setengah kali dari
kontrol.3
Heparin merupakan suatu mukopolisakarida sulfat yang mampu mengikatkan
diri dengan antitrombin III, sehingga sifat antikoagulan molekul Antitrombin III
dilipatgandakan (dipercepat sampai 2000 kali).7 Heparin barangkali tidak selalu
bermanfaat pada pasien dengan DIC, oleh karena kadar antitrombin III bervariasi
pada tiap pasien, bahkan kadarnya bisa berkurang, terutama pada DIC yang terjadi
secara akut. Penelitian lebih lanjut pemakain terapi pengganti antitrombin III secara
randomisasi sedang berlangsung.9
Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik seperti
IUFD, dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan yang masif.
Epsilon aminocaproic acid (EACA) menghambat perubahan plasminogen menjadi
plasmin, dan digunakan untuk mencegah proses sekunder fibrinolisis. Namun
pemakaiannya tidak direkomendasikan. Masih diragukan penggunaan kedua agen itu
dibenarkan atau tidak untuk mengatasi DIC. Pemakaiannya hanya pada tingkatan
teori, pemakaian praktis penggunaannya masih kurang.2
Terapi logis kedepan yang bisa dipikirkan pada kasus DIC adalah
penghambatan aktifitas faktor jaringan. Salah satu penghambatnya adalah nematode
rekombinan antikoagulan protein C2, yang merupakan inhibitor spesifik yang kuat

9
terhadap pembentukan komplek dari faktor jaringan dan faktor VII a dengan faktor
Xa. Pemberian TFPI juga dapat menghambat aktivitas faktor jaringan sehingga dapat
mencegah aktifasi sistem koagulasi. Pemberian protein C mungkin juga akan
memberikan manfaat, seperti yang ditemukan pada binatang dengan kelainan ini.5
Pada pasien yang direncanakan dilakukan terminasi secara seksio sesarea pada
kondisi trombositopeni berat tindakan operasi sebaiknya memberikan tempat untuk
pemasangan drain, pemakaian skin staples, tutup luka dengan balut tekan pada
tempat insisi.

BAB IV
KESIMPULAN
1. DIC menimbulkan manifestasi klinik berupa trombosis dan perdarahan
2. Kewaspadaan terhadap kondisi obstetri yang dapat menimbulkan DIC penting
dilakukan.
3. Manajemen yang pertama adalah mengatasi penyebab timbulnya DIC. Umumnya
hal ini ilakukan dengan terminasi kehamilan, kemudian dilanjutkan dengan
menjaga perfusi organ, dan penggantian faktor koagulasi.

10
4. Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik seperti
IUFD, dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan yang masif.

DAFTAR PUSTAKA

st
Cunninghum FG ,et. al: Obstetrics Hemorhage, Williams Obstetrics 22 edition.
Mc Graw Hill Companies, New York, 2003 : 493-501.

Drews, R.E., Weinberger, S.E., Trombositopenic disorder in Critically ill patients,


Am J Respir Crit Care Med:2000;162:347-351.

Foley, M.R., Strong, T.H., Obstetric Intensive care, WB saunders, 1997

Hariman, H : Management Of Koagulasi intravaskuler diseminata In Obstetrics


accidents. Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) IDSAI, Medan 4-7 juli 2002.

11
Lee .G. Richard. M. D. Acquired Coagulation Disorders. In : Wintrobes Clinical
Hematology 9th ed. Philadelphia; 1993; 1473 1502.

Levi, M., Cate, H.T., Disseminated intravascular coagulation. Nejm:1999;341:586-


91.

Miller A, Hanretty K.Coagulation Failure In Pregnancy, In Obstetrics Illustrted Fifth


Edition , Churcill Lvingstone, 1997 : 122-24.

Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia,


cetakan III, Jakarta, 1993

Tambunan,K.L., Sudoyo, A., Mustafa. Pudjiadji, A., Chen, K,. Tatalaksana Koagulasi
Intravaskular Diseminata (DIC) pada sepsis, konsensus nasional, cetakan pertama,
2001.

The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, Alarm International,


second edition, Ontario, 2001.

12

Anda mungkin juga menyukai