Anda di halaman 1dari 6

KAJIAN PERTANAHAN/MANAJEMEN PERTANAHAN

Secara fungsional content tata ruang, perencanaan wilayah dan pertanahan


mempunyai keterkaitan mendasar yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan
fungsional tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tata ruang adalah salah satu sub bidang kajian perencanaan wilayah.
Perencanaan wilayah memiliki kajian yang lebih luas berkaitan dengan semua
aspek kehidupan yang berhubungan dengan suatu wilayah yang direncanakan.
Sementara itu, tata ruang lebih berorientasi pada perencanaan penggunaan
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendaliannya agar terpenuhi kebutuhan
manusia atas ruang dengan tetap terjaminnya keberlanjutan lingkungan.
2. Dalam aspek pertanahan terdapat bidang kajian penatagunaan tanah, dengan
produknya yang dikenal dengan tata guna tanah. Penatagunaan tanah secara
teknis dan fungsional merupakan sub sistem dalam penataan ruang, mengingat
detail penatagunaan tanah memberikan data awal dan rekomendasi dalam
kegiatan penataan ruang.
3. Perencanaan Wilayah, dengan substansi yang luas merupakan kajian induk dari
berbagai perencanaan yang bersifat makro. Namun demikian, mengingat luas
dan kompleksnya kajian perencanaan wilayah, kajian pertanahan mutlak
diperlukan dalam operasionalisasi perencanaan wilayah.
4. Manajemen Pertanahan yang merupakan subjek dengan kajian yang cukup
beragam, menjadi basis dalam perencanaa wilayah dan penataan ruang. Hal ini
dipahami karena dalam perencanaan wilayah dan penataan ruang, terdapat objek
yang berupa tanah, subjek yang berupa pemilik tanah dan hubungan antara
subjek dan objek tanah. Apabila dalam perencanaan wilayah dan penataan ruang,
ketiga hal tersebut belum jelas atau masih terdapat persoalan maka perencanaan
wilayah dapat dikatakan tidak berhasil, karena di kemudian hari memungkinkan
terjadinya sengketa dan konflik. Sengketa dan konflik di sini dapat berupa
sengketa dan konflik penguasaan dan kepemilikan tanah ataupun sengketa dan
konflik dalam penggunaan dan pemanfaatan ruang.

1
5. Hubungan antara perencanaan wilayah, penataan ruang dan pertanahan dalam
konteks ini dapat berupa sistem sub sistem, sistem sistem maupun sub sistem
sistem, yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Kajian Pertanahan/Manajemen Pertanahan dapat dirinci menjadi beberapa
kajian yang meliputi:
1. Penguasaan dan Pemilikan Tanah
Tanah merupakan unsur utama dalam penataan ruang yang memiliki peran
paling strategis dalam penataan ruang. Penyusunan RTRW sebagai aturan untuk
pentaan ruang telah dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah, tetapi dalam
pelaksanaannya dilapangan masih banyak sekali ditemukan berbagai masalah
dan kendala. Sebagai contoh dalam penguasaan dan pemilikan tanah yang masih
banyak ditemukan penguasaan dan pemilikan tanah oleh suatu perorangan atau
pun badan hukum yang melebihi batas kelebihan maksimum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, sehingga tujuan penatagunaan tanah sebagai proses
untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan masyarakat akan sulit tercapai.
Apabila pemilikan dan penguasaan tanah dimonopoli oleh pihak-pihak
tertentu maka akan rawan penyalahgunaan, seperti penggunaan yang tidak sesuai
dengan RTRW maupun tanah terlantar. banyaknya tanah-tanah di dalam maupun
di luar kota yang dikuasai dan dipakai orang-orang tanpa izin. Juga pemakaian
tanah secara tidak teratur di perkotaan, terlebih lagi yang melanggar norma
hukum dan tata tertib, akan menghambat pembangunan yang direncanakan.
Tanpa adanya planning, maka pemakaian tanah-tanah akan berpedoman pada
kepentingan masing-masing atau pada keuntungan insidentil yang mereka
harapkan. Dengan planning maka dapat dicapai keseimbangan yang baik.

2. Penggunaan Tanah
Berdasarkan ketentuan Pasal 13 PP No. 16 Tahun 2004 ditentukan
mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penggunaan dan pemanfaatan
tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi
kawasan dalam RTRW. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung
tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam dan

2
ekosistem alami. Penggunaan tanah di kawasan budidaya tidak boleh
ditelantarkan, harus dipelihara dan dicegah kerusakannya. Pemanfaatan tanah di
kawasan budidaya tidak saling bertentangan, tidak saling mengganggu, dan
memberikan peningkatan nilai tambah terhadap penggunan tanahnya. Ketentuan
mengenai penggunaan dan pemanfaatan tanah ditetapkan melalui pedoman
teknis penetagunaan tanah, yang menjadi syarat menggunakan dan
memanfaatkan tanah. Dalam hal penggunaan dan pemanfaatan tanah, pemegang
hak atas tanah wajib mengikuti persyaratan yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan. Persyaratan ini antara lain pedoman teknis
penatagunaan tanah, persyaratan mendirikan bangunan, persyaratan dalam
analisis mengenai dampak lingkungan, persyaratan usaha, dan ketentuan lainnya
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-
bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan
waduk, dan atau sempadan sungai harus memperhatikan:
a. Kepentingan umum;
b. Keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan
ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan.
Penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan
RTRW disesuaikan melalui penyelenggaraan penatagunaan tanah.

3. Nilai Tanah
Secara langsung ataupun tidak langsung fenomena perkembangan wilayah
akan berpengaruh terhadap perkembangan nilai tanah. Perkembangan wilayah
yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan dalam penataan ruang, baik
kebijaksanaan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang maupun dalam
pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian perkembangan nilai tanah
juga merupakan dependent variable dari kebijaksanaan penataan ruang.
Pada dasarnya nilai tanah atau harga tanah dipengaruhi oleh beberapa nilai
tanah parsial yang bekerja secara simultan pada obyek tanah yang meliputi:

3
a. nilai Recardian, yaitu nilai yang timbul sebagai akibat adanya sifat kualitas
tanah yang berhubungan dengan kesesuaian untuk penggunaan tertentu dan
atau kelangkaannya;
b. nilai Lokasi, yaitu nilai yang timbul akibat dari lokasi tanah relatif terhadap
lokasi lainnya dan dalam praktek berhubungan dengan aksesibilitas tanah.
c. nilai Lingkungan, yaitu nilai yang timbul sebagai akibat fungsi ekologis
tanah dalam suatu ekosistem;
d. nilai Sosial, yaitu nilai yang timbul akibat adanya fungsi sosial tanah;
e. nilai Politik, yaitu nilai yang timbul jika pemilikan penguasaan tanah
memberikan sejumlah kekuatan politik ataupun posisi politik yang lebih
menguntungkan kepada pemilik-penguasaannya.
Nilai-nilai di atas memiliki besaran yang cukup variatif mengikuti
dinamika wilayah dan karakteristik perkembangannya. Dari uraian diatas
dampak dinamika perkembangan wilayah terhadap nilai tanah antara lain:
a. Sebaran keruangan nilai tanah tidak teratur
b. Perkembangan nilai tanah menjadi tidak terkontrol
c. Sulit menentukan nilai tanah secara pasti, sehingga mengganggu proses
penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan
d. Variabel nilai tanah menjadi tidak menentu
e. Membuka peluang munculnya pihak-pihak yang mempermainkan nilai
tanah demi kepentingan sendiri.
Beberapa dampak di atas ternyata berujung pada high cost economic
terhadap proses pembangunan berbasis tanah yang sedang berjalan. Bahkan di
sisi lain dapat memunculkan disharmoni dan konflik yang kontraproduktif antar
berbagai pihak yang bersinggungan terhadap peralihan hak atas tanah dan
peralihan penggunaan tanahnya.

4. Politik Pertanahan
Penyatuan bidang keagrariaan, tata ruang, dan pertanahan dapat dibaca
sebagai upaya menata kelembagaan yang berlandaskan pada konstitusi dan
regulasi dalam pengelolaan agraria dan sumber daya alam, visi dan misi

4
pemerintah, serta kebutuhan dalam menjalankan tugas pemerintahan di bidang
keagrariaan-pertanahan dan tata ruang. Pengintegrasian BPN dengan Ditjen
Penataan Ruang Kementerian PU menjadi Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional merupakan perubahan paradigma dalam
melihat sumber daya agraria.
Jika awalnya agraria-pertanahan dipahami sebagai persilpersil tanah,
melalui kelembagaan yang baru dipahami sebagai kondisi, status, dan fungsi
hubungan antarpersil yang membentuk sebuah poligon yang saling
memengaruhi yang kemudian disebut sebagai ruang. Sumber daya agraria
dengan matra utama tanah merupakan ruang hidup bagi penduduk. Untuk itu,
pengaturan penguasaan dan pemilikan atas agraria-tanah harus selaras dan serasi
dengan penggunaan dan pemanfaatan ruang.
Dalam perspektif land management, terintegrasinya land tenure, land
use, land value, dan land development yang didukung dengan land information
infrastructures dan dibingkai melalui land policy yang tepat merupakan
prasyarat terwujudnya pembangunan berkesinambungan. Dalam konteks ini,
terintegrasinya agraria-pertanahan dengan tata ruang adalah prakondisi menuju
pembangunan berkelanjutan.
Dalam pembangunan berkelanjutan, Aspek Pengambilan Keputusan
mempunyai kontribusi terbesar dalam proses dinamika wilayah. Visi dan misi
dari pemegang otoritas, pemilik kapital dan masyarakat dalam memandang masa
depan sebuah wilayah menjadi entry point bagi pengembangan wilayah ke
depan. Artinya dinamika wilayah akan sangat tergantung pada proses
pengambilan keputusan dalam rangka mengembangkan sebuah wilayah demi
kepentingan sesaat atau kepentingan masa depan.

5. Land Policy dan Land Administration


Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang
Kementerian Agraria dan Tata Ruang, urusan penataan ruang berkembang dari
satu ditjend menjadi dua ditjend, yakni Ditjend Tata Ruang dan Ditjend
Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah. Direktorat Jenderal

5
Tata Ruang pada Kementerian ATR mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan tata ruang dan
pemanfaatan ruang. Sedangkan Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan
Ruang dan Penguasaan Tanah mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian pemanfaatan ruang dan
penguasaan tanah serta penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.
Kedua kelembagaan tata ruang ini menunjukkan bahwa urusan penataan
ruang menjadi hal yang sangat penting dan bertautan dengan keagrariaan
pertanahan. Di samping itu, munculnya kelembagaan pengendalian pemanfaatan
ruang dan penguasaan tanah pada level ditjend menunjukkan bahwa aspek
pengendalian adalah aspek yang sangat strategis dan perlu mendapatkan
perhatian. Secara kelembagaan, negara mempunyai kewajiban dalam
menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,
agar hal ini dapat terwujud maka diperlukan Land Administration yang baik
untuk dijadikan sebagai pendukung dalam pengambilan kebijakan pertanahan
(Land Policy).

6. Land Reform, dll.


Manajemen pertanahan dalam aspek land reform ini salah satunya adalah
berhubungan dengan pendistribusian Tanah Objek Land Reform (Tanah
Absentee, Tanah Kelebihan Maksimu, Tanah Terlantar, dll) Perencanaan
pembangunan berbasis reforma agraria memuat keterpaduan perencanaan
komunitas, perencanaan pembangunan lintas sektoral, perencanaan teknokratik
dan perencanaan berbasis kewilayahan /spasial sebagai berikut :
a. Tata kelola aset agrarian
Menata penguasaan dan kepemilikan lahan, misalnya mengidentifikasi Tanah
Objek Land Reform yang nanti akan diredistribusikan
b. Tata Kelola Akses Agraria
Tujuan dari access reform ini dilakukan adalah untuk mengoptimalkan
pengusahaan obyek tanah yang diredistribusi oleh penerima manfaat.

Anda mungkin juga menyukai