Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

TERAPI CAIRAN

PRISKY CHRISELAWATI 112016132

WAN MUHAMMAD FARIZ 112016401

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN ANESTESI

RSUD TARAKAN JAKARTA

PERIODE 6 NOVEMBER 25 NOVEMBER 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam tubuh. Tubuh
terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat padat seperti protein, lemak, dan
mineral.1 Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak
atau sedikitnya lemak tubuh. Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan
pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak
dibanding pria, dan lemak mengandung sedikit air.1 Sementara neonatus atau bayi sangat
rentan terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi
dibandingkan dengan dewasa. 2
Dalam mempertahankan homeostatis dibutuhkan salah satunya keseimbangan cairan
dan elektrolit di dalam tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi
yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan
ini dipertahankan oleh asupan, distribusi, haluaran air dan elektrolit, sistem renal dan paru.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah
satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.

Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan manusia, saat
menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan saat dewasa pada pria
mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada wanita.2 Air dalam tubuh terbagi
kedalam dua kelompok besar, yaitu yang berada pada ruang interselular, serta yang berada
pada ruang ekstraselular. Ekstraselular dibagi lagi menjadi cairan intravaskuler dan cairan
interstisial. Terapi cairan dibutuhkan pada keadaan tertentu, saat kebutuhan akan air serta
nutrisi-nutrisi tersebut tidak dapat terpenuhi secara peroral.

Pemeliharaan volume intravaskuler agar tetap pada batas normal sangatlah penting
dalam periode perioperatif. Penilaian volume intravaskuler serta penggantian dari cairan dan
elektrolit yang hilang selama prosedur pembedahan sedang berlangsung harus dapat
dilakukan dengan tepat. Kesalahan dalam penggantian cairan dapat menyebabkan morbiditas
yang cukup bermakna atau bahkan sampai kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Cairan Tubuh


A. Distribusi
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular.
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-
rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi
hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat
dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien dalam
cairan tubuh.
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler
berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan
membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring
dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan
ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :1
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter,
tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
Intraselular
Cairan Tubuh 40 %
60 % Intersitial 15 %
Ekstraselular
20 %
Intravaskular 5 %

Bagan 1. Distribusi Cairan Tubuh

B. Komponen Cairan Tubuh


Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.3
Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation
dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).4

Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan
di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat
berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan
keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).4
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi
disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus
berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak
dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.5
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium
dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang
tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.
Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
Cairan
Plasma Cairan Interstitial
Elektrolit Intracellular
(mEq/L) (mEq/L)
(mEq/L)

Na+ 142 145 10

K+ 4 4 159

Mg2+ 2 2 40

Ca2+ 5 3 1

Cl- 103 117 10

HCO3- 25 27 7

Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh5

Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
2.2. Perubahan Cairan Tubuh
Osmoreseptor yang terletak di hypothalamus adalah pusat yang merasakan adanya
perubahan cairan. Sinyal dari hipofisis akan meningkatkan atau menurunkan vasopressin atau
2
ADH (antidiuretic hormone). Dilusi dari cairan ekstraseluler termasuk plasma yang diatur
oleh asupan makanan atau cairan yang osmolalitasnya lebih rendah dari plasma akan
menyebabkan sekresi ADH turun dan ginjal akan mengeksresikan lebih banyak cairan bebas
dan memproduksi urin. Sebaliknya, jika terjadi dehidrasi maka cairan di ekstraseluler akan
menjadi lebih terkonsentrasi, sekresi ADH jadi naik dan tubulus di ginjal mereabsorbsi air,
memproduksi urin yang lebih pekat. Dalam respon dehidrasi, ginjal normal dapat
memekatkan urin dengan meningkatkan urea berlipat kali ganda, jadi normalnya produksi
urea berhubungan dengan metabolisme protein yang dapat di ekskresikan sedikitnya dalam
500 ml urin. 3
Dengan adanya defisit cairan, plasma urea yang ada didalam urin atau rasio
osmolalitasnya diukur dari kapasitas ginjal untuk memekatkan. Usia dan penyakit dapat
berefek pada konsentrasi ginjal jadi volume yang lebih besar dari urin dibutuhkan untuk
mengekskresikan produk buangan yang jumlahnya sama dengan orang normal. Hal yang
sama juga terjadi jika pemecahan protein meningkat baik peningkatan konsumsi protein atau
penurunan pemecahan protein akan membutuhkan volume urin yang lebih banyak untuk
mengeluarkan produk buangan, hal ini dikarenakan kebutuhan untuk membuang urea seiring
dengan peningkatannya dalam pemecahan protein.1 Untuk mengetahui fungsi ginjal terdapat
ukuran dari keduanya yaitu volume urin dan konsentrasi urin (osmolalitas).
Mekanisme homeostatik dalam cairan meliputi : 5
Osmosis
Perpindahan cairan melalui membrane semi permeable dimana disalah satu sisinya
hanya substansi tertentu yang boleh masuk ke sisi yang lain. Pori-pori didalam membrane
memperbolehkan pergerakan cairan dari area dengan konsentrasi rendah ke area konsentrasi
tinggi. Contoh : larutan gula dipisahkan dengan larutan air yang murni dalam membrane
semipermeable maka cairan akan masuk kedalam larutan gula karena molekul gula adalah
molekul yang besar dengan konsentrasi cairan yang rendah dibandingan air murni.
Difusi
Difusi adalah perpindahan substansi dari area dengan konsentrasi tinggi ke
konsnetrasi rendah. Hal ini disebut dengan gradient difusi. Karena pergerakan acak dari
molekul dan benturan yang menghasilkan pergerakan molekul akan terdistribusi. Contoh ;
ketika tinta dimasukan kedalam air maka tinta akan menyebar ke seluruh air. Pergerakan
molekul tinta itu dari daerah yang tinggi konsentrasinya kesalah satu daerah yang rendah
konsentrasinya. Difusi ini adalah proses pasif, dan proses ini tidak membutuhkan energi.
Didalam tubuh , difusi dari substansi-substansi akan mask secara selektif lewat membrane
plasma semi permeable dan hanya molekul-molekul yang kecil yang melewati membrane
tersebut.
Difusi Terfasilitasi
Ini dibuat untuk membuat molekul yang lebih besar bisa masuk melewati membrane
semipermeable. Perpindahan molekul ini dari konsentrasi rendah dengan bantuan specific
carrier protein. Molekul yang larut air, seperti glukosa dan gula lainnya, beberapa asam
amino, vitamin yang larut air, dan ion tidak dapat ditranspor secara difusi sederhana karena
mereka tidak dapat larut dalam fosfolipid. Untuk dapat berdifusi melintasi membran mereka:
berikatan dengan protein karier pada membrane atau bergerak melalui protein kanal. Protein
karier adalah protein membran yang secara fisik melekat pada membran dan menagngkut
senyawa spesifik melintasi membrane plasma, ini berarti bahwa satu tipe prtein karier hanya
dapat berikatan dengan satu tipe senyawa.6
Filtrasi
Proses ini merupakan proses pasif, tekanan hidrostatik akan membuat air dan molekul
molekul kecil keluar dari plasma masuk ke cairan interstitial. Pergerakan ini muncul pada
kapiler darah, cairan yang muncul dengan molekul yang rendah dan meninggalkan darah
untuk mensuplai nutrisi dan material material dari sel untuk proses metabolic. Filtrasi juga
penting untuk proses pembentukan urin. Tekanan hidrostatik pada nefron membuat air dan
molekul-molekul lain mampu melewati tubulus tubulus sebagai proses pertama pembentukan
urin.
2.3. Terapi Cairan
A. Jenis Jenis Cairan
Ketika menggunakan terapi cairan prinsip penggunaan terapi cairan menurut NICE adalah
Resuscitation, Routine maintenance, Replacement, Redistribution, dan Reassessment.
Cairan Kristaloid 2
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya
seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh
cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di
hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%,
tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan
klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya
dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.7
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang
mendapat infus 1 liter NaCl 0,9 %. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga
dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Cairan Koloid 2
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute
atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering
digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak
(misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:2
a. Koloid alami: 7
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat
dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin
(83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis:1
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc
mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70
merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi
Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat
menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti
trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor
VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran
melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih
dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500
ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari
dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low
molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang
besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta
starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin

Gambar 1. Komponen Cairan Tubuh dan Distribusinya dalam Cairan Intravena.1


B. Prinsip Terapi Cairan
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara dan mengganti dalam batas-batas fisiologis

dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid ( plasma ekspander) secara intravena. 7

Terapi cairan resusitasi


Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh
atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya
pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan
pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak
20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang
dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2
mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti
cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit)
dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.

Terapi Cairan

Resusitasi Rumatan

Pergantian Defisit Koloid Kristaloid


Kristaloid

Mengganti kehilangan cairan akut Memasok kebutuhan harian

Bagan 2. Tujuan terapi cairan 8

C. Teknik pemberian Cairan


Untuk pemberian cairan secara Intravena (IV) harus diberikan pada kadar spesifik,
tidak terlalu cepat atau terlalu perlahan. Kadar spesifik boleh diukur sebagai ml/jam, L/jam
atau tetes/menit. Untuk memulai atau mengubah kadar aliran hanya boleh dilakukan pada
tetes per menit.

Untuk pemberian cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena di


punggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah kubiti. Pada
anak kecil biasa digunakan pada punggung kaki, atau di kepala. Penggunaan jarum atau
kateter vena perifer perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan macetnya
tetesan. Untuk pemberian cairan infus yang lebih lama dari 3 hari sebaiknya menggunakan
kateter besar dan panjang yang ditusukan pada vena vena yang lebih besar. 8
Abbocath yang biasanya mempunyai ukuran jarum berbeda memberikan jumlah
tetesan per ml (factor tetes) yang berbeda tergantung panjang dan diameternya. Faktor tetes
yang biasa adalah 10 tetes/ml (set darah), 15 tetes/ml (makro), 60 tetes/ ml (mikro).

Untuk mengukur kadarnya harus diketahui jumlah tetesan dan waktu dalam menit.

Rumus:

volume (ml) X factor tetes (gtts / ml)


= gtts / men
---------------------------------------------
(kadar aliran)
waktu (menit)

Contoh:

Cairan infus Ringer Laktat 1500 ml diberikan secara IVdalam waktu 12 jam menggunakan
factor 15gtt/ml, berapa tetes per menit yang akan masuk?

1500(ml) X 15(gtt/ml)
------------------------------------ = 31 gtt / menit
12 menit x 60 (jumlah menit)

Cairan resusitasi yang ideal harus menjadi salah satu yang menghasilkan peningkatan
volume intravaskular yang dapat diperkirakan dan terus-menerus, memiliki komposisi kimia
sedekat mungkin dengan cairan ekstraselular, dimetabolisme dan diekskresikan sepenuhnya
tanpa akumulasi dalam jaringan, tidak menghasilkan efek metabolik atau sistemik yang
merugikan. , dan hemat biaya dalam hal meningkatkan hasil pasien. Saat ini, tidak ada cairan
semacam itu yang tersedia untuk penggunaan klinis.1,2

Pendukung solusi koloid berpendapat bahwa koloid lebih efektif dalam memperluas
volume intravaskular karena mereka ditahan di dalam ruang intravaskular dan
mempertahankan tekanan onkotik koloid. Pengaruh volume-hemat dari koloid, dibandingkan
dengan kristaloid, dianggap sebagai keuntungan, yang secara konvensional dijelaskan dalam
rasio 1: 3 koloid terhadap kristaloid untuk mempertahankan volume intravaskular. Koloid
semisintetik memiliki durasi efek yang lebih pendek daripada larutan albumin manusia
namun secara aktif dimetabolisme dan diekskresikan.1,2

Pendukung larutan kristaloid berpendapat bahwa koloid, khususnya albumin manusia,


mahal dan tidak praktis untuk digunakan sebagai cairan resusitasi, terutama pada kondisi tipe
lapangan. Kristaloid murah dan tersedia secara luas dan memiliki peran yang mapan, meski
belum terbukti, berperan sebagai cairan resusitasi lini pertama. Namun, penggunaan
kristaloid secara klasik dikaitkan dengan perkembangan edema interstisial klinis yang
signifikan.2

Persyaratan dan respons terhadap resusitasi cairan sangat bervariasi selama menjalani
penyakit kritis. Tidak ada pengukuran fisiologis atau biokimia tunggal yang cukup
mencerminkan kompleksitas penipisan cairan atau respons terhadap resusitasi cairan pada
penyakit akut. Namun, hipotensi sistolik dan terutama oliguria banyak digunakan sebagai
pemicu untuk mengelola "terapi cairan," mulai dari 200 sampai 1000 ml kristaloid atau
koloid untuk pasien dewasa.

1. Penilaian dan pemantauan (Assessment) 2

Penilaian awal

1.1 Kaji apakah pasien mengalami syok. Indikator bahwa pasien mungkin memerlukan
resusitasi cairan darurat meliputi:

Tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg


detak jantung lebih dari 90 denyut per menit
Waktu pengisian kapiler lebih dari 2 detik atau pinggiran terasa dingin untuk disentuh
Tingkat pernafasan lebih dari 20 napas per menit
National Early Warning Score (NEWS) adalah 5 atau lebih
Peningkatan kaki pasif menunjukkan responsivitas cairan.

1.2 Kaji kebutuhan cairan dan elektrolit pasien dari riwayat, pemeriksaan klinis, pengobatan
terkini, pemantauan klinis dan pemeriksaan laboratorium:

Sejarah harus mencakup asupan, haus, kuantitas dan komposisi kerugian abnormal
sebelumnya (lihat Diagram kerugian yang terus berlanjut), dan komorbiditas apa pun,
termasuk pasien yang kekurangan gizi dan berisiko mengalami sindrom pengulangan
(lihat Dukungan nutrisi pada orang dewasa.
Pemeriksaan klinis harus mencakup penilaian status cairan pasien, termasuk:
o denyut nadi, tekanan darah, isi ulang kapiler dan tekanan vena jugularis
o adanya edema paru atau perifer
o adanya hipotensi postural.
Pemantauan klinis harus mencakup status dan tren saat ini:
o NEWS
o bagan keseimbangan cairan
o berat badan pasien.
Investigasi laboratorium harus mencakup status dan tren saat ini di:
o hitung darah penuh
urea, kreatinin dan elektrolit.
2. Penilaian ulang (Re-assessment)

Jika pasien menerima cairan infus untuk resusitasi, atur ulang pasien dengan
menggunakan pendekatan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure),
pantau laju pernafasan, denyut nadi, tekanan darah dan perfusi secara terus menerus, dan ukur
kadar laktat vena mereka. dan / atau pH arteri dan kelebihan dasar menurut panduan tentang
dukungan kehidupan lanjut (Resuscitation Council [UK], 2011).2

Semua pasien yang terus menerima cairan IV memerlukan pemantauan berkala.


Awalnya harus mencakup setidaknya penilaian ulang atas status cairan klinis, nilai
laboratorium (urea, kreatinin dan elektrolit) dan bagan keseimbangan cairan, bersama dengan
pengukuran berat dua kali seminggu. Petugas kesehatan harus menyadari bahwa : 2

Pasien yang menerima terapi cairan infus untuk mengatasi masalah penggantian atau
redistribusi mungkin memerlukan pemantauan yang lebih sering.
Pemantauan tambahan natrium urin dapat membantu pada pasien dengan kehilangan
gastrointestinal volume tinggi. (Dikurangi ekskresi natrium urin [kurang dari 30 mmol
/ l] dapat mengindikasikan penurunan natrium total tubuh meskipun kadar natrium
plasma normal. Natrium urin juga dapat mengindikasikan penyebab hiponatremia,
dan membimbing pencapaian keseimbangan natrium negatif pada pasien dengan
edema. Namun, nilai natrium urin mungkin menyesatkan bila ada gangguan ginjal
atau terapi diuretik.)
Pasien dengan terapi cairan IV jangka panjang yang kondisinya stabil dapat dipantau
lebih jarang, walaupun keputusan untuk mengurangi frekuensi pemantauan harus
dirinci dalam rencana pengelolaan cairan infus mereka.

Jika pasien menerima cairan IV yang mengandung konsentrasi klorida lebih besar dari
120 mmol / l (misalnya natrium klorida 0,9%), pantau konsentrasi serum klorida mereka
setiap hari. Jika pasien mengalami hiperkloremia atau asidaemia, atur ulang cairan infus
mereka dan tentukan status asam-basa mereka. Pertimbangkan pemantauan yang kurang
sering untuk pasien yang stabil. Jika pasien dipindahkan ke lokasi yang berbeda, atur ulang
status cairan mereka dan rencana pengelolaan cairan IV pada saat kedatangan di tempat yang
baru.

Gambar 2. Algoritma pertama (Assessment dan Re-assessment)1


3. Resusitasi (Resuscitation)

Jika pasien memerlukan resusitasi cairan infus, gunakan kristaloid yang mengandung
natrium dalam kisaran 130-154 mmol / l, dengan bolus 500 ml kurang dari 15 menit. Jangan
menggunakan tetrastarch untuk resusitasi cairan. Pertimbangkan larutan albumin manusia 4-
5% untuk resusitasi cairan hanya pada pasien dengan sepsis berat.

Gambar 3. Algoritma ke dua (Resuscitation)1

4. Pemeliharaan Rutin ( Routine Maintanance)

Jika pasien memerlukan cairan infus untuk perawatan rutin saja, batasi pemberian cairan:

25-30 ml / kg / hari air dan


kira-kira 1 mmol / kg / hari kalium [3], natrium dan klorida dan
sekitar 50-100 g / hari glukosa untuk membatasi ketosis dan keadaan kelaparan dapat
dikombinasi pemberian nutrisi enteral.

Untuk pasien yang mengalami obesitas, atur pemberian cairan infus ke berat badan ideal
mereka. Gunakan volume yang lebih rendah per kg (pasien jarang membutuhkan lebih dari
total 3 liter cairan per hari) dan dapatkan bantuan ahli gizi jika BMI mereka lebih dari 40 kg /
m2. Pertimbangkan untuk memberikan sedikit cairan (misalnya cairan 20-25 ml / kg / hari)
untuk pasien yang:

lebih tua atau lemah


mengalami kerusakan ginjal atau gagal jantung
kurang gizi dan beresiko refeeding syndrome

Saat memberikan perawatan rutin saja, pertimbangkan untuk menggunakan 25-30


ml/kg/ hari natrium klorida 0,18% pada glukosa 4% dengan kalium 27 mmol / l pada hari ke
1. Berikan lebih dari 2,5 liter per hari meningkatkan risiko hiponatremia. Ini adalah
pemberian cairan awal selanjutnya dilakukan pemantauan.
Gambar 4. Algoritma ketiga 1

5. Penggantian dan redistribusi (Replacement and redistribution)

Sesuaikan pemberian IV (tambahkan atau kurangi kebutuhan perawatan) untuk


memperhitungkan defisit dan ekses cairan dan /atau elektrolit yang ada, kerugian yang terus
berlanjut atau distribusi cairan abnormal.

Carilah bantuan ahli jika pasien memiliki masalah redistribusi cairan yang kompleks
dan / atau elektrolit atau ketidakseimbangan, atau komorbiditas yang signifikan, misalnya:

edema kasar
sepsis berat
hiponatremia atau hypernatraemia
ginjal, hati dan / atau gangguan jantung
retensi cairan post-operatif dan redistribusi
kurang gizi dan refeeding syndrome

Gambar 5. Algoritma ke 4. (Replacement and redistribution)1

D. Komplikasi

Komplikasi Cara Mengenal Waktu


Mismanagement identifikasi
cairan
Hipvolemia Kebutuhan cairan pasien tidak Sebelum dan
terpenuhi dengan asupan oral, enteral selama terapi
atau IV dan cairan IV
Klinis dehidrasi pada pemeriksaan
klinis
Produksi urin sedikit atau urine yang
pekat
Indikator biokimia, seperti
peningkatan urea atau kreatinin lebih
dari 50% tanpa penyebab lain
Edema paru Tidak ada penyebab jelas lainnya Selama terapi
yang teridentifikasi (misalnya cairan IV atau
(sesak saat infus) pneumonia, pulmonary embolus atau dalam 6 jam
asma) menghentikan
Klinis edema paru pada pemeriksaan cairan IV
klinis
Gambaran edema paru pada sinar-X
Hiponatremia Natrium serum kurang dari 130 Selama terapi
mmol/l cairan IV atau
Tidak ada kemungkinan penyebab dalam 24 jam
hiponatremia lain yang diketahui menghentikan
cairan IV
Hipernatremia Natrium serum 155 mmol / l atau Selama terapi
lebih cairan IV atau
Baseline sodium normal atau rendah dalam 24 jam
Regimen cairan IV mengandung menghentikan
natrium klorida 0,9% cairan IV

Tidak ada penyebab hipernotisemia


lain yang mungkin terjadi
Edema Perifer Pitting edema di daerah ekstremitas Selama terapi
dan / atau lumbar sacral cairan IV atau
Tidak ada penyebab jelas lainnya dalam 24 jam
yang teridentifikasi (misalnya menghentikan
sindrom nefrotik atau kegagalan cairan IV
jantung yang diketahui)
Hiperkalemia Kalium serum lebih dari 5,5 mmol / l Selama terapi
cairan IV atau
Tidak ada penyebab jelas lainnya dalam 24 jam
yang teridentifikasi menghentikan
cairan IV
Hipokalemia Kalium serum kurang dari 3,0 mmol Selama terapi
/ l kemungkinan disebabkan oleh cairan IV atau
infus cairan tanpa pemberian dalam 24 jam
potassium yang adekuat menghentikan
Tidak ada penyebab jelas lainnya cairan IV
(misalnya diuretik potasium, sindrom
pengulangan)
BAB III
KESIMPULAN

Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam tubuh. Tubuh
terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat padat seperti protein, lemak, dan
mineral. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak
atau sedikitnya lemak tubuh. Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan
pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak
dibanding pria, dan lemak mengandung sedikit air.
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara dan mengganti dalam batas-batas
fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid ( plasma ekspander) secara
intravena. Untuk pemberian cairan secara Intravena (IV) harus diberikan pada kadar spesifik,
tidak terlalu cepat atau terlalu perlahan. Apabila terjadi kesalahan dalam melakukan
manajemen terapi carian akan menyebabkna gangguan dan komplikasi.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. National Institute for Health and Care Excellence. National clinical guideline
intravenous fluid therapy in adults in hospital. National clinical guideline centre,
2013.
2. National center for biotechnology. 5 Principles and protocols fot intravenous fluid
therapy. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0082773/ , 2013.
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia Edisi ke -6. Penerbit buku kedokteran EGC:
Jakarta,2009.
4. Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med
7:462-465, 2006.
5. Hand H. The use of intravenous therapy. British,2001
6. Chalik R. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2016.
7. Myburgh AJ, Mythen MG. Resuscitation Fluids. 369:13. New England Journal of
Medicine ,2013.
8. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2009; 133-9

Anda mungkin juga menyukai