I. DESKRIPSI SINGKAT
SDKI 1990-2007 menyatakan bahwa , kematian balita di Indonesia mengalami
penurunan yang sangat signifikan yaitu dari 97 per 1000 kelahiran hidup menjadi
46 per 1000 kelahiran hidup. Namun, sejak periode 2002, sampai 2012 kematian
balita mengalami penurunan yang sangat sedikit atau bahkan stagnan hal ini
ditunjukkan oleh hasil SDKI 2007-2012 yang menyatakan bahwa angka kematian
balita hanya turun 4 poin yaitu dari 44/1000 kelahiran hidup menjadi 40/1000
kelahiran hidup. keadaan ini menjadi fokus perhatian pemerintah mengingat tujuan
pembangunan milinium (MDGs) mengamanatkan terjadinya penurunan kematian
bayi 2/3 dari keadaan tahun 1990-an pada tahun 2015 yang artinya adalah
kematian balita di Indonesia ditargetkan 32/1000 kelahiran hidup.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun
langkah langkah pembelajaran sebagai berikut :
Persiapan
Sebelum dimulainya proses pembelajaran, langkah persiapan harus dilakukan
baik oleh pelatih maupun peserta. Berikut adalah langkah langkah persiapan
yang dilakukan oleh pelatih dan peserta :
a. Persiapan oleh pelatih
Pelatih mempersiapkan materi, bahan tayang / penyajian yang akan
diberikan pada peserta.
b. Persiapan oleh peserta
Peserta wajib mempersiapkan diri untuk mengikuti dari awal hingga akhir
pelatihan.
Peserta harus membaca modul pelatihan terlebih dahulu sebelum proses
pembelajaran dimulai.
Pelaksanaan
Pelaksanaan penyampaian materi Kebijakan dan Strategi Upaya Percepatan
Penurunan Angka Kematian dalam bentuk kuliah umum. Metode yang digunakan
adalah ceramah dan tanya jawab dengan langkah langkah sebagai berikut :
Langkah 1 : Pengkondisian Peserta (5 menit)
Di lain sisi, isu bonus demografi menjadi sangat penting dan harus dipersiapkan
mulai dari sekarang. Saat ini, Indonesia memiliki jumlah penduduk 255 juta jiwa
di tahun 2015. Dari jumlah tersebut. Indonesia memiliki penduduk dengan usia
0-14 tahun sekitar 25,9 %. Pada tahun 2025 nanti anak-anak sudah dewasa
dan termasuk dalam usia produktif. Diperkirakan, pada tahun 2025-2035
Indonesia akan menikmati bonus demografi yaitu jumlah penduduk usia
produktif lebih besar dari jumlah penduduk nonproduktif. Di satu sisi, besarnya
uimlah penduduk usia produktif ini sebagai berkah dan potensi bgi
pembangunan bangsa. Tapi di satu sis lain, jika tak pandai mengelola dan
mengantisipasi, kondisi ini justru menjadi musibah dan membawa dampak
sosial yang lebih hebat. Untuk itu, mulai saat ini anak-anak harus ditingkatkan
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara
optimal melalui pemenuhan gizi seimbang dan cukup, tumbuh kembang yang
selalu dipantau, pemenuhan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
lingkungan yang memadai. Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas
akan menurunkan biaya kesehatan sehingga Indeks Pembangunan Manusia
pun meningkat. Dengan begitu maka bonus demografi dapat dimanfaatkan
dengan maksimal.
2. Analisis Situasi
Untuk mencapai hal yang telah disebutkan di atas, kita perlu melihat situasi
yang terjadi sekarang. Berdasarkan hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Neonatal (AKN) 19/1000 KH, Angka
Kematian Bayi (AKB) 32/1000 KH dan Angka Kematian Balita (AKABA) adalah
40/1000 KH. Jika dibandingkan dengan survei yang sama pada tahun 2007,
kematian balita dan kematian bayi telah mengalami penurunan, namun
kematian neonatal tetap stagnan bahkan dalam 10 tahun terakhir.
Status Gizi dan Imunisasi juga masih menjadi permasalah kesehatan balita di
Indonesia. Berdasarkan data Kemenkes tahun 2013, kekurangan gizi pada
balita sebesar 19,6%, gizi lebih sebesar 11,9% dan stunting 37,2%. Begitu juga
dengan imunisasi yang merupakan upaya dalam rangka pencegahan penyakit.
Kecenderungan imunisasi dasar lengkap pada anak umur 12-23 bulan tahun
2013 sebesar 59,2% dan tidak diimunisasi sebesar 8,7%.
Dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anak, pola asuh, asih dan asah
sangatlah penting. Lingkungan yang ramah anak perlu diciptakan. Berdasarkan
data KPAI tahun 2011-2014, pada tahun 2014 terdapat 622 kasus kekerasan
terhadap anak yang terdiri dari 94 kasus kekerasan fisik, 12 kasus kekerasan
seksual, dan 459 kasus kekerasan seksual. Berdsarkan data, juga dapat dilihat
bahwa kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat dari tahun ke tahun
(2011-2014).
3. Dasar Hukum
Pelaksanaan uapaya kesehatan di Indonesia berdasarkan beberapa
landasan hukum :
a. UUD 1945 mengamanatkan dalam pasal 28B ayat 2 & pasal 28H ayat 1
b. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dalam pasal 131 ayat 1 dan 3,
pasal 133 ayat 1, pasal 139 ayat 1
c. UU No.35 tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Pokok Bahasan 2 :
Kebijakan dan Strategi Upaya Percepatan Peningkatan Kelangsungan dan
Kualitas Balita & Anak Prasekolah
1. Kebijakan dan Strategi
Untuk mencapai target SDGs, diperlukan strategi yang perlu dilakukan serta
indicator pencapaian yang dapat digunakan.
Berikut adalah beberapa indikator yang digunakan untuk menilai pencapaian
target antara lain :
a. Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup dari 346 (2010)
menjadi 306 (Target 2019)
b. Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup dari 32 (2012/2013)
menjadi 24 (Traget 2019)
c. Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita (persen) dari 19,6 (2013)
menjadi 17 (Target 2019)
d. Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta
(bawah dua tahun) (persen) dari 32,9 (2013) menjadi 28,0 (Target 2019)
e. Presentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar
lengkap pada bayi dari 71,2 (2013) menjadi 95 (Target 2015)
Upaya penurunan angka kematian bayi baru lahir tidak cukup dilakukan dengan
mengintervensi langsung pada sasaran bayi baru lahir saja tapi perlu dilakukan
secara continuum of care termasuk pada ibu sampai anak usia sekolah dan
remaja.
MTBS-M, kelas ibu dan pemanfaatan buku KIA menjadi upaya untuk
memberdayakan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan balita.
2) Di tingkat Puskesmas terdapat Manajemen Terpadu Balita Sakit yang
merupakan keterpaduan tatalaksana tatalaksana balita sakit yang
meliputi upaya pengobatan, pelayanan preventif serta pelayanan
promotif (Pedoman Peningkatan Penerapan MTBS, 2015). Sebagai
pemantauan agar perencanaan dan pelaksanaan intervensi dalam
peningkatan kelangsungan hidup dapat berjalan baik maka dialkukan
surveilans kesehatan anak.
3) Di tingkat rujukan terdapat pelayanan kesehatana anak di RS
Kab/Kota serta regionalisasi RS Rujukan.
b. Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Balita dan Apras
1) Di tingkat masyarakat terdapat pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan menggunakan buku KIA. Diharapkan
orang tua dan keluarga dapat berperan aktif dalam memantau dan
menstimulasi pertumbuhan perkembangan anaknya sesuai tahapan
umur. Dikembangkan juga penanganan Anak Dengan Disabilitas
(ADD) di tingkat keluarga. Upaya pemberdayaan keluarga bertujuan
untuk meningkatkan kemandirian keluarga/orang tua dari anak dengan
disabilitas dalam memberikan perawatan kesehatan, pola asuh anak
dan upaya perlindungan terhadap penyakit serta rehabilitasi disabilitas
di tingkat keluarga (Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak dengan
Disabilitas bagi Keluarga, 2015). Selain hal tersebut diatas, terdapat
juga pemantauan pertumbuha balita di posyandu dan
edukasi/konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
2) Di tingkat puskesmas tenaga kesehatan juga ditingkatkan
pengetahuan dan keterampilannya agar bisa membina orang
tua/keluarga yang mempunyai anak dengan disabilitas dalam
membimbing dan melatih anak dengan disabilitas. Di tingkat
puskesmas terdapat pelayanan SDIDTK. Diharapkan puskesmas
mampu melakukan deteksi dini, stimulasi dan intervensi dini tumbuh
kembang anak. Keberhasilan penerapan SDIDTK adalah bilamana di
wilayah tersebut semua balita dan pra sekolah mendapatkan
pelayanan SDIDTK dan ditindaklanjuti keluarga untuk menstimulasi
anak maupun bilamana memerlukan rujukan. Tenaga kesehatan
diharapkan memfasilitasi keluarga agar mampu melaksanakan
pemantauan dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan dengan
menggunakan buku KIA. Upaya peningaktan gizi juga dilakukan
dengan pemberian PMT balita kurus.
3) Di tingkat rujukan dipersiapkan rumah sakit rujukan kasus tumbuh
kembang anak. Diharapkan anak-anak dengan hambatan tumbuh
Untuk itu, dalam rangak mengatasi salah satu tantangan di atas yaitu masih
kurangnya kemampuan teknis dan kepatuhan petugas kesehatan dalam
menangani balita dan anak prasekolah, baik di tingkat dasar maka perlu
diadakan pelatihan terintegrasi.
VII. REFERENSI
1. Kementerian Keseharan RI. (2010). Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
2. Kementerian Keseharan RI. (2010). Riset Kesehatan Dasar tahun 2010
3. Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012
4. Kementerian Kesehatan RI. (2014). Kurikulum dan Modul Pendukung Pedoman
Penanganan Kasus Rujukan Kelainan Tumbuh Kembang Balita tahun 2014
5. Kementerian Kesehatan RI. (2014). Surveilans Kesehatan Anak Seri Balita
tahun 2014
6. Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak
dengan Disabilitas bagi Tenaga Kesehatan tahun 2015
7. Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak
dengan Disabilitas bagi Keluarga tahun 2015
8. Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Penyelenggaraan Manajemen
Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M) tahun 2014
9. Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Peningkatan Penerapan MTBS
tahun 2015