Pembimbing :
Disusun oleh :
Darayani Amalia
1102013070
2017
BAB I
1. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Usia : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Tanggal Lahir : 04 Mei 1969
Tanggal Masuk : 03 Oktober 2017
Ruang Rawat : Melati 2
2. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 03 Oktober 2017
Keluhan Utama
Nyeri pinggang
Keluhan Tambahan
Mual, Pusing, dan nyeri saat BAK
Disangkal
2
3. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 150/80 mm Hg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Temperatur : 36.8C
2. Pemeriksaan fisik lain nya
a. Kepala
- Normocephal
b. Mata
- Conjungtiva Anemis (-)
- Sklera Ikterik (-)
c. Leher
- JVP meningkat (-)
- Massa (-)
d. THT
- POC (-)
- PCH (-)
e. Thoraks
- Statis, Simetris dan Dinamis
- Retraksi (-)
f. Pulmo
- Vesikuler +/+
- Rhonki (-/-)
- Wheezing (-/-)
g. Cor
- S1 S2 Reguler
- Murmur (-)
- Gallop (-)
h. Abdomen
- Bising usus (+)
- Nyeri tekan epigastrium (+)
- Nyerti ketok CVA (+/-)
- Perut membuncit
i. Ekstremitas
- Akral hangat (+)
- Udem (-)
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (03 Oktober 2017)
Nilai Normal
Haemoglobin 13,3 13 17
Hematokrit 36,9 40 52
Ureum 49 10 50
Makroskopis
Sedimen
Leukosit 1 3 / LPB 14
Eritosit Penuh / LPB 01
Epitel +/positif +
Lain-lain -/negative
Nilai Normal
Ureum 41 5 45
5. Diagnosis Kerja
- CKD
- DM
- hipokalemi
6. Diagnosis Banding
- AKI
- nefrolitiasis
7. Penatalaksanaan
- Novorapid 3 x 8 Unit
- Prorenal 3 x 2
- KSR 2 x 1 tab
- Levofloxacin 1 x 500mg
- Valsartan 1 x 160 mg
- Urinter 2 x 1 tab
8. Prognosis
- dubia ad bonam
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) menggambarkan
suatu keadaan ginjal yang abnormal baik ssecara struktural maupun fungsinya yang
terjadi secara progresif dan menahun, umumnya bersifat irreversibel. Sering kali berakhir
dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan penderita harus menjalani dialisis
bahkan transplantasi ginjal. Penyakit ini sering terjadi, seringkali tanpa disadari dan bahkan
dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit kardiovaskuler dan diabetes).
GGK atau CKD sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada CKD muncul
ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh. Anemia
akan menjadi lebih berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila
penyakit ginjal telah mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap.
Anemia pada CKD terutama diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia
merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien
CKD.
A. DEFINISI
Chronic kidney disease (CKD) adalah sesuatu kerusakan pada struktur fungsi
ginjal yang berlangsung > 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular
filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana GFR < 60mL/menit/1,73 m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa disertai
kerusakan ginjal.
B. ETIOLOGI
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi,
yaitu sekitar due pertiga dari seluruh kasus. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis,
penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus,
obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran
kemih yang berulang.
C. KLSIFIKASI
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya keruskana ginjal dan kemampuan
ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan untuk memfasilitasi
penerapan pedoman praktis klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan kualitas
pada evaluasi, dan juga manajemen CKD. Berikut adalah klasifikasi stadium CKD :
Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh pasien
sekaligus sebagai dasar penentuan terapi olweh dokter. Semakin parah CKD yang
dialami, maka nilai GFR nya akan semakin kecil.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun
penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi.
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai
bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di
ginjal pada DM. Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih
belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek
yang tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth
Factor (IGF) 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat
menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus
berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointerstisialis.
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang
berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol di
seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh
darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginjal. Ketika terjadi tekanan
darah tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi
lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak
dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh.
Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan
darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang
berbahaya.
E. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan penyakit
yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi. Pada stadium dini, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih normal atau justru meningkat.
Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan. Ketika GFR sebesar 30%, barulah terasa keluhan
seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.
Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,
mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terserang infeksi, terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit dan air. Pada GFR di bawah 15%, maka timbul gejala dan
komplikasi serius dan pasien membutuhkan RRT.
F. DIAGNOSIS
Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak langsung. Bukti
langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan atau pemeriksaan
histopatologi biopsi ginjal. Pencitraan meliputi ultrasonografi, computed tomography
(CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan isotope scanning dapat mendeteksi
beberapa kelainan struktural pada ginjal. Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk
menentukan penyakit glomerular yang mendasari.
Bukti tidak langsung pada kerusakan ginjal dapat disimpulkan dari urinalisis.
Inflamasi atau abnormalitas fungsi glomerulus menyebabkan kebocoran sel darah merah
atau protein. Hal ini dideteksi dengan adanya hematuria atau proteinuria.
Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum. Penurunan GFR dapat dihitung dengan mempergunakan rumus Cockcroft-Gault.
Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin.
Pengukuran GFR dapat juga dilakukan dengan menggunakan rumus lain, salah
satunya adalah CKD-EPI creatinin equation.
Selain itu fungsi ginjal juga dapat dilihat melalui pengukuran Cystatin C. Cystatin
C merupakan protein berat molekul rendah (13kD) yang disintesis oleh semua sel berinti
dan ditemukan diberbagai cairan tubuh manusia. Kadarnya dalam darah dapat
menggambarkan GFR sehingga Cystatin C merupakan penanda endogen yang ideal.
G. LABORATORIUM
Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan stadium
penyakit pasien tersebut. Perencanaan tatalaksana pasien CKD dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
1. Chronic kidney disease (CKD) adalah sesuatu kerusakan pada struktur fungsi ginjal
yang berlangsung > 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular
filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana GFR < 60mL/menit/1,73 m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa disertai
kerusakan ginjal.
2. Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu
sekitar due pertiga dari seluruh kasus. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis,
penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu,
lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan
infeksi saluran kemih yang berulang.
3. Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang
diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan
fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi.
4. Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan penyakit yang
mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi.
5. Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum.
6. Terapi CKD : Pengendalian Kadar Gula Darah, Pengendalian Tekanan Darah,
Pengaturan Diet, dan Penanganan Multifaktorial.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi
13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
2. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
3. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.
4. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
p.581-584.
5. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.
6. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias in
Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-Hill
Companies : 2005;586-92 Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2nd ed. Jakarta:
Erlangga:2007;p.29-44