Gangguan afektif adalah gangguan dengan gejala utama adanya perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi dengan atau tanpa ansietas yang
menyertainya, atau kearah elasi (suasana perasaan meningkat).
Gangguan Suasana perasaan adalah suatu kelompok penyakit dimana mengarah kepada
depresi. Pasien dengan suasana perasaan yang tinggi akan menunjukan sikap yang meluap-
luap, dan penurunan kebutuhan tidur. Pasien yang depresi akan merasakan hilangnya energy
dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, pikiran tentang
kematian dan bunuh diri.
Secara sederhana, depresi adalah suatu pengalamaan yang menyakitkan dan perasaan
tidak ada harapan lagi. Pada saat ini, depresi menjadi gangguan kejiwaan yang sangat
mempengaruhi kehidupan, baik hubungan dengan orang lain maupun dalam hal pekerjaan.
WHO memprediksikan pada tahun 2020, depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang
banyak dialami masyarakat dunia. Gangguan manic depresi atau yang lebih dikenal dengan
gangguan bipolar adalah gangguan-gangguan mood yang mempengaruhi sekitar 5.700.000
orang Amerika. Gangguan ini memiliki episode depresi dan manic yang bergantian. Gejala
gangguan bipolar sangat bervariasi dan sering mempengaruhi keseharian individu dan
hubungan interpersonal.
ETIOLOGI
BIOLOGICAL FACTORS
Faktor genetic bagaimana pun juga terlibat dalam gangguan unipolar dan bipolar,
bahwa hormon abnormalitas secara teratur berasosiasi dengan depresi, dan bahwa depresi
adalah asosisasi dengan abnormalitas dalam aktivasi dari bagian spesifik di otak.
Genetic Data
Penelitian mengenai faktor genetis pada gangguan unipolar dan bipolar melibatkan
keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga dari
pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan mood
(Gherson, 1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Pada gangguan unipolar, meskipun
faktor genetis mempengaruhi, namun kurang menentukan dibandingkan gangguan bipolar.
Resiko akan meningkat pada keluarga pasien yang memiliki onset muda saat mengalami
gangguan. Berdasarkan beberapa data diperoleh bahwa onset awal untuk depresi, munculnya
delusi, dan komorbiditas dengan gangguan kecemasan dan alkoholisme meningkatkan resiko
pada keluarga (Goldstein, et al., 1994; Lyons et al., 1998, dalam Davison, Neale, & Kring,
2004).
PSYCHOSOCIAL FACTORS
Onset dan maintenance dari clinical depression jelas terkat dengan sebuah gangguan
atau kegagalan dari mekanisme normal yang meregulasi emosi negative yang mengikuti
kerugian besar. Pada masa awal abad ke 20, teori psychodynamic menitikberatkan peran sentral
dari interpersonal relationship dan loss of significant others dalam pengaturan tingkat depresi
yang juga membawa suatu depressive episode.
GAMBARAN KLINIK
DEPRESI
Depresi merupakan kelompok gangguan suasana perasaan (mood) yang ditandai
dengan tiga gejala khas, yaitu kehilangan minat, tidak berenergi, dan perasaan depresi
(tertekan). Depresi dapat dijumpai pada segala golongan usia, mulai dari kanak, remaja,
dewasa, sampai lanjut usia. Tetapi, gambaran gejala depresi yang ditampilkan dapat berbeda.
Hal tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor usia dari individu tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang tampilannya
memiliki banyak muka.
Depresi pada kelompok usia dewasa dapat muncul dalam bentuk tiga gejala khas yang
disebutkan di atas, seperti hilang minat, rasa malas, dan perasaan sedih yang berkepanjangan.
Perasaan sedih dapat berkembang kepada rasa bersalah atau berdosa. Gambaran ini disebut
dengan istilah gejala psikologis sebagai bentuk depresi eksternalisasi. Selain gejala utama tadi,
depresi juga dapat menampilkan gejala lain yang berbentuk somatik, vegetatif, dan kognitif.
Gejala somatik dapat berupa jantung berdebar, nyeri fisik pada bagian tubuh (nyeri dada,
kepala seperti terasa berat, nyeri otot belakang kepala, nyeri anggota gerak, dan ketegangan
otot), dan rasa mual. Gejala vegetatif dapat berupa gangguan pola tidur, pola makan dan
aktifitas seksual (disfungsi seksual atau gangguan dalam dorongan atau hasrat seksual).
Sedangkan gejala kognitif dapat berupa kehilangan konsentrasi dan mudah lupa.
Apabila gejala yang tampak pada individu dewasa lebih bernuansa pada gambaran
somatik, vegetatif, atau kognitif maka dokter harus menyingkirkan dahulu penyebab organik
atau fisik yang mungkin mendasarinya seperti penyakit pada organ dalam atau saraf. Apabila
telah dinyatakan tidak terdapat gangguan fisik, baru di pikirkan suatu gangguan suasana
perasaan (mood). Kondisi yang demikian dikenal dengan istilah depresi terselubung (masked
depression) karena tampilan gejalanya tidak khas tertuju pada tiga gejala utama depresi.
Kondisi yang seperti ini dapat dijumpai pula pada individu di usia kanak akhir dan remaja yang
muatan gejala psikologisnya hanya berupa mudah marah (tersinggung) atau sikap menentang.
Bentuk ini di kenal sebagai depresi internalisasi yang banyak dijumpai pada usia kanak akhir
dan remaja.
Depresi internalisasi pada individu dapat mempengaruhi organ di dalam tubuh sehingga
mencetuskan suatu penyakit yang sebelumnya pernah dialami oleh individu dan kemudian
menjadi kambuh. Beberapa penyakit yang dapat kembali kambuh oleh cetusan depresi
internalisasi adalah sakit maag (gangguan pada asam lambung), dermatitis pada kulit, penyakit
asma (gangguan pernafasan), vertigo (nyeri kepala berputar), hipertensi (tekanan darah tinggi),
stroke (penyakit serebro vaskuler), gangguan irama jantung, dan sindrom metabolik
(ketidakseimbangan gula darah). Klinisi menyebutnya sebagai suatu gangguan psikosomatik.
Pada individu remaja, manifestasi depresinya dapat mengarah pada suatu gangguan
penyalahgunaan zat atau alkohol. Kondisi ini perlu dipertimbangkan, mengingat kelompok
remaja sedang berada pada usia krisis identitas dan lebih melakukan indetifikasi kepada peer
group (kelompok sebaya)-nya. Sedangkan pada individu lanjut usia, depresi biasanya tampil
dalam tampilan gejal seperti: banyak diam, tidak konsentrasi, dan mudah lupa. Pada kelompok
lanjut usia harus dipastikan apakah depresi yang dialami berdiri sendiri atau merupakan bagian
dari suatu perkembangan dari penyakit kepikunan (demensia). Klinisi mengenalnya dengan
sebutan Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD).
Sebagai tambahan, depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang dapat
berujung kepada suatu percobaan bunuh diri (tentament suicide). Perilaku bunuh diri tersebut
dapat dicetuskan oleh suatu halusinasi pendengaran yang berupa suara bisikan yang sifatnya
mengomentari atau menyuruh. Apabila terdapat gejala tersebut, tentunya tidak hanya sekedar
depresi semata melainkan terdapat pula warna gejala kejiwaan lain yang dinamakan psikotik
(mendengar bisikan atau bicara sendiri). Tentunya hal tersebut memerlukan penanganan yang
cepat, sehingga apabila terdapat hal itu maka masyarakat yang mengetahui dapat merujuk ke
puskesmas terdekat untuk rujukan ke rumah sakit jiwa atau penanganan awal terkait gejala
kejiwaan. Risiko kemunculan bunuh diri pada individu depresi di segala usia berdasarkan
beberapa penelitian adalah sebagai berikut: anak & remaja (20,8%), dewasa (46,4%), dan lanjut
usia (14,6-25%). Hal ini tentu harus menjadi suatu perhatian terkait dengan program promosi
kesehatan jiwa, khususnya upaya pencegahan depresi dan bunuh diri.
MANIA
Mania, sisi lain dari depresi, juga melibatkan gangguan mood yang disertai dengan
gejala tambahan. Episode mania merupakan suatu episode meningkatnya afek seseorang yang
jelas, abnormal, menetap, ekspansif, dan iritabel. Gejala mania meliputi cara berbicara yang
cepat, berpikir cepat, kebutuhan tidur berkurang, perasaan senang atau bahagia , dan
peningkatan minat pada suatu tujuan. Selain itu, tampak sifat mudah marah, mengamuk,
sensitive, hiperaktif, dan waham kebesaran.
Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang
bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan.Yang khas adalah bahwa penderita yakin
dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan keadaannya sendiri disertai dengan aktivitas
yang sangat luar biasa, bisa menyebabkan penderita tidak sabar, mengacau, suka mencampuri
urusan orang lain dan jika kesal akan lekas marah dan menyerang. Euphoria, atau suasana hati
gembira, berlawanan keadaan emosional dari suasana hati yang depresi. Hal ini ditandai
dengan perasaan berlebihan dari fisik dan kesejahteraan emosional.
Gangguan mood didefinisikan dalam jangka kejadian-terpisah periode waktu di mana
perilaku seseorang didominasi oleh baik mood depresi atau manic. Sayangnya, kebanyakan
orang dengan pengalaman gangguan mood mengalaminya lebih dari satu peristiwa/episode.
Dua tipe utama gangguan mood, yaitu :
Unipolar disorder adalah gangguan psikologis dimana seseorang hanya mengalami
kejadian depresi, tidak terdapat episode manic.
Bipolar disorder adalah gangguan psikologi, ditandai dengan perubahan mood atau
perasaan yang sangat ekstrim, yaitu berupa depresi dan mania.Pengambilan istilah bipolar
disorder mengacu pada suasana hati penderitanya yang dapat berganti secara tiba-tiba antara
dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang
ekstrim.
Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania atau, jika ringan,
hypomania . Individu yang mengalami episode manik juga sering mengalami episode depresi,
atau gejala, atau episode campuran dimana kedua fitur mania dan depresi hadir pada waktu
yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode normal suasana hati (mood) , tetapi,
dalam beberapa depresi, individu dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat, yang
dikenal sebagai rapid-cycle. Manic episode ekstrim kadang-kadang dapat menyebabkan
gejala psikotik seperti delusi dan halusinasi .
Penyebab Mania
Kelainan fisik yang bisa menyebabkan mania :
1. Efek samping obat-obatan
- Amfetamin
- Obat anti depresi
- Bromokriptin
- Kokain
- Kortikoseroid
- Levodopa
- Metilfenidat
2. Infeksi
- Aids
- Ensefalitis
- Influenza
- Sifilis
3. Kelainan hormonal
- Hipertiroidisme
5. Kelainan neurologis
- Tumor otak
- Cedera kepala
- Korea huntington
- Sklerosis multiple
- Stroke
- Korea sydenham
- Epilepsi lobus temporalis