Anda di halaman 1dari 24

ACARA IV

KARAKTERISTIK BEBERAPA BAHAN PANGAN

A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Ilmu Pengetahuan Bahan Acara IV Penilaian
Karakteristik Beberapa Bahan Pangan ini adalah:
1. Mahasiswa mampu menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan
(edible portion) dari sayuran dan buah-buahan.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan beberapa sifat kimia buah dan
sayur.
3. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan struktur dan sifat fisik umbi-
umbian.
4. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan sifat fisik minyak dan lemak.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Pengukuran nilai kandungan Total Padatan Terlarut dilakukan
dengan menggunakan refraktomete. Hasil pengukuran nilai Total Padatan
Terlarut diperoleh dengan satuan Brix. Derajat brix adalah satuan
pengukuran perbandingan antara massa sukrosa terlarut dalam air dalam
suatu larutan (Adirahmanto, 2013).
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH
didefinisikan sebagai kologaritmaaktivitasion hidrogen (H+) yang terlarut.
Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental,
sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah
skala absolut. pH bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang
pHnya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. pH merupakan
salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur
dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan
fungsi keasaman yang berbeda (Apriwinda, 2013).
Minyak dan lemak yang penting bagi tubuh kita dan digunakan
untuk pasokan energi. Lemak dimakan berasal dari tanaman (juga dikenal
sebagai minyak nabati) dan hewan. Perbedaan antara hewan dan lemak
nabati adalah bahwa lemak hewani mengandung kolesterol sementara
minyak nabati mengandung fitosterol. Lain Perbedaan adalah rendah tak
jenuh konten asam lemak dalam lemak hewani dibandingkan minyak
nabati. Minyak dan lemak terdiri dari asam lemak dan gliserol disebut
trigliserida. Lemak dapat berupa padat atau cair pada suhu kamar. Kata
"lemak" biasanya digunakan untuk merujuk untuk lemak yang padat pada
suhu kamar normal, sementara "minyak" mengacu pada lemak yang cair
pada suhu kamar normal (Iswarin, 2012).
Tingkat kekeruhan adalah pengukuran cahaya yang tersebar yang
dihasilkan dari interaksi cahaya insiden dengan bahan tidak larut dan
tersuspensi dalam sampel air dan itu merupakan indikator kualitas air
penting. Kekeruhan oleh Organisasi Standar Internasional (ISO) sebagai
pengurangan transparansi cairan disebabkan oleh adanya materi
undissolved. Kekeruhan dapat diartikan sebagai ukuran kejelasan relatif air
dan sering menunjukkan adanya tersebar, padatan tersuspensi; partikel
tidak dalam solusi yang benar seperti lumpur, tanah liat, ganggang dan
mikroorganisme lainnya; bahan organik dan partikel menit lainnya.
padatan di air minum (Lambrou, 2012).
2. Tinjauan Alat dan Bahan
Pisang termasuk tanaman yang gampang tumbuh karena bisa tumbuh
di sembarang tempat. Namun, agar produktivitasnya optimal, sebaiknya
pisang ditanam di daerah dataran rendah. Ketinggian tempat yang ideal
untuk pertumbuhan pisang berada di bawah 1.000 meter dpl. Diatas
kisaran tersebut, produksi pisang cenderung kurang optimal, waktu
berbuah menjadi lebih lama, serta kulit buah menjadi lebih tebal
(Suyanti, 2008).
Sawi merupakan sayuran yang memiliki banyak manfaat.
Kandungan vitamin yang cukup tinggi sangat baik untuk menunjang
kesehatan tubuh. Vitamin paling tinggi yang ada pada sayur sawi ini
adalah vitamin K, dimana vitamin ini sangat berguna untuk pembekuan
darah, sehingga luka cepat mengering. Kandungan vitamin C pada sawi
juga cukup tinggi. Hal ini sangat baik untuk menjaga daya tahan tubuh
(Ardina, 2014).
Secara umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun lonjong,
halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Klasifikasi sawi sebagai berikut:
divisinya adalah Spermatophyta, subdivisinya Angiospermae, sawi masuk
kedalam class Dicotyledonae, famili Cruciferae, genus Brassica dan
spesies Brassica juncea. Petani Indonesia di masa lalu hanya mengenal
tiga macam jenis sawi yang biasa dibudidayakan antara lain sawi putih,
sawi hijau dan sawi huma (Haryanto, 2007).
Kentang sangat sesuai dibudidayakan di daerah dengan curah hujan
rata-rata 1500 mm/tahun. Daerah yang sering mengalami angin kencang
tidak cocok untuk budidaya kentang. Suhu optimal untuk pertumbuhan
kentang adalah 18-210C. Pertumbuhan umbi akan terhambat apabila suhu
tanah kurang dari 100C dan lebih dari 300C (Suryana, 2013).
Ubi jalar termasuk tanaman tropis dan dapat tumbuh dengan baik di
daerah sub tropis. Disamping iklim, faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ubi jalar adalah jarak tanam, varietas dan lokasi tanam.
Umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar yang
berumbi keras (karena banyak mengandung pati) danubi jalar yang
berumbi lunak (karena banyak mengandung air). Dari warna daging
umbinya, ada yang berwarna putih, merah kekuningan, kuning, merah,
krem, jingga atau ungu dan lain-lain (Koswara, 2014).
Selama penyimpanan, suhu dan kelembaban udara penyimpanan
menunjukkan data yang relatif stabil. Penyimpanan dingin (25 26C ;
RH 85 90%) mampu menekan susut bobot dan meningkatkan total
padatan terlarut Brix pada kedua sampel ubi jalar. Kedua ubi jalar tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dalam penurunan kadar air selama
penyimpanan. Semakin banyaknya jumlah, tinggi mata tunas, semakin
meningkat susut bobot pada ubi jalar. Ubi jalar dari Gisting lebih lama
disimpan dibandingkan ubi jalar dari Marga dilihat dari batas susut bobot
normal (Narullita, 2013).
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit
(Elaeis guinensis JACQ}. Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari
serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri
dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang diseb but pericarp,
lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling
dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji
(testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-
rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan
endocarp tidak mengandung minyak. Minyak kelapa sawit seperti
umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak
larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah
trigliserida dan nontrigliserida (Pasaribu, 2004).
Minyak merupakan campuran ester dari gliserol dan asam lemak
rantai panjang yang sering disebut trigliserida. Trigliserida terbentuk dari
asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Reaksi antara gliserol dan
asam lemak (fatty acid) dapat menghasilkan monoester, diester atau
triester. Reaksi ini tergolong reaksi esterifikasi di mana terjadi reaksi yang
disertai pelepasan molekul kecil yaitu air (Andaka, 2009).
Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga
terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.
Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil),
dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida dan
pelarut-pelarut halogen. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak
mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism
adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Titik didih
(boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah
panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut. Titik lunak (softening
point) dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. Sliping point,
digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran komponen-
komponennya. Shot melting point, yaitu temperatur pada saat terjadi
tetesan pertama dari minyak atau lemak. Bobot jenis, biasanya ditentukan
pada temperatur 25C, dan juga perlu dilakukan pengukuran pada
temperatur 40C. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan
apabila minyak dipanaskan (Anwar, 2012).
C. Metodologi
1. Alat
a. Erlenmeyer
b. Gelas Beker
c. Gelas ukur
d. Kaca Preparat
e. Kertas saring
f. Lumpang Mortart
g. Mikroskop
h. Penggaris
i. pH-meter
j. Pipet Tetes
k. Pisau
l. Propipet
m. Refraktometer
n. Silet
o. Thermometer
p. Timbangan Analitik
2. Bahan
a. Sayuran : sawi
b. Buah-buahan : pisang
c. Umbi-umbian : kentang, ubi ungu, dan ketela rami
d. Minyak : minyak kelapa sawit, minyak wijen, dan minyak zaitun
e. Alkohol
f. Aquadest
3. Cara Kerja
A. Menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan dari sayuran dan buah-
buahan

Pisang, kentang, sawi


Penimbangan bahan

Pemisahan bagian bahan yang dapat


dimakan

Penimbangan bagian yang dapat


dimakan
B. Pengamatan beberapa sifat kimia buah dan sayur
1. Keasaman Ph

Pisang, kentang, sawi

Penghancuran 25 gram bahan


dengan menggunakan mortar

Penambahan Aquadest sebanyak 25


25 ml Aquadest ml

Pengukuran pH hancuran
menggunakan pH meter sebanyak
tiga kali
Pisang, kentang, sawi
2. Padatan terlarut
Perataan nilai pH
Penghancuran 25 gram bahan
dengan menggunakan mortar

Penambahan aquadest dan


25 ml Aquadest penyaringan dengan kertas saring

Penetesan filtrat pada prisma


Filtrat refraktometer

Pembacaan skala refraktometer


C. Pengamatan struktur dan sifat fisik umbi-umbian
1. Bentuk

Kentang

2. Ukuran Pengamatan masing-masing


bi ungu, ketela rami jenis
umbi secara utuh

Kentang, ubi ungu,


ketela rami

Pengukuran panjang dan diameter


atau tebal masing-masing jenis
3. Berat
umbi menggunakan penggaris

Kentang, ubi ungu,


ketela rami

Penimbangan masing-masing jenis


umbi dengan menggunakan
timbangan
4. Warna

Kentang, ubi ungu,


ketela rami

Pencatatan warna kulit dan daging


umbi
5. Pencoklatan

Kentang, ubi ungu,


ketela rami

Pengamatan daging umbi setelah


diiris

6. Struktur jaringan

Kentang, ubi ungu,


ketela rami

Pembuatan irisan melintang dan


membujur

Penggambaran lapisan yang terlihat

Penyiapan irisan tipis melintang


dan membujur masing-masing jenis
umbi

Pengamatan di bawah mikroskop


dengan perbesaran 100-400 X

Penggambaran struktur jaringan


yang terlihat
D. Pengamatan beberapa sifat fisik minyak dan lemak
1. Warna

Minyak kelapa,
minyak sawit, minyak
wijen

Pengamatan masing-masing jenis


minyak secara subjektif

2. Aroma
Penyebutan pigmen yang terdapat
pada minyak tersebut
Minyak kelapa,
Minyak kelapa,
minyak sawit, minyak
minyak sawit, minyak
wijenwijen

Pengenalan pada
Pemasukan odor gelas
masing-
beker
3. Turbidity point masing minyak dengan
sebanyak 10 ml
pembauan

Penambahan alkohol pada gelas


Alkohol 50 ml
beker sebanyak 50 ml

Pemanasan sampai terbentuk


larutan yang jernih

Penempatan thermometer pada


gelas beker

Pendinginan perlahan-lahan
sampai terlihat kristal-kristal halus
lemak tersebut

Pencatatan suhu pada saat


terbentuk kristal-kristal halus
tersebut
D. Hasil Dan Pembahasan
Tabel 4.1 Hasil Penghitungan yang Dapat Dimakan dari Sayuran dan Buah-
buahan
Shift Kelompok Bahan Berat Berat Edible
bahan bahan yang Portion
awal (gr) dimakan (%)
(gr)
1 dan 6 Pisang 133,9 80,2 59,895
1 2 dan 4 Kentang 109,7 103,7 94,530
3 dan 5 Sawi 84,7 40,7 40,052
7 dan 12 Pisang 141,8 84,2 59,379
2 8 dan 10 Kentang 91,4 82,1 89,824
9 dan 11 Sawi 68,3 37,3 54,612
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum ini dilakukan perhitungan porsi yang dapat dimakan
dari buah dan sayuran. Seperti kita ketahui bahwa tidak semua bagian sayuran
dan buah-buahan dapat dimakan untuk memperhitungkan jumlah bagian yang
termakan dan yang terbuang dari sayuran dan buah-buahan perlu diketahui
jumlah bagian yang biasa dimakan (edible portion) dari sayuran dan buah-
buahan tersebut. Hal ini penting diketahui dalam perhitungan rendemen
produksi hasil olahan sayuran dan buah-buahan (Ardina, 2014).
Bagian yang dapat dimakan (edible portion) pada praktikum ini
dinyatakan dengan persen rendement bahan pangan yang dapat dimakan, yaitu
persen perbandingan berat bahan yang dapat dimakan dengan berat bahan
utuh. Penentuan edible portion atau persen bagian yang dapat dimakan bersifat
subjektif tergantung konsumen dalam memanfaatkan bagian buah dan
sayur untuk dikonsumsi. Dalam menentukan bagian termakan atau terbuang,
perlu diketahui jumlah bagian yang biasa dimakan dari sayuran dan buah-
buahan tersebut. Edible porion menurut St- Pierre (2006), yaitu bagian yang
dapat di makan dari buah dan sayur.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh bahwa edible
portion (bagian yang dapat dimakan) pada pisang adalah sebesar 59,379%,
kentang sebesar 89,824%, dan sawi sebesar 54,612%. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa Edible Portion terbesar adalah ada buah kentang. Hal ini
disebabkan karena bagian yang terbuang dari buah kentang memang paling
sedikit, yaitu hanya bagian kulit saja yang sangat tipis. Sedangkan Edible
Portion terkecil adalah sayur sawi. Hal ini disebabkan karena bagian yang
terbuang pada bayam cukup banyak, yaitu tangkainya yang cukup panjang
(Haryanto, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi edible portion di antaranya jenis,
berat daun, umbi, biji, bagian-bagian yang tidak dapat dimakan seperti
bonggol, tangkai, dan bagian yang cacat karena terserang hama yang sering
terjadi pada sayuran. Sedangkan untuk buah dipengaruhi jenis, daging buah,
biji, dan kulitnya baik yang bisa dimakan atau yang tidak bisa dimakan.
Semakin besar nilai edible portion maka semakin banyak bagian yang dapat
dimakan dan semakin sedikit bagian yang terbuang atau tidak dapat dimakan.
(Anwar, 2012).

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Beberapa Sifat Kimia Buah dan Sayur

Padatan Terlarut
Shift Kelompok Bahan pH
(Brix)
1
Pisang 4,59 8,0
6
2
1 Kentang 6,31 8,0
4
3
Sawi 6,08 8,0
5
7
Pisang 4,60 8,02
12
8
2 Kentang 5,94 8,0
10
9
Sawi 6,15 8,04
11
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap sifat kimia bahan
hasil pertanian yaitu pisang, kentang dan sawi. Seperti halnya sifat fisiknya,
sifat kimia buah dan sayur berbeda untuk masingmasing jenis bahan dan
tingkat kematangan. Sifat kimia buah dan sayur biasanya ditentukan secara
obyektif kuantitatif. Pada penentuan keasaman (pH) buah dan sayur dalam
praktikum kali ini dilakukan dengan menghancurkan 25 gram bahan dengan
menggunakan lumpang mortar. Kemudian bahan ditambahkan aquadest
sebanyak 25 ml kemudian dihitung pH-nya dengan menggunakan pH meter
sebanyak 3 kali kemudian nilainya dirata-rata.
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH didefinisikan
sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien
aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga
nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis.Skala pH bukanlah skala absolut.
pH bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pHnya
ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. pH merupakan salah satu
contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur dalam larutan
non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan fungsi keasaman yang
berbeda (Apriwinda, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pH antara lain adalah bahan
pengasam seperti asam sitrat untuk mengatur tingkat keasaman sampel. Selain
itu, lama penyimpanan juga dapat mempengaruhi nilai pH. Terbentuknya asam
karena adanya reaksi spontan antara CO2 dengan H2O juga dapat menjadi faktor
yang mempengaruhi pH (Farikha, 2013).
Dari hasil pengamatan selama praktikum diperoleh nilai pH yang
bervariasi dari macammacam buah dan sayur yang dijadikan sampel. Dari
data buah dapat diperoleh pH pada pisang sebesar 4,6. Sedangkan untuk pH
sayursayuran meliputi, pH pada kentang sebesar 5,94 dan pada sawi sebesar
6,15. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa buahbuahan dan sayur-sayuran
yang memiliki rasa asam akan memiliki pH yang lebih kecil atau pH yang
asam pula. Menurut Apriwinda (2013) pH adalah derajat keasaman yang
digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki
oleh suatu larutan. PH bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar
yang pHnya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. pH merupakan
salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur
dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan fungsi
keasaman yang berbeda.
Selain itu pengamatan sifat kimia buah dan sayur juga dilakukan
dengan menghitung padatan terlarut. Proses ini dilakukan dengan
menghancurkan 25 gram bahan dengan menggunakan lumpang mortar, dan
ditambahkan aquadest sebanyak 25 ml. Kemudian menyaringnya
menggunakan kertas saring. Setelah itu filtrat diteteskan pada prisma
refraktometer. Skala refraktometer akan menunjukkan kadar padatan terlarut.
Jika sebagian besar padatan terlarut sampel berupa gula, maka hasil
0
pembacaannya dinyatakan sebagai Brix. Derajat brix adalah satuan
pengukuran perbandingan antara massa sukrosa terlarut dalam air dalam suatu
larutan (Adirahmanto, 2013).
derajat brix adalah zat padat kering yang terlarut dalam larutan (g/100g
lrutan) yang dihitung sebagai sukrosa dan padatan terlarut lainnya. Kenaikan
% brix yang terjadi secara menyeluruh disebabkan karena terjadinya
penguapan. Semakin banyak jumlah air yang keluar, jumlah padatan yang
terlarut akan semakin meningkat (Destriyani, 2014).
Setelah dilakukan pengamatan diperoleh hasil pembacaan skala
refraktometer sebagai berikut: pada pisang sebesar 8,02 Brix; pada kentang
sebesar 8,0 Brix dan pada sawi sebesar 8,04 Brix. Sehingga dapat dilihat
bahwa padatan terlarut (oBrix) terdapat pada sawi yaitu sebesar 8,04 oBrix,
sehingga dapat dikatakan sawi mengandung gula lebih banyak daripada
sampel lainnya yaitu pisang dan kentang. Hal tersebut sesuai dengan teori
bahwa derajat brix adalah zat padat kering yang terlarut dalam larutan (g/100g
lrutan) yang dihitung sebagai sukrosa dan padatan terlarut lainnya. Kenaikan
% brix yang terjadi secara menyeluruh disebabkan karena terjadinya
penguapan. Semakin banyak jumlah air yang keluar, jumlah padatan yang
terlarut akan semakin meningkat (Destriyani, 2014).
Faktor yang mempengaruhi derajat brix antara lain perlakuan suhu,
konsentrasi brix dan lama fermentasi. Derajat brix dapat dikatakan sebagai
suatu total padatan terlarut yang mengandung sukrosa, fruktosa dan glukosa
yang terdapat pada suatu bahan pangan. Pengukuran derajat brix dilakukan
dengan cara meneteskan filtrate pada alat ukur refraktometer
(Destriyani, 2014).
Prinsip kerja refraktometer yaitu perangkat optik yang mengambil
keuntungan dari fakta bahwa cahaya melewati tikungan cair atau membias.
Tebal, yaitu, lebih padat, cairan membiaskan lebih. Padatan terlarut dalam
cairan akan menyebabkan ia menunjukkan indeks bias dalam hubungan
langsung dengan jumlah padatan (Harrill, 1998).
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Struktur dan Sifat Fisik Umbi umbian
Shift Ukuran Berat Pencoklatan Struktur jaringan
Kel Bahan Bentuk
Panjang Diameter (gr) Ada Tidak Melintang Membujur
1 1 dan 6 Kentang 6,8 cm 4,805 94,8

2 dan 4 UbiUngu 12 cm 5,71 cm 200,9

3 dan 5 Ketela 18,5 cm 3,605 cm 118,4


Rami

2 7 dan 12 Kentang 7 cm 5,5 cm 98,8


8 dan 10 Ubi 8 cm 6 cm 104,2
Ungu

9 dan 11 Ketela 8,5 cm 4,5 cm 91,5


Rami

Sumber: Laporan Sementara


Pada praktikum pengamatan struktur dan sifat fisik umbi-umbian ini
kentang memiliki bentuk, ukuran/berat, dan warna yang berbeda dari ubi jalar
ungu maupun ketela rami. Kentang memiliki kulit berwarna kuning
kecoklatan dengan daging berwarna kuning, ubi jalar ungu memiliki kulit
berwarna ungu kecoklatan dengan daging berwarna ungu. Sedangkan ketela
rami memiliki warna kulit coklat dengan daging berwarna putih. Dari segi
bentuk, kentang berbentuk oval tidak beraturan, ubi ungu berbentuk oval
beraturan, sedangkan ketela rami berbentuk tidak beraturan. Dari segi berat
dan ukuran pun cukup berbeda nyata sesuai dengan bentuknya yang beragam.
Pada kentang memiliki panjang 7 cm dan berdiameter 5,5 cm dengan berat
sebesar 98,8 gram. Pada ubi ungu memiliki panjang 8 cm dan berdiameter 6
cm dengan berat sebesar 104,2 gram. Sementara pada ketela rami memiliki
panjang 8,5 cm dan berdiameter 4,5 cm dengan berat 91,5 gram. Namun
Susunan struktur jaringan membujur dan melintangnya yang terlihat pada
perbesaran 10x10, tidak berbeda nyata.
Pada masing-masing sampel mempunyai sifat pencoklatan yang
berbeda-beda. Pada kentang dan ubi ungu mengalami pencoklatan setelah
dipotong dan didiamkan beberapa saat. Sedangkan pada ketela rami tidak
mengalami pencoklatan. Menurut Anwar (2012), faktor pencoklatan
dipengaruhi oleh aktivitas oksigen dengan senyawa fenolik pada masing-
masing umbi. Pencoklatan pada buah umbi atau buah lain setelah di kupas
disebabkan oleh aktivitas enzim polypenol oxidase, yang dengan bantuan
oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang
selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang
membentuk warna coklat.
Peristiwa pencoklatan disebabkan oleh aktivitas golongan enzim
katekol oksidase atau o-diphenol oxygen oxidoreductase dan kofaktor Cu2+.
Pencegahan pencoklatan secara tradisional dapat dilakukan dengan
perendaman di air segera setelah umbi dikupas untuk menghindari peristiwa
oksidasi. Pengaruh konsentrasi asam askorbat dan sodium acid pyrophospate
juga diharapkan dapat mencegah proses pencoklatan umbi ubi jalar
(Kumalaningsih, 2015).
Pada umumnya bentuk umbi-umbian bervariasi dan tidak teratur.
Didapatkan bentuk, hasil ukuran serta berat yang berbeda-beda dari sampel,
baik pada jenis umbi yang sama maupun bila dibandingkan antar umbi yang
berbeda. Faktor fisik umbi ini dipengaruhi oleh varietas umbi, faktor umur,
jenis umbi itu sendiri, nutrisi yang terdapat pada lahan penanaman umbi,
iklim, serta banyak faktor lain yang mengakibatkan individual variability pada
komoditas umbi. Warna daging dan kulit pun berbeda-beda sesuai dengan
jenis umbi dan tingkat kemasakan umbi tersebut (Anwar, 2012).

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Beberapa Sifat Fisik Minyak dan Lemak

Turbidity
Shift Kelompok Bahan Warna Aroma
Point (0C)
Coklat Tidak
2 dan 4 Minyak wijen 57
Bening Menyengat
Kuning
1 1 dan 6 Minyak zaitun Menyengat 70
Bening
Minyak kelapa Kuning Tidak
3 dan 5 67
sawit Bening Menyengat
Coklat
8 dan 10 Minyak wijen Menyengat 37
Bening
Kuning Tidak
2 7 dan 12 Minyak zaitun 39
Bening Menyengat
Kuning Tidak
9 dan 11 Minyak goreng 39
Bening Menyengat
Sumber : Laporan Sementara
Dalam praktikum ini minyak yang akan diamati antara lain minyak
wijen, minyak zaitun, dan minyak kelapa sawit dan minyak goreng.Tiap
masing-masing minyak diamati warna, odor/aroma, maupun turbidity
pointnya. Turbidity point yaitu titik kekeruhan suatu zat akibat terbentuknya
kristal-kristal lemak setelah dipanaskan (Anwar, 2012).
Turbidity point dilakukan dengan memasukkan 10 ml sampel pada
gelas beker dan ditambahkan alkohol sebanyak 50 ml. Kemudian diaduk agar
campuran menjadi homogen. selanjutnya dipanaskan pada air mendidih untuk
melarutkan minyak dan alkohol. Setelah didapatkan hasil yang jernih, sampel
didinginkan hingga terbentuk butiran-butiran kristal seperti pasir. Pada saat
itulah dilakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermometer
sehingga diperoleh turbidity point pada suhu tertentu. Aplikasi Turbidity
point dalam bidang pangan adalah untuk mengetahui tingkat kekeruhan
berbagai jenis minyak. Misalnya minyak goreng. Agar diketahui standar
mutunya (Lambrou, 2012).
Dari hasil praktikum dapat dilihat warna dari minyak wijen berwarna
coklat bening, sedangkan aroma/odor dari minyak wijen ini yaitu menyengat.
Untuk tingkat kekeruhan/turbidity point dari minyak wijen yaitu 370C. Pada
minyak zaitun dan minyak kelapa sawit memiliki warna dan tingkat
kekeruhan yang sama yaitu berwarna kuning bening dan titik kekeruhannya
390C. Berdasarkan percobaaan yang telah dilakukan, turbidity point pada
minyak wijen adalah yang paling rendah yaitu 370C. Sedangkan turbidity
point pada minyak zaitun dan minyak kelapa sawit adalah yang paling tinggi
yaitu 390C.
Sifat fisik minyak dan lemak terdiri dari warna, odor danflavor,
kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik lunak
(softening point), slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias,
titik asap, dan titik kekeruhan (turbidity point). Menurut Anwar (2012),
turbidity point yaitu titik kekeruhan suatu zat akibat terbentuknya kristal-
kristal lemak setelah dipanaskan. Sedangkan menurut Lambrou (1998),
tingkat kekeruhan adalah pengukuran cahaya yang tersebar yang dihasilkan
dari interaksi cahaya insiden dengan bahan tidak larut dan tersuspensi dalam
sampel air dan itu merupakan indikator kualitas air penting. Kekeruhan oleh
Organisasi Standar Internasional (ISO) sebagai pengurangan transparansi
cairan disebabkan oleh adanya materi undissolved. Kekeruhan dapat diartikan
sebagai ukuran kejelasan relatif air dan sering menunjukkan adanya tersebar,
padatan tersuspensi; partikel tidak dalam solusi yang benar seperti lumpur,
tanah liat, ganggang dan mikroorganisme lainnya; bahan organik dan partikel
menit lainnya. padatan di air minum.
Sifat-sifat fisika minyak antara lain zat warna dalam minyak terdiri
dari 2 golongan yaitu zat warna alamiah dan warna hasil degradasi zat warna
alamiah. Selain itu, bau amis yang disebabkan oleh interaksi trimetil amin
oksida dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh. Serta, minyak tidak
dapat larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil). Minyak hanya sedikit
larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon
disulfida dan pelarut-pelarut halogen. Titik didih (boiling point) dari asam-
asam lemak akan meningkat dengan bertambahnya rantai karbon asam lemak.
Titik lunak (softening point) dari minyak ditetapkan dengan maksud untuk
identifikasi minyak. Slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak
serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Shot melting point adalah
temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak. Bobot jenis dari
minyak biasanya ditentukan pada temperatur 25oC, akan tetapi dalam hal ini
dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40oC atau 60oC untuk
lemak yang titik cairnya tinggi. Titik kekeruhan (turbidity point) ditetapkan
dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan pelarut
lemak (Andaka, 2009).
E. KESIMPULAN
Dari praktikum Penilaian Karakteristik Beberapa Bahan Pangan ini
didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Bagian dari bahan yang dapat dimakan sering disebut dengan edible
portion.
2. Nilai edible portion tertinggi ada pada kentang yaitu 89,824%; dan nilai
terendah ada pada sawi, yaitu 54,612%.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi edible portion di antaranya jenis, berat
daun, umbi, biji, daging buah, bagian-bagian yang tidak dapat dimakan
seperti bonggol, tangkai, dan bagian yang cacat karena terserang hama.
4. Nilai pH terendah adalah pada pisang 4,6; pH pada kentang 5,94; dan pH
yang tertinggi adalah pada sawi 6,15.
5. Buahbuahan dan sayur-sayuran yang memiliki rasa asam akan memiliki
pH yang lebih kecil atau pH yang asam pula.
6. Besarnya padatan terlarut sampel yang berupa gula, hasil pembacaannya
dinyatakan sebagai derajat Brix.
7. Besar padatan terlarut pada pisang 8,02Brix; kentang 8Brix dan sawi
8,04Brix.
8. Sawi mengandung gula lebih banyak daripada pisang dan kentang.
9. Lemak berbentuk padat dan minyak berbentuk cair pada suhu kamar.
Lemak tersusun oleh asam lemak jenuh sedangkan minyak tersusun oleh
asam lemak tak jenuh.
10. Turbidity point pada minyak wijen adalah yang paling rendah yaitu 370C.
11. Turbidity point pada minyak zaitun dan minyak kelapa sawit adalah yang
paling tinggi yaitu 390C.
DAFTAR PUSTAKA

Adirahmanto, Kris Aji., Rofandi Hartanto., dan Dwi Dian Novita. 2013.
Perubahan Kimia dan Lama Simpan Buah Salak Pondoh (Salacca Edulis
Reinw) dalam Penyimpanan Dinamis Udara Co 2. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung Vol. 02, No. 03
Andaka, Ganjar. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Kacang Tanah dengan
Pelarut N-Heksana. Jurnal Teknologi. Vol. 02, No. 01
Apriwinda. 2013. Studi Fermentasi Nira Batang Sorgum Manis (Sorghum Bicolor
(L) Moench) untuk Produksi Etanol. Universitas Hasanuddin
Ardina, Meida., Herla Rusmarilin., Mimi Nurminah. 2014. Pengaruh
Perbandingan Ekstrak Nanas dan Sawi Serta Konsentrasi Dekstrin
Terhadap Mutu Minuman Bubuk Instan Sawi Hijau. Jurnal Rekayasa
Pangan dan Pertanian. Vol. 02, No. 01.
Anwar, Reskiati Wiradhika. 2012. Studi Pengaruh Suhu dan Jenis Bahan Umbi-
umbian Terhadap Stabilitas Minyak Kelapa Selama Proses
Penggorengan dan Reaksi Pencoklatan pada Umbi-umbian. Jurnal
Teknologi Pangan. Vol. 02, No. 03.
Destriyani, Leny., Tamrin., dan M. Zen Kadir. 2014. Pengaruh Umur Simpan Air
Tebu Terhadap Tingkat Kemanisan Tebu (Saccharum Oficinarum). Jurnal
Teknik Pertanian Lampung, Vol. 03, No. 02.
Farikha, Ita Noor., Choirul Anam., dan Esti Widowati. 2013. Pengaruh Jenis dan
Konsentrasi Bahan Penstabil Alami Terhadap Karakteristik Fisikokimia
Sari Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Selama Penyimpanan.
Jurnal Teknosains Pangan. Vol. 02, No. 01.
Harijono., Joni Kusnadi., dan Setyo Ani Mustikasari. 2001. Pengaruh Kadar
Karaginan dan Total Padatan Terlarut Sari Buah Apel Muda Terhadap
Aspek Kualitas Permen Jelly. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 02, No.
02.
Haryanto, Eko., Tina Suhartini., Estu Rahayu., Hendro Suradjono. 2007. Sawi dan
Selada. Jakarta. Penebar Swadaya.
Harrill, Rex. 1998. Using A Refractometer To Test The Quality Of Fruits &
Vegetables. New York. Pineknoll Publishing.
Iswarin, Siti J., dan Beni Permadi. 2012. Coconut Milks Fat Breaking by Means
of Ultrasound. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-
IJENS.Vol. 12, No. 01.
Koswara, Sutrisno. 2014. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian. Bogor. SEAFAST
Center Research and Community Service Institution.
Kumalaningsih, Sri., Harijono., dan Y. F. Amir. 2015. Pencegahan Pencoklatan
Umbi Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L). Lam.) untuk Pembuatan Tepung:
dan Sodium Acid Pyrophosphate. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 05,
No. 01.
Lambrou, Theofanis P., Christos C. Anastasiou., dan Christos G. Panayiotou.
1998. A Nephelometric Turbidity System for Monitoring Residential
Drinking Water Quality. International Journal of
Pasaribu, Nurhida. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. e-USU Repository.
Universitas Sumatera Utara
St-Pierre, Richard. 2006. Quality and Nutritive Value of Saskatoon Fruit.
International Journal of Foods. Vol. 01, No. 01.
Suryana, Dayat. 2013. Menanam Kentang. Yogyakarta. Dayat Suryana.
Suyanti., dan Ahmad Supriyadi. 2008. Pisang, Budi Daya Pengolahan dan
Prospek Pasar. Jakarta. Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai