Anda di halaman 1dari 8

Penelitian Maya Sarah, 2005 dengan judul jurnalnya Proses Reduksi Ekses

Lumpur Aktif Dari Ipal Industri Pembuatan Kertas mengatakan limbah cair
industri pulp dan kertas pada umumnya diolah dengan memakai Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada sistem lumpur aktif yang terdiri dari bak
aerasi dan bak sedimentasi untuk memisahkan biomassa dengan limbah hasil
olahan sebelum limbah tersebut dibuang ke badan air. Limbah industri kertas
merupakan limbah yang kaya akan kandungan bahan organik sehingga
pengolahan limbah industri ini dengan bioreaktor lumpur aktif diperkirakan
menghasilkan biomassa yang cukup banyak sehingga perlu adanya penanganan.
Limbah cair industri kertas dimasukkan kedalam tangki aerasi yang telah berisi
mikroorganisme aerobik. Didalam tangki aerasi adanya proses perombakan bahan
organik kompleks menjadi CO2 dan H2O secara aerobik. Selama pengolahan
tersebut dapat dilakukan pengamatan terhadap COD, pH dan MLSS system,
dimana limbah hasil olahan tersebut akan keluar dari tangki aerasi secara overflow
ke dalam tangki sidimentasi, yang akan memisahkan mikroorganisme hasil olahan
limbah yang telah diolah. Mikroorganisme tersebut akan membentuk flok
mikroorganisme yang akan berakibat gayanya menyebabkan turun secara gravitasi
kebagian tangki sidimentasi sebagai lumpur biomassa. Lumpur biomassa ini akan
dikeluarkan dari tangki sedimentasi dan sebagian kecil (20%) dikembalikan ke
tangki aerasi. Sisanya dialirkan ke bioreaktor anaerobik. Ketika volume Lumpur
aktif didalam bioreactor anaerobic telah mencapai 2,5 liter, maka dalam bioreactor
anaerobic tersebut dialirkan larutan HCl atau NaOH. Kemudian dilakukan
pengamatan terhadap konsentrasi MLSS. Dalam pengolahan limbah cair industri
pulp dan kertas , dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kemampuan untuk menyisihkan
bahan organik melalui melalui proses aerobik dan kemampuan untuk mereduksi
akses lumpur aktif melalui proses anaerobik.

Penelitian lain yang dituangkan dalam jurnal yang berjudul Peningkatan


Kinerja Lumpur Aktif Dengan Penambahan Karbon Aktif Dalam Pengolahan Air
Limbah Industri Tekstil Pewarnaan Dengan Zat Warna Indigo Dan Sulfur.
Menurut Rieke Yuliastri dkk, 2010, mengatakan bahwa air limbah industry tekstil
dengan pewarnaan apabila tidak dikelola secara benar dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran lingkungan. Parameter kunci yang menyebabkan
terjadinya pencemaran adalah BOD (Biochemical Oxygen Demand), DO (Degree
of Oxygen), pH, TSS (Total Suspended Solid), Cr (Krom), ammonia, sulfide,
phenol, dan minyak serta MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid). Pada saat ini
umumnya pengolahan air limbah industry tekstil pewarnaan yang digunakan
adalah proses koagulasi kimia-biologi lumpur aktif. Dengan cara ini walaupun air
limbah terolah dapat memenuhi Baku Mutu Limbah Cair, ternyata dihasilkan
lumpur kimia yang sulit untuk diolah. Menurut David G Hutton, 1978, dalam
Rieke Yuliastari dkk, 2010, kinerja sistem pengolahan biologi lumpur aktif dapat
ditingkatkan dengan penambahan karbon aktif ke dalam system pengolahan,
sehingga produksi lumpur kimia yang dihasilkan lebih sedikit. Menurut penelitian
Rieke Yuliastari dkk, 2010, hasil penelitian pengolahan air limbah zat warna
indigo baik secara laboratorium maupun uji coba lapangan, menunjukkan bahwa
penambahan karbon aktif langsung ke dalam sistem lumpur aktif akan
meningkatkan kinerja lumpur aktif. Dari hasil uji coba di lapanganterhadap
pengolahan limbah pencelupan dengan zat warna indigo, menunjukkan bahwa
penambahan karbon aktif 400 mg/l dan waktu aerasi selama 24 jam, DO 2 ppm ;
MLSS = 3000 ppm ; pada pH = 7, telah menghasilkan semua parameter air
limbah terolah dengan baik dan sudah memenuhi Baku Mutu Limbah Cair
industri tekstil yang dipersyaratkan. Sedangkan pada pengolahan air limbah zat
warna sulfur, secara laboratorium menunjukkan bahwa penambahan karbon aktif
langsung ke dalam sistem lumpur aktif akan meningkatkan kinerja sistem lumpur
aktif. Dengan penambahan karbon aktif 800 mg/l dan waktu aerasi selama 48 jam
; DO 2 ppm ; MLSS = 3000 ppm ; pada pH = 7, menunjukkan COD air
limbah sudah memenuhi Baku Mutu Limbah Cair industri tekstil yang
dipersyaratkan.
Lumpur Aktif juga dapat digunakan sebagai bahan alternatif pembuatan
biodiesel seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Farrel Gunawan dkk, 2013
pada jurnalnya Konversi Lumpur Aktif Menjadi Biodiesel Dengan Proses
Subkritis Tanpa Katalis Secara Insitu. Penelitian ini adalah untuk menentukan
kondisi optimum (suhu, tekanan proses, dan rasio massa metanol terhadap lipid)
dalam memproduksi biodiesel dari lumpur aktif. Energi alternatif yang digunakan
untuk mesin diesel dapat dibuat dari bahan baku konveksi seperti minyak sayur
maupun lemah hewan. Penelitian ini menyatakan bahwa lumpur aktif adalah
ketersedianya yang melimpah sebagai limbah, sehingga dapat mengatasi
problematika harga bahan baku biodiesel yang tinggi seperti minyak sawit dan
jarak. Pada penelitian ini, pemrosesan lumpur aktif menjadi biodiesel akan
terkonduksi dalam satu langkah proses subkritis metanol-air. Subkritis merujuk
pada kondisi di mana fluida berada di atas titik didihnya dan pada tekanan tinggi
yang bertujuan untuk menjaga fluida tersebut pada fase cairnya. Dalam proses
subkritis, kondisi tekanan tinggi diperlukan untuk menjaga sistem metanol dan air
pada fase cair. Hal ini diperlukan karena reaksi transesterifikasi yang merupakan
reaksi konversi lipid menjadi biodiesel dan gliserol berlangsung pada fase cair.
Karakteristik dari biodiesel merupakan faktor utama yang dipertimbangkan.
Biodiesel yang dihasilkan dari lumpur aktif dianalisasi propertinya, antara lain
densitas, viskositas kinematis, titik nyala, dan cetanae number. Penelitian tentang
biodiesel dari lumpur aktif setelah melakukan teknik subkritis metanol-air mampu
mengkonveksi lumpur aktif menjadi biodiesel tanpa katalis, dengan kondisi
optimum 215C, 65 bar, 5:1 rasio massa metanol terhadap lipid, yaitu dihasilkan
yield yang dihasilkan sebesar 86,65%. Karakteristik biodiesel (densitas, viskositas
kinematis, titik nyala, dan cetane number) yang diperoleh memenuhi standar SNI
04-7182-2006.

Menurut Udiharto, 2000, dalam Oswaldia Sabdania Roga dkk, 2014 dengan
judul jurnal Pemanfaatan Lumpur Aktif Dalam Remidisiasi Limbah Cair Bengkel
Kendaraan Bermotor Dengan Penambahan Bakteri Indigenus mengatakan tingkat
toksisitas limbah bengkel hidrokrabon minyak dapat bersifat akut atau kronik
yang memiliki dampak terhadap manusia, tumbuhan dan hewan. Bioremediasi
merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mengurangi kadar karbon. Teknik
bioremediasi yang sering digunakan dalam skala industry ialah teknik lumpur
aktif. Lumpur aktif merupakan proses biologis menggunakan mikroorganisme
untuk mendegradasi bahan-bahan organic yang terkandung dalam limbah cair
menjadi CO2, H2O, NH4, dan sel biomassa baru. Dalam penelitian Oswaldia
Sabdania Roga dkk, 2014, dilakukan isolasi bakteri indigenus yang terdapat pada
limbah cair bengkel kendaraan bermotor dan kemudian mengukur kemampuan
dari isolar bakteri yang diperoleh apakah mampu meremediasi limbah dengan
sistem lumpur aktif. Selain itu, beberapa tahap yangdilakukan dalam penelitian
yaitu isolasi, identifikasi bakteri, karakteristik limbah bengkel kendaraan
bermotor, uji aktivitas degradasi meliputi DO, TPH, dan TSS. Dalam penelitian
Oswaldia Sabdania Roga dkk, 2014, isolasi bakteri dilakukan pengenceran dari
10-1 hingga 10-7pada limbah cair bengkel kendaraan bermotor.Hasil isolasi
pengenceran dapat dilihat pada Tabel 1. Dari pengenceran ini ditemukan 2 isolat
dominan yang diberi nama isolat OR 1 dan isolat OR 2 (Gambar 1). Ciri-ciri dari
kedua isolat ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Kedua isolat ini dibedakan berdasarkan pengamatan warna, bentuk, tepi, elevasi
koloni,uji katalase menggunakan H2O2 serta beberapa uji biokimia sederhana
yaitu, uji fermentasi karbohidrat berupa glukosa; fruktosa; dan galaktosa,
pembentukan indol, reduksi nitrat dan hidrolisis pati. Hasil dari pengujian ini
digunakan untuk pencirian dan identifikasi mikroorganisme yang diperoleh
(Capuccino dan Sherman, 1983).Berdasarkan Tabel 2 hasil morfologi dan uji
biokimia yang telah dilakukan, diperkirakan jenis dari kedua isolat tersebut
menggunakan Bergeys Manual of Determinnative Becteriology 7th edition, isolat
OR 1 memiliki sifat menyerupai genus Pseudomonas dan isolat OR 2 memiliki
sifat menyerupai genus Staphylococcus.
Uji DO
Menurut Andrews, 1971, dalam Oswaldia Sabdania Roga dkk, 2014 hasil
karakterisasi awal kadar DO dari limbah bengkel kendaraan bermotor tergolong
cukup rendah yaitu 0,5 mg/l. Setelah dilakukan penambahan isolat
indigenusterlihat pada Gambar 2 terjadi kenaikan grafik yaitu pada isolat OR 2
dan isolat campuran mengalami kenaikan dari minggu 1 hingga minggu ke 2 dan
terjadi penurunan pada minggu ke 3. Turunnya kadar oksigen yang terlarut ini
disebabkan karena mikrobia yang ada melakukan metabolisme sehingga
dibutuhkan oksigen yang banyak. Pada isolat OR 1 mengalami kenaikan pada
minggu 1 dan mengalami penurunan pada minggu ke 2 dan minggu ke 3.Kadar
DO yang terus menurun menunjukkan mikrobia dapat bekerja secara optimal
karena dengan semakin berkurangnya oksigen yang terlarut maka bahan organik
yang ada semakin berkurang.

Menurut Wirosarjono, 1974, dalam Oswaldia Sabdania Roga dkk, 2014 tingkat
pencemaran limbah berdasarkan nilai DO dikatakan rendah jika nilai DO > 5
mg/l, tingkat pencemaran sedang jika nilai DO 0-5 mg/l, dan dikatakan tinggi jika
nilai DO 0 mg/l. Hasil yang diperoleh, kedua isolat ini mampu menurunkan kadar
DO yang semulanya beban pencemaran tinggi yaitu 0,5 mg/l menjadi beban
pencemaran sedang yaitu berkisar antara 2 3 mg/l. Namun tingkat pencemaran
ini belum mencapai baku mutu yang ditetapkan oleh Baku Mutu Air Kelas II
menurut Pergub DIY No. 20 Tahun 2008 yaitu > 5 mg/l. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan ke dua isolat ini agar
mencapai baku mutu yang diinginkan.
Uji TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) Menurut udiharto, 1996, dalam
Oswaldia Sabdania Roga dkk, 2014 menurunnya TPH mengindikasikan telah
terjadi biodegradasi dimana isolat bakteri menggunakan minyak bumi sebagai
sumber karbon untuk menghasilkan energi dan untuk pertumbuhannya. Isolat OR
1 merupakan isolat yang paling baik dalam menurukan TPH dibandingkan dengan
isolat OR 2 dan isolat campuran.berdasarkan grafik pada Gambar 3, penurunan
TPH tercepat terjadi pada minggu 1, hal ini disebabkan pada awal waktu inkubasi
terjadi proses biodegradasi oleh bakteri dengan menggunakan hidrokarbon
minyak bumi yang lebih mudah untuk didegradasi. Menurut Leahly dan Colwell,
1990, dalam Oswaldia Sabdania Roga dkk, 2014 proses bidegradasi hidrokarbon
minyak bumi akan terjadi penguraian fraksi parafinik, naftenik dan aromatik
dimana parafinik merupakan fraksi yang paling mudah didegradasi sedangkan
naftenik dan aromatik lebih sulit untuk didegradasi.Menurut Atlas 1989; Kontawa
1993, dalam Oswaldia Sabdania Roga dkk, 2014 hal tersebut berkaitan dengan
perbedaan perbandingan bobot unsur-unsur karbon dan hidrogen yang terdapat
didalamnya atau perbedaan unsur-unsur karbon dan hidrogen di dalam molekul-
molekul persenyawaan tersebut.

Penurunan TPH limbah bengkel kendaraan bermotor pada penelitian ini belum
mencapai baku mutu yang ditetapkan dalam meremediasi limbah hidrokarbon.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 19 tahun 2010
tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan minyak
bumi kadar maksimum TPH ialah 20 ppm. Dalam penelitian ini remediasi limbah
bengkel kendaraan bernotor dengan isolat OR 1 dan isolat OR 2 dalam waktu 3
minggu hanya mampu menurunkan TPH dari 121,2 ppm hingga 53,74 ppm.
Untuk itu perlu adanya kajian lebih lanjut tentang penelitian ini sehingga
mencapai baku mutu yang telah ditetapkan.
Uji TSS (Total Suspended Solid)
Berdasarkan grafik pada Gambar 4, isolat OR 2 pada minggu ke 3 merupakan
penurunan TSS paling baik yaitu sebesar 1,5 mg/l, diikuti isolat OR 1 pada
minggu 1 sebesar 1,6 mg/l. Selanjutnya isolat campuran pada minggu ke 2 sebesar
3,43 mg/l, diikuti oleh isolat OR 2 pada minggu 1 dan minggu ke 2 sebesar 3,6
mg/l dan 3,76 mg/l. Isolat campuran pada minggu ke 3 sebesar 4,46 mg/l; diikuti
isolat OR 1 pada minggu ke 3 dan minggu ke 2 secara berturut-turut sebesar 4,5
mg/l dan 4,6 mg/l; yang terakhir ialah isolat campuran pada minggu 1 sebesar
5,11 mg/l. Penurunan paling baik dalam waktu 1 minggu pada isolat OR 2 sama
halnya dengan penelitian Subiantoro (2007), yang menurunkan TSS limbah cair
industri tekstil dalam waktu 1 minggu menggunakan Starbio Plus menjadi 0,13
mg/l atau terjadi penurunan sebesar 99%.Menurut Radojevic dan Vladimir, 1999,
dalam Wignyanto dkk, 2009, dalam penelitian Oswaldia Sabdania Roga dkk,
2014 berkurangnya padatan tersuspensi ini disebabkan akitivitas pendegradasian
senyawa organik oleh bakteri pendegradasi. Hal ini karena selama proses
degradasi berlangsung, molekul kompleks bahan cemaran organik dipecah oleh
enzim-enzim bakteri pendegradasi melalui proses hidrolisis menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana digunakan untuk
metabolisme bakteri sehingga dihasilkan energi, CO2, H2O, dan sisa metabolisme
yang berupa lumpur yang mudah mengendap, sehingga dengan mekanisme
tersebut bahan cemaran organik yang keberadaannya di dalam limbah merupakan
padatan tersuspensi semakin lama semakin berkurang sehingga nilai TSS juga
semakin kecil.

Penelitian yang lain pada tahun 2014 yang ditulis oleh Ir. Irawan Wisnu
Wardana, MS yang bertujuan Mengetahui efisiensi penurunan konsentrasi amonia
pada limbah cair tahu menggunakan media biofilter pipa pvc sarang tawon dan
bata ringan dengan penambahan bakteri yang terkandung dalam lumpur aktif.
Penelitian ini melihat bahwa kondisi stagnant di dalam lumpur aktif didaerah
sekitar dasar kolam menyebabkan terhambatnya transfer oksigen kedaerah
tersebut sehingga terjadi kondisi anaerob. Kolam stabilisasi anaerobik beroperasi
dengan populasi bakteri yang rendah. Proses pengolahan air limbah dengan
biofolter dilakukan dengan mengalirkan limbah ke dalam reaktor biologis.
Penelitian ini menyatakan bahwa amonia yang ada dipermukaan berasal dari air
seni, tinja serta penguraian zat organik dari mikroorganisme. Dari hasil peneltian
didapatkan data-data konsentrasi amonia, nitrit dan nitrat mengalami kenaikan dan
penurunan yang tidak terkendali. Hal ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya
kemungkinan adanya pengaruh dari penambahan lumpur aktif yang mengandung
banyak jenis bakteri sehingga nitrogen dalam limbah bertambah. Selain itu,
kemungkinan besar bakteri yang terdapat dalam pengolahan tidak hanya
mengokidasi nitrogen amonia, nitrat dan nitrit melainkan ada yang dapat
mengoksidasi senyawa lain seperti bakteri yang mereduksi sulfat yaitu mereduksi
SO4- menjadi SO2- contohnya Desulvofibrio (Henze, et al Ruyat Ramdhani,
Ir.Endro Sutrisno, MS, Ir. Irawan Wisnu Wardana, MS, 2014) dalam karena itu,
oksidasi senyawa nitrogen kurang baik sehingga konsentrasi amonia, nitrat dan
nitri tidak terkendali. Kesimpulan yang dapat ditarik Efesiensi konsentrasi amonia
menggunakan teknologi pond biofilm dengan media pipa pvc sarang tawon dan
bata ringan serta penambahan lumpur aktif sebesar 82,83% pada kolam non media
(KNM), 84,95% pada kolam sekat media dan 83,03% pada reaktor drum.
Tahun 2015 penelitian tentang lumpur aktif sebagai salah satu alternatif
pengolahan sampah dengan judul penelitan Efektivitas Penurunan Kadar Surfaktan
Linier Alkil Sulfonat (Las) Dan Cod Dari Limbah Cair Domestik Dengan Metode Lumpur
Aktif. Menurut Yudith Rizkia Widyawati dkk, 2015 menunjukan bahwa deterjen rumah
tangga dari hari ke hari terus meningkat dan menyebabkan limbah yang dihasilkan
dari kegiatan rumah tangga yang mengandung deterjen meningkat (Veenstra
dalam Yudith Rizkia dkk, 2015). Metode Lumpur Aktif secara biologis
merupakan salah satu metode pengolahan limbah sederhana dan ekonomis.
Lumpur aktif merupakan padatan organik yang telah menglami peruraian secara
hayati sehinga terbentuk biomassa yang aktif dan mampu merombak kemudian
membentuk massa yang mudah mengendap. Terdapat dua proses penting yaitu
pertumbuhan mikroorganisme dalam lumpur dan penambahan oksigen untuk
mendukung kehidupan bakteri (Ginting, dalam Yudith Rizkia dkk, 2015). Lumpur
aktif dapat menurunkan senyawa dodesil benzene sulfonate (DBS) dalam limbah
deterjen (Suastuti dalam Yudith Rizkia dkk, 2015). Selain itu terdapat penelitian
lain yang menyatakan linear alkyl sulfonate (LAS) pada limbah industri dapat
didegradasi oleh mikroba pada lumpur aktif (Sudiana dalam Yudith Rizkia dkk,
2015). Keberadaan mikroba yang mendegradasi LAS paling optimal berada pada
sedimen 5 gram yaitu 99,73% dibandingkan dengan tidak memakai lumpur aktif
hanya mampu menurunkan sebesar 77,18%. Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Dewi dalam Yudith Rizkia dkk 2015) bahwa
sebanyak 5gram sedimen juga dapat menurunkan kadar deterjen jenis LAS dalam
limbah laundry. Pernyataan ini juga didukung oleh (Waluyo dalam Yudith Rizkia
dkk 2015) yang menyebutkan bahwa oleh adanya aktivitas sedimen lumpur aktif
dengan konsorsium mikroorganisme dalam mendegradasi senyawa organik dan
anorganik dalam limbah, maka dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya. Penurunan nilai COD pada sedimen 5 gram juga paling optimal
dibandingkan variasi sedimen yang lainya. Hal ini didukung oleh pernyataan
(Kristanto dalam Yudith Rizkia dkk, 2015) penambahan aerasi dapat
meningkatkan kadar oksigen terlarut di dalam air dan berguna untuk
mikroorganisme memperbanyak diri serta meningkatkan kemampuan
mikroorganisme aerobik dalam mendegradasi bahan organik dan anorganik dalam
air
Penelitian yang sama juga untuk mengetahui massa sedimen dan lama aerasi
optimal serta efektivitas lumpur aktif dalam menurunkan nilai BOD dan COD
pada limbah cair laboratorium. Menurut Yudith Rizkia Widyawati dkk, 2015
menyatakan BOD dan COD dalam limbah cair laboratorium sangat tinggi
disebabkan oleh pemakaian bahan-bahan kimia selama kegiatan dalam
laboratorium berlangsung Selain itu fasilitas dan alat alat instrumentasi yang
terdapat di dalam laboratorium juga mempengaruhi kandungan limbah cair yang
dihasilkan (Rohaeti et al dalam Yudith Rizkia dkk, 2015). Berdasarkan Baku
Mutu Air Kelas III Pergub Bali No.8 Th 2007 Lab Analitik Universitas Udayana
rata-rata menghasilkan limbah cair sebanyak 50 L/hari dengan nilai pH 1,05 nilai
COD 86,1056 dan BOD 29,3888 mg/L nilai tersebut berada di atas Baku Mutu
yang telah ditentukan sehingga perlu untuk diturunkan. Menurut (Romli dalam
Yudith Rizkia dkk, 2015) salah satu sistem pengolahan limbah secara biologis
yang mampu mengurangi kadar cemaran limbah cair yaitu dengan sistem lumpur
aktif (activated sludge Berdasarkan hasil penelitian (Ardhy dan Yuniarti dalam
Yudith Rizkia dkk, 2015) metode lumpur aktif ini terbukti efisien dan cukup
potensial, karena mampu menurunkan nilai COD mencapai 76 80%,
mendegradasi bahan organik terlarut, memetabolisme dan memecah zat pencemar
serta menghilangkan ammonia, phospat dan logam berat hingga 99% pada limbah
rumah sakit yang termasuk dalam golongan limbah B3 sehingga sistem
pengolahan limbah dengan lumpur aktif adalah sistem yang paling banyak
digunakan dalam pengolahan limbah cair.
Keseimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini massa sedimen dan
waktu aerasi yang paling optimal dalam menurunkan nilai BOD dan COD pada
limbah cair laboratorium adalah sedimen dengan massa 5 gram dengan volume
limbah 3 liter dan lama waktu aerasi 4 hari dengan persentase efektivitas berturut
turut sebesar 75,25% dan 58,08%.

Anda mungkin juga menyukai