Anda di halaman 1dari 9

Penjelasan singkat mengenai sejarah asal usul dan kebudayaan suku Asmat dari Papua.

Di kepulauan
papua, banyak terdapat bermacam-macam suku, salah satunya adalah Suku Asmat. Suku Asmat dikenal
dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di
pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu
sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya
terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta
suku Simai.

Nama Asmat berasal dari kata-kata Asmat "As Akat", yang menurut orang Asmat berarti"orang yang
tepat". Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa Asmat berasal dari kata Osamat yang berarti
"manusia dari pohon". Tetapi kalo menurut tetangga suku Asmat, yaitu suku Mimika, nama Asmat ini
berasal dari kata-kata mereka untuk suku "manue", yang berarti "pemakan manusia".

Hasil ukiran kayu tradisional yang sangat khas dari suku Asmat sangat terkenal. Beberapa ornamen /
motif yang seringkali digunakan dan menjadi tema utama adalah mengambil tema nenek moyang dari
suku mereka, yang biasa disebut mbis. Namun seringkali juga ditemui motif lain yang menyerupai perahu
atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang
mereka di alam kematian. Bagi mereka, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara
mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.

Sejarah

Suku Asmat meyakini bahwa mereka berasal dari keturunan dewa Fumeripitsy yang turun dari dunia gaib
yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari. Menurut keyakinan
mereka, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang jauh di pegunungan.
Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang Asmat hilir, ia
mengalami banyak petualangan.
Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu namanya Fumeripitsy.
Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung
yang ditumpanginya tenggelam. Sehingga terjadi perkelahian yang akhirnya ia dapat membunuh buaya
tersebut, tetapi ia sendiri luka parah. Ia kemudian terbawa arus dan terdampar di tepi sungai Asewetsy,
desa Syuru sekarang. Untung ada seekor burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh kembali;
kemudian ia membangun rumah yew dan mengukir dua patung yang sangat indah serta membuat
sebuah genderang, yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari terus-menerus tanpa
henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup pada kedua patung yang
diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu bergerak dan menari, dan mereka kemudian
menjadi pasangan manusia yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.

Praktik Kanibalisme

Ketika terjadi pertentangan, suku Asmat membunuh musuhnya dan mayatnya dibawa ke kampung,
kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka
menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang
dipanggang dan dimakan. Seiring perkembangan zaman, hal ini sudah tidak pernah terjadi lagi.

Persebaran

Suku asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai laut arafuru dan hutan belantara di
pegunungan jayawijaya. Dalam kehidupan suku Asmat, batu sangat berharga bagi mereka dan dapat
dijadikan sebagai mas kawin. Hal ini karena tempat tinggal suku Asmat yang berada di rawa-rawa sangat
sulit menemukan batu-batu yang berguna untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya.

Ciri Fisik

Suku Asmat memiliki ciri fisik yang khas yaitu berkulit hitam dan berambut keriting. Rata-rata tinggi
badan orang Asmat wanita sekitar 162cm dan tinggi badan laki-laki mencapai 172cm.

Mata Pencaharian dan Makanan Pokok


Suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mencari nafkah dengan berburu binatang hutan seperti,
ular, kasuari babi hutan dll. Mereka juga selalu menggunakan sagu sebagai makanan pokok dan nelayan
yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan. Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup
dibatang pohon sagu, biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah, ditaburi sagu, dan dibakar dalam
bara api. Selain itu sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap. Namun mereka sangat sulit
mendapatkan air bersih karena wilayah mereka merupakan tanah berawa. Sehingga menggunakan air
hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Pola Hidup

Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku asmat, mereka merasa dirinya adalah
bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan,
pohon disekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon
menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka

Cara Merias Diri

Dalam merias diri Suku Asmat membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah, warna
putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan dan warnah hitam mereka hasilkan
dari arang kayu yang dihaluskan. Mereka menggunakannya dengan mencampur bahan tersebut dengan
sedikit air untuk digunakan mewarnai tubuh.

Ada istiadat suku asmat

Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat Suku Asmat
juga mempunyai ritual atau acara-acara khusus, yaitu :

1. Kehamilan

selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar dapat lahir dengan
selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu mertua.
2. Kelahiran

Tidak lama setelah kelahiran bayi dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara
pemotongan tali pusar yang menggunakan Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan.
Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.

3. Pernikahan

Pernikahan berlaku bagi suku Asmat yang telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua
lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli
wanita dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu
Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka pihak pria wajib
melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun
sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.

4. Kematian

mumi suku asmat

mumi suku asmat (foto:etnics.blogspot.com)

Bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan
dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan
dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang
ditinggalkan.

Unik

Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya di ladang atau
kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada
peristiwa yang unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.
Rumah Adat

Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai sekarang masih
dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat Pedalaman. Bahkan masih ada juga di
antara mereka yang membangun rumah tinggal diatas pohon.

Agama

Masyarakat Suku Asmat beragama Katolik, Protestan, dan Animisme yakni suatu ajaran dan praktek
keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung.

Kepercayaan Dasar

Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik atau gaib
yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya
pada jaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga
percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan
yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu
bernama Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam
berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.

Yi ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.

Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.

Dambin Ow atau roh jahat yang mati konyol.


Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti
desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini :

Mbismbu (pembuat tiang)

Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)

Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)

Yamasy pokumbu (upacara perisai)

Mbipokumbu (Upacara Topeng)

Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan mengganggu
manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan
manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti
pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.

Roh-roh dan Kekuatan Magis

Roh setan

Suku Asmat memiliki kepercayaan bahwa alam ini didiami oleh roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus,
yang semuanya disebut dengan setan. Setan ini digolongkan ke dalam 2 kategori :

1. Setan yang membahayakan hidup.

Setan yang membahayakan hidup ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai setan yang dapat mengancam
nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan perempuan hamil yang telah meninggal atau setan yang hidup
di pohon beringin, roh yang membawa penyakit dan bencana (Osbopan).

2. Setan yang tidak membahayakan hidup.


Setan dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan yang tidak membahayakan
nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka menakut-nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang
Asmat juga mengenal roh yang sifatnya baik terutama bagi keturunannya., yaitu berasal dari roh nenek
moyang yang disebut sebagai yi-ow

Kekuatan magis dan Ilmu sihir

Suku Asmat juga percaya akan adanya kekuatan magis, banyak hal -hal yang pantang dilakukan dalam
menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu,
penangkapan ikan, dan pemburuan binatang. Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk
menemukan barang yang hilang, barang curian atau pun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada
juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin,
halilintar, hujan, dan topan.

Wanita Dalam Pandangan Suku Asmat

Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu,
kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta bakung), seperti kata Asmat diatas,menunjukkan
bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi
mereka. Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam gegap
gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat. Tersembunyi suatu realita derita para Ibu dan
gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.

Perempuan Asmat sangat menanggung beban yang berat. Setiap harinya mereka harus menyediakan
makanan untuk suami dan anak-anaknya,mulai dari mencari ikan,udang,kepiting,dan tembelo sampai
kepada mencari pohon sagu yang tua,menebang pohon sagu,menokok,membawa sagu dari
hutan,memasak dan menyajikan. Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud
mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.

ukiran kayu suku asmat

ukiran kayu suku asmat yang terkenal (foto:okezone.com)


Sementara itu kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan
istrinya, mengisap tembakau dan berjudi. Kadang suami membuat rumah atau perahu, namun dengan
batuan istri.

Upacara Adat

Ritual/ Upacara suku Asmat yaitu

Ritual Kematian

Orang Asmat mengubur mayat orang yang telah meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang
alamiah. Bila seseorang tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena
suatu sihir hitam yang kena padanya. Bayi yang baru lahir yang kemudian mati pun dianggap hal yang
biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka percaya bahwa roh bayi itu ingin segera ke alam roh-
roh. Sebaliknya kematian orang dewasa mendatangkan duka cita yang amat mendalam bagi masyarakat
Asmat.

Ritual Pembuatan dan Pengukuhan Perahu Lesung

Setiap 5 tahun sekali suku Asmat akan membuat perahu-perahu baru. Dalam proses pembuatan perahu
hingga selesai, ada berapa hal yang perlu diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya
dan diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan perahu.
Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali kendali sudah dipersiapkan.
Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan itu semua adalah tidak boleh membuat banyak
bunyi-bunyian di sekitar tempa itu. Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak
sebelum ditarik ke air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.

Upacara Bis

Upacara bis merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan suku Asmat sebab berhubungan
dengan pengukiran patung leluhur (bis) apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara bis
ini diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu harus
segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.

Upacara pengukuhan dan pembuatan rumah bujang (yentpokmbu)

Orang-orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah keluarga dan rumah bujang. Rumah bujang
inilah yang amat penting bagi orang-orang Asmat. Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga
(keluarga) pemiliknya.

Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang bersifat religius maupun yang bersifat nonreligius.
Suatu keluarga dapat tinggal di sana, namun apabila ada suatu penyerangan yang akan direncanakan
atau upacara-upacara tertentu, wanita dan anak-anak dilarang masuk. Orang-orang Asmat melakukan
upacara khusus untuk rumah bujang yang baru, yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Pembuatan
rumah bujang juga diikuti oleh beberapa orang dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan
tifa.

Anda mungkin juga menyukai