Anda di halaman 1dari 4

Diera reformasi yang terjadi saat ini, lembaga yang paling banyak disorot

adalah lembaga peradilan dalam rangka penegakan supremasi hukum. Sebagai


salah satu ciri negara hukum, lembaga peradilan itu haruslah bebas dan tidak
memihak. Peradilan harus independen serta impartial (tidak memihak). Peradilan
yang bebas pada hakikatnya berkaitan dengan keinginan untuk memperoleh
putusan yang seadil-adilnya melalui pertimbangan dan kewenangan hakim yang
mandiri tanpa pengaruh ataupun campur tangan pihak lain.
Di Indonesia terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan, akan tetapi
konstitusi juga memberikan kesempatan untuk dibuatnya pengadilan khusus yang
berada di bawah masing-masing . Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945
lingkungan peradilan dimaksud meliputi:
1. Lingkungan Peradilan Umum, meliputi sengketa perdata dan pidana.1
2. Lingkungan Peradilan Agama, meliputi hukum keluarga seperti
perkawinan, perceraian, dan lain-lain.2
3. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, meliputi sengketa antar
warga Negara dan pejabat tata usaha Negara.3
4. Lingkungan Peradilan Militer, hanya meliputi kejahatan atau
pelanggaran yang dilakukan oleh militer.4
Lingkungan Peradilan diatas tersebut memiliki struktur tersendiri yang
semuanya bermuara kepada Mahkamah Agung (MA).
1. Peradilan umum
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung

yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada

umumnya. Peradilan umum meliputi:

1
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum
2
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
3
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang Nomor 9
tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara
4
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer
a. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum

meliputi wilayah provinsi. Pengadilan tinggi memiliki tugas dan wewenang

sebagai berikut :

1. Mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding;

2. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili

antar perngadilan negeri di daerah hukumnya; Memberikan keterangan,

pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerintah di

daerahnya apabila di minta.5

3. Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan yang sehari-harinya memeriksa

dan memutuskan perkara pidana dan perdata, berkedudukan di ibukota

kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota.

Pengadilan negeri bertugas adalah memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama, serta dapat

memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada

instansi pemerintah didaerahnya apabila diminta. Pengadilan khusus

lainnya spesialisasi, misalnya : Pengadilan Hubungan Industrial (PHI),

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Ekonomi,

Pengadilan Pajak, Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan anak.

2. Peradilan Agama
Peradilan Agama merupakan himpunan unit-unit kerja atau kantor

pengadilan/mahkamah yang merupakan salah satu lingkungan peradilan di bawah

Mahkamah Agung sebagai wujud penerapan system peradian syariah Isam di

Indonesia. Peradilan Agama terdiri atas pengadilan Agama (PA) sebagai

pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kota atau di ibukota kabupaten

dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) sebagai pengadilan tingkat banding yang

5
A. Ridwan Halim, Definisi Hukum Tentang Keadilan yang Sebenarnya, Harian Merdeka, Kamis 28 April
1983 dan Jumat 29 April 1983, Hal 2-3.
berkedudukan di ibukota provinsi. Pengadilan Agama dan PengadilanTinggi

Agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.6

Dalam lingkungan Peradila Agama, Pengadilan Agama merupakan unit

pelaksanaan teknis (instansi atau kantor) peradilan untuk tingkat kabupaten/kota

sebagai pengadilan tingkat pertama, sedang Pengadilan Tinggi Agama untuk

tingkat provinsi sebagai pengadian tingkat banding.7

3. Peradilan Tata Usaha Negara

Pengertian tata usaha Negara berdasarkan pasal 1 angka 1 undangundang

nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu:8tata usaha

Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk

menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.

Peradilan tata usaha negara adalah peradilan khusus. Oleh karenanya,

disamping syarat-syarat yang ada pada peradilan umum harus dipenuhi, masih

diperlukan juga syarat khusus tertentu. Peradilan tata usaha negara berfungsi untuk

menyelesaikan perselisihan yang terjadi pada proses pelaksanaan administrasi

negara. Persengketaan atau perselisihan itu dapat pada sesama aparat administrasi

negara atau pada hubungan antara aparat administrasi negara dan masyarakat.

Wewenang untuk menilai peraturan yang dikeluarkan oleh badan atau

pejabat tata usaha Negara diserahkan kepada Mahkamah Agung (undangundang

nomor 14 tahun 1970 jo undang-undang nomor 14 tahun 1985), sedangkan

wewenang untuk menilai perbuatan materiil yang dilakukan oleh badan atau

pejabat tata usaha Negara diserahkan kepada Peradilan Umum.9

4. Peradilan Militer

6
Pasal 1,2,3,4,dan 6 Undang-undang No.7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan UU No.3 Tahun 2006
dan UU No. 50 Tahun 2009.
7
A Mukti Arto, Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Tahun 2012, hlm.32-33
8
Baharuddin Lopa, et al, Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara, (Sinar Grafika : Jakarta, 1993), cet ke-2, hal
48.
9
Ibid.
Pasal 5 Bagian Kedua Undang-undang Republik Indonesia No. 31 Tahun
1997 tentang Peradilan Militer yang dimaksud perdilan militer ialah : Peradilan
Militer merupakan pelaksa kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan
bersenjata untuk menegakan hukum dan keadilan dengan memperhatikan
kepentingan penyelenggara pertahanan keamanan Negara.
Keberadaan peradilan militer tersebut diperkuat lagi oleh Undang-undang
No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.
1 Tahun 1988 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 20 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia yang
menentukan bahwa angkatan bersenjata mempunyai peradilan tersendiri dan
komandan-komandan mempunyai wewenang penyerahan perkara.

Anda mungkin juga menyukai