Anda di halaman 1dari 15

GIGI TIRUAN PADA ANAK

Diajukan untuk memenuhi tugas pengganti tutorial pada blok Kuratif dan
Rehabilitatif 2 Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember

Oleh :

LULU ROSIMA PUTRI


111610101041

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2013
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Gigi tiruan
pada anak dengan tepat waktu dan tanpa suatu halangan apapun.
Makalah ini saya buat sebagai salah satu sarana untuk lebih mendalami
materi dalam blok kuratif dan rehabilitatif 2 dan diajukan sebagai pengganti tugas
tutorial pada blok ini.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan tutorial ini.
Tak ada gading yang tak retak, begitupun dengan makalah ini untuk itu
kami mohon maaf apabila dalam makalah ini ada kesalahan baik dalam isi
maupun sistematika. Karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan.

Jember, 30 November 2013

Penulis
TINJAUAN PUSTAKA

Masalah estetik menjadi salah satu alasan utama pasien dalam perawatan
pembuatan gigi tiruan. Pasien yang kehilangan gigi anterior, akan memperlihatkan
wajah dengan bentuk bibir masuk ke dalam, sehingga pada dasar hidung tampak
lebih ke dalam dan dagu menjadi lebih ke depan. Pada anak-anak kehilangan gigi
anterior sering terjadi karena kecelakaan, sehingga tidak sedikit perawatannya
dengan cara mencabut gigi yang terkena trauma akibat kegoyangan yang sangat
besar. Tanggalnya gigi tersebut akan mengakibatkan migrasi ke gigi tetangga ke
arah gigi yang hilang. (Gunadi, H.A. 1995 )
Fungsi gigi tiruan pada anak
a) Peningkatan fungsi bicara.
Organ bicara yang tidak lengkap dan kurang sempurna dapat mempengaruhi
suara pasien, misalnya pasien kehilangan gigi anterior rahang atas dan rahang
bawah. Kehilangan gigi anterior dapat mengakibatkan gangguan bicara yang
bersifat sementara, setelah menggunakan gigi tiruan mampu meningkatkan
fungsi bicara dengan cara membiasakan menggunakan gigi tiruan.
Terbentuknya suara berawal dari laring, lidah, palatum dan dibantu gigi-gigi.
Rongga mulut dan sinus maksilaris dalam hal ini berfungsi sebagai ruang
resonansi. Menurut tempat terjadinya suara yang dihasilkan dapat dibedakan
sebagai berikut :
1) Labial
Merupakan huruf yang diucapkan oleh bibir, antara lain huruf (b), (p), (m).
2) Labiodental
Merupakan huruf yang diucapkan antara bibir bawah dengan tepi insisal gigi
anterior rahang atas, antara lain huruf (f), (v), (ph).
3) Linguodental
Merupakan huruf yang diucapkan antara lidah dengan gigi anterior rahang atas,
antara lain huruf (th).
4) Linguopalatal
Merupakan huruf yang diucapkan antara lidah dengan palatum, antara lain
huruf (d), (s), (c), (j).
5) Nasal
Merupakan huruf yang akan terdengar seperti huruf (n), (ng).
(Gunadi, H.A. 1995 )
b) Perbaikan dan peningkatan fungsi pengunyahan.
Salah satu bagian terpenting dalam proses pencernaan makanan adalah mulut.
Makanan akan diproses di dalam rongga mulut dengan gigi, agar proses
tersebut dapat berjalan dengan baik harus disertai dengan perawatan dan
pemeliharaan yang optimal dari gigi dan mulut tersebut.
Penelitian Farrel (1962) menunjukkan bahwa jenis makanan tertentu dapat
dicernakan dengan sempurna tanpa perlu dikunyah sama sekali. Penderita yang
sudah kehilangan gigi biasanya mengalami perubahan pada mastikasi. Tekanan
kunyah akan terpusat pada satu sisi atau satu bagian saja. Penggunaan gigi
tiruan sebagian lepasan akan memperbaiki penyaluran tekanan kunyah secara
merata ke seluruh bagian jaringan pendukung. (Gunadi, H.A. 1995 )
c) Mempertahankan jaringan mulut yang ada.
Jaringan mulut yang ada akan dipertahankan dengan pemakaian gigi tiruan
sebagian lepasan, karena dengan gigi tiruan dapat mencegah atau mengurangi
efek yang timbul karena hilangnya gigi. (Gunadi, H.A. 1995 )
d) Pencegahan migrasi gigi.
Tanggalnya gigi sulung yang terlalu dini pada anak, dapat mengakibatkan
migrasi gigi tetangga dan antagonisnya untuk mengisi ruang kosong yang
ditinggalkan oleh gigi tersebut, sehingga lambat laun akan mengakibatkan
maloklusi dan lengkung gigi tidak berkembang secara optimal, bahkan akan
menyebabkan terjadinya gangguan bicara, mastikasi, dan estetis (Andlaw, R.J.
and W.P. Rock. 1993 ).
Gigi Tiruan pada anak
Pertumbuhan rahang bawah ke anterior lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan rahang atas pada arah yang sama. Hal tersebut memungkinkan
hubungan antara rahang atas dan rahang bawah tetap harmonis, meskipun pada
awal kelahiran posisi dagu lebih posterior daripada rahang atas (Koesoemahardja
dkk., 2004).
Pertumbuhan wajah ke arah transversal dan sagital adalah untuk menye-
diakan tempat bagi erupsi gigi-geligi. Pertumbuhan kedua rahang ke arah trans-
versal dapat terjadi karena adanya sutura palatine mediana pada rahang atas, dan
jaringan kartilago pada simfisis rahang bawah. Perkembangan sinus maksilaris,
erupsi gigi-geligi, aktivitas otot wajah dan otot mastikasi, memungkinkan wajah
tumbuh ke arah vertikal (Enlow, 1990).
Gigi tiruan bagi anak-anak sebenarnya memiliki prinsip yang hampir sama
dengan gigi tiruan untuk orang dewasa, perbedaan yang mendasar adalah apabila
pada anak-anak masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan
untuk orang dewasa telah berhenti tumbuh kembangnya.Pertumbuhan dan
perkembangan terutama gigi dan rahang harus diperhatikan supaya tidak
terganggu oleh keberadaan gigi tiruan. (Finn, S.B. 2003).
Pembuatan gigi tiruan anak harus memperhatikan perkembangan alveolar
akan berjalan ke arah lateral, maka disain landasan dibuat sampai 1/3 forniks atau
kurang lebih sejajar dengan puncak alveolar (alveolar crest), dengan tujuan agar
tidak menghambat pertumbuhan. Disain landasan dapat dibuat sampai forniks
tetapi dengan menggunakan tissue conditioner atau soft acrylic. Pada pembuatan
gigi tiruan sebagian lepasan dewasa perluasan sayap landasan dibuat sampai
forniks dengan tujuan mendapatkan retensi dan stabilisasi (McDonald, R.E. and
D.R. Avery, 2000).
Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan pada anak dapat dilihat dari
pertimbangan berdasarkan usia, dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Usia 2,53 tahun
Cangkolan pada gigi kaninus sulung tidak boleh memberikan tekanan, hal ini
ditujukan untuk memberikan kesempatan rahang bergerak ke
anterior.Cangkolan untuk gigi molar sulung harus dibuat dengan tangan
cangkolan harus mengelilingi permukaan terluar gigi.Hal ini ditujukan karena
mahkota gigi molar sangat pendek. Selain itu pada rahang atas perluasan
landasan harus menutupi palatum sampai batas daerah getar atau vibrating
line. Perluasan ke arah bukal atau labial pada umumnya pendek tidak melebihi
sampai ke forniks.Pada rahang bawah dianjurkan menggunakan lingual bar
yang ditempatkan 2 mm dari jaringan lunak.
b. Usia 5,5 6 tahun
Cangkolan yang digunakan adalah cangkolan Adam dan cangkolan C.
Cangkolan C harus dilepas dari landasan pada saat erupsi gigi incisivus tetap
dan gigi molar pertama dan dilakukan perbaikan.Gigi molar pertama yang
telah bererupsi seluruhnya dapat dijadikan gigi sandaran untuk perawatan
selanjutnya.Landasan yang digunakan berupa tissue conditioner pada bagian
labial dan bukal dengan tujuan agar pertumbuhan rahang tidak terhambat.
c. Usia 7 8 tahun
Usia 78 tahun terjadi pertumbuhan pada daerah anteroposterior, sehingga
panjang landasan harus pendek dan sesuai dengan warna jaringan lunak, selain
itu digunakan tissue conditioner pada daerah pertumbuhan. Cangkolan C
digunakan untuk gigi molar pertama tetap.
d. Usia 12 tahun
Erupsi gigi telah lengkap, kecuali gigi molar ketiga, selain itu
pertumbuhan rahang berjalan lambat, sehingga untuk penyesuaian gigi tiruan
sebagian lepasan dapat lebih mudah.

Pengguanaan gigi tiruan sebagian lepasan dewasa selamanya dan diganti atau
dibuat ulang jika terdapat keluhan pada gigi tiruan tersebut, sedangkan gigi tiruan
sebagian lepasan pada anak perlu dibuat ulang mengikuti pola pertumbuhan dan
erupsi gigi tetap (McDonald, R.E. and D.R. Avery, 2000). Prosedur ini dilakukan
agar pasien lebih nyaman dalam penggunaan gigi tiruan.
PEMBAHASAN

indikasi dan kontraindikasi pemakaian gigi tiruan pada anak


A. Indikasi
- Tanggal prematur pada gigi sulung dapat terjadi pada gigi anterior
(Insisivus dan kaninus) maupun pada gigi posterior (gigi molar) yang
diindikasikan dilakukan ekstraksi dimana erupsi gigi permanen pengganti
masih jauh.
Molar pertama sulung merupakan kunci oklusi dimana fungsinya adalah
sebagai pembentuk compensation curve.
- Avulsi gigi dimana keadaan gigi yang keluar dari soket yang biasanya
disebabkan karena trauma mekanis.
- Agenisi congenital dimana saat dilakuka foto rontgen tidak terdapat benih
igi pengganti
- Celah palatum, karena biasanya celah palatum ini disertai dengan agenisi
gigi anterior.
- Amelogenesis dan dentinogenesis
- Karies multiple yang diindikasikan pencabutan
B. Kontraindikasi
Pasien tidak kooperatif
Pasien yang tidak kooperatif bukan merupakan kontraindikasi mutlak
karena pada anak yag kurang kooperatif drg bias melakukan general
anastesi. Namun pada pasien yang tidak kooperatif ini memiliki prognosis
yang buruk.
Pada saat dilakukan foto rontgen gigi permanen pengganti sudah hampr
erupsi.
Kesehatan umum pasien yang tidak baik, seperti pada anak yang memiliki
penyakit jantung dan asma.
Desain gigi tiruan pada anak
Prinsip dan teknik perawatan pembuatan gigi tiruan pada anak sama dengan
pembuatan gigi tiruan dewasa. Perbedaan yang harus diperhatikan yaitu
mengenai pertumbuhan dan perkembangan terutama gigi dan rahang (Finn,
S.B. 2003).
Pembuatan gigi tiruan anak harus memperhatikan perkembangan alveolar
akan berjalan ke arah lateral, maka disain landasan dibuat sampai 1/3 forniks
atau kurang lebih sejajar dengan puncak alveolar (alveolar crest), dengan
tujuan agar tidak menghambat pertumbuhan. Disain landasan dapat dibuat
sampai forniks tetapi dengan menggunakan tissue conditioner atau soft
acrylic. Pada pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan dewasa perluasan sayap
landasan dibuat sampai forniks dengan tujuan mendapatkan retensi dan
stabilisasi (McDonald, R.E. and D.R. Avery, 2000).
Pembuatan desain gigi tiruan, baik yang tebuat dari resin akrilik maupun kerangka
logam tidaklah terlalu berbeda. Dalam pembuatan desain dikenal empat tahap
yaitu:
Tahap I : Menentukan kelas dari masing-masing daerah tek bergigi (sadel)

TAHAP I
Menentukan Kelas dari Masing-masing Daerah TAk Bergigi
Daerah tak bergigi pada suatu lengkungan gigi dapat bervariasi, dalam hal
panjang, macam, jumlah dan letaknya. Semua ini akan mempengaruhi rencana
pembuatan desain gigi tiruan, baik dalam bentuk sadel, konektor maupun
dukungannya. Penentuan kelas pada gigi geligi sulung menggunakan klasifikasi
lindahl.
Klasifikasi gigi tiruan pada periode gigi campuran adalah sebagai berikut
(Lindahl, R.L. 1964):
Kelas I : Kehilangan gigi posterior rahang atas satu sisi
Kelas II : Kehilangan gigi posterior rahang bawah satu sisi
Kelas III : Kehilangan gigi posterior rahang atas dua sisi
Kelas IV : Kehilangan gigi posterior rahang bawah dua sisi
Kelas V : Kehilangan gigi anterior-posterior rahang atas
Kelas VI : Kehilangan gigi anterior-posterior rahang bawah
Kelas VIII : Kehilangan semua gigi susu
Kekurangan dari klasifikasi lindahl terletak pada pengklasifikasiannya
yang hanya berpusat pada gigi geligi sulung, sedangkan dalam masa geligi
pergantian juga terdapat gigi permanen. Pengklasifikasian Knedy dapat digunakan
untuk menentukan klasifikasi pada gigi sulung maupun permanen.
Syarat:
1. Klasifikasi hendaknya dibuat setelah semua pencabutan gigi selesai
dilaksanakan atau gigiyang diindikasikan untuk dicabut selesai dicabut
2. Bila gigi M3 hilang dan tidak akan diganti, gigi ini tidak termasuk dalam
klasifikasi.
3. Bila gigi M3 masih ada dan akan digunakan sebagai pengganti, gigi ini
dimasukkanklasifikasi
4. M2 hilang tidak akan diganti jika antagonisnya sudah hilang.
5. Bagian tidak bergigi paling posterior menentukan Klas utama dalam
klasifikasi.
6. Pada kasus tertentu kelas ditentukan pada daerah tidak bergigi yang
membutuhkan perhatian lebih misalnya ada gigi disekitarnya yang
mengalami migrasi, ekstrusi, overeruption, versi, rotasi, ekstrusi dan karies
yang besar.
7. Pada kasus tertentu kelas ditentukan berdasarkan gigi yang erupsi terlebih
dahulu
8. Daerah tidak bergigi lain daripada yang sudah ditetapkan dalam klasifikasi
masuk dalam modifikasi dan disebut sesuai dengan jumlah daerah atau
ruangannya.
9. Banyaknya modifikasi ditentukan oleh banyaknya ruangan yang tidak
bergigi.
10. Tidak ada modifikasi pada klasifikasi Kennedy Klas IV.
Klasifikasi Kennedy ada 4 Klas :
Kelas I
Daerah tidak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang masih ada dan berada
pada keduasisi rahang / Bilateral Free End
Kelas II
Daerah yang tidak bergigi terletak dibagian posterior gigi yg ada, pd 1 sisi
rahang/unilateral freeend.

Kelas III
Daerah yang tidak bergigi terletak diantara gigi yang masih ada dibagian posterior.
Kelas IV
Daerah yang tidak bergigi terletak dibagian anterior dan melewati garis tengah
rahang/median line.Untuk kelas ini tidak ada modifikasi

Tahap II
Menentukan macam-macam dukungan dari setiap sadel. Terdapat 3 (tiga)
macam jenis dukungan gigi tiruan, yaitu:
a. Tooth borne
Dukungan gigi tiruan diperoleh dari gigi tetangga / gigi yang masih dapat
dijadikan sebagai pendukung.
b. Mucose/tissue borne
Dukungan gigi tiruan diperoleh dari mukosa.

c. Mucosa and tooth


Dukungan gigi tiruan diperoleh dari gigi dan mukosa.
Dukungan terbaik untuk protesa sebagian lepasan hanya dapat diperoleh
bila factor-faktor berikut ini diperhatikan dan dipertimbangkan. Faktor-faktor
tersebut adalah kejadian jaringan pendukung, panjang sadel, jumlah sadel, dan
keadaan rahang yang akan dipasangi geligi tiruan.

1. Keadaan Jaringan Pendukung


Bila jaringan gigi sehat, dukungan sebaiknya berasal dari gigi, tetapi bila
keadaan gigi sudah meragukan, sebaiknya dukungan dipilih dari mukosa, dengan
memperhatikan bahwa :
a. Jaringan mukosa dibawah sadel sehat dan cukup tebal.
b. Bagian plat kortikal dari tulang alveolar di bawah sadel padat dan
terletak diatas tulang trabekula dan konselus yang sehat.
c. Pasien tidak pernah menderita penyakit atau kelainan yang berkaitan
dengan terjadinya resorpsi tulang secara cepat.
Idealnya, dukungan untuk sadel berujung bebas sebaiknya berasal dari
mukosa untuk mencegah penerimaan beban kunyah yang tidak seimbang antara
gigi dan mukosa, meskipun dukungan kombinasi masih dimungkinkan dengan
syarat gigi yang akan dijadikan penyangga ini sehat dan baik.

2. Panjang Sadel
Untuk sadel yang pendek dengan gigi tetangga kuat, dukungan sebaiknya
berasal dari gigi. Namun bila sadelnya panjang dan gigi tetangga serta gigi asli
lainnya kurang kuat, untuk rahang atas sebaiknya dipilih dukungan dari mukosa.

3. Jumlah Sadel
Untuk rahang atas dengan jumlah sadel multiple perlu diperhatikan
keadaan gigi-gigi yang masih ada serta jaringan mukosa dan upaya semaksimal
mungkin sehingga desain tidak perlu komplek

4. Keadaan Rahang
Untuk rahang bawah dengan sadelberujung tertutup, sebaiknya dipilih
dukungan dari gigi, mengingat lebih kecilnya luas perukaan jaringan mukosa pada
rahang bawah. Sebaliknya ada tiga pilihan untuk dukungan pada rahang atas.
Tahap III
Menentukan macam retainer / penahan yang digunakan dalam pemakaian
gigi tiruan. Terdapat 2 (dua) macam jenis yang retainer yang dapat digunakan
sesuai kebutuhan desain gigi tiruan.
a. Direct Retainer
Merupakan bagian dari cangkolan GTS yang berguna untuk menahan
terlepasnya gigi tiruan secara langsung. Direct retainer ini dapat berupa
klamer/cengkeram dan presisi yang berkontak langsung dengan permukaan gigi
pegangan. Ciri khas cangkolan tuang oklusal adalah lengan-lengannya berasal dari
permukaan oklusal gigi dan merupakan cangkolan yang paling sesuai untuk
kasus-kasus gigi tiruan dukungan gigi karena konstruksinya sederhana dan efektif.
Fungsi direct retainer adalah untuk mencegah terlepasnya gigi tiruan ke arah
oklusal. Prinsip desain cangkolan yaitu pemelukan, pengimbangan, retensi,
stabilisasi, dukungan, dan pasifitas.
Macam-macam cangkolan menurut Ney, yaitu:
1. Akers clasp

2. Roach clasp

3. Kombinasi Akers-Roach

4. Back Action clasp

5. Reverse back Action clasp

6. Ring clasp
7. T clasp

8. I clasp

9. Compound clasp / Embrasure clasp.

b. Indirect Retainer
Indirect Retainer adalah bagian dari GTS yang berguna untuk menahan
terlepasnya gigi tiruan secara tidak langsung. Retensi tak langsung diperoleh
dengan cara memberikan retensi pada sisi berlawanan dari garis fulkrum tempat
gaya tadi bekerja. Retensi itu dapat berupa lingual bar atau lingual plate bar.

Tahap IV
Menentukan macam konektor yang akan digunakan sesuai desain dan
kebutuhan bagi pasien pemakai gigi tiruan. Terdapat 2 (dua) jenis konektor yang
dapat dipilih sesuai kebutuhan dan desain:
a. Konektor Utama
Merupakan bagian dari GTSL yang menghubungkan komponen-
komponen yang terdapat pada satu sisi rahang dengan sisi yang lain atau bagian
yang menghubungkan basis dengan retainer.Fungsi konektor utama adalah
menyalurkan daya kunyah yang diterima dari satu sisi kepada sisi yang lain.
Syarat konektor utama adalah:
1. Rigid
2. Tidak mengganggu gerak jaringan
3. Tidak menyebabkan tergeseknya mukosa dan gingiva
4. Tepi konektor utama cukup jauh dari margin gingiva
5. Tepi dibentuk membulat dan tidak tajam supaya tidak menganggu lidah
dan pipi.

Konektor utama dapat berupa bar atau plate tergantung lokasi, jumlah gigi
yang hilang, dan rahang mana yang dibuatkan. Pada rahang atas dapat berupa
single palatal bar, U-shaped palatal connector, antero-posterior palatal bar dan
palatal palate. Pada rahang bawah dapat berupa lingual bar dan lingual plate.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunadi, H.A. 1995. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan. Jilid 1.
Hal 12, 30-50, 108-111 Jakarta: Hipokrates

2. Andlaw, R.J. and W.P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd ed.
London: Churchill Livingstone.

3. Lindahl, R.L. 1964. Removable Denture Prosthetis. 4th ed. Hal: 271-285.
McGraw-Hill Book Company Inc.

4. Finn, S.B. 2003. Clinical Pedodontics. 4th ed. Hal 309-31, 360-3.
Philadelphia: W.B Saunders Company inc.

5. Goodarce, C.J dan Brown, T.D, 1994. Prosthodontic Treatment of the


Adolescent Patient Care. Editor: Sthephen H.Y.Wei. Philadelphia: Lea and
Febiger.

6. McDonald, R.E. and D.R. Avery, 2000. Dentistry forThe Child and
Adolescent. 7th ed. Saint Louis: Mosby

7. Andajani, T. 1993. Penanggulangan Kerusakan Gigi yang Parah dengan Gigi


Tiruan Tumpang. Volume 2. Hal 571-580. Jakarta: Majalah Ilmiah Kedokteran
Gigi Usakti.

8. Heartwell, C.M. and Rahn, A.O. 1986. Glossary of Prosthodontics. Fourth


edition. Philadelphia: Lea and Febriger.

9. McCrackens. 1995. Removable Partial Prosthodontics. 9th ed. St. Louis: C.V.
Mosby Company.

10. Dykema, E.W, Cunningham, D.M, and Johnston, J.F. 1978. Modern practice
in removable partial prosthodontics. Philadelphia- London- Toronto: W.B
Saunders Company.
11. Blakesslee, R.W., et al. 1980. Dental Technology Theory and Practice. Hal:
113-5, 120-1, 313-15. St. Louis-Toronto-London: C.V. Mosby Company

12. Dyson, J.E. 1988. Prosthodontic for Children. Hal: 259-68. Philadelphia: Lea
and Febriger.

13. Herman, W. 1980. Majalah Kedokteran Gigi. Volume 1. Bandung: Yabina.

14. Mathewson, R.J and Primosch, R.E. 1995. Fundamentals of Pediatric


Dentistry. 3rd ed. Hal: 356-9. Chicago: Quintessence Books.

Anda mungkin juga menyukai