Berdasarkan Perpres No. 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal 2015-2019,
terdapat 122 kabupaten yang termasuk dalam kategori daerah tertinggal yang mengacu pada 6 (enam)
kriteria ketertinggalan. Penentuan prioritas penanganan daerah tertinggal pada tiap tahunnya juga
dengan pertimbangan bobot indeks ketertinggalan yang paling parah. Pada tahun 2017, prioritas
penanganan daerah tertinggal difokuskan pada 54 kabupaten.
Percepatan pembangunan Daerah Tertinggal (DT) merupakan perwujudan dari dimensi
pemerataan dan kewilayahan yang tersalin khusus pada Nawacita ketiga, yakni membangun Indonesia
dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan.
Program Pembangunan Daerah Tertinggal merupakan salah satu fokus Pembangunan Indonesia.
Pembenahan dilakukan dengan menyentuh aspek sosial, budaya, ekonomi, perbaikan infrastruktur, dan
aksesibilitas yang masih tetinggal dibandingkan daerah-daerah lain. Penetapan Daerah dengan kategori
tertinggal didasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria.
Berikut ini adalah 6 kriteria daerah tertinggal tersebut:
Ekonomi
Jumlah Penduduk, Keluarga, Penduduk Miskin, dan Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera 1
Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
PDRB, Persentase Kedalaman Kemiskinan, dan IKK Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal.
SDM
Jumlah Penduduk, Persentase Angkatan Kerja, dan Persentase Pengangguran Menurut
Kabupaten Daerah Tertinggal;
Angka Melek Huruf, Angka Partisipasi Sekolah, dan IPM Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
Jumlah Desa, Puskesmas, dan Poliklinik Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
Jumlah Desa, Persentase Desa yang Memiliki Fasilitas Kesehatan > 5 km dan Fasilitas Pendidikan
> 3 km Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
Rata-rata Jarak Desa Tanpa Fasilitas Pendidikan ke Fasilitas Pendidikan Terdekat Menurut
Kabupaten Daerah Tertinggal.
Infrastruktur
Jumlah Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal dan Jenis Permukaan Jalan Utama;
Persentase Rumah Tangga Pengguna Listrik dan Telepon Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
Jumlah Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal dan Jenis Pasar;
Jumlah Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal dan Jarak Fasilitas Pasar;
Jumlah Penduduk, Dokter, dan Dokter/1000 Penduduk Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal.
Kapasitas Daerah
Besarnya PAD Berdasarkan Kabupaten dan Tahun;
Besarnya Celah Fiskal Berdasarkan Kabupaten dan Tahun.
Aksesibilitas
Rata-Rata Jarak dan Waktu Tempuh dari Kantor Desa/Kelurahan ke Kantor Kabupaten yang
Membawahi.
Karakteristik Daerah
Persentase Desa Berdasarkan Kabupaten dan Karakteristik Daerah.
Daerah daerah yang tertinggal di Indonesia merupakan focus yang perlu diperhatikan agar
Indonesia dapat berkembang menjadi Negara yang maju, karena 6 kriteria yang telah disebutkan diatas
adalah salah satu tolak ukur untuk perkembangan Indonesia.
Pada essay ini, saya memilih 2 daerah di Indonesia yang perlu diperhatikan, dimana derah yang
perlu diperhatikan ini adalah daerah di Indonesia yang masih tertinggal, sehingga perlu diperhatikan
untuk perkembangan Indonesia itu sendiri. 2 Daerah yang dipilih tersebut adalah Kabupaten Belu yang
berada di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste,
dan Kabupaten Merauke yang berada di paling ujung Indonesia yang berbatasan langsung dengan
Negara Papua Nugini.
Gambar 1.A Lokasi Kabupaten Belu di Indonesia Gambar 1.B Kabupaten Belu (warna merah)
Atambua adalah kota di Pulau Timor yang menjadi ibu kota Kabupaten Belu, wilayah yang
berbatasan dengan negara Timor Leste. Atambua adalah kota yang tak jauh dari pantai utara Pulau
Timor. Bila ke selatan, jalanan akan semakin menanjak dan bukit-bukit akan terlihat jelas. Namun, untuk
Atambua sendiri, permukaannya relatif datar bila dibanding wilayah-wilayah kecamatan di sebelah
selatan. Di kota tersebut, rata-rata perlu Rp 20 ribu untuk membeli nasi sayur dengan lauk ayam,
tambahlah uang Rp 5.000 untuk mendapatkan segelas es teh manis. Biaya indekos dengan fasilitas
kamar mandi dalam bisa dijangkau dengan duit Rp 500 ribu per bulan. Upah minimum provinsi (UMP) di
Nusa Tenggara Timur sebesar Rp 1.525.000.
Soal sarana komunikasi, Telkomsel adalah operator telekomunikasi yang mendominasi kawasan
ini. Sepertinya sinyal operator lain memang tak terdeteksi di ponsel. Penduduk setempat bilang,
sebenarnya sinyal dari dua operator asal Timor Leste juga menerobos masuk ke kawasan perbatasan di
Kabupaten Belu ini. Telkomsel 'bertarung' sendirian menghadapi dua operator tersebut, meski
sebenarnya salah satu lawannya adalah 'saudara tiri'-nya sendiri. Untuk listrik, memang ada kawasan
pelosok Belu yang belum kebagian listrik. Namun akses listrik di Kota Atambua jelas ada. Yang jadi
masalah, listrik acapkali 'byar-pet'.
Dengan luas wilayah 1.284,94 km persegi, Belu punya penduduk berjumlah sekitar 200 ribu jiwa,
dibagi menjadi empat suku berdasar bahasa yang dituturkan, yakni Tetun, Bunak, Kemak, dan Dawan.
Bila melaju ke pedesaan Belu yang agak jauh dari Atambua, anak-anak usia sekolah akan menyapa orang
di mobil yang lewat dengan ramah, "Selamat pagi!" atau "Selamat siang!". Rata rata mata pencaharian
masyarakat disini adalah petani, yang tentu saja akan sangat senang jika musim hujan dating.
Masyarakat menanam tanaman pangan, menggarap lahan, menjual hasil panen, dan mengolah hasil
panen tersebut. Kondisi ini dilakukan masyarakat secara turun temurun dengan metode yang masih
tradisional. Hal ini memiliki sisi negatif yaitu perkembangan masyarakat dalam bidang usaha pertanian
dan perkebunan cenderung stagnan bahkan me-nurun. Permasalahan tersebut menjadi kom-pleks
sebab usia anggota masyarakat yang berkecimpung dalam bidang pertanian sudah memasuki masa tidak
produktif.
Penduduk Belu semakin bertambah sejak lepasnya Provinsi Timor Timur dari Indonesia.
Sehingga kebutuhan air bersih juga meningkat. Khususnya untuk Kota Atambua, pasokan air bersih yang
dikelola PDAM berasal dari sumber mata air Wematan-Tirta dan mata air Lahurus. Mengandalkan kedua
sumber air tersebut tidaklah cukup bagi kebutuhan air bersih penduduk kota yang terus bertambah.
Selama tahun 2010 akan terjadi depisit air bersih sebanyak 1.086.325 m kubik atau 35 L/detik dari
kebutuhan sebesar 2.797.045 m kubik.
Krisis air di Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT) akibat hujan yang belum turun selama lima
bulan, kini mengintai warga Kota. Dalam pengamatan Bisnis.com, pepohonan dan tanah di Kota tersebut
sangat gersang dengan suhu udara yang panas. Meski tak sepanas suhu udara yang mencapai 39 derajat
celcius, namun dampak kekeringan mulai menyerang warga Kota Atambua. Sumur-sumur air andalan
warga juga mulai mengering. Berdasarkan data yang diterima Bisnis.com, di Kali Oeba, Kelurahan Oeba
dan Kolam Amnesi, Kelurahan Bakunase 2, para warga mulai memanfaatkan air keruh dan berbau untuk
mencuci, memasak, dan mandi. Air dari dua kolam itu menjadi keruh dan berbau karena debit air yang
menurun akibat musim kemarau.
Dari sini dapat dilihat bahwa salah satu permasalahan di Kabupaten Belu ini adalah krisis air
bersih, terutama saat musim kemarau datang. Sebenarnya, masalah tersebut bukan hanya milik Belu
saja. Maka dari itu, seharusnya pemerintah Indonesia memperhatikan masalah masalah seperti ini agar
kesejahteraan masyarakatnya terjamin