discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/315618946
CITATIONS READS
0 550
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Antariksa Sudikno on 25 March 2017.
Abstrak
Gaya arsitektur jengki merupakan modifikasi dan bukan tahapan lanjut dari gaya sebelumnya, yaitu
arsitektur kolonial Belanda. Dari sisi bentuknya dapat dilihat dengan tanda unsur miring, seperti
atap yang tidak menyatu pada puncaknya, tembok depan (gevel) miring, memiliki lubang angin
(rooster) dan ragam ornamen yang campuraduk menjadi satu. Sesuatu yang tidak disadari di
belakang adalah proses perkembangan pola pemikiran daripada bentuk fisiknya, yaitu sifat
kemandirian, nasionalisme melawan penjajahan dan pencarian bentuk dari gaya yang sudah ada.
Pola penyebarannya pun dapat dikatakan tidak merata dan tidak selalu memiliki ragam elemen
yang kuat. Hal ini disebabkan arsitektur jengki berkembang pada era pasca kemerdekaan atau era
transisi. Studi ini difokuskan untuk mengidentifikasi rumah bergaya jengki pada setiap kecamatan
di Kota Malang dan Lawang, yang mana banyak ditemukan objek rumah jengki dan masih belum
mendapat perhatian. Tujuan studi ini adalah untuk menganalisis tipologi dengan mengklasifikasi
rumah jengki berdasarkan tipe-tipe tertentu dan menganalisis morfologinya berdasarkan tingkat
perubahan dan kecenderungan perubahannya. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan
pendekatan rasionalistik dan studi kualitatif. Hasil studi adalah tabulasi tentang tipologi dan
morfologi arsitektur jengki sebagai esensi pedoman bentuk arsitektur rumah jengki, yang akan
memberikan kontribusi terhadap keilmuan arsitektur nusantara.
Kata Kunci: tipologi dan morfologi, arsitektur jengki,
Abstract
The jengki architecture style is a modification and not the later stages of the previous style of Dutch
colonial architecture. From the form side it marked with at an angle elements, such as a roof that is
not blend at its peak, the front side wall (gevel) at an angle, and have a vent (rooster) and
ornaments variety that mixed into one. Something that not realized behind is the development
process of the pattern than its physical form as nature of independence, nationalism against
colonialism and searching the form from the existing style. The spreading pattern can be said
uneven and not always have a strong various element. This is due the jengki architecture
developed in post-independence era or the transition era. This research focused to identify the
jengki style house in every district in Malang and Lawang, which many jengki houses object
founded and still have not obtain attention. The purpose of this study is to analysis the typology
with classified the jengki houses based on certain types and analysis the morphology based on the
level and trends of change. The method used is descriptive with rationalistic approach and
qualitative study. The result of this study is a tabulation of typology and morphology of jengki
architecture as the essential guidelines for the jengki houses architecture and will contribute to
scientific of nusantara architecture.
Key words: typology and morphology, jengki architecture
Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif rasionalistik dengan pendekatan
rasionalistik melalui penjelasan secara deskriptif. Menurut Nasution (2004:9) penelitian
deskriptif adalah memberikan deskripsi tentang gambaran yang lebih luas tentang situasi
atau fenomena. Lebih jauh Muhadjir (1996) menjelaskan, bahwa metode penelitian
kualitatif rasionalistik didasarkan pada pemahaman intelektual dengan kemampuan
berargumentasi secara logis dan didukung oleh data yang relevan. Sedikit berbeda
dengan fenomenologi yang objeknya bersifat hidup sehingga mengamati fenomenanya
dalam waktu yang relatif lama.
Pengamatan dilakukan dengan memperhitungkan variabel tipologi dan
morfologinya. Pada judul disebutkan kata tipologi dan morfologi yang berarti rangkaian
proses analisis dengan mengklasifikasikan objek arsitektural menjadi beragam tipe
bentuk. Tipologi ini sebagai data untuk analisis morfologi dengan memperhatikan
perubahan objek baik perubahan yang bersifat kecil, sedang dan besar. Variabel pada
studi ini berdasar tipologi sisi mikro, yaitu elemen bentuk: atap, dinding, lantai, pintu,
jendela, rooster; sedangkan sisi mezonya adalah unsur tapak. Variabel morfologinya
adalah sejarah, bentuk, fungsi dan intensitas perubahan. (Gambar 1 dan Gambar 2)
C D
Gambar 1. Lokasi penelitian di Kota Malang beserta objek studinya. (A) Kecamatan
Lowokwaru, (B) Kecamatan Blimbing, (C) Kecamatan Klojen, (D) Kecamatan Sukun.
Gambar 1. Lokasi penelitian di Kota Malang beserta objek studinya. (A) Kecamatan
Lowokwaru, (B) Kecamatan Blimbing, (C) Kecamatan Klojen, (D) Kecamatan Sukun.
1) Kecamatan Blimbing
Kecamatan Bilimbing diwakili oleh rumah Jalan Ciliwung 26, Jalan Cimadur 11, dan
Jalan Juanda 9C. Aspek tipologi diperoleh dari kesamaan unsur seperti pada kecamatan
sebelumnya. Bentuk atap semuanya berbentuk pelana, namun pada sampel Jalan
Cimadur, arah gevel berada di samping. Ciri khas lain pada atap adalah memiliki jambul
seperti pada Jalan Juanda 9C. Fasade masih sebagai sarana kreativitas builder, yaitu
adanya ornamen batu tempel dan rooster pada Jalan Ciliwung 26 dan Jalan Cimadur 11,
sedangkan Jalan Juanda 9C polos dan ditambahkan keramik. Ornamentasi yang sangat
menarik seperti adanya unsur miring berupa susunan kolom pada kanopi teras. Kanopi ini
menutupi seluruh luasan teras.
Bentuk bukaan, yaitu pintu dan jendela umumnya berbentuk persegi panjang
dengan variasi jumlah daun, kombinasi material dan warna. Bukaan juga ditemukan
bingkai tebal yang melingkupinya dengan bentukan miring. Lingkup meso menunjukkan
bahwa bentukan dasar rumah ini persegi panjang dan berada di antara rumah yang lain.
Aspek morfologinya ditunjukkan dengan tidak ada perubahan fungsi rumah atau sejak
1) Kecamatan Klojen
Kecamatan Klojen juga diwakili oleh 3 rumah berikut yang mana memiliki kesamaan
ciri dengan rumah lainnya, yaitu rumah Jalan Garbis 4, Jalan Bandung 18 dan Jalan
Langsep. Ketiganya sekilas memiliki bentuk yang mirip. Hal ini ditandai dengan bentuk
tipologi atap pelana dengan gevel berada di depan dan ketiganya memiliki lebihan atap
berupa jambul. Garis lisplank cukup tebal dan di bawahnya terdapat kayu segitiga. Gevel
sebagai media untuk hiasan berupa susunan rooster atau garis geometris. Kanopi pada
teras tidak menutupi secara penuh atau berupa tambahan. Fasade terdapat hiasan batu
tempel kecuali rumah Jalan Bandung 18. Bentuk bukaan pintu dan jendela cukup
bervariasi, mulai bentukan persegi panjang dengan ragam daun dan dibingkai miring
kecuali rumah jalan Bandung 18 yang sudah berubah. Lingkup meso masih ditandai oleh
bentukan dasar persegi atau persegi panjang. Aspek morfologi ditunjukkan dengan
tingkat perubahannya. Perubahan sedang berupa penambahan ruang dan susunan
denah pada rumah Jalan Garbis 4, yaitu menambah ruang keluarga dan teras pada tahun
1980 serta rumah Jalan Langsep dengan menambah fungsi ruang profesi dokter tahun
1983. Perubahan besar pada rumah Jalan Bandung 18 dengan merubah fungsi ruang
keseluruhan dari rumah tinggal menjadi rumah usaha kursus pada tahun 2006. (Gambar
5).
1) Kecamatan Sukun
Sampel Kecamatan Sukun terdiri atas rumah Jalan Niaga 12, Jalan Terusan Dieng
01, dan Jalan Kolonel Sugiono 303 Malang. Ketiganya memiliki ciri yang sedikit berbeda.
Hal ini ditandai dengan bentuk tipologi atapnya yang tergeser, namun rumah Jalan Niagai
12 memiliki dinding berventilasi antara dua bidang atap. Rumah ini juga memiliki gevel di
samping seolah menonjolkan bidang geser atap. Lisplank cukup tebal dan khusus pada
rumah Jalan Kolonel Sugiono 303 terdapat lebihan lisplank sekitar 1 meter. Gevel masih
sebagai sarana kreativitas yang hadir dengan hiasan bentuk geometris, susunan rooster
secara linear dan perbedaan warna. Dinding depan tidak miring dan banyak hiasan batu
tempel. Jenis bukaan hanya berbentuk dasar persegi panjang dengan kombinasi kayu-
kaca dan jumlah daun. Teras memiliki bentuk yang menyatu dengan bangunan induk
sehingga hanya perlu sedikit perluasan kanopi. Rumah Jalan Niaga 12 tidak memiliki
kanopi teras sedangkan rumah Jalan terusan Dieng 01 memiliki lebar kanopi sekitar 0,50
meter sehingga masih terjadi tampias, sedangkan sampel terakhir memiliki kanopi yang
menyeluruh pada teras. Lingkup meso ditandai dengan bentuk dasar persegi dan persegi
panjang yang terlihat pada denah isometri. Aspek morfologi diketahui dengan jenis
perubahan yang hadir pada rumah. Sampel pertama tidak mengalami perubahan antara
dahulu sampai sekarang sehingga masuk pada perubahan kecil yang hanya
dimungkinkan perubahan warna cat. Sampel kedua mengalami perubahan sedang
dengan penggantian material seperti keramik serta pemindahan ruang tangga di tahun
1990-an. Sampel ketiga dengan perubahan sedang dengan merubah ruang depan rumah
sebagai fungsi profesi tahun 2008. (Gambar 6).
1) Kecamatan Singosari
Sampel di Kecamatan Singosari hanya ditemukan 3 rumah, yaitu Jalan raya
perusahaan 1, Jalan Randu Agung 1 dan Jalan Randu Agung 22. Ketiganya memiliki
karakter tipologi yang berbeda. Bentuk atap dengan pelana dan gevel didepan kecuali
pada sampel ketiga yang gevelnya di samping dan atap tergeser. Lisplank juga dengan
lebihan sekitar 0.5 meter pada sampel ketiga. Fasade polos tidak terdapat ornamen batu
tempel pada sampel pertama dan pada fasade terdapat bukaan berupa susunan rooster
secara linear. Bentuk bukaan umumnya persegi panjang, namun ada sedikit keunikan,
yaitu bentuk trapesium pada sampel kedua. (Gambar 7)
2) Kecamatan Lawang
Sampel pada Kecamatan Lawang terdiri atas 3 buah sampel, yaitu rumah Jalan
Wahidin 11A, Jalan Wahidin 2 dan Jalan Dr. Cipto 9. Tipologi bentuk diawali dari bentuk
atapnya dengan karakter yang berbeda setiap sampel. Sampel pertama memiliki bentuk
atap pelana tergeser dengan gevel berada disamping. Pada sisi antara bidang atap
terdapat ventilasi berupa susunan rooster secara linear. Sampel kedua memiliki bentuk
atap pelana biasa dengan sisi gevel menghadap depan. Bidang gevel terdapat
ornamentasi garis dan tekstur kasar. Sampel ketiga memiliki bentuk atap yang terpisah
dengan model huruf T dengan menonjolkan gevel pada bagian depan. Bentuk lisplank
ditonjolkan pada sampel kedua dengan ketebalan dan warna. Dinding depan pada
sampel pertama dan ketiga masih dihiasi oleh susunan batu tempel, yang khusus pada
sampel ketiga bentuk dinding pentagonal miring yang seolah-olah jatuh. Pada bagian
teras umumnya merupakan bagian yang terpisah dengan rumah induk. Teras sampel
pertama dengan atap datar dan ditopang kolom miring berbentuk V, sedangkan sampel
kedua dan ketiga dengan lebar overstek tidak lebih dari 0.5meter. Bentuk bukaan baik
pintu atau jendela dengan model persegi atau persegi panjang, baik material kayu-kaca
ataupun sirip. Pada setiap bukaan dibatasi oleh bingkai miring sebagai ciri khas arsitektur
jengki. (Gambar 8)
Pada kasus masing-masing sampel di Kota Malang dan Lawang dipilih berdasarkan
jumlah karakter yang muncul dan memiliki keunikan tertentu. Pada Tabel 1 merupakan
intisari dari tipologi dan morfologi arsitektur rumah jengki. Aspek tipologi memiliki karakter
sebagai berikut. Bagian atap-fasade terdapat 14 ragam tipe dengan karakter kuat pelana
gevel di depan, samping atau atap tergeser. Bukaan terdiri atas pintu dan jendela yang
terdiri atas 11 tipe dengan karakter material kayu, kayu-kaca, dan jumlah daun. Bingkai
dan ventilasi terdiri atas 6 tipe dengan karakter bentuk miring. Rooster sebagai lubang
angin memiliki 10 tipe dengan varian bentuk persegi, belah ketupat, lingkaran dan
sebagainya. Kanopi teras merupakan bagian yang terkadang terpisahkan dari rumah
induk, biasanya beratap datar dan memiliki variasi pada penggunaan bentuk kolom.
Jumlah tipe pada kanopi teras adalah 3 tipe dengan berdasarkan bahannya. Aspek
morfologi memiliki karakter sebagai berikut, jenis denah diwakili oleh rumah yang memiliki
Daftar Pustaka
Ardhiati, Y. (2005). Bung Karno Sang Arsitek: Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang
kota, Interior, Kria, Simbol, Mode Busana dan Teks Pidato 1926-1965. Depok:
Komunitas Bambu.
Dyah, A. (2000). Tipologi Perubahan Wajah Bangunan Rumah Jengki di Kawasan
Pakubuwono Jakarta Selatan. Jurnal Teknik Arsitektur Universitas Budi Luhur.
Kurniawan, K R. (1999). Identifikasi Tipologi dan Bentuk Arsitektur Jengki di Indonesia
Melalui Kajian Sejarah. Jurnal Teknik Arsitektur Universitas Indonesia. Laporan
Penelitian SPP/DPP.
Nasution. (2004). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.
Nesbitt, K. (1996). Theorizing A New Agenda for Architecture : An Anthology of
Architectural Theory 1965-1995. New York: Princeton Architectural Press
Prakoso, I. (2002). Arsitektur Jengki, Perkembangan Sejarah yang Terlupakan. (Online).
(www.arsitekturindis.com diakses 28 Juni 2010)
Antariksa 2012