Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 1

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Oleh:
SGD 1
Ni Made Krisna Dewi Widya P.A (1502105004)
Kadek Dwi Irmayanti (1502105010)
Putu Rossi Widyasari (1502105015)
Ni Kadek Diah Widiastiti Kusumayanti (1502105017)
Komang Hadpani (1502105027)
Putu Gede Adi Sura Febriawan C. (1502105028)
Ni Made Erlin Firda Yanti (1502105032)
Ni Kadek Ariani (1502105060)
I Made Adi Wiadnyana (1502105061)
Flora Maranatha Hasugian (1502105065)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017
1. Bagaimana awal perkembangan Keperawatan Kesehatan Komunitas di
Dunia?
Jawab:
Perkembangan keperawatan komunitas tidak terlepas dari tokoh mitologi
Yunani, yaitu Asclepius dan Hegeia. Bedasarkan mitos Yunani Asclepius
adalah seorang dokter, sementara Hegeia adalah asisten Asclepius yang
merupakan istrinya.
Tabel 1. Perbedaan penanganan masalah kesehatan Asclepius dan Hegea

Tokoh Cara penanganan masalah kesehatan masyarakat

Asclepius Dilakukan setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang


Hegeia Penanganan maslah melalui :
Hidup seimbang
Menghindari makanan atau minuman beracun
Memakan makanana yang bergizi ( cukup )
Istirahat yang cukup
Olahraga

Dari perbedan pendekatan penanganan maslah kesehatan antara Asclepius


dan Hegeia tersebut ,akhirnya muncul dua aliran/pendekatan dalam
penanganan masalah-masalah kesehatan pada masyarakat,yaitu sebagai
berikut :

a. Kelompok / aliran 1
Aliran ini cenderung menunggu terjadinya penyakit atau setelah jatuh
sakit. Pendekatan ini disebuat dengan pendekatan kuratif. Kelompok
tersebuat terdiri atas dokter, dan pisikiater yang melakukan perawatan
atau pengobatan penyakit, baik fisik maupun pisikologis.
b. Kelompok /aliran 2
Aliran ini cenderung melakuakn upaya-upaya pencegahan penyakit
sebelum terjadinya penyakit. Kelompok ini antara lain perawat
komunitas

Periode Perkembanagn Kesehatan Masyarakat


Periode perkembanagan kesehatan masyarakat terdiri atas periode
sebelum ilmu pengetahuan dan periode ilmu pengetahuan
1. Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan
Perkembangan kesehatan masyarakat sebelum ilmu pengetahuan
tidak dapat dipisahkan dari sejarah kebudayaan yang ada di dunia, di
antaranya adalah budaya dan bangsa Babilonia, Mesir, Yunani, dan
Romawi. Bangsa-bangsa tersebut rnenunjukkan bahwa manusia telah
melakukan usaha untuk rnenanggulangi rnasalah-rnasalah kesehatan
masyarakat dan penyakit. Pada dokumen lain juga tercatat bahwa
pada zaman Romawi Kuno telah dikeluarkan suatu peraturan yang
mengharuskan kepada masyarakat untuk (Haillon,1974 dalam
hamilawati 2013):
- Mencatat pembangunan rumah
- Melaporkan adanya binatang-binatang yang berbahaya.
- Melaporkan binatang peliharaan/ternak yang dapat
menimbulkan bau.
- Pemerintah melakukan supervise ke tempat-tempat minuman.
warung makanan, tempat prostitusi, dan lain-lain.
Setelah itu kesehatan masyarakat makin dirasakan perlunya di awal
abad ke-1 sampai ke-7 dengan alasan sebagal berikut:
- Berhagai penyakit menular mulai menyerang penduduk dan
telah menjadi epidemi, bahkan ada yang menjadi endernis.
- Di Asia, khususnya Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika
muncul penyakit kolera yang telah tercatat sejak abad ke-7
bahkan penyakit kolera di India telah menjadi endemis. Penyakit
lepra telah menyebar ke Mesir, Asia kecil, dan Eropa melalui
para emigran.
Berbagai upaya telah diupayakan untuk mdngatasi kasus epidemik
dan endemis, di antaranya masyarakat mulai memperhatikan
rnasalah:
- Lingkungan terutama hygiene dan sanitasi lingkungan.
- Pembuangan kotoran rnanusia (latrin)
- Mengusahakan air minum bersih
- Pembuangan sarnpah
- Pembuatan ventilasi yang memenuhi syarat
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang dahsyat di China dan
India. Pada tahun 1340 telah tercatat 13 juta orang meninggal karena
wabah pes. Di India, Mesir, dam Gaza dilaporkan bahwa 13 ribu
orang meningal tiap han karena serangan pes. Berdasarkan catatan,
jumlah orang yang meninggal karena wabah penyakit pes di seluruh
dunia pada waktu itu mencapai lebih dan 60 juta orang, sehingga
kejadian pada waktu itu disehut The Black Death. Serangan wabah
penyakit menular ni berlangsung sampai abad ke-18. Di samping
wabah pes, wahah kolera dan tifus juga masih berlangsung. Pada
tahun 1603 Iebih dan 1 dan 6 orang meninggal karena penyakit
menular, dan tahun 1665 sekitar 1 dan 5 orang mcninggal. Pada
tahun 1759 dilaporkan 70 ribu orang penduduk di kepulauan Cyprus
meninggal karena penyakit menular. Penyakit lain yang menjadi
wabah antara lain dipteri, tifus, disentri, dan lain-lain. (Hamilawati
2013)

2. Periode Ilmu Pengetahuan


Pada akhir abad ke-18 dan di awal abad ke-19, bangkitnya ilmu
pengetahuan mempunyai dampak yang sangat luas dalam segala
aspek kehidupan manusia, termasuk pada aspek kesehatan. Pada
abad ini pendekatan dalam penanganan masalah kesehatan tidak
hanya memandang pada aspek biologis saja, tetapi sudah
komprehensif dan multisektoral. Selain tu, telah ditemukan berbagal
macam penyebab penyakit dan vaksin sebagai pencegahan penyakit.
Upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai
dilaksanakan di lnggris. Hal ini terkait dengan wabah penyakit
endemis kolera tahun 1832 yang terjadi miasyarakat di perkotaan,
terutarna yang miskin. Parlemen Inggris membentuk komisi
penanganan pada penyakit ni dan Edwin Chadwich seorang pakar
social ditunjuk sebagai ketua komisi untuk melakukan penyelidikan
mengenai penyebah wabah kolera ini. Hasil penyelidikan yang
dilaporkan di antaranya yaitu masyarakat yang hidup dalarn kondisi
sanitasi yang buruk, usia penduduk berdekatan dengan aliran air
kotor dan pembuangan kotoran manusia, adanya aliran air limbah
terbuka yang tidak teratur, makanan yang dijual di pasar tidak
higienis, sehagian besar masyarakat hidup miskin, serta bekerja rata-
rata 14 jam per han sementara gaji yang diperoleh tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hash laporan Fdwin Chadwich
tersehut dilengkapi dengan analisis data yang lengkap dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Akhirnya, parlemen Inggris
mengeluarkan undang-undang yang mengatur upaya-upaya
peningkatan kesehatan penduduk dan berbagai peraturan tentang
sanitasi lingkungan, sanitasi tempat-tempat kerja, pabrik, dan lain-
lain. Berawal dan penelitiannya, Edwin Chadwich tertarik untuk
lebih jauh mempelajari kesehatan masyarakat, sehingga saat itu ia
menjadi pioneer dalam ilmu kesehatan masyarakat. Generasi setelah
Chadwich adalah Winslow muridnya yang kemudian dikenal sebagal
pembina kesehatan masyarakat modern. Winslow merurnuskan
definisi kesehatan masyarakat yang kemudian diterima oleh WHO.
Sejak sat itu, lahirlah berbagai macam definisi sehat. John Snow,
adalah seorang tokoh yang tidak asing dalam dunia kesehatan
masyarakat dalam upaya suksesnya mengatasi penyakit (Hamilawati
2013).

2. Bagaimana awal perkembangan Keperawatan Kesehatan Komunitas di


Indonesia?
Jawab:
Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai dari abad ke 16
yaitu adanya upaya pembatasan penyakit cacar dan kolera yang sangat
ditakuti oleh masyarakat. Penyakit kolera masuk ke Indonesia tahun 1927 dan
pada tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor. Tahun 1948 penyakit cacar
masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang angka
kejadiannya. Gubernur Jenderal Daendels pada tahun 1807 telah melakukan
upaya pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan, upaya ini dilakukan
untuk menurunkan angka kematian bayi yang tinggi. Upaya ini tidak mampu
bertahan lama akibat langkanya tenaga pelatih kebidanan, kemudian tahun
1930 program ini dimulai lagi dengan didaftarkannya para dukun bayi
sebagai penolong dan perawat persalinan.

Tahun 1851 berdiri sekolah dokter Jawa yang digagas oleh dr. Bosch dan dr.
Blekker yang saat itu sebagai kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer di
Indonesia, sekolah ini dikenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding
van Indische Arsten) atau sekolah pendidikan dokter pribumi. Sekolah
pendidikan dokter ke 2 didirikan pada tahun 1913 di Surabaya dengan nama
NIAS (Nederland Indische Artsen School). (Hernilawati, 2013). Tahun 1927
STOVIA berubah menjadi sekolah Kedokteran dan tahun 1947 STOVIA
berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia juga ditandai dengan


berdirinya pusat laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888,
kemudian tahun 1938 berubah nama menjadi lembaga Eykman. Di daerah
lain seperti Medan, Semarang, Makassar, Surabaya, dan Yogyakarta juga
mendirikan laboratorium dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit
malaria, lepra, cacar, serta penyakit lainnya. Selain mendirikan laboratorium,
didirikan juga lembaga gizi dan sanitasi untuk menunjang kesehatan
masyarakat.
Tahun 1922 penyakit pes masuk ke Indonesia dan menjadi epidemis di pulau
Jawa pada tahun 1933 1935. Tahun 1935 dilakukan program pemberantasan
penyakit pes dengan cara melakukan penyemprotan DDT ke rumah penduduk
dan vaksinasi secara masal. Tahun 1945 seorang petugas kesehatan
pemerintah Belanda bernama Hydrich melakukan pengamatan terhadap
tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas dan Purwokerto. Hasil
pengamatan dan analisisnya didapatkan bahwa tingginya angka kesakitan dan
kematian di kedua daerah tersebut akibat buruknya kondisi sanitasi
lingkungan, kebiasaan masyarakat buang air besar di sembarang tempat, dan
penggunaan air minum dari sungai yang telah tercemar. Sanitasi lingkungan
yang buruk dikarenakan perilaku masyarakat yang kurang baik sehingga
Hydrich memulai upaya kesehatan masyarakat dengan mengembangkan
daerah percontohan, yaitu dengan melakukan pendidikan kesehatan.

Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak perkembangan kesehatan


masyarakat di Indonesia adalah saat diperkenalkannya Konsep Bandung
(Bandung Plan) tahun 1951 oleh dr. Y.Leimena dan dr. Patah yang dikenal
dengan nama Patah Leimena. Konsep ini memperkenalkan bahwa dalam
upaya pelayanan kesehatan masyarakat, aspek preventif dan kuratif tidak
dapat dipisahkan baik di rumah sakit maupun puskesmas. Tahun 1956
dimulai kegiatanm pengembangan kesehatan masyarakat oleh dr. Y.Susanti
dengan berdirinya proyek Bekasi sebagai proyek percontohan bagi
pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai
pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek ini juga menekankan pada
pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan, untuk melancarkan
penerapan konsep pelayanan terpadu ini dipilih 8 desa wilayah
pengembangan masyarakat yang merupakan cikal bakal sistem Puskesmas
sekarang ini yaitu :
a. Sumatera Utara : Indrapura e. Yogyakarta : Godean
b. Lampung f. Jawa Timur : Mojosari
c. Jawa Barat : Bojong Loa g. Bali : Kesiman
d. Jawa Tengah : Sleman h. Kalimantan Selatan : Barabai
Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan
merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi
dan kemampuan rakyat Indonesia yaitu mengenai konsep puskesmas yang
dipaparkan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu pada konsep
Bandung dan proyek Bekasi. Dalam seminar ini telah disimpulkan dan
disepakati mengenai sistem puskesmas yang terdiri atas tipe A, B, dan C.
Akhirnya pada pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional,
dicetuskan bahwa puskesmas merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan
terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen
Kesehatan ) menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas).

Puskesmas disepakati sebagai suatu unit yang memberikan pelayanan kuratif


dan preventif secara terpadu, menyeluruh, dan mudah dijangkau dalam
wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya atau
kabupaten. Sebagai lini terdepan pembangunan kesehatan, puskesmas
diharapkan selalu tegar sehingga diperkenalkanlah program untuk selalu
menguatkan puskesmas. Di negara berkembang seperti Indonesia, fasilitas
kesehatan berlandaskan masyarakat disarankan lebih efektif dan penting.
Departemen kesehatan telah membuat usaha intensif untuk membangun
puskesmas yang kemudian dimasukkan ke dalam master plan untuk operasi
penguatan pelayanan kesehatan nasional. Kegiatan pokok dalam program
dasar dan utama puskesmas mencakup 18 kegiatan yaitu :
a. Kesehatan Ibu dan Anak g. Penyuluhan Kesehatan
(KIA) Masyarakat
b. Keluarga Berencana (KB) h. Pengobatan
c. Gizi i. Usaha Kesehatan Sekolah
d. Kesehatan Lingkungan (UKS)
e. Pencegahan dan j. Perawatan Kesehatan
Pemberantasan Penyakit Masyarakat
Menular k. Kesehatan Gigi dan Mulut
f. Imunisasi l. Usaha Kesehatan Jiwa
m. Optometri q. Keselamatan dan Kesehatan
n. Kesehatan Geriatrik Kerja (K3)
o. Latihan dan Olahraga r. Laboratorium Dasar
p. Pengembangan obat obat s. Pengumpulan informasi dan
tradisional pelaporan untuk sistem
informasi kesehatan

Pada tahun1969, sistem puskesmas hanya disepakati dua saja yaitu


puskesmas tipe A yang dikelola oleh dokter dan puskesmas tipe B yang
dikelola oleh seorang paramedis. Dengan adanya perkembangan tenaga medis,
maka pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan puskesmas tipe A atau tipe
B dan hanya ada satu puskesmas saja, yang dikepalai oleh seorang dokter.
Namun, kebijakan tentang pimpinan puskesmas mulai mengalami perubahan
tahun 2000, yaitu puskesmas tidak harus dipimpin oleh seorang dokter, tapi
dapat juga dipimpin oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat. Hal ini tentunya
diharapkan dapat membawa perubahan yang positif, sehingga tenaga medis
lebih diarahkan pada pelayanan langsung pada klien dan tidak disibukkan
dengan urusan administratif atau manajerial, sehingga mutu pelayanan dapat
ditingkatkan. Di provinsi Jawa Timur misalnya, sudah dijumpai kepala
puskesmas dari lulusan sarjana kesehatan masyarakat seperti di Kabupaten
Gresik, Bojonegoro, dan lain sebagainya. Pada tahun 1979 dikembangkan
satu piranti manajerial guna penilaian puskesmas, yaitu stratifikasi puskesmas
sehingga dibedakan menjadi :
- Strata 1, puskesmas dengan prestasi sangat baik
- Strata 2 , puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
- Strata 3 , puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata
Peranti manajerial puskesmas yang lain berupa microplanning untuk
perencanaan dan lokakarya mini untuk pengorganisasian kegiatan dan
pengembangan kerjasama tim. Pada tahun 1984, tanggung jawab puskesmas
ditingkatkan dengan berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan
keluarga berencana (posyandu) yang mencakup kesehatan ibu dan anak,
keluarga berencana, gizi, penanggulangan penyakit diare, dan imunisasi.
3. Apakah program kesehatan komunitas yang berkembang saat ini di
Indonesia?
Bagaimana peran perawat komunitas pada program tersebut?
Jawab:
a. GERMAS
GERMAS atau gerakan masyarakat hidup sehat merupakan sebuah
program dari pemerintah yang bersifat promotif dan preventif. Germas
merupakan pengimplemenasian hasil Rakerkesnas 2017. Program ini
bertujuan untuk menguatka 3 pilar pembangunan kesehatan utamanya
pada pilar pertama yaitu paradigma sehat yang diimplementasikan
melalui 2 pedekatan. Adapun pendekatan yang diterapka adalah
(KemenKes RI 2017) :
- Pendekatan keluarga dimana aktivitas kegiatannya sepenuhnya
dilahkukan oleh jajaran kesehatan khususnya di tingkat puskesmas
- Gerakan masyarakan hidup sehat (GERMAS) yang dalam
pengimplementasiannya tidak hanya melibatkan sektor kesehatan
namun beberapa lintas sektor terkait
Program GERMAS difokuskan pada 3 kegiatan yaitu melahkukan
aktivitas fisik, mengonsumsi sayur dan buah serta memeriksa kesehatan
secara rutin. Dalam program ini, perawat dapat berperan dalam pendekatan
keluarga. Pendekatan keluarga merupakan salah satu cara Puskesmas
untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan atau
meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilaya kerjanya dengan
mendatangi keluarga untuk melakukan deteksi dini, penyuluhan dan
tindakan lain yang di perlukan(Kemenkes RI 2017). Peran perawat dalam
pedekatan ini adalah untuk mengimplementasikan deteksi dini dalam
keluarga, memberikan edukasi dan konseling kesehatan melalui
penyuluhan dan dapat mejadi advocator serta berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan atau sektor terkait jika ditemukan masalah kesehatan yang
memerlukan rujukan.
b. TOSS TB
Gerakan TOSS TB adalah singkatan dari gerakan temukan obati sampai
sembuh tuberculosis. TOSS TB bertujuan untuk mencapai Indonesia bebas
tuberculosis pada tahun 2035. Gerakan ini bersifat aktif, intensif, dan
massif melalui penemuan berbasis keluarga dan masyarakat pada populasi
khusus (lapas, pondok pesantreen, asrama, rumah padat penduduk dan
kumuh), peningkatan jejaring layanan dengan melibatkan rumah sakit dan
klinik swasta (Public private mix), dan peningkatan kolaborasi fasyankes.
Menurut laporan surveilans TB tahun 2015 total penemuan kasus TB
sebanyak 330.729 pada tahun 2015 dengan angka keberhasilan pengobatan
sebesar 84% (selesai pengobatan dan sembuh). Untuk mencegah TB MDR
pemerintah mendorong seluruh pemberi pelayanan TB pemerintah dan
swasta memberikan pelayanan TB standar serta meningkatkan
kewaspadaan dengan penemuan kasus TB secara dini dan memastikan
pelayanan TB berkualitas untuk mencegah kejadian TB resistan obat.
Selain itu juga mengajak seluruh masyarakat dan keluarga untuk
mendukung pasien dalam menjalani pengobatan TB sampai tuntas
(KemenKes RI 2017).

Pada peringatan Hari TB Sedunia 2017, sejalan dengan tema global 'Unite
to End TB', Indonesia memilih tema ' Gerakan Masyarakat Menuju
Indonesia Bebas Tuberkulosis' melalui aksi: Temukan Tuberkulosis Obati
Sampai Sembuh (TOSS) dengan 'Mengetuk 100.000 pintu' untuk
memberikan edukasi dan menemukan kasus TB' adalah gerakan yang
dilakukan oleh masyarakat untuk secara aktif menemukan kasus TB.
Gerakan dilakukan di 34 provinsi dengan bekerja sama antara Dinas
Kesehatan kabupaten/kota dan LSM. Diharapkan kegiatan ini dilakukan
secara berkesinambungan. Gerakan '100.000' ketuk pintu akan masuk
rekor MURI pada hari puncak yang akan dilaksanakan pada tanggal 1
April 2017. Dalam program ini perawat dapat ikut berperan aktif pada aksi
mengetuk 100.000 pintu (KemenKes RI 2017). Perawat dapat ikut terjun
ke masyarakat dan memberikan edukasi pada masyarakat serta
mengidentifikasi apakah terdapat kasus TB dalam daerah tersebut.

c. Pemberian Kelambu di Daerah Tinggi Malaria


Program ini merupakan upaya pemerintah untuk menekan angka kejadian
malaria di Indonesia. Pada 2017 terdapat 3,983,000 kelambu yang di
bagikan pada masyarakat yang tinggal di daerah endemic dan memiliki
risiko malaria. Pada upaya pengendalian Malaria di Indonesia Januari
sampai dengan Juli 2017, jumlah kabupaten/kota yang telah bebas dari
penularan malaria adalah 251 kabupaten/kota (KemenKes RI 2017).

Dalam penerapan progam ini perawat dapat berperan sebagai pemberi


asuhan dan advokat bagi masyarakat yang daerahnya belum tejangkau oleh
program ini. Selain itu perawat juga dapat melakukan studi epidemiologi
di daerah tersebut sebagai evaluasi terhadap kesuksesan program ini serta
dapat menjadi dasar data jika intervensi lanjutan diperlukan di daerah
tersebut.

d. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


STBM atau sanitasi total berbasis masyarakat adalah STBM adalah sebuah
pendekatan untuk memperbaiki kesehatan lingkungan masyarakat yang
meliputi lima indikator kesehatan lingkungan (pilar). Adapun kelima pilar
tersebut adalah stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun,
pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengamanan sampah
rumah tangga, dan pengamanan limbah cair rumah tangga. Dalam
pengimplementasian program ini terdapat beberapa kader yang di perlukan.
Kader dalam program ini adalah promotor kesehatan desa. Seorang
promotor kesehatan yang dipilih oleh desa. Biasanya kader adalah seorang
wanita dengan kemampuan kepemimpinan / memberi pelayanan dengan
keikhlasan dan keinginan untuk membantu masyarakat. Para kader dan
pihak terkait dalam program ini harus mengikuti beberapa pelatihan untuk
mencapai tujuan program ini (MCA Indonesia 2015).
Peran perawat dalam program ini adalah sebagai edukator dan konselor
bagi masyarakat dalam pelaksaan program ini sehingga dapat membantu
fungsi kader. Perawat juga dapat menjadi kolaborator untuk berkolabolaasi
dengan tenaga kesehatan lain serta pihak terkait agar tujuan dalam
program ini dapat tercapai.

e. BELKAGA
BELKAGA atau bulan eleminasi kaki gajah yang merupakan langkah
akselerasi untuk mewujudkan Keluarga Indonesia Bebas Kaki Gajah pada
tahun 2020. Pada bulan Oktober, setiap penduduk yang tinggal di
kabupaten/kota endemis penyakit Kaki Gajah di seluruh wilayah Indonesia
secara serentak minum obat pencegahan penyakit kaki gajah, Pemberian
Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis. Obat pencegahan Filariasis
diminum satu kali setahun, selama 5 tahun berturut-turut. POPM ini sangat
penting dilaksanakan oleh setiap orang di wilayah yang menjadi sasaran,
karena POPM bersifat perlindungan perorangan (KemenKes RI 2017).

Dalam pelaksanaan program ini perawat dapat berperan sebagai edukator,


konselor, kolabolator dan sebagai peneliti. Sebagai edukator dan konselor
perawat dapat memberikan edukasi untuk masyarakat mengenai
pentingnya program ini serta dapat mendiskusikan masalah yang dihadapi
oleh masyarakat terkait dengan kaki gajah. Sebagai kolaborator perawat
dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan stake holder terkait
untuk mensukseskan program ini. Perawat juga dapat berperan dalam
penemuan kasus atau daerah yang memiliki risiko tinggi dan melahkukan
evaluasi terhadap keberhasilan program ini melalui penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Hernilawati. (2013). Pengantar Ilmu Kesehatan Komunitas. Sulawesi Selatan :


Penerbit Pustaka As Salam.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Rakernas 2017 Integritas


Seluruh Komponen Bangsa Mewujudkan Indonesia Sehat. retrived from :
http://www.depkes.go.id/article/print/17022700006/rakerkesnas-2017-
integrasi-seluruh-komponen-bangsa-mewujudkan-indonesia-sehat.html.
diakses pada 14 November 2017

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Setengah Tahun Capai


Program Kementrian Kesehatan di 2017. retrived from :
http://www.depkes.go.id/article/view/17082100008/setengah-tahun-
capaian-program-kementerian-kesehatan-di-2017.html. diakses pada 14
November 2017

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Cara Terbaik Mencegah TB


Resisten Obat adalah Promosi Pengobatan TB dengan TOSS TB. retrived
from : http://www.depkes.go.id/article/view/17032300001/cara-terbaik-
mencegah-tb-resistan-obat-adalah-promosi-pengobatan-tb-dengan-toss-
tb.html. diakses pada 15 November 2017

Millennium challenge Account Indonesia. 2015. Pedoman Pelaksaan Sanitasi


Total Berbasis Masyarakat. retrived from : http://www.mca-
indonesia.go.id/assets/uploads/media/pdf/Pedoman-Pelaksanaan-
STBM.pdf. diakses pada 15 November 2017

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Menkes Ayo Wujudkan


Keluarga Indonesia Yang Bebas Kaki Gajah. retrived from :
http://www.depkes.go.id/article/view/17100900003/menkes-ayo-
wujudkan-keluarga-indonesia-yang-bebas-kaki-gajah.html. diakses pada
15 November 2017

Anda mungkin juga menyukai