Anda di halaman 1dari 6

KEMAS 7 (1) (2011) 91-96

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas

KEMATIAN LARVA AEDES AEGYPTI SETELAH PEMBERIAN ABATE


DIBANDINGKAN DENGAN PEMBERIAN SERBUK SERAI

Arif Dwi Nugroho

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Penggunaan larvasida sintesis sangat merugikan masyarakat, seperti pencemaran
Diterima 5 Mei 2011
Disetujui 9 Juni 2011
lingkungan dan menyebabkan resistensi. Alternatif untuk mengurangi dampak
Dipublikasikan Juli 2011 negatif tersebut adalah dengan menggunakan larvasida nabati yang berasal
dari tanaman yaitu serai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Keywords: untuk mengetahui perbedaan jumlah kematian larva Aedes aegypti setelah
Abate;
Dengue Hemorrhagic Fever
pemberian abate dibandingkan pemberian serbuk serai. Jenis penelitian ini
(DHF); adalah eksperimen yang dilakukan pada tahun 2011, menggunakan rancangan
lemon grass powder (An- penelitian post test only with control group design. Dengan populasi seluruh
dropogon nardus); larva Aedes aegypti instar III dan IV yang berada di B2P2VRP Salatiga. Sampel
Aedes aegypti larvae.
.
berjumlah 400 ekor larva. Analisis data yang dilakukan secara univariat dan
bivariat (menggunakan uji independent t-test dengan = 0,05). Kesimpulan
dari penelitian ini adalah ada perbedaan yang signifikan jumlah kematian
larva Aedes aegypti setelah pemberian abate dibandingkan dengan pemberian
serbuk serai, dapat dilihat dari hasil uji independent t-test, dimana nilai p=0,002
(p<0,05).
AEDES AEGYPTI LARVA FATALITY AFTER ALLOCATED
WITH ABATE COMPARED WITH LEMONGRASS POWDER

Abstract
The usage of sintesis larvacide harmed the society, such as contamination of
enviroment, and resistense. Some alternatives to reduce the negative impact
were use vegatation larvacide from flora such as lemongrass. The purpose of this
research was to investigate the differences on the number of Aedes aegypti larvae
mortality after giving abate compared with giving lemongrass powder. The study
was experiment research in 2011, used post test only with control group design
plan research. The population were all of Aedes aegypti larvae instars III and IV
in B2P2VRP Salatiga. Sample were 400 larvaes. The data analysis used univariate
and bivariate (used independent t-test with = 0,05). The conclusion is that there
is a significant difference in the number of Aedes aegypti larvae mortality after
giving abate compared with giving lemongrass powder, can be seen from the test
results of independent t-test, where the p value = 0,002 (p < 0,05).

2011 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196


Gedung F1, Lantai 2, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Email: Ariefdwi22@yahoo.com
Arif Dwi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 91-96

Pendahuluan pat terlihat dibandingkan pengendalian secara


biologis (Zhu, 2008; Elena, 2008). Pengenda-
Demam berdarah dengue merupakan lian yang dilakukan adalah dengan membunuh
penyakit yang disebabkan virus yang sangat larva dari vektor untuk memutus rantai penula-
berbahaya karena dapat menyebabkan pen- rannya dengan menggunakan abate (temephos).
derita meninggal dalam waktu yang sangat Abate (temephos) merupakan salah satu golo-
pendek (Thomas, 2007; Ramos, 2008). Sam- ngan dari pestisida yang digunakan untuk
pai saat ini penyebaran DBD masih terpusat membunuh serangga pada stadium larva. Abate
di daerah tropis yaitu Australia Utara Bagian (temephos) yang digunakan biasanya berbentuk
Timur, Asia Tenggara, India, Afrika, Amerika butiran pasir (sand granules) yang kemudian
Latin, dan sebagian Amerika Serikat. Namun, ditaburkan di tempat penampungan air dengan
dengan adanya pemanasan global diperkirakan dosis 1 ppm atau 1 gram untuk 10 liter air.
penyebarannya akan meluas sampai ke dae- Penggunaan abate (temephos) di Indo-
rah-daerah yang beriklim dingin. Pada Profil nesia sudah sejak tahun 1976. Empat tahun
Kesehatan Indonesia Tahun 2009, DBD men- kemudian yakni tahun 1980, abate (temephos)
jadi peringkat ke dua untuk penyakit terbanyak ditetapkan sebagai bagian dari program pem-
pada pasien rawat inap di rumah sakit. Penya- berantasan massal Aedes aegypti di Indonesia.
kit ini termasuk penyakit menular yang sering Bisa dikatakan abate (temephos) sudah digu-
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau nakan lebih dari 30 tahun (Felix, 2008). Selain
wabah. Penularan DBD dapat terjadi di semua itu salah satu hal penting yang harus dicermati
tempat/wilayah yang terdapat nyamuk penular adalah munculnya resistensi dari berbagai
penyakit tersebut. macam spesies nyamuk yang menjadi vektor
Banyaknya permukiman baru secara penyakit. Bukan tidak mungkin, penggunaan
tidak langsung juga telah menciptakan tempat- abate (temephos) yang bisa dikatakan lebih dari
tempat perindukan nyamuk (man made breed- 30 tahun di Indonesia menimbulkan resistensi
ing place) bagi nyamuk Aedes aegypti, serta (Felix, 2008). Laporan resistensi larva Aedes ae-
masyarakat luas lainnya yang masih mempu- gypti terhadap abate (temephos) sudah ditemu-
nyai budaya menyimpan air bersih secara kan di beberapa negara seperti Brazil, Bolivia,
tradisional seperti adanya bak mandi/ WC, Argentina, Kuba, Karibia, dan Thailand (Felix,
tempayan, drum dan lain-lain yang hampir 2008). Selain itu juga telah dilaporkan resistensi
selalu dimiliki oleh setiap keluarga. Berbagai larva Aedes aegypti terhadap abate (temephos)
upaya untuk mengatasi masalah penyakit DBD di Surabaya.
di Indonesia telah dilakukan puluhan tahun Sehubungan dengan hal diatas maka per-
yang lalu, salah satunya dengan pemberantasan lu dilakukan suatu usaha untuk mendapatkan
vektor, akan tetapi belum diperoleh hasil yang larvasida alternatif yaitu dengan menggunakan
optimal. Melihat kemungkinan adanya dampak larvasida alami. Larvasida alami merupakan
negatif dari Aedes aegypti yaitu sebagai vektor larvasida yang dibuat dari tanaman yang mem-
DBD maka perlu dilakukan pengendalian. Ben- punyai kandungan beracun terhadap serangga
tuk pengendalian ini dapat dilakukan secara pada stadium larva. Penggunaan larvasida ala-
mekanik, biologi, kimia, atau perubahan sifat mi ini diharapkan tidak mempunyai efek sam-
genetik (Eisen, 2009; Suwanbamrung, 2009). ping terhadap lingkungan, manusia dan tidak
Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti menimbulkan resistensi bagi serangga. Salah
merupakan cara yang paling utama untuk satu jenis tanaman yang mempunyai potensi
memberantas penyakit DBD, hal ini dilakukan sebagai sumber larvasida nabati adalah serai
karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk (Andropogon nardus). Kandungan kimia serai
membasmi virus DBD belum tersedia. Pembe- lebih banyak terdapat pada batang dan daun,
rantasan ini dilakukan dengan memberantas dan kandungan yang paling besar yaitu sitro-
nyamuk dewasa ataupun jentiknya. Pengen- nela sebesar 35% dan geraniol sebesar 35 - 40%.
dalian yang paling sering dilakukan saat ini Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin
adalah pengendalian secara kimiawi, karena mengetahui perbedaan jumlah kematian larva
dianggap bekerja lebih efektif dan hasilnya ce- Aedes aegypti setelah pemberian abate (teme-

92
Arif Dwi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 91-96

phos) dibandingkan dengan pemberian serbuk sempurna.


serai (Andropogon nardus). Dosis yang diguna- Populasi dalam penelitian ini adalah se-
kan berdasarkan LC90 dari serai (Andropogon luruh larva nyamuk Aedes aegypti instar III/IV
nardus) selama perlakuan 24 jam dosis tersebut yang berada di B2P2VRP (Balai Besar Peneli-
diperoleh dari uji pendahuluan. Diharapkan tian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
penelitian ini dapat memberi informasi ke- Penyakit) di Salatiga. Penelitian ini dilakukan
pada pengelola program pemberantasan dan pengulangan sebanyak 8x, jadi total seluruh
pencegahan penyakit demam berdarah dengue sampel adalah 400 ekor larva instar III/IV nya-
serta kepada masyarakat dalam melaksanakan muk Aedes aegypti. Rumus ulangan yang digu-
pengendalian vektor demam berdarah dengue. nakan yaitu (t-1) (r-1) 15, dimana t meru-
pakan uji ulangan yang akan dilakukan dan r
Metode merupakan jumlah dosis yang digunakan.
Penelitian ini dilakukan dengan dua ta-
Pada penelitian ini jenis penelitian yang hap, tahap pertama melakukan uji pendahu-
digunakan adalah experimen murni (true eks- luan untuk mencari LC90 serbuk serai. Tahap
periment). Pelaksanaan penelitian menggu- kedua yaitu uji sebenarnya dengan memban-
nakan rancangan post test only control group dingkan antara LC90 (730mg/100mL) dari
yaitu suatu rancangan percobaan yang terdiri serbuk serai dengan dosis efektif abate
dari dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan (10mg/100mL). Pengumpulan data dilakukan
kelompok eksperimen. Perlakuan hanya diberi- dengan cara menghitung jumlah kematian lar-
kan pada kelompok eksperimen. Penelitian ini va setelah 24 jam perlakuan. Uji statistik yang
terdapat beberapa variabel terikat, variabel be- digunakan adalah uji probit untuk mencari
bas dan variabel penggangu. Variabel bebas (in- LC90 dari serbuk serai dan uji independent t-
dependent variable) dalam penelitian ini adalah test untuk mencari perbedaan kematian jumlah
abate (temephos) dan serbuk serai (Andropo- kematian larva apakah significan atau tidak.
gon nardus). Sedangkan Variabel Terikat (de-
pendent variable) dalam penelitian ini adalah Hasil dan Pembahasan
jumlah larva Aedes aegypti yang mati karena
pemberian abate (temephos) dan serbuk serai Pada uji pendahuluan, mengguna-
(Andropogon nardus). Variabel Pengganggu kan dosis 100mg/100mL, 200mg/100mL,
(intervening variable) meliputi : suhu, pH air 300mg/100mL, 350mg/100mL, 400mg/100mL
dan umur larva Aedes aegypti. Variabel peng- dan 500mg/100mL dengan dilakukan pengu-
ganggu tersebut dikendalikan dengan Suhu langan sebanyak 4x.
merupakan faktor yang cukup besar terhadap Pada uji pendahuluan, seperti yang ter-
proses perkembangan larva nyamuk. Suhu me- gambar pada tabel 1 didapatkan hasil rata-rata
dia sebagai variabel yang perancu dapat mem- kematian larva pada konsentrasi terkecil yaitu
pengaruhi hasil penelitian, maka dari itu suhu 100mg/100mL adalah 0,03 ekor (3%), pada
media juga harus diukur dan dikendalikan de- konsentrasi 200mg/100mL mematikan 0,06
ngan cara menempatkan media uji pada rua- ekor (6%), pada 300mg/100mL mematikan 0,16
ngan yang tertutup sehingga suhunya akan ekor (16%), pada 350mg/100mL mematikan
stabil. Pengukuran suhu pada media tempat 0,33 ekor (33%), pada 400mg/100mL memati-
pengujian dari awal sampai akhir selama penga- kan 0,45 ekor (45%) dan pada dosis tertinggi
matan. pH air merupakan salah satu faktor yaitu 500mg/100mL hanya mampu mematikan
yang berpengaruh dalam perkembangan larva 0,84 ekor (84%).
nyamuk, pengendaliannya dengan mengguna- Hasil dari pengamatan kematian larva
kan air yang mempunyai pH yang sama. Dan pada uji pendahuluan tersebut digunakan un-
mengukur pH awal dan pH akhir air. Stadium tuk menentukan konsentrasi yang akan digu-
larva sangat mempengaruhi reaksi terhadap zat nakan pada penelitian lanjutan yaitu dengan
toksik, maka dalam penelitian ini digunakan menggunakan analisis probit. Berdasarkan hasil
larva instar III dan IV, pada umur tersebut larva analisis probit uji pendahuluan diperoleh nilai
Aedes aegypti sudah memiliki morfologi yang LC90 terdapat pada konsentrasi 730mg/100mL,

93
Arif Dwi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 91-96

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kematian Larva Uji Pendahuluan

Jumlah Jumlah Kematian Pada Replikasi Ke- Rata-rata


Larva
Konsentrasi Uji 1 2 3 4
(mg/mL) (Ekor) Ekor %
Ekor % Ekor % Ekor % Ekor %
100 25 1 4 0 0 1 4 1 4 0,03 3
200 25 2 8 1 4 2 8 1 4 0,06 6
300 25 2 8 4 16 6 24 4 16 0,16 16
350 25 6 24 9 36 10 40 8 32 0,33 33
400 25 9 36 12 48 12 48 12 48 0,45 45
500 25 22 88 21 84 20 80 21 84 0,84 84

Tabel 2. Pengamatan Kematian Larva Aedes aegypti setelah pemberian abate

Waktu
Jenis Larvasida Ulangan
15 30 45 60 24 jam
1 0 4 15 24 25
2 0 4 14 23 25
3 0 5 13 25 25
Abate 4 1 4 15 24 25
(10mg/100mL) 5 0 5 12 25 25
6 1 5 14 23 25
7 0 7 19 24 25
8 0 6 17 24 25
Jumlah 200
Presentase 100%

dari hasil tersebut kemudian dibandingkan ma 24 jam pada penelitian lanjutan didapatkan
dengan abate. rata-rata kematian larva Aedes setelah pem-
Uji Lanjutan berian abate dengan dosis 10mg/100mL yaitu
Penelitian lanjutan dengan memban- 100%, sedangkan rata-rata kematian larva pada
dingkan antara abate dengan serbuk serai, se- serbuk serai dengan dosis 730mg/100mL se-
hingga bisa dilihat perbedaan jumlah kematian- lama 24 jam yaitu 82%.
nya. Dosis yang digunakan dalam penelitian ini Rata-rata populasi kematian larva Ae-
adalah 10mg/100mL untuk abate berdasarkan des setelah diberi abate sebesar 25,00 dengan
pada dosis efektif abate yaitu 10 gram (1 sen- simpangan baku 0,000 sedangkan rata-rata
dok makan) untuk tiap 100 liter air. Serbuk se- populasi kematian larva Aedes setelah pembe-
rai dengan dosis 730mg/100mL berdasarkan rian serbuk serai sebesar 20,50 dengan simpang
LC90 dari serbuk serai. Pada tabel 2 dan tabel 3 baku 2,673. Dan terdapat perbedaan jumlah
adalah tabel jumlah kematian larva setelah per- kematian larva Aedes setelah pemberian abate
lakuan 24 jam: dibandingkan dengan serbuk serai dimana nilai
Hasil pengamatan yang dilakukan sela- p = 0,002 (p< 0,05), dengan nilai interval keper-

94
Arif Dwi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 91-96

Tabel 3. Pengamatan Kematian Larva Aedes aegypti setelah pemberian serbuk serai

Waktu
Jenis Larvasida Ulangan
15 30 45 60 24 jam
1 0 0 2 4 22
2 0 0 1 3 17
Serbuk serai 3 0 2 3 5 21
730mg/100mL 4 0 1 5 6 23
5 1 1 3 5 22
6 0 0 1 4 20
7 0 1 2 2 16
8 0 1 1 3 23
Jumlah 164
Presentase 82%

cayaan (IK 95%) antara 2,266 sampai 6,734 dan kan maka otot akan tetap berkontraksi dalam
perbedaan rata-ratanya sebesar 4,500. waktu lama sehingga akan terjadi kekejangan
Berdasarkan pengamatan pada peneli- atau konvulsi. Dengan menggunakan abate
tian lanjutan yang dilakukan di laboratorium yang merupakan salah satu dari golongan pes-
selama 24 jam terhadap kematian larva Ae- tisida organophosphat maka enzim choline-
des aegypti, hasil pengamatan menunjukkan terase akan diikat atau dihancurkan sehingga
bahwa rata-rata kematian larva setelah pem- terjadi kekejangan otot secara terus menerus,
berian abate adalah 25 (100%). Abate (teme- dan serangga akhirnya akan mati. Jadi seperti
phos) merupakan salah satu pestisida golongan halnya senyawa organophosphat lainnya abate
senyawa phosphat organik. Golongan pestisida juga bersifat anti cholineterase.
ini mempunyai cara kerja menghambat enzim Rata-rata kematian larva setelah pem-
cholineterase, sehingga menimbulkan gang- berian serbuk serai adalah 20,50 (82%). Efek
guan pada aktivitas syaraf karena tertimbun- larvasida dari serbuk serai diduga dari kan-
nya acetylcholine pada ujung syaraf. Fungsi dungan sitronela yang terdapat pada batang
dari enzim cholineterase adalah menghidrolisa dan daun serai. Sitronela mempunyai sifat ra-
acetycholine menjadi cholin dan asam cuka, cun (desiscant), menurut cara kerjanya racun
sehingga bila enzim tersebut dihambat maka ini seperti racun kontak yang dapat memberi-
hidrolisa acetycholine tidak terjadi sehingga kan kematian, karena kehilangan cairan secara
otot akan tetap berkontraksi dalam waktu lama terus-menerus sehingga tubuh kekurangan
maka akan terjadi kekejangan (Perumalsam, cairan. Mekanisme kerja sitronela yaitu meng-
2009; Ndione, 2007). hambat enzim asetilkolinesterase dengan me-
Pada ujung saraf dari sistem saraf lakukan fosforilasi asam amino serin pada
serangga akan dihasilkan acetycholine apa- pusat asteratik enzim bersangkutan. Gejala
bila saraf tersebut mendapatkan stimulasi atau keracunannya, karena adanya penimbunan
rangsangan. Acetycholine ini berfungsi sebagai asetilkolin yang menyebabkan terjadinya kera-
mediator atau perantara, antara saraf dan otot cunan khusus yang ditandai dengan gangguan
daging sehingga memungkinkan impuls listrik sistem saraf pusat, kejang, kelumpuhan perna-
yang merangsang otot daging untuk berkon- fasan, dan kematian.
traksi. Setelah periode kontraksi selesai, maka Berdasarkan penelitan, dapat disimpul-
acetycholine akan dihancurkan oleh enzim kan adanya perbedaan yang signifikan antara
acetycholineterase menjadi choline, laktat dan jumlah kematian larva Aedes yang disebabkan
air. Bila acetycholine tidak segera dihancur- karena abate dibandingkan serbuk serai, hal

95
Arif Dwi Nugroho / KEMAS 7 (1) (2011) 91-96

ini dapat dilihat dari uji independent t-test di- Obat dan Obat Tradisional, 2) Kepala Bidang
mana nilai p = 0,002 (p<0,05). Abate juga dapat Pelayanan Penelitian Balai Besar Penelitian dan
lebih cepat dalam membunuh larva. Namun, Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit,
apabila dilihat dari rata-rata jumlah kematian 3) Teknisi Lapangan Balai Besar Penelitian dan
larva, serai dapat dijadikan sebagai salah satu Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
alternatif untuk menggantikan abate, dimana yang telah membantu melaksanakan penelitian
rata-rata jumlah kematian larva Aedes setelah ini.
pemberian serbuk serai yaitu sebesar 82%, akan
tetapi pemberian serbuk serai dapat merubah Daftar Pustaka
warna dari air dan aromanya pun berubah, hal
ini tidak sesuai dengan kriteria salah satu dari Eisen, Lars. 2009. Proactive Vector Control Strategies
kriteria larvasida, yaitu tidak menyebabkan and Improved Monitoring and Evaluation
perubahan rasa, warna, dan bau pada air yang Practices for Dengue Prevention. Journal of
mendapat perlakuan. Sulitnya serbuk serai yang Medical Entomology, 46(6): 1245-1255. 2009
Elena Astrid Yunita., Nanik Heru Suprapti., Jafron
larut dalam air dan sitronela yang terkandung
Wasiq Hidayat. 2009. Pengaruh Ekstrak
dalam serai hanya sedikit larut dalam air di- daun Teklan (eupatorium riparium) terhadap
duga mempengaruhi jumlah kematian larva Mortalitas dan Perkembangan Larva Aedes
Aedes aegypti. Dari hal ini dapat dilihat bahwa aegypti, 11(1): 11-17
abate sebagai larvasida sintetis tetap mempu- Felix. 2008. Ketika Larva dan Nyamuk Dewasa Sudah
nyai efektifitas yang lebih baik dibandingkan Kebal Terhadap Insektisida. FARMACIA,
dengan larvasida alami yaitu serbuk serai. 7(7)
Ndione RD, Faye O, Ndiaye M, Dieye A., and Afoutou
Penutup JM. 2007. Toxic effects of neem products
(Azadirachta indica A. Juss) on Aedes aegypti
Linnaeus 1762 larvae. In African Journal of
Berdasarkan penelitian yang berjudul
Biotechnology, 6(24): 2846-2854
perbedaan jumlah kematian larva Aedes ae- Perumalsam, Haribalan. 2009. Larvicidal Activity
gypti setelah pemberian abate (temephos) of Compounds Isolated from Asarum
dibandingkan dengan pemberian serbuk serai heterotropoides Against Culex Pipiens
(Andropogon nardus) bahwa konsentrasi un- Pallens, Aedes aegypti, and Ochlerotatus
tuk mematikan 90% larva Aedes aegypti adalah togoi (Diptera: Culicidae). Journal of Medical
sebesar 730mg/100mL selama perlakuan 24 Entomology, 46(6):1420-1423
jam. Rata rata jumlah kematian larva Aedes ae- Ramos, Mary M. 2008. Epidemic Dengue and
gypti setelah pemberian abate (temephos) ada- Dengue Hemorrhagic Fever at the Texas
lah 25 (100%) kematian dan setelah pemberian Mexico Border: Results of a Household-
based Seroepidemiologic Survey, December
serbuk serai (Andropogon nardus) adalah 20,50
2005. Am J Trop Med Hyg, 78(3): 364-369
(82%) kematian. Sehingga dapat disimpulkan Suwanbamrung, C. 2009. Community capacity
ada perbedaan yang signifikan antara jumlah domains of dengue prevention and control.
kematian larva Aedes aegypti setelah pemberian Asian Pacific Journal of Tropical Medicine,
abate (temephos) dibandingkan dengan pembe- 2(4): 50-57
rian serbuk serai (Andropogon nardus), dapat Thomas P. 2007. Dengue and Yellow Fever -
dilihat dari hasil uji independent t-test, dimana Challenges for the Development and Use of
nilai p=0,002 (p< 0,05). Vaccines. N Engl J Med, 357: 2222-2225
Ucapan terimakasih disampaikan kepa- Zhu, Junwei. 2008. Mosquito Larvicidal Activity
da: 1) Kepala Bidang Pelayanan Penelitian Balai of Botanical-Based Mosquito Repellents.
Journal of the American Mosquito Control
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Association, 24(1):161-168

96

Anda mungkin juga menyukai