Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

A. CEDERA KEPALA
I. MEKANISME DAN PATOLOGI
Cedera otak dapat terjadi akibat benturan langsung ataupun tidak langsung pada
kepala. Benturan dapat dibedakan dari macam kekuatannya, yakni kompresi, akselerasi, dan
deselerasi (perlambatan). Sulit dipastikan kekuatan mana yang paling berperan.
Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang
tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, hematom
subdural, atau intraserebral. Cedera difus dapat menyebabkan gangguan fungsional saja yakni
gegar otak atau cedera struktural lainnya.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan ke semua arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan
otak di tempat benturan, disebut dengan coup, atau di tempat yang berseberangan dengan
datangnya benturan atau countercoup.

II. PATOFISIOLOGI
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Meskipun
hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa, otak menerima 20% dari curah jantung.
Sebagian besar, yakni 80% dari glukosa dan oksigen tersebut dikonsumsi oleh substansia
kelabu.
Cedera otak yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer. Proses
lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel, yaitu oksigen dan nutrien,
terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena berkurangnya oksigenasi darah
akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah otak menurun misalnya akibat syok.
Oleh karena itu, pada cedera otak harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang
adekuat, dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenasi tubuh cukup.
Gangguan metabolisme jaringan otak akan menyebabkan udem yang dapat
mengakibatkan hernia melalui foramen tentorium, foramen magnum, atau herniasi dibawah
falks serebri.
Jika terjadi herniasi jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemia
sehingga menyebabkan nekrosis atau mengalami perdarahan yang menimbulkan kematian.
III. GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak kurang
lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran pasien. Tingkat yang paling ringan adalah
pada pasien gegar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya beberapa menit.
Atas dasar ini, trauma kepala dapat digolongkan menurut derajat koma Glasgow (GCS).
Yaitu cedera kepala ringan bila skor total 13 15, cedera kepala sedang bila skor 12 9, dan
cedera kepala berat bila skor 3 8. Lokasi cedera otak primer dapat ditentukan pada
pemeriksaan klinis.

IV. TATALAKSANA DALAM PERAWATAN


Setelah ditentukan keadaan fungsi vital, kesadaran, status neurologi, harus
diperhatikan kesembilan aspek perawatan berikut ini.
Pemberian cairan dan elektrolit disesuaikan dengan kebutuhan. Hidrasi terlebih dan
hiponatremia yang aakna memperberat udem otak harus dicegah. Pemasangan kateter
kandung kemih diperlukan untuk memantau keseimbangan cairan dan menjaga supaya
tempat tidur tetap bersih dan kering.
Pencegahan pneumonia hipostatik dilakukan dengan fisioterapi paru, mengubah
secara berkala posisi berbaring, dan menghisap timbunan sekret.
Kulit diusahakan tetap bersih dan kering untuk mencegah dekubitus. Anggota gerak
digerakkan secara pasif untuk mencegah kontraktur dan hipotrofi. Kornea harus terus
menerus dibasahi dengan larutan asam borat 2% untuk mencegah keratitis.
Keadaan gelisah dapat disebabkan oleh perkembangan masa di dalam tengkorak,
kandung kemih yang penuh, atau nyeri. Setelah ketiga hal tersebut dapat dipastikan dan
diatasi, baru boleh diberikan sedatif. Mengingat penderit hanya akan menambah kegelisahan
yang justru akan meningkatkan tekananan intrakranial.
Kejang harus segera diatasi karena akan menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan
tekanan darah serta memperberat udem otak.
Hipertermia timbul pada hari pertama pasca trauma karena gangguan pada
hipotalamus, batang otak, atau dehidrasi. Kenaikan suhu tubuh setelah hari kedua dapat
disebabkan oleh dehidrasi, infeksi paru, infeksi saluran kemih, atau luka infeksi. Reaksi
transfusi juga dapat menimbulkan demam. Pemakaian antibiotik yang berlebihan dapat
menyebabkan tumbuhnya kuman resisten, mengakibatkan kolitis pseudomembranosa dan
mengundang terjadinya sepsis.
Penderita harus menjalani rawat inap bila skor GCS kurang dari 15, serta terdapat
gangguan neurologik, gangguan faal vital, atau fraktur tulang tengkorak. Rawat inap
mempunyai dua tujuan yaitu observasi dan perawatan. Observasi dimaksudkan untuk
menemukan sedini mungkin penyulit atau kelainan lain yang tidak segera memberikan tanda
atau gejala.
Pada penderita yang tidak sadar, perawatan merupakan bagian terpenting dari tata
laksana. Tindakan pembebasan jalan nafas dan pernapasan merupakan prioritas utama. Pasien
harus diletakkan dalam posisi berbaring yang aman.

B. TRAUMA TUMPUL ABDOMEN


Evaluasi daerah abdomen merupakan salah satu dari komponen yang paling kritis
dari Initial Assesment pada penderita trauma. Selama Primary Survey, penilaian sirkulasi
pada penderita dengan trauma tumpul meliputi pengenalan dini dari tempat perdarahan yang
tersembunyi seperti misalnya pada regio abdomen. Mekanisme cedera, lokasi cedera, dan
status hemodinamis penderita menentukan waktu penilaian abdomen.

I. MEKANISME CEDERA
Mekanisme Cedera pada trauma tumpul abdomen secara umum dapat dibedakan
sebagai berikut :
1. Trauma Kompresi
Biasanya terjadi oleh karena benturan secara langsung yang mengakibatkan bagian depan
dari badan berhenti bergerak, sedangkan struktur bagian dalam masih tetap bergerak ke
depan. Sehingga menyebabkan kerusakan struktur-struktur baik organ yang padat dan
berongga di tengah-tengahnya. Misalnya pada trauma kena setir pada kecelakaan
kendaraan bermotor.
2. Shearing Injuries
Merupakan bentuk trauma yang terjadi bila komponen alat penahan (sabuk pengaman)
dipakai dengan cara yang salah.
3. Trauma Deselerasi
Merupakan bentuk trauma yang terjadi oleh karena gerakan yang berbeda dari bagian
badan yang bergerak dan yang tidak bergerak, misalnya sering terjadi pada hepar dan
lien.

II. PENILAIAN
Pada penderita dengan trauma tumpul abdomen, penilaian berdasarkan pada :
1. Anamnesis dan Riwayat Trauma
Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera. Misalnya dalam
tabrakan kendaraan bermotor meliputi kecepatan kendaraan, mechanism of injurynya,
posisi dan keadaan penderita saat dan setelah kejadian, dsb. Setelah itu secara anamnesis
dilakukan evaluasi, baik pada penderita sendiri yang sadar, atau pada keluarga penderita
dan orang lain bila penderita tidak sadar.

2. Pemeriksaan Tanda-tanda vital


Untuk menilai apakah ada suatu problem pada primary surveynya terutama adanya
problem pada sirkulasi.

3. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Perut bagian depan dan belakang harus diobservasi secara teliti apabila ada goresan,
robekan, hematom, atau jejas-jejas yang lain, dan apabila terlihat bertambah kembung
atau tidak.
Palpasi
Berupa perabaan pada dinding abdomen, untuk mendapatkan adanya dan menentukan
tempat dari nyeri, baik nyeri tekan superfisial, nyeri tekan dalam, atau nyeri lepas. Bila
sampai terjadi suatu defans muskuler dan nyeri tekan seluruh perut mungkin sudah terjadi
suatu iritasi pada peritoneumnya. Selain itu dapat pula digunakan untuk menentukan
adanya cairan dalam rongga abdomen (dengan tes undulasi).
Perkusi
Bisa suara timpani atau apakah suara redup, yang mungkin menandakan apakah ada suatu
perdarahan di kavum intra abdomen. Selain itu juga menilai apakah ada suatu perforasi
usus, yang biasanya ditandai dengan hilangnya pekak hepar.
Auskultasi
Melalui auskultasi dapat ditentukan bahwa bising usus ada atau tidak. Darah
intraperitoneum yang bebas atau akibat adanya kebocoran (ektravasasi) abdomen dapat
menimbulkan ileus, yang mengakibatkan hilangnya bunyi usus. Cedera pada struktur
yang berdekatan misalnya costae, vertebra, atau pelvis juga secara langsung dan tidak
langsung dapat menyebabkan paralitik ileum.
Pemeriksaan fisik lain :
Meliputi evaluasi stabilitas pelvis dan pemeriksaan pada Genital, perineal, rektal.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen
Pada kasus-kasus multitrauma, prioritas utama dapat dilakukan pemeriksaan rontgen
servikal lateral, toraks anteroposterior, dan pelvis. Foto BOF anteroposterior
digunakan untuk mengetahui adanya udara ekstraluminal di retroperitoneum atau
udara bebas di bawah subdriafragma. Selain itu dalam posisi LLD dapat digunakan
untuk mengetahui udara bebas intraperitoneal.
b. Foto kontras
Sistografi (untuk mengetahui robekan buli-buli), Urethrografi (untuk mengetahui
robekan urethra), IVP (untuk mengetahui ruptur ginjal)
c. Studi Diagnostik Khusus
i. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cepat akan tetapi invasif, dan
digunakan untuk menentukan perdarahan intraperitoneum. Dikerjakan dengan
anestesi lokal, membuka dinding perut sedikit di bawah umbilikus, memasukkan
cairan RL dalam perut sebanyak 1 liter, kemudian dikeluarkan kembali dan dilihat
apakah bercampur dengan darah, serat-serat, sisa makanan, cairan empedu. Dan
dilakukan tes laboraturium secara cepat dan positif bila RBC >100.000 / mm3 dan
WBC >500 / m3, dan bila terdapat bakteri pada pewarnaan Gram.
Indikasi : Ragu-ragu dalam menentukan sikap apakah ada perdarahan di
dalam rongga perut pada trauma tumpul.
Kontraindikasi : Pada indikasi laparotomi, misalnya : jelas ada internal bleeding,
perforasi saluran cerna, peritonitis, obstruksi ileus
ii. Ultrasonography (USG)
Digunakan untuk mengetahui adanya intrnal bleeding, yang disertai dengan
adanya ruptura organ padat, dan buli-buli
iii. CT Scan
Merupakan sarana diagnostik yang paling akurat karena bisa memberi informasi
yang berhubungan dengan cedera organ tertentu dan tingkat beratnya, dan juga
dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sukar diakses
melalui pemeriksaan fisik maupun sarana diagnostik yang lain. Akan tetapi
pemeriksaan ini memerlukan waktu dan sukar dilaksanakan pada kasus dengan
tingkat emergensi yang tinggi.

DPL USG CT-Scan


Indikasi Menentukan Adanya Menentukan adanya cairan, Menentukan organ-organ
perdarahan, dilakukan bila dilakukan bila tekanan yang cedera, dilakukan bila
tekanan darah menurun. darah menurun. tekanan darah normal.
Keuntungan Diagnosis cepat dan Diagnosis cepat dan tidak Paling spesifik untuk cedera
sensitif (akurasi 98 %). invasif dan dapat diulang (akurasi 92 98 %).
(akurasi 86 97 %).
Kerugian Invasif, tidak bisa Tergantung operator, dapat Biaya mahal, waktu lama,
mengetahui cedera pada terdistorsi oleh gas usus dan tidak bisa mengetahui
diafragma atau pada udara di bawah kulit, selain cedera pada diafragma,
retroperitoneal. itu tidak bisa mendeteksi usus, dan pankreas.
jejas diafragma, usus, dan
pncreas.

III. PENATALAKSANAAN
1. Bed rest, puasa
2. Pasang cairan IVFD
3. Antibiotik profilaksis
4. Pasang NGT, DK
5. Pasang Lingkar Abdomen
6. Monitoring : KU, Tanda-tanda vital, lingkar abdomen, isi NGT, produksi urine, Hb
serial tiap 1 2 jam
7. Bila dalam 2 x 24 jam keadaan baik (stabil) : Bisa dicoba MSS, NGT di klem, dengan
kelanjutan diet halus, dan mobilisasi
8. Bila terdapat tensi turun, nadi meningkat, suhu meningkat, RR meningkat, LA
meningkat, muntah kita harus memikirkan adanya perforasi atau peritonitis
9. Bila ada tanda tanda peritonitis, perforasi, internal bleeding maka harus dilakukan
laparotomi.
IV. ALUR PENANGANAN SECARA UMUM

TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

TANDA PERTONITIS
GENERALISATA ADA?
HEMODINAMIK STABIL YA TIDAK

TIDAK
YA
USG : CAIRAN
BEBAS JELAS
USG : CAIRAN BEBAS
ADA? YA LAPAROTOMI

YA TIDAK

TIDAK JELAS DPL TIDAK KONSERVATIF PERUBAHAN


KESADARAN,
MAKROSKOPIS
HEMATURIA, HCT
<35
YA

CT SCAN YA TIDAK

USG ULANG (30


MENIT)
HCT ULANG (TIAP 4
JAM)
OBSERVASI (8 JAM)

Indikasi Laparotomi Pada Trauma Tumpul Abdomen

Berdasarkan Evaluasi Klinik :


1. Trauma tumpul dengan hasil DPL dan USG adanya internal bleeding
2. Trauma tumpul dengan hipotensi terus menerus walaupun dilakukan resusitasi adekuat
3. Adanya tanda-tanda peritonitis dini atau yang lanjut

Berdasarkan Evaluasi Radiologis (rontgen) :


1. Adanya udara bebas (air sickle) atau ruptura diafragma
2. CT-Scan dengan contrahaz memperlihatkan adanya ruptur organ organ berongga
intraabdominal.
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Usia : 25 tahun
Alamat : Nganti RT/RW 23/7, Ngraho
Jenis kelamin : Laki-laki
Jam datang : 11.15 WIB
Tanggal : 6 November 2017
No. RM : 05-67-05

II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Tidak sadarkan diri

Riwayat Penyakit Sekarang dan Mechanism Of Injury (MOI)


Pasien pengendara sepeda motor ditabrak oleh pengendara sepeda motor lain dari arah
yang berlawanan ketika akan putar balik di daerah Purworejo pada tanggal 6
November 2017 pukul 11.00 WIB. Pasien menggunakan helm. Pasien tidak sadarkan
diri. Pasien tidak muntah dan tidak kejang ketika dalam perjalanan menuju rumah
sakit.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Data Primary Survey dan Secondary Survey diambil dari data-data pada lembar harian
dokter.

Primary Survey
Tempat : IGD RSUD Padangan
Tanggal/jam : 6 November 2017 / 11.15 WIB

Airway : patent
Breathing : simetris, reguler, RR = 20 x / menit
Circulation : Akral atas dan bawah hangat, TD = 120/70 mmHg, N = 100 x /
menit kuat angkat
Disability : GCS 2 2 4
Exposure : jejas hematom di R. Oksipitalis dan R. Hipokondria Sinistra,
vulnus eksoriasi di R. Pedis Dextra
Initial Assesment : Cedera kepala berat + susp. Perdarahan intra abdomen + vulnus
ekskoriasi R. Pedis Dextra
Initial Planning :
- O2 10 lpm
- Pasang collar brace
- Pasang kateter urin
- Infus NaCl 0,9% 20 tpm

Secondary Survey
Tempat : IGD RSUD Padangan
Tanggal/jam : 6 November 2017 / 11.20 WIB

Subjektif
Kejang 3 kali

Objektif
PEMERIKSAAN FISIK
a. KU : lemah
b. Kesadaran : GCS 1 1 1 , pupil isokor 3/3 mm, reflek cahaya menurun
c. Vital sign : TD = 170/100 mmHg, Nadi = 150 x / menit, RR 20 x / menit
d. K/L : a/i/c/d = +/-/-/-, hematom R. Oksipitalis (+), krepitasi (-),
otorea (-), rinorea (-), Battle sign (-), raccoon eyes (-)
e. Thorax : jejas (-), ketertinggalan gerak (-), krepitasi (-), S1S2 tunggal
normal, vesikular +/+
f. Abdomen :
Inspeksi = flat, jejas (+) R. Hipokondirum Sinistra
Auskultasi = bising usus menurun
Palpasi = distended
Perkusi = redup
g. Ekstremitas
Superior = kedua akral hangat
Inferior = kedua akral hangat, vulnus ekskoriasi (+) di R. Pedis Dextra

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil Foto Rontgen Kepala AP/Lateral
- Soft tissue swelling R. Occipitalis Dextra
- Tak tampak fraktur pada sistema tulang yang tervisualisasi

b. Hasil Foto Rontgen Pedis Dextra


- Soft tissue swelling R. Digiti 4 dan 5
- Tak tampak fraktur maupun dislokasi pedis

c. Hasil USG FAST


Tampak cairan bebas intraabdomen yang prominent e.c. internal bleeding
suspected ruptur lien

d. Hasil Laboratorium
Hasil DL tgl. 6 November 2017/ 11.20 WIB
HB : 14,5 g/dl
RBC : 4,43 juta/mm3
Leukosit : 12,8 juta/mm3
Platelet : 143 ribu/ mm3

Assesmen
Cedera Kepala Berat + Internal bleeding e.c. susp. Ruptur lien + vulnus eksoriasi R.
Pedis Dextra

Planning Terapi
Konsul dokter spesialis bedah
Pasang lingkar abdomen
Pasang kateter urin
O2 10 lpm
Inf. NaCl 0,9% 20 tpm
Inf. Manitol 200 cc ekstra
Inj. Piracetam 1 gr
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Inj. Asam traneksamat 3 x 500 mg
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
Inj. Vitamin K 2 x 1 amp
Inj. Fenitoin 1 amp bila kejang
Observasi TTV dan urin
DL serial setiap 1-2 jam

Tempat : IGD RSUD Padangan


Tanggal/jam : 6 November 2017 / 12.00 WIB

Subjektif
Pasien gelisah

Objektif
PEMERIKSAAN FISIK
a. KU : lemah
b. Kesadaran : GCS 2 2 4 , pupil isokor 3/3 mm, reflek cahaya menurun
c. Vital sign : TD = 90/70 mmHg, Nadi = 120 x / menit, RR 24 x / menit
d. K/L : a/i/c/d = +/-/-/-, hematom R. Oksipitalis (+), krepitasi (-),
otorea (-), rinorea (-), Battle sign (-), raccoon eyes (-)
e. Thorax : jejas (-), ketertinggalan gerak (-), krepitasi (-), S1S2 tunggal
normal, vesikular +/+
f. Abdomen :
Inspeksi = flat, jejas (+) R. Hipokondirum Sinistra
Auskultasi = bising usus menurun
Palpasi = distended
Perkusi = redup
g. Ekstremitas
Superior = kedua akral hangat
Inferior = kedua akral hangat, vulnus ekskoriasi (+) di R. Pedis Dextra

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil DL tgl. 6 November 2017/ 12.00 WIB
HB : 12,0 g/dl
RBC : 3,67 juta/mm3
Leukosit : 21,1 juta/mm3
Platelet : 145 ribu/ mm3

Assesmen
Cedera Kepala Berat + Internal bleeding e.c. susp. Ruptur lien + vulnus eksoriasi R.
Pedis Dextra

Planning Terapi
Konsul dokter spesialis bedah
Pasang lingkar abdomen
Pasang kateter urin
O2 10 lpm
Resusitasi RL 2000 cc dan HES 500 cc dengan doubel iv line
Inj. Piracetam 1 gr
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Inj. Asam traneksamat 3 x 500 mg
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
Inj. Vitamin K 2 x 1 amp
Observasi TTV dan urin
DL serial setiap 1-2 jam

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. HEMATOLOGI
- Hasil DL tanggal 6 November 2017/ 11.20 WIB
HB : 14,5 g/dl
RBC : 4,43 juta/mm3
Leukosit : 12,8 juta/mm3
Platelet : 143 ribu/ mm3

- Hasil DL tanggal 6 November 2017/ 12.00 WIB


HB : 12,0 g/dl
RBC : 3,67 juta/mm3
Leukosit : 21,1 juta/mm3
Platelet : 145 ribu/ mm3

- Hasil DL tanggal 6 November 2017/ 19.00 WIB


HB : 9,0 g/dl
RBC : 2,72 juta/mm3
Leukosit : 18,3 juta/mm3
Platelet : 93 ribu/ mm3

- Hasil DL tanggal 9 November 2017


HB : 12,3 g/dl
RBC : 3,76 juta/mm3
Leukosit : 9,9 juta/mm3
Platelet : 61 ribu/ mm3

- Hasil DL tanggal 10 November 2017


HB : 11,7 g/dl
RBC : 3,62 juta/mm3
Leukosit : 6,5 juta/mm3
Platelet : 77 ribu/ mm3

2. USG
Hasil USG FAST tanggal 6 November 2017 sebagai berikut:
Tampak cairan bebas intraabdomen yang prominent e.c. internal bleeding suspected
ruptur lien.

3. CT SCAN
Hasil CT Scan tgl. 8 November 2017 sebagai berikut:
- Edema serebri
- Hematom cavum nasi dextra dan hematosinus ethmoidalis
- Tak tampak tanda-tanda perdarahan intraserebri maupun intracerebelli
- Tak tampak fraktur pada tulang yang tervisualisasi

4. FOTO RONTGEN
Hasil Foto Rontgen Kepala AP/Lateral
- Soft tissue swelling R. Occipitalis Dextra
- Tak tampak fraktur pada sistema tulang yang tervisualisasi

Hasil Foto Rontgen Pedis Dextra


- Soft tissue swelling R. Digiti 4 dan 5
- Tak tampak fraktur maupun dislokasi pedis

V. FOLLOW UP
1. Hari/Tanggal : Selasa, 7 November 2017
Ruang : ICU

Subjektif
(-)

Objektif
a. KU : lemah
b. Kesadaran : GCS 3 5 6 , pupil isokor 3/3 mm, reflek cahaya menurun
c. Vital sign : TD = (92 124)/(45 58) mmHg, Nadi = 66 92 x / menit,
RR 20 x / menit
d. K/L : a/i/c/d = +/-/-/-, hematom R. Oksipitalis (+)
e. Thorax : dalam batas normal
f. Abdomen :
- Inspeksi = flat, jejas (+) R. Hipokondirum Sinistra
- Auskultasi = bising usus menurun
- Palpasi = distended (-)
- Perkusi = timpani redup
g. Ekstremitas
- Superior = kedua akral hangat
- Inferior = kedua akral hangat, vulnus ekskoriasi (+) di R. Pedis
Dextra

Assesmen
Cedera Kepala Ringan + Internal Bleeding e.c. susp. Ruptur lien
Planning
Inf. NaCl 0,9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
Inj. Asam traneksamat 3 x 500 mg
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Puasa
Observasi TTV dan tanda-tanda akut abdomen

2. Hari/Tanggal : Rabu, 8 November 2017


Ruang : ICU

Subjektif
Badan terasa sakit semua

Objektif
a. KU : lemah
b. Kesadaran : GCS 4 5 6 , pupil isokor 3/3 mm, reflek cahaya menurun
c. Vital sign : TD = (100 120)/(46 69) mmHg, Nadi = 64 91 x / menit,
RR 20 x / menit
d. K/L : a/i/c/d = +/-/-/-, hematom R. Oksipitalis (+)
e. Thorax : dalam batas normal
f. Abdomen :
- Inspeksi = flat, jejas (+) R. Hipokondirum Sinistra
- Auskultasi = bising usus (+)
- Palpasi = distended (-)
- Perkusi = timpani
g. Ekstremitas
- Superior = kedua akral hangat
- Inferior = kedua akral hangat, vulnus ekskoriasi (+) di R. Pedis
Dextra

Assesmen
Cedera Kepala Ringan + Internal Bleeding e.c. susp. Ruptur lien
Planning
Inf. NaCl 0,9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
Inj. Asam traneksamat 3 x 500 mg
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Diet TKTP
Head Up 300

3. Hari/Tanggal : Kamis, 9 November 2017


Ruang : ICU

Subjektif
Badan terasa sakit semua

Objektif
a. KU : lemah
b. Kesadaran : GCS 4 5 6 , pupil isokor 3/3 mm, reflek cahaya menurun
c. Vital sign : TD = (110 130)/(60 80) mmHg, Nadi = 66 90 x / menit,
RR 20 x / menit
d. K/L : a/i/c/d = -/-/-/-, hematom R. Oksipitalis (+)
e. Thorax : dalam batas normal
f. Abdomen :
- Inspeksi = flat, jejas (+) R. Hipokondirum Sinistra
- Auskultasi = bising usus (+)
- Palpasi = distended (-)
- Perkusi = timpani
g. Ekstremitas
- Superior = kedua akral hangat
- Inferior = kedua akral hangat, vulnus ekskoriasi (+) di R. Pedis
Dextra

Assesmen
Cedera Kepala Ringan + Internal Bleeding e.c. susp. Ruptur lien
Planning
Inf. NaCl 0,9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Inj. Vit. K 1 x 1 amp
Diet TKTP

4. Hari/Tanggal : Jumat, 10 November 2017


Ruang : ICU

Subjektif
TAA

Objektif
a. KU : cukup
b. Kesadaran : GCS 4 5 6 , pupil isokor 3/3 mm, reflek cahaya menurun
c. Vital sign : TD = (120 130)/(76 90) mmHg, Nadi = 64 81 x / menit,
RR 20 x / menit
d. K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
e. Thorax : dalam batas normal
f. Abdomen :
- Inspeksi = flat, jejas (+) R. Hipokondirum Sinistra
- Auskultasi = bising usus (+)
- Palpasi = distended (-)
- Perkusi = timpani
g. Ekstremitas
- Superior = kedua akral hangat
- Inferior = kedua akral hangat, vulnus ekskoriasi (+) di R.
Pedis Dextra

Assesmen
Cedera Kepala Ringan + Internal Bleeding e.c. susp. Ruptur lien
Planning
Inf. NaCl 0,9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Inj. Vit. K 1 x 1 amp
Pindah ruang bangsal

5. Hari/Tanggal : Sabtu, 11 November 2017


Ruang : R. Teratai

Subjektif
TAA

Objektif
a. KU : cukup
b. Kesadaran : GCS 4 5 6 , pupil isokor 3/3 mm, reflek cahaya menurun
c. Vital sign : TD = 110/80 mmHg, Nadi = 76 x / menit, RR 20 x / menit
d. K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
e. Thorax : dalam batas normal
f. Abdomen :
- Inspeksi = flat, jejas (+) R. Hipokondirum Sinistra
- Auskultasi = bising usus (+)
- Palpasi = distended (-)
- Perkusi = timpani
g. Ekstremitas
- Superior = kedua akral hangat
- Inferior = kedua akral hangat, vulnus ekskoriasi (+) di R. Pedis
Dextra

Assesmen
Internal Bleeding e.c. susp. Ruptur lien (Perbaikan)

Planning
Ibuprofen 3 x 400 mg
Vit. K 1 x 1
Diet TKTP

6. Hari/Tanggal : Minggu, 12 November 2017


Ruang : R. Teratai

Subjektif
TAA

Objektif
a. KU : cukup
b. Kesadaran : GCS 4 5 6 , pupil isokor 3/3 mm, reflek cahaya menurun
c. Vital sign : TD = 120/70 mmHg, Nadi = 88 x / menit, RR 20 x / menit
d. K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
e. Thorax : dalam batas normal
f. Abdomen :
- Inspeksi = flat
- Auskultasi = bising usus (+)
- Palpasi = soepel, nyeri tekan (-)
- Perkusi = timpani
g. Ekstremitas
- Superior = kedua akral hangat
- Inferior = kedua akral hangat, vulnus ekskoriasi (+) di R. Pedis
Dextra

Assesmen
Internal Bleeding e.c. susp. Ruptur lien (Perbaikan)

Planning
Ibuprofen 3 x 400 mg
Vit. K 1 x 1
Diet TKTP

7. Hari/Tanggal : Senin, 13 November 2017


Ruang : R. Teratai

Subjektif
TAA

Objektif
a. KU : cukup
b. Kesadaran : GCS 4 5 6 , pupil isokor 3/3 mm, reflek cahaya menurun
c. Vital sign : TD = 120/80 mmHg, Nadi = 88 x / menit, RR 20 x / menit
d. K/L : a/i/c/d = -/-/-/-
e. Thorax : dalam batas normal
f. Abdomen :
- Inspeksi = flat
- Auskultasi = bising usus (+)
- Palpasi = soepel, nyeri tekan (-)
- Perkusi = timpani
g. Ekstremitas
- Superior = kedua akral hangat
- Inferior = kedua akral hangat, vulnus ekskoriasi (+) di R. Pedis
Dextra

Assesmen
Internal Bleeding e.c. susp. Ruptur lien (Perbaikan)

Planning
Ibuprofen 3 x 400 mg
Vit. K 1 x 1
Diet TKTP

Anda mungkin juga menyukai