Anda di halaman 1dari 15

INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ST ELEVASI

INFERIOR ONSET 4 jam KILLIP II ( TIMI SKOR : 3)

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Saleha
Jenis kelamin : wanita
Umur : 59 tahun
Alamat : makassar
Pekerjaan : IRT
Status perkawinan : Menikah
MRS : 15 juli 2017
MR : 808075
Perawatan : CVCU
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri dada
Anamnesis terpimpin :
- Nyeri dada sebelah kiri dialami sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit,
keluhan nyeri dada dirasakan tiba-tiba, terasa seperti tertusuk-tusuk, menjalar
ke leher, tembus ke belakang dan menjalar ke lengan sebelah kiri, durasi
lebih dari 1 jam disertai dengan keluhan keringat dingin. Sesak nafas tidak
ada. Mual muntah ada dialami sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.
- Riwayat Hipertensi tidak ada.
- Riwayat Diabetes Mellitus tidak ada.
- Riwayat merokok tidak ada, Suami dan anak merokok

- Riwayat Penyakit jantung koroner tidak ada.

C. PEMERIKSAAN FISIS

1
Status generalis :
GCS 15 (E4M6V5)
BB: 65 kg, TB: 158 cm
Sakit sedang / gizi cukup / sadar
Tanda vital :
Tekanan darah : 110 / 68 MmHg
Nadi : 68 x / menit
RR : 22 x / menit
Suhu : 36,5O C
Mata : Anemis dan ikterus tidak ada
FKL : Normal
Leher : JVP R+2 cmH20, pembesaran kelenjar tidak ada
Thorax : Simetris
COR : S1/S2 murni regular
Pulmo : Suara nafas vesikuler ; rhonki basal kedua paru,
wheezing tidak ada. Bunyi napas kesan menurun di
ICS VI-VII di kedua hemitorax
Abdomen : Peristaltik usus kesan normal
Hepar / Lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Hangat, edema (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (26 April 2017)

WBC : 11.26 x 103 /uL Troponin I : 0,29 ng/ml


HB : 12,3 mg/dl CKMB : 377,77 U/L
HCT : 37,1 % CK : 35,5 U/L
PLT : 291 x 103 /uL INR : 0,96

2
RBC : 4,42 x 106/uL APTT : 26.9 sec
GDS : 162 mg/dl PT : 10.7 sec
Ur : 28 mg/dl
Cr : 0,72 mg/dl
SGOT : 32 mg/dl
SGPT : 15 mg/dl
Na : 141 mmol/L
K : 4,6mmol/L
Cl : 107 mmol/L

EKG ( IGD PJT)

Sinus rytme, Heart rate 82 bpm, axis 40o, P wave 0,04 ms, PR interval 0,20 ms, Q
wave V1-V4, ST- elevasi V1-V4, T-inverted V5-V6, 1-AVL.
Kesan: Sinus rytme 82 bpm, normoaxis, infark anteroseptal, iskemik high lateral

3
Foto thorax PA (17/07/2017) :

Pemeriksaan Foto Thorax :


- Perselubungan pada kedua hemithorax setinggi costa IV kanan depan dan
ICS V kiri depan yang menutupi sinus,diafragma dan batas jantung
- Cor sulit dievaluasi, aorta dilatasi dan kalsifikasi
- Tulang-tulang intak
- Jaringan lunak sekitar baik
Kesan :
- Efusi pleura bilateral
- Dilatatio et atherosclerosis aortae
Echocardiografi : (17 juli 2017)
Kesan :
- Fungsi sistolik ventrikel kiri baik. Ejeksi Fraksi 46% (TEICH)
- Hipertrofi ventrikel kiri konsentrik
- Akinetik dan hipokinetik segmental
- Mitral regurgitasi ringan
- Pulmonal regurgitasi ringan

4
- Disfungsi diastolic ventrikel kiri grade 1

E. RESUME
Seorang laki-laki, 59 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri dada
sebelah kiri dialami sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit, keluhan nyeri
dada dirasakan tiba-tiba, terasa seperti tertusuk-tusuk, menjalar ke leher,
tembus ke belakang dan menjalar ke lengan sebelah kiri, durasi lebih dari 1
jam disertai dengan keluhan keringat dingin. Mual dan muntah ada dialami
sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Faktor resiko dari pasien ini adalah
perokok pasif. Pada pemeriksaan fisis ditemukan TD 110/68 mmhg, HR
68x/menit, RR 22x/menit, T 36.5. pada pemeriksaan fisik paru di temukan
Bunyi napas kesan menurun di ICS VI-VII di kedua hemitorax. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan biomarker jantung yaitu :
CK : 377,77 U/L, CKMB: 35,5 U/L, Troponin I: 0,29 ng/ml. dan pada
pemeriksaan EKG kesan atrial fibrilasi normo ventrikuler response,
normoaxis, infark miokard akut inferior. Foto thorax PA, kesan : efusi pleura
bilateral dan dilatatio et atherosclerosis aortae. Sehingga pada pasien ini
didiagnosis dengan infark miokard akut dengan ST Elevasi Inferior dan Onset
4 Jam Killip II dan efusi pleura bilateral.

F. TERAPI :
O2 3 -4 Lpm via nasal kanul
IVFD Nacl 500 cc/24 jam/intravena
Miniaspi 80 mg/24jam/oral
Clopidogrel 75 mg/24jam/oral
Ramipril 2,5 mg/24jam/oral
Alprazolam 0,5 mg/24jam/oral
Nitrokaf retard 2,5 mg/12jam/oral

5
Isosorbide dinitrat 5 mg/sublingual
Furosemide 40 mg/12jam/intravena
Ondansentron 8 mg/12jam/intravena
Alteplase 15 mg/bolus/intravena
- 50 mg/syringe pump/habis dalam 30 menit
- 35 mg/ syringe pump/habis dalam 60 menit
Fondaparinux 2,5 mg/24jam/subkutan
Atorvastatin 40 mg/24 jam oral
Laxadine syrup 0-0-2 cth
Plan :
- Rawat CVCU
- Echocardiografi
- Angiografi coroner
Konsul Ts. Pulmonologi

FOLLOW UP
Setelah pemberian terapi fibrinolitik pasien mengatakan nyeri dada berkurang.
Berikut EKG pasien setelah trombolitik:

6
Sinus rytme, 68 bpm,Axis 40o, P wave 0,08 ms, PR interval 0,20 ms, Q wave V1-V3,
T-inverted V1-V5.
Kesan: Sinus rytme 86 bpm, normoaxis, iskemik anteroseptal

Pada hari kedua perawatan, keluhan yang dirasakan mulai berkurang. Tanda
vital dalam batas normal dan pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan
ekokardiografi. Pasien rawat jalan setelah hari kelima perawatan dan ekokardiografi
dilakukan di poliklinik. Pada pasien ini, direncanakan untuk dilakukan angiografi
koroner.

7
PEMBAHASAN
Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) merupakan bagian dari
spektrum ACS (Acute Coronary Syndrom) yang menggambarkan cedera miokard
transmural akibat oklusi total arteri koroner oleh trombus yang bila tidak segera
dilakukan revaskularisasi maka akan berakibat nekrosis miokardium.2 Pada kasus ini
pasien perempuan umur 59 tahun pasien masuk dengan keluhan nyeri dada kiri yang
dialami sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit, keluhan nyeri dada dirasakan tiba-
tiba, terasa seperti tertusuk-tusuk, tembus ke belakang dan menjalar ke lengan
sebelah kiri, durasi lebih dari 1 jam disertai dengan keluhan keringat dingin dan
mual. Berdasarkan anamnesis nyeri dada yang terdapat pada pasien bersifat khas.
Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya STEMI .1 Namun, nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI
tanpa nyeri dada lebih sering dijumpai pada diabetes mellitus dan usia lanjut.1 Pucat,
extremitas teraba dingin, dapat ditemukan takikardi dan atau hipertensi (pada anterior
infark), bradikardi dan atau hipotensi (posterior infarct). 1 Pada pasien ini tanda vital
dalam batas normal. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injury vascular dimana injury ini dicetuskan oleh faktor seperti jenis
kelaimn, umur dan factor resiko merokok pasif.1 Pada pasien ini, tidak ada riwayat
hipertensi dan diabetes mellitus. Selain nyeri dada khas ditemukan pula gambaran
EKG yang menunjukkan adanya Elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sadapan
prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pada pasien
ini, ST elevasi terdapat pada V1-V4 yang menunjukkan infark miokard akut
anteroseptal. Pada pasien dengan infark miokard inferior, disarankan merekam lead
precordial kanan (V3R dan V4R) yang melihat elevasi ST, untuk mengidentifikasi
infark ventrikel kanan yang dapat terjadi bersamaan. Demikian juga, T inverted pada
lead 1-AVL dan V5-V6 menunjukkan iskemia miokard, terutama bila terminal
gelombang T Positif (setara dengan elevasi ST), sehingga dapat diidentifikasi pasien
ini mengalami infark infark anteroseptal. Selain anamnesis nyeri dada khas,

8
gambaran EKG, pemeriksaan biomarker kerusakan jantung yang dianjurkan adalah
Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac Spesific Troponin (cTn) T atau cTn I dan
dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien
STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan
diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan Elevasi ST dan gejala IMA (Infark
Miokard Akut), terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker.1,3,4 Pada pasien ini terdapat peningkatan biomarker
kerusakan jantung yaitu CK : 377,77 U/L, CKMB: 35,5 U/L, Troponin I: 0,29
ng/ml yang memperkuat diagnosis infark miokard akut.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas normal, menunjukkan ada
nekrosis jantung (miokard infark).1
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik juga dapat meningkatkan
CKMB.1
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam.
Enzim cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I
setelah 5-10 hari.1
Penelitian histologi menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur
jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar
sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.2
Pada lokasi ruptur plak berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivitas trombosit dan selanjutnya memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).1,2Kaskade koagulasi diaktivasi
oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Factor VII dan X
diaktivasi,mengakibatkan konversi prothrombin menjadi thrombin, yang kemudian

9
menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner kemudian akan mengalami
oklusi oleh thrombus yang terdiri dari agregasi trombosit dan fibrin. Terjadinya
rupture menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi
terbentuknya trombus. Bila trombus mengakibatkan oklusi total pembuluh darah
koroner, maka akan terjadi infark miokardium dengan gambaran elevasi segmen ST,
sedangkan bila trombus tidak mengakibatkan oklusi total atau hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi ACS-NSTE atau unstable angina pectoris (UAP).1,2
Tujuan pengobatan Infark Miokard Akut adalah mengurangi/ menghilangkan
nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,
triase pasien risiko rendah ke ruang yang terpat di rumah sakit dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan stemi.1
Terapi yang diberikan pada pasien ini yaitu pemberian oksigen. Suplemen
oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.5 Pemberian Aspilet 160 mg/loading/oral, maintenance 80 mg/24 jam/oral
dan Clopidogrel 300 mg/loading/oral, maintenance 75 mg/24 jam/oral juga diberikan
pada pasien ini. Pemberian antiplatelet pada percobaan acak menunjukkan penurunan
angka kematian lebih dari 50% dengan penggunaan aspirin pada pasien dengan
Infark miokard dibandingkan dengan plasebo pada penderita ACS. 5 Aspirin
merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada
spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin dapat diberikan
oral dengan dosis 75-162 mg.1,6,7 Nyeri dada pada pasien dialami sejak 4 jam
sebelum masuk Rumah sakit sehingga dilakukan reperfusi dini dengan Alteplase 15
mg/bolus/intravena. Kemudian 50 mg/syringe pump/habis dalam 30 menit dan
dilanjutkan 35 mg/ syringe pump/habis dalam 60 menit. Terapi reperfusi ditunjukkan
pada semua pasien dengan gejala <12 jam dan elevasi segmen ST yang terus-menerus
atau (diduga) LBBB baru.4

10
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi gagal jantung atau takiaritmia ventrikular maligna. Sasaran
terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-
needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau
door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai
dalam 90 menit.1
Akan tetapi terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih
terapi reperfusi ini, yaitu waktu onset gejala (terapi fibrinolisis sebaiknya diberikan 2
jam pertama, sedangkan PCI boleh setelah 2 jam), risiko mortalitas pasien STEMI,
risiko perdarahan, waktu dan fasilitas di RS.1
Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug <30 menit) dapat membatasi
luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Ada
beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya Streptokinase (SK), Tissue Plasminogen
Activator (tPA, alteplase), Reteplase (Retavase), dan Tenekteplase (TNKase) Di
Indonesia umumnya tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta
U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.4 Pasien
pada kasus ini diberikan Alteplase (tPA), yang diberikan dengan dosis 15 mg bolus
intravena kemudian 0.75 mg/kg selama 30 menit (hingga 50 mg) kemudian 0,5
mg/kg selama 60 menit secara intravena (hingga 35 mg). Reteplase (r-PA) diberikan
dengan dosis 10 units + 10 units bolus intravena diberikan dalam 30 menit secara
terpisah.4,7

Setelah pemberian terapi loading dual anti platelet dan terapi fibrinolitik hasil
rekaman elektrokardiografi pada pasien terjadi resolusi segmen ST lebih dari 50%
setelah 60 menit disertai berkurangnya nyeri dada. Hal ini menunjukkan fibrinolisis
pada pasien berhasil.

Atorvastatin juga diberikan pada pasien ini Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL
dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-

11
coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI,
termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra .Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar
rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100
mg/dL. Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk
dicapai.8 Selain itu, statin juga memiliki efek non lipid yang dikenal sebagai efek
pleiotropik. Selama beberapa tahun terakhir, berulang kali diamati bahwa statin
mempengaruhi beberapa mekanisme yang sangat terlibat dalam perkembangan plak.
Dimana statin dapat secara signifikan berkontribusi pada stabilisasi plak,
pengurangan pembentukan trombus dan percepatan fibrinolisis. Oleh karena
itu,penemuan efek pleiotropik ini sangat mendukung konsep penggunaan statin untuk
pengobatan ACS.9 Pemberian alprazolam pada pasien ini bertujuan mengurangi
gangguan panik pada pasien. Pasien dengan nyeri dada dan gangguan panik
berdasarkan literatur kedua kondisi ini memiliki keterkaitan. Benzodiazepin
umumnya digunakan pada fase akut untuk serangan panik.10 Laxadine mengandung
Phenolphtalein, Paraffin Liquidium dan Glycerin, yang bekerja dengan cara
merangsang peristaltik usus besar, menghambat reabsorbsi usus dan melicinkan
jalannya feses sehingga diharapkan pasien dengan ACS tidak mengedan pada saat
defekasi.
Dalam beberapa kasus laju ventrikel menjadi cepat dan dapat menyebabkan
gagal jantung sehingga perlu ditangani dengan segera. Kendali laju yang cukup
diperlukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen miokardium, dan dapat dicapai
dengan pemberian penyekat beta atau mungkin antagonis kalsium, baik secara oral
maupun intravena.1 Namun pada pasien ini tidak memerlukan penanganan khusus
untuk antiaritmia dimana atrial fibrilasi pada pasien ini merupakan atrial fibrilasi
normo ventrikular respons. Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis
pasca IMA :1
a. Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana; S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.1

12
TABEL .Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut1,5
Kelas Defenisi Mortalitas %

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80


Berdasarkan klasifikasi Killip pasien ini termasuk dalam kelas 1, dimana
tidak ada tanda gagal jantung kongestif dari anamnesis dan pemeriksaan fisis pasien.
Berdasarkan TIMI risk score pasien ini mendapatkan skor 3. Skor TIMI
berdasarkan usia, faktor resiko penyakit arteri koroner, penggunaan aspirin pada tujuh
hari terakhir, gambaran EKG, peningkatan marker jantung. TIMI risk score, adalah
sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan
pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi
trombolitik.1

13
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. In : Sudoyo AW, Setiyohadi,
et.al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta, Indonesia: Interna Publishing.
2014.
2. Juzar D, Irmalita. Sindroma Koroner Akut. In; Rilantono LI, et al. Penyakit
Kardiovaskular. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (2013)III;5:138-160.
3. Nasution SA. Sindrom Koroner Akut dengan Peningkatan Segmen ST. In:
Setiyohadi. Buku 2 EIMED PAPDI lanjut Kegawatdaruratan Penyakit Dalam
(Emergency in Internal Medicine). Jakarta, Indonesia: Interna Publishing. 2014
4. Steg Gabriel, James K Stefan, Atar, et all. ESC Guidelines for the management
of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation.
Eur Heart J. 2012. 33, 25692619.
5. Fauci, Anthony S et al. Chapter 295: ST-Segment Elevation Myocardial
Infarction, in:Harrisons Principle of Internal Medicine 19th Edition. USA:Mc
Graw-Hill, 2015, 1599-1611.
6. Reed W Grant , Rossi E Jeffrey, Cannon P. Acute myocardial infarction. Lancet.
2017, p197210.
7. Kabo P. 2010. Bagaimana mengunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
8. PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut tanpa ST-Elevasi.
9. Ostadal Petr. Statin as first-line therapy for acute coronary syndrome?. Exp Clin
Cardiol. 2012.227-236.
10. Chuan Keng,Lee Cheng. Panic attack and its Correlation with Acute Coronaryy
Syndrome- More Than Just a Diagnosis of Exclusion.Ann Acad Med Singapore.
2010;39:197-202.

14
15

Anda mungkin juga menyukai