DISUSUN OLEH :
ONNY WULANDARI
NIM : P.1337420917018
A. DEFINISI
Diare merupakan keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami
defekasi berupa feses cair atau feses tidak berbentuk dalam frekuensi yang sering
(Lynda Juall, 2012).
Diare adalah pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk (NANDA, 2012).
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diare merupakan situasi
dimana seorang individu mengalami sensasi rasa sakit perut seperti melilit atau mulas
kemudian defekasi berupa feses yang encer atau lunak dan tidak berbentuk serta
dikeluarkan secara terus- menerus dengan frekuensi lebih dari 3 kali.
Diare dibagi menjadi dua yaitu:
1. Diare Akut
Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan frekuensi dan
kualitas defekasi.
2. Diare Kronis
Diare kronis yaitu diare yang lebih dari dua minggu
B. ETIOLOGI
Terdapat 3 bahan dalam etiologi diare pada anak (Mary E. Muscari, 2005).
1. Diare Akut
Diare akut dapat disebabkan karena adanya bakteri, nonbakteri maupun adanya
infeksi.
a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Escherichia coli dan
Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat
diberikan terapi antibiotik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang paling
sering.
c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal, infeksi traktus urinarius
dan pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan, antibiotik, toksin
yang teringesti, iriitable bowel syndrome, enterokolitis, dan intoleransi
terhadap laktosa.
2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini:
a. Sindrom malabsorpsi
b. Defek anatomis
c. Reaksi alergik
d. Intoleransi laktosa
e. Respons inflamasi
f. Imunodefisiensi
g. Gangguan motilitas
h. Gangguan endokrin
i. Parasit
j. Diare nonspesifik kronis
3. Faktor predisposisi diare antara lain, usia yang masih kecil, malnutrisi, penyakit
kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sanitasi atau higiene buruk,
pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak tepat.
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi bergantung pada penyebab diare (Mary E. Muscari, 2005)
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus,
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan kapasitas
untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat unit
pembahasan penyakit seliaka sebagai contoh diare yang disebabkan oleh gangguan
malabsorpsi.
Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis, misalnya
ketakutan atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui stimulasi usus oleh saraf
parasimpatis.Juga terdapat jenis diare yang ditandai oleh pengeluaran feses dalam
jumlah sedikit tetapi sering. Penyebab diare jenis ini antara lain adalah kolitis
ulserabutiv dan penyakit Crohn. Kedua penyakit ini memiliki komponen fisik dan
psikogenik (Elizabeth J. Corwin, 2007).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diare akut
- Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.
- Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa
tidak enak, nyeri perut.
- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut.
- Demam.
2. Diare kronik
- Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang.
- Penurunan BB dan nafsu makan.
- Demam indikasi terjadi infeksi.
- Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diare akut
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
- Tes darah: hitung darah lengkap; anemia atau trombositosis mengarahkan
dengan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah bisa menjadi patokan
untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak spesifik.
- Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C. Difficile
ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis ditegakkan
berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin, bukan berdasarkan
ditemukannya organisme saja.
- Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.
2. Diare kronis
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih berdasarkan prioritas
diagnosis klinis yang paling mungkin:
- Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED, biokimiawi
darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum, vitamin B12 dan
folat. Fungsi tiroid. Antibodi endomisial untuk penyakit siliaka.
- Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum menyingkirkan
giardiasis.
- Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja dengan
Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus yang lebih
sulit, kadar lemak tinja harus diukur, walaupun untuk pengukuran ini
dibutuhkan diet yang terstandardisasi.
- Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi pankras,
sebainya diperiksa dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP) dan/atau CT pankreas.
- Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan penyakit
seliaka dan giardiasis.
- Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi saluran pencernaan bagian bawah lebih
menguntungkan dari pada pencitraan radiologi dengan kontras karena, bahkan
ketika mukosa terlihat normal pada biopsi bisa ditemukan kolitis mikroskopik
(misalnya kolistik limfositik, kolitis kolagenosa).
- Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan
berlebihan bakteri pada usus halus (laktulosa).
- Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit Crohn
atau bahkan struktur usus halus.
- Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di urutan
terakhir daftar pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap merupakan cara
paling tepat untuk membedakan diare osmotik dan diare sekretorik.
- Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi hormonharus
dilakukan pengukuran kadar hormon puasa.
Menurut (Rubebsten dkk, 2007) jika merupakan episode akut tunggal dan belum
mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan berikut:
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah untuk
Salminella typhi, S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya bila ada riwayat
perjalanan ke luar negeri.
b. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit (ameba,
Giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter, Clostridium
difficile).
c. Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau kangkaer (atau
kolitis ameba). Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai diasnostik.
F. PATHWAY
Pathway diare
Isi usus
Penyerapan makanan di
usus
Diare
Mual muntah
Hilang cairan & elektrolit
berlebihan
Nafsu makan
Kerusakan integritas
Gangguan keseimbangan
kulit
cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan
Dehidrasi nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Keterangan:
CWL: Concomitant Water Lose (ml/KgBB) = cairan diare dan muntah yang terus
menerus.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa
cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan
kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak
dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60
mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan
tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl
dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut:
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg :
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg :
3. Obat-obatan
Tabel anti diare(Kee, 1996)
Pemakaian dan
Obat Dosis
pertimbangan
Opiat
Tingfur opium TR: D: PQ: 0,6 mL atau 10 Untuk diare akut dan
tts, q.i.d. dicampur dengan air nonspesifik. Obat golongan II
Camphorated: 5-10 mL, 1-4
kali/ hari
Paregorik D: PO: 5-10 mL, 1-4 kali/ hari Untuk diare. Obat golongan
A: PO: 0,25-0,5 mL, 1-4 kali/ III
hari
Kodein D: PO: 15-30 mg, q.i.d. Untuk diare
Agen-agen opiat
related
Difenoksilat dengan D: PO: 2,5-5 mg, b.i.d,q.i.d. Untuk diare akut, nonspesifik.
atropin (Lomotil) Obat golongan V.
Anak >2 thn: 0,3-0,4 mg/kg, Dosis untuk anak bervariasi
setiap hari dalam dosis terbagi sesuai dengan umur.
4 atau 2 mg, 3-5 kali setiap
hari
Loperamid (Imodium) D: PO: M: 4 mg, kemudian 2 Untuk diare. Obat bebas
mg setelah buang air cair. terbaru. Kategori kehamilan
Tidak melebihi 16 mg/ hari. B. Tidak mempengaruhi SSP.
A (5-8 thn) PO: 2 mgg, dosis Kurang dari 1% yang
dapat diulangi, tidak melebihi mencapai sirkulasi sistemik.
4 mg/ hari
Adsorben
Kombinasi
Difenoksilat dengan Lihat agen-agen opiat related Lihat agen-agen opiat related
atropin (Lomotil)
Parepektolin Sesuai dengan label Mengandung paregorik dan
kaopecatate
Kunci: D: Dewasa; A: Anak-anak; PO: Per Oral; M: Mula-mula; TR: tingtur; >:
lebih dari; tts: tetes.
H. ANALISA DATA
Masalah Diagnosa Keperawatan
No. Data Fokus Etiologi
Keperawatan
Batasan karakteristik : 1. Diare Malabsorbsi Diare berhubungan dengan malabsorbsi
- Ada dorongan untuk defekasi (00013)
1.
- Bising usus hiperaktif
- Defekasi feses cair >3 dalam
24 jam
- Kram
- Nyeri abdomen
Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan termasuk intake
dan output cairan
2. Monitor tingkat HB dan hematokrit
3. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
4. Monitor berat badan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Nutrition management
dari kebutuhan tubuh berhubungan selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
dengan Ketidakmampuan mencerna nutrisi pasien dapat teratasi dengan kriteria 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
makanan (00002). hasil: menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
3. Anjurukan pasien untuk meningkatkan
badan
intake IV
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
- Menunjukan peningkatan fungsi
protein dan vitamin C
pengecapan dari menelan
5. Berikan substansi gula
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang
6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
berarti
kalori
7. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orang tua
selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
10. Monitor kadar albumin, total protein,
HB, dan kadar HT
11. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
12. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
3. Resiko kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pressure Management:
(00047) selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
integritas kulit pasien dapat teratasi dengan pakaian yang longgar
kriteria hasil: 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
dan kering
- Integritas kulit yang baik bisa
3. Mobilisasi pasien ( ubah posisi pasien)
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
setiap 2 jam sekali
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
- Tidak ada luka atau lesi pada kulit
pada daerah tertekan
- Perfusi jaringan baik
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Menunjukkan pemahaman dalam proses
6. Memandikan pasien dengan sabun dan
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
air hangat
cidere berulang
- Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
Daftar Pustaka
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth.Jakarta : EGC.
Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2.Edisi 15.Alih
Bahasa A. Samik Wahab.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3; Alih Bahasa, Nike Budhi
Subekti.Jakarta: EGC.
Grace, Pierce A & Borley, Neil R. 2006.At a Glance Ilmu Bedah.Jakarta : Erlangga.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik; Alih Bahasa, Aifrina
Hany. Jakarta: EGC.
Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh Setiawan,
dkk.Jakarta : EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperwatan
Berdasarkan Diagnose Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Publishing.
Wong, Donna L. dan Eaton, M. H(et all). 2001. Wongs Essentials of Pediatric Nursing.
(Ed. 6). Missouri : Mosby.