Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan
tubuh kita. Tubuh memiliki kurang lebih 600 kelenjar getah bening,
namun pada orang sehat yang normal hanya teraba di daerah
submandibula, aksila, atau inguinal. Sekitar 55% pembesaran kelenjar
getah bening terjadi pada daerah kepala dan leher (Ferrer, 2002). Organ
ini sangat penting untuk fungsi sistem kekebalan tubuh, dimana
tugasnya adalah menyerang infeksi dan menyaring cairan getah bening.
Sebagian besar kelenjar getah bening ada di daerah tertentu, misalnya
mulut, leher, lengan bawah, ketiak, dan kunci paha (Spiritia, 2011).
Limfadenopati adalah pembesaran kelenjar getah bening sebagai
respons terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati
biasanya terjadi setelah infeksi suatu mikroorganisme (Corwin, 2009).
Beberapa penyebab limfadenopati adalah CMV (Cytomegalovirus),
HIV (Human Immunodeficiency Virus), tuberkulosis, filariasis, dan
lain-lain. Angka kejadian limfadenopati di Amerika Serikat belum
diketahui, tetapi diperkirakan limfadenopati pada anak-anak berkisar
38-45%. Dari studi di Belanda terdapat 2.556 kasus limfadenopati yang
tidak dapat dijelaskan dan 10% dirujuk kepada subspesialis, 3,2%
membutuhkan biopsi dan 1,1% mengalami keganasan. Studi kedokteran
keluarga di Amerika Serikat tidak ada dari 80 pasien dengan
limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan yang mengalami keganasan
dan tiga dari 238 pasien yang mengalami keganasan dari limadenopati
yang tidak dapat dijelaskan. Pasien usia >40tahun dengan limfadenopati
yang tidak dapat dijelaskan memiliki risiko keganasan 4% dibanding
risiko keganasan 0,4% bila ditemukan pada pasien <40tahun
(Bazemore., Smocker., 2002).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penyakit limfadenopati adalah :
1. Apa penyebab penyakit limfadenopati ?
2. Kapan penyakit limfadenopati terjadi ?
3. Dimana limfadenopati terjadi ?
4. Bagaimana limfadenopati bisa terjadi ?
5. Mengapa penyakit limfadenopati terjadi ?

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran sitologi penyakit limfadenopati, dan
mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien limfadeopati
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik individu pasien yang terkena penyakit
limfadenopati
2. Mampu melakukan pengkajian pada pasien limfadenopati
3. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien limfadenopati
4. Menyusun rencana keperawatan pada pasien limfadenopati
5. Melakukan implementasi keperawatan pada pasie limfadeopati
6. Melakukan evaluasi pada pasie limfadenopati menganalisis
kondisi pasien limfadeopati
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Limpadenopati adalah ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam
ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya. Pada daerah leher ( cervical )
pembesaran kelenjaran getah bening didefenisikan bila kelenjar
membesar lebih dari diameter satu centimeter. Pembesaran kelenjar
getah bening dapat dibedakan menjadi limfadenopati lokalisata dan
generalisata ( Spiritia, 2011 ).

B. Etiologi
1. Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian
atas seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus,
Respiratory Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus
ataupun Retrovirus.Virus lainnya Ebstein Barr Virus (EBV),
Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, Rubeola, Varicella-Zooster
Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
2. Infeksi bakteri
disebabkan Streptokokus beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus
aureus.
3. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma
dan limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis
defenitif suatu limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh
karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan biopsi
aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi.
4. Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata.
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti
fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol,
atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine,
penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac).
5. Imunisasi
Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di
daerah leher, seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.
6. Penyakit sistemik lainnya
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati
adalah penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi,
penyakit Kolagen, penyakit Cat scratch, penyakit Castleman,
Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan Sisestemic lupus erithematosus
(SLE). ( Marlynn, 2000 )

C. Manifesasi Klinik
1. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.
2. Sering keringat malam.
3. Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
4. Timbul benjolan di bagian leher. ( Corwin, 2009 )

D. Komplikasi
Limfadenopati secara umum adalah pembesaran yang terjadi pada lebih
dari dua kelompok kelenjar getah bening yang tidak berdekatan.
Kelenjar getah bening (lymphonode atau nodus limfatik) berisi sel darah
putih dan memiliki peran penting dalam kemampuan tubuh untuk
melawan virus, bakteri dan penyeab lainnya. Limfadenopati biasanya
dirasakan dibawa dagu, dileher, ketiak, atau dipangkal paha. Kondisi ini
basanya tidak digolongkan sebagai masakah medis serius.
( T heather. 2012.)

E. Patofisiologi dan Pathway


Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan
sistem vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan
interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk
dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah
vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang
menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa
dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe
yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula,
dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang
masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama
peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi
kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara
yang sama. Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui
pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung mengurangi
pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan
sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan
cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan
primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya,
agen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi
oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang
dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi
agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat
melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah. (Price, 1995).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan
petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut
secara langsung ( misalnya hitung darah lengap, biakan darah, foto
rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa
penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan.
(Harrison, 1999). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame
diamdil melalui operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu
dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk diperriksa.
Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah
operasi. (Oswari, 2000).
Pathways

Penembusan lambat cairan interstitial


kedalam saluran limfe jaringan

Radang limfe

Terjadi kenaikan aliran limfe menuju sentral dalam badan


pada daerah peradangan

bergabung kembali ke vena perubahan

dalam
kemampuan
pembekuan
dar
ah
pembuluh vena yang terkecil agak meregang

bila
terjadi trauma
banyak cairan interstitial kandungan protein bertambah
masuk ke pembuluh limfe

Resti
kekurangan
volume cairan

menekan organ terjadi bengkak


pernapasan

dilakukan tindakan invasif Nyeri akut

Pola nafas tidak


efektif

Resti infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk
mendiagnosis limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk
mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular,
nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi. USG dapat
dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis
limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai
sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
2. CT Scan CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis
dengan diameter 5 mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk
mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada penderita nonsmall
cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang
signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.

G. Penatalaksanaan Medis
1. Medis
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada
penyebabnya.Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh
dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun
selain observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu
dapat menjadi indikasiuntuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi
dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan
kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar walau
dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang
belum tepat. Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis
supuratif yang biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan
Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam 10-
14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif dalam 72
jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali
diagnosis dan penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan
bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan menggunakan USG
diperlukan untuk menangani pasien ini.
2. Keperawatan
Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan adalah:
a. Memonitor keadaan umum pasien, memonitor suhu tubuh
pasien
b. Menjaga kebersihan saat akan memegang pasien, agar tidak
menjadi infeksi
c. Dorong pemasukan cairan,diit tinggi protein
d. Mengevaluasi nyeri secara regular
e. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada
kekuatan pernafasan dan jenis pembedahan
f. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran

H. Asuhan Keperawatan Sesuai Teori


A. Pengkajian Fisik
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat
mengarahkan kepada penyakit kronik seperti tuberkulosis,
keganasan atau gangguan system kekebalan tubuh.Karakteristik
dari KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. KGB harus
diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya
nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas
digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi,
konsistensi apakah keras atau kenyal.
1. Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm
dikatakan abnormal.
2. Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses
perdarahan.
3. Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada
keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada
limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
4. Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel
dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat
tuberkulosis, sarkoidosis atau keganasan.
Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat
pada infeksi rubella dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB
leher bagian belakang memiliki risiko keganasan lebih besar
daripada pembesaran KGB bagian anterior. Pembesaran KGB
leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan oleh
infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya
dikaitkan degnan pembesaran KGB generalisata.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral
lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar
biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan
dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu
lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan
adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati
disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB
keras dan tidak dapat digerakkan oleh karena terikat dengan
jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar
berjalan berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, walaupun
dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya
menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan
kulit di atasnya.
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada
tonsil, bintikbintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi
oleh bakteri streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok,
tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah,
pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan
kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan
pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi Epstein Barr Virus
(EBV).
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik
mengarahkan kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik
perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan penekanan),
memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan
limpa mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang yang tidak
berespon dengan obat demam, kemerahan pada mata, peradangan
pada tenggorok, strawberry tongue, perubahan pada tangan dan
kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan dan kaki) dan
limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan kepada penyakit
Kawasaki.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
limfadenopati adalah:
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif
2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan
dan integritas.
3. Pola nafas tidak efetif berhubungan dengan neouromuscular,
ketidak seimbangan persptual.
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pengeluaran integritas pembuluh darah,
perubahan dalam kemampuan pembekuan darah

C. Rencana Tindakan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif
Tujuan: Mencapai penyembuhan tepat waktu,bebas drenase
purulen atau eritema dan tidak demam.
Intervensi:
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada setaf dan pasien.
b. Gunakan aseptik atau kebersinan yang ketet sesuai indikasi
untuk menguatkan atau menganti balutan dan bila
menangani drain.insruksian pasien tidak untuk menyentuh
atau menggaruk insisi.
c. Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan
adanya eritema /inflamasi kehilangan penyatuan luka.
d. Awasi suhu adanya menggigil
e. Dorong pemasukan cairan,diit tinggi protein dengan bentuk
makanan kasar.
f. Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional :
a. Menurunkan resiko kontaminasi silang.
b. Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat
memerlukan post prostese.
c. Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan
dan mewaspadakan staf terhadap dini infeksi.
d. Meskipun umumnya suhu meningkatpdad fase dini pasca
operasi dan/atua adanya menggigil biasanya
mengindikasikan terjadinya infeksi memerlukan inetrvensi
untuk mencegah komplikasi lebih serius.
e. Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi untuk
mendukung perfusi jaringan dan memberikan nutrisi yang
perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan.
f. Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan


dan integritas otot.
Tujuan: mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.
Intervensi :
a. Evaluasi rasa sakit secara regular (mis, setiap 2 jam x 12 ),
catat karakteristik, lokasi dan intensitas ( skala 0-10 ).
b. Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari
prosedur operasi.
c. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesui
kebutuhan.
d. Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi - fowler;
miring.
e. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan
napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
f. Berikan perwatan oral reguler.
Rasional:
a. Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektifitas
intervensi. Catatan: sakit kepala frontal dan / atau oksipital
mungkin berekembang dalam 24-72 jam yang mengikuti
anestesi spinal, mengharuskan posisi terlentang, peningkatan
pemasukan cairan, dan pemberitahuan ahli anestesi.
b. Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan
penekanan pada kateter indwelling yang tidak tetap, selang
NG, jalur parenteral ( sakit kandung kemih, akumulasi cairan
dan gas gaster, dan infiltrasi cairan IV/ medikasi.
c. Pahami penyebab ketidaknyamanan ( misalnya sakit otot dari
pemberian suksinilkolin dapat bertahan sampai 48 jam pasca
operasi, sakit kepala sinus yang disosialisasikan dengan
nitrus oksida dan sakit tenggorok dan sediakan jaminan
emosional. Catatan: peristasia bagian-bagian tubuh dapat
menyebabkan cedera saraf. Gejala gejala mungkin bertahan
sampai berjam-jam atau bahkan berbulan bulan dan
membutuhkan wevaluasi tambahan.
d. Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi.
Posisi semi Fowler dapat mengurangi tegangan otot
abdominal dan oto punggung artritis, sedangkan miring
mengurangi tekanan dorsal
e. Lepaskan tegangan emosional dan otot; tingkatkan perasaan
kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemam puan
koping
f. Mengurangi ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan
membaran mukosa yang kering pada zat zat anestesi,
restriksi oral.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular,


ketidak imbangan persptual.
Tujuan : Menetapkan pola nafas normal / efektif dan bebas dari
sianosis dan tanda tanda hipoksai lain
Intervensi:
a. Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan
kepala, hipereksentensi rahang, aliran udara feringeal oral.
b. Obserefasi dan kedalamam pernafasan, pemakaian otot
otot bantu pernafasan, perluasan rongga dada, retraksi atau
pernafasan cuping hidung, warna kulit dan aliran udara
c. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada
kekuatan pernafasan dan jenis pembedahan.
d. Observasi pengembalian fungsi otot terutama otot pernafas
e. Lakukan penghisapan lendir jika perlu.
f. Kaloborasi: berikan tambahan oksigen sesui kebutuhan.
Rasional:
a. Mencegah obstruksi jalan nafas
b. Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan
sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan
c. Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya
aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendoromg
ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan
tekanan pada diafragma.
d. Setelah pemberian obat obat relaksasi otot selama masa
intra operatif pengembalian fungsi otot pertama kali terjadi
pada difragma, otot otot interkostal, dan laring yang akan
diikuti dengan relaksasi dengan relaksasi kelompok otot
otot utma seperti leher, bahu, dan otot otot abdominal,
selanjutnya diikuti oleh otot otot berukuran sedang seperti
lidah, paring, otot otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh
mata, mulut, wajah dan jari jari tangan. Obstruksi jalan
nafas dapat terjadi karena danya darah atau mukus dalam
tenggorok atau trakea.
e. Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan
pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang
mengantikan tempat gas anestesi dan mendorng pengeluaran
gas tersebut melalui zat zat inhalasi.

4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan


dengan pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan
dalam kemampuan pembekuan darah.
Tujuan : Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang
adekuat, sebagaimana ditunjukkan dengan tanda
tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan
kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran
mukosa lembab, dan pengeluaran urine yang sesui.
Intervensi:
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran ( termasuk
pengeluaran gastrointestinal ).
b. Kaji pengeluaran urinarus, terutama untuk tipe prosedur
operasi yang dilakukan.
c. Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan.
Misalnya privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam
bak, mengalirkan air hamgat diatas perineum.
d. Catat munculnya mual/muntah, riwayat pasien mabuk
perjalanan.
e. Periksa pembalut, alat drein pada intrval reguler. Kaji luka
untuk terjadinya pembengkakan.
f. Kalaborasi: Berikan cairan pariental, pruduksi darah dean /
atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan
kecepatan IV jika diperlukan.
Rasional:
a. Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan/ kebutuhan
pemggantian dan pilihan pilihan yang mempengaruhi
intervensi.
b. Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan
setelah prosedur pada sistem genitourinarius dan / atau
struktur yang berdekatan.
c. Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan
upaya pengosongan.
d. Wanita, pasien dengan obesitas, dan mereka yang memiliki
kecenderungan mabuk perjalanan penyakit memiliki resiko
mual/ muntah yang lebih tinggi pada masa pasca operasi.
Selain itu, semakin lama durasi anestesi, semakin resiko
untuk mual, catatan: Mual yang terjadi selama 12 24 jam
pasca operasi umumnya dibangunkan dengan anestesi(
termasuk anestesi regional ),. Mual yang bertahan lebih dari
3 hari pasca operasi mungkin dihubungkan dengan pilihan
narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau tr erap oabt
abatan lainnya.
e. Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hipovolemia / hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin
mengindikasikan formasi hematoma/ perdarahan.
f. Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan.
Catat waktu penggantian volume sirkulasi yang potensial
bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.
D. Evaluasi
Menurut Asmadi ( 2008 ), evaluasi adalah tahap akhir dari
proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang
sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Doenges, Marlynn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Herdman, T heather. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. 2012-2014. Jakarta :


EGC

Nanda International.2011. Nursing Diagnoses : definition dan classification


2012 2014 Jakarta : EGC

Price, S.A, Lorraine, M.W, 2000. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6 Vol I, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : FKUI


BAB IV
PEMBAHASAN

Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati.


Pajanan binatanag dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita infeksi
dan riwayat infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten.
Pajanan setelah bepergian dan riwayat vaksinasi penting diketahui karena dapat
berkaitan dengan limfadenopati persisten, seperti tuberculosis, tripanosomiasis,
scrub typhus, leishmaniasis, tularemia, bruselosis, sampar, dan anthrax. Pajanan
rokok, alkohol, dan radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan metastasis
karsinoma organ dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit. Pajanan silikon
dan berilium dapat menimbulkan limfadenopati. Riwayat kontak seksual penting
dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinal dan servikal yang
ditransmisikan secara seksual. Penderita acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) mempunyai beberapa kemungkinan penyebab limfadenopati; resiko
keganasan, seperti sarkoma kaposi dan limfoma maligna non- Hodgkin meningkat
pada kelompok ini. Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau
familial dysplastic nevus syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga
penyebab limfadenopati.
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1cm. Limfadenopati dapat disebabkan oleh keganasan,
infeksi, penyakit autoimun, kelainan-kelainan yang jarang didapatkan dan
iatrogenik (obat). Anamnesia dan pemeriksaan fisik penting untuk mengevaluasi
usia penderita, lokasi, karakteristik, dan lamanya limfadenopati. Kunci kecurigaan
keganasan adalah usia tua, karakteristik kelenjar yang keras, terfiksasi, berlangsung
lebih dari 2 minggu dan berlokasi di supraklavikula. Biopsi eksisi merupakan
prosedur diagnostik terpilih bila dicurigai keganasan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Limpadenopati adalah ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam
ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya. Pada daerah leher (cervical)
pembesaran kelenjaran getah bening didefenisikan bila kelenjar membesar
lebih dari diameter satu centimeter. Pembesaran kelenjar getah bening dapat
dibedakan menjadi limfadenopati lokalisata dan generalisata (Spiritia,
2011).
Limfadenopati secara umum adalah pembesaran yang terjadi pada
lebih dari dua kelompok kelenjar getah bening yang tidak berdekatan.
Kelenjar getah bening (lymphonode atau nodus limfatik) berisi sel darah
putih dan memiliki peran penting dalam kemampuan tubuh untuk melawan
virus, bakteri dan penyeab lainnya. Limfadenopati biasanya dirasakan
dibawa dagu, dileher, ketiak, atau dipangkal paha. Kondisi ini basanya tidak
digolongkan sebagai masakah medis serius. (T heather. 2012)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
limfadenopati adalah: Resiko tinggi terhadap infeksi, Nyeri akut, Pola nafas
tidak efektif, Resiko tinggi kekurangan volume cairan, dan Intolerensi
aktifitas.

B. Saran
1. Dalam menetapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
limfadenopati diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang
konsep dan teori penyakit bagi seorang perawat.
2. Untuk menegakkan diagnosa yang lebih kuat sebaiknya dilakukan
pemeriksaan penunjang dengan biopsi.

Anda mungkin juga menyukai