Anda di halaman 1dari 11

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh

diwujudkannya asas-asas berikut :

1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya
segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu
data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal
ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan
keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang
diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura,
baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima
berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal
ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli).
Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya
kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat
terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu
mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling
yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan
umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan
bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri
mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan,
mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu
mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya
sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa lampau pun
dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi
pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan
tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja
sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap
pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan
atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan
pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh,
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan
kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma
tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah
tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru
pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan
dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan
permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih
tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru
pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-
lain.

12. Asas Tutwuri Handayani, yaitu walaupun berbeda beda konseli yang dihadapi namun
tujuan nya tetap satu yaitu terentaskannya masalah konseli oleh konseli dengan dampingan
dari konselor

13. Asas Kebersamaan, yaitu dalam konseling harus dilakukan bersama sama antara
konselee dengan konselor, hal ini untuk manjaga keharmonisan, saling percaya, dan
kebersamaan yang kuat, konselee tidak bisa hanya diberi pengarahan, kadang kala konselee
membutuhkan pendamping untuk menyelesaikan masalahnya. namun, bukan berarti konselor
yang menyelesaikan masalah konselee

https://club3ict.wordpress.com/category/asas-asas-bimbingan-dan-konseling/

ASAS DAN KODE ETIK BIMBINGAN KONSELING

Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling dikenal kaidah-kaidah yang


disebut dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus
diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan
terselenggara dengan baik, sangat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian
tujuan yang diharapkan. Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga
dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling.

Asas-Asas Bimbingan dan Konseling

1. Asas Kerahasiaan

Rahasia, yaitu menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik
(klien), yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain.
Dalam hal ini, guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data
dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan dan konseling. Jika asas ini
benar-benar dijalankan maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan mendapat
kepercayaan dari para siswanya dan layanan bimbingan dan konseling akan dimanfaatkan
secara baik oleh siswa, dan jika sebaliknya para penyelenggara bimbingan dan konseling
tidak memperhatikan asas tersebut, layanan bimbingan dan konseling (khusus yang benar-
benar menyangkut kehidupan siswa) tidak akan mempunyai arti lagi, bahkan mungkin dijauhi
oleh para siswa.

1. Asas Kesukarelaan

Sukarela yaitu menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien)
mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.

Jika asas kerahasiaan memang benar-benar telah tertanam pada diri (calon) klien dapat
diharapkan bahwa mereka yang mengalami masalah akan dengan sukarela membawa
masalahnya itu kepada pembimbing untuk minta bimbingan.

1. Asas Keterbukaan

yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan
keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi
dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor)
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien)
mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan dan
kesukarelaan.

1. Asas Kekinian

yaitu menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan
peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan masa
depan atau kondisi masa lampau pun dilihat dampak atau kaitannya dengan kondisi yang
ada dan apa yang diperbuat sekarang.

Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda
pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya
siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan.
Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih

1. Asas Kemandirian

Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri sendiri, tidak
bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah
dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:

1. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.


2. Menerima diri sendiri secara positif dan dinamis.
3. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
4. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.
5. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-
kemampuan yang dimilikinya.

1. Asas Kegiatan

yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat
berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing
(konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap
layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.

Asas ini merujuk pada pola konseling multidimensional yang tidak hanya mengandalkan
transaksi verbal antara klien dengan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun
asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien mengalami proses konseling dan aktif
pula melaksanakan atau menerapkan hasil-hasil konseling.

1. Asas Kedinamisan

Dinamis yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap
sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak menoton, dan
terus berkembang serta berlanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya
dari waktu ke waktu.
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien
yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekadar
mengulang yang lama yang bersifat menoton, melainkan perubahan yang selalu menuju
kesuatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan
klien yang dikehendaki.

1. Asas Keterpaduan

Terpadu yaitu asas bimbingan dab konseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang yang dilakukan oleh guru guru pembimbing
maupun pihak lain, Saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini, kerjasama antara
guru guru pembimbing dan ihak-pihak yang berperran dalam penyelenggaraan dalam
pelayaanan bimbingan dan konseling pula terus dikembangkan. Koordinasi segenap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang apabila keadaannya tidak seimbang, tidak
serasi, dan tidak terpadu justru akan menimbulkan masalah.

Aspek keterpaduan juga menuntut konselor memiliki wawasan yang luas tentang
perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat
diaktifkan untuk menangani masalah klien.

1. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum,
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan kebiasaan yang berlaku.
Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus
dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan
mengamalkan norma-norma tersebut.
1. Asas Keahlian

Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik
dengan menggunakan prosedur, teknik, dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling)
yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan
itu dapat dicapai keberhasilan pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah
pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik
untuk pekerjaan itu.

Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana
bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan
dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar
menguasai teori dan praktek konseling secara baik. Keprofesionalan konselor harus terwujud
baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam
penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

1. Ahli Tangan Kasus

Ahli tangan kasus yaitu menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas tuntas atas suatu permasalahan
itu kepada kepada yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima ahli tangan kasus dari
orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain dan demikian pula guru pembimbing dapat
mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.

Asas ini juga bermakna bahwa konselor dalam memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling jagan melebihi batas kewenangannya. Atau pelayanan bimbingan dan konseling
hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas konselor
atau pembimbing yang bersangkutan.

1. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan
konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa
aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta
kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada
waktu klien mengalami masalah dan menghadap pada konselor saja, tetapi diluar hubungan
proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya manfaat
pelayanan bimbingan dan konseling itu.

Kode Etik Bimbingan Dan Konseling

Kode etik bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:

1. Pembimbing yang memegang jabatan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan
kinseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang baik.
3. Pekerjaan pembimbing harus harus berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang maka
seorang pembimbing harus:
4. Dapat menyimpan rahasia klien
5. Menunjukkan penghargaan yang sama pada berbagai macam klien.
6. Pembimbing tidak diperkjenan menggunakan tena pembantu yang tidak ahli.
7. Menunjukkan sikap hormat kepada klien
8. Meminta bantuan alhi diluar kemampuan stafnya.

Di samping rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dirumusakan oleh ikatan
petugas bimbingan Indonesia, yaitu:

1. Pembimbing menghormati harkat klien.


2. Pembimbing menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.
3. Pembimbing tidak membedakan klien.
4. Pembimbing dapat menguasai dirinya, dalam arti kata kekurangan-kekurangannya dan
perasangka-prasangka pada dirinya.
5. Pembimbing mempunyai sifat renda hati sederhana dan sabar.
6. Pembimbing terbuka terhadap saran yang diberikan pada klien.
7. Pembimbing memiliki sifat tanggung jawab terhadab lembaga ataupun orang yang dilayani.
8. Pembimbing mengusahakan mutu kerjanya sebaik ungkin.
9. Pembimbing mengetahui pengetahuan dasar yang memadai tentang tingkah laku orang ,
serta tehnik dan prosedur layanan bimbingan guna memberikan layanan sebaik-baiknya.
10. Seluruh catatan tentang klien bersifat rahasia.
11. Suatu tes hanya boleh diberikan kepada petugas yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya.

https://esmae39.wordpress.com/2015/05/08/asas-dan-kode-etik-bimbingan-konseling/

E. Peran Guru Mata Pelajaran dalam Pelaksanaan BK


Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya,
membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan
mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu
yang mandiri dan produktif. Siswa adalah individu yang unik. Artinya, tidak ada dua
individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, akan
tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan
sebagainya. Di samping itu setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang.
Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru
harus berperan sebagai pembimbing.
Hubungan guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani
tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya.
Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai
pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanaman itu
tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama penyakit yang dapat menyebabkan tanaman
tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyiram,
memberi pupuk dan memberi obat pembasmi hama. Demikian juga halnya dengan seorang
guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi itu atau jadi ini. Siswa akan tumbuh
dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas
guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang
sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya. Inilah makna peran sebagai pembimbing. Jadi,
inti dari peran guru sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan
interpersonal antara guru dengan siswa yang dibimbingnya.
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat
diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di
sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi
siswanya. Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru
yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik guru harus memiliki
pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru
mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan
bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus
manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan
menghargai tanpa syarat.
Lebih jauh, Abin Syamsuddin (2003) menyebutkan bahwa guru sebagai pembimbing dituntut
untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar,
melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus
membantu pemecahannya (remedial teaching). Berkenaan dengan upaya membantu
mengatasi kesulitan atau masalah siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang
dijalankan oleh konselor profesional. Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan
masalah siswa yang mungkin bisa dibimbing oleh guru yaitu masalah yang termasuk kategori
ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan
teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas
ringan.
Dalam konteks organisasi layanan Bimbingan dan Konseling, di sekolah, peran dan
konstribusi guru sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan
Bimbingan dan Konseling di sekolah. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung
jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah:
1. Membantu konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan
dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
2. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
3. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada
konselor.
4. Menerima siswa alih tangan dari konselor, yaitu siswa yang menuntut konselor
memerlukan pelayanan khusus, seperti pengajaran/latihan perbaikan, dan program
pengayaan.
5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-
siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang
dimaksudkan itu.
7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan
bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Implementasi kegiatan Bimbingan dan Konseling dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu
peranan guru mata pelajaran dalam pelaksanaan kegiatan Bimbingan Konseling sangat
penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat di bedakan menjadi 2 (dua)
yaitu:
1. Tugas guru dalam layanan bimbingan dalam kelas
Kejelasan gambaran tugas dapat memotivasi guru untuk berperan secara aktif dalam kegiatan
bimbingan dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan itu.
Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, misalnya guru yang bersifat otoriter
akan menimbulkan suasana tegang, hubungan guru siswa menjadi kaku, keterbukaan siswa
untuk mengemukakan kesulitan-kesulitan sehubungan dengan pelajaran itu menjadi terbatas.
Oleh karena itu, guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar-
mengajar. Seorang guru dapat melakukan bimbingan di dalam kelas dengan hal-hal berikut:
a. Guru sebagai pembangkit motivasi belajar
Pembangkitan motivasi belajar oleh guru kelas dapat dilakukan secara khusus menggunakan
jam pelajaran atau diselipkan sambil mengajar atau memberikan latihan-latihan. Selain itu
guru juga harus melakukan upaya-upaya untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik
antara lain:
1) Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan. Tujuan yang jelas dan
manfaat yang betul-betul dirasakan oleh peserta didik akan membangkitkan motivasi belajar.
2) Memilih materi atau bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan oleh siswa. Sesuatu yang
dibutuhkan akan menarik minat sisiwa, dan minat tersebut merupakan salah satu bentuk
motivasi.
3) Memilih cara penyajian yang bervariasi, sesuai dengan kemampuan peserta didik dan
banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba dan berpartisipasi.
Banyak berbuat dalam belajar akan lebih membangkitkan semangat dibandingkan hanya
dengan mendengarkan. Oleh karena itu, guru perlu menciptakan berbagai kegiatan peserta
didik di dalam kelas.
4) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk meraih kesuksesan. Kesuksesan yang
dicapai oleh peserta didik akan membangkitkan motivasi belajar, dan sebaliknya kegagalan
yang terjadi pada peserta didik dapat menghilangkan motivasi.
5) Memberikan kemudahan dan bantuan kepada peserta didik dalam proses belajar. Tugas
guru ialah membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Agar perkembangan peserta
didik lancar, guru memberikan kemudahan-kemudahan dalam belajar, dan tidak mempersulit
perkembangan belajar yang dialami siswa. Apabila peserta didik mengalami kesulitan atau
hambatan dalam belajar, guru memberikan bantuan baik secara langsung maupun dengan
memberi petunjuk kepada siapa atau kemana meminta bantuan.
6) Memberikan pujian, ganjaran, ataupun hadiah untuk membangkitkan motivasi belajar
peserta didik.

b. Guru sebagai tokoh kunci dalam bimbingan


Guru memiliki hubungan yang erat dengan murid. Karena guru banyak memiliki waktu dan
kesempatan untuk mempelajari murid, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya. Kedudukan
guru dalam pendidikan yaitu memiliki wewenang sepenuhnya dalam mempelajari dan
memahami siswa-siswanya, bukan saja sebagai individu tetapi juga sebagai anggota
kelompok atau kelasnya. Sejak siswa masuk ke sekolah dari pagi hari sampai sekolah usai,
guru akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk membantu BK dalam mengumpulkan data
yang diperlukan agar dapat memahami siswa dengan baik.
Sebagian dari data tersebut didapatkan dari murid sendiri atau dari orang tuanya dengan
mengisi formulir-formulir isian atau melalui informasi lisan. Data lainnya diperoleh dari
pelaksanaan tes atau melalui observasi terhadap kegiatan-kegiatan siswa, kebiasaan dan
tingkah lakunya baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Karena itulah guru memiliki peran
penting sebagai anggota utama di antara petugas-petugas bimbingan. Pada umumnya guru
tersebut berada pada posisi yang lebih baik untuk mengetahui masalah-masalah, sikap dan
kebutuhan siswa sehingga memudahkan guru untuk memberikan bantuan kepada siswa yang
membutuhkan.
c. Mengetahui murid sebagai individu
Tugas pertama guru dalam bimbingan adalah mengetahui atau lebih mengenal siswanya.
Kegiatan bimbingan tidak akan berhasil dengan baik manakala guru kurang memahami
siswa. Oleh karena itu diperlukan pemahaman atau pengetahuan terhadap siswa tentang
kebiasaannya dalam belajar, dalam bermain, kesehatannya, asal-usulnya, teman-teman
karibnya bahkan latar belakang sosial-ekonominya Djumhur (1975: 127-129).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan
fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
a. Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap,
minat, dan pembawaannya.
b. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan
berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan
perhatian.
c. Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik.
d. Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang
lebih baik.
e. Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya.
f. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan.
g. Perlakuan terhadap siswa didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai individu, siswa
memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri
untuk mandiri.
h. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa untuk
menyadari perasaannya itu.
i. Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan
pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih
dewasa.
j. Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa.
k. Pemahaman siswa secara empatik.
l. Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
m. Penampilan diri secara asli (genuine) tidak pura-pura, di depan siswa.
n. Kekonkretan dalam menyatakan diri.
o. Penerimaan siswa secara apa adanya.
p. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus

2. Tugas Guru Dalam Operasional Bimbingan Di Luar Kelas


a. Bimbingan bagi peserta didik yang sesuai tingkat kecerdasannya
Meskipun perkembangan belajarnya normal, tetapi mereka membutuhkan bimbingan, untuk
mempertahankan prestasi yang telah dicapainya, dan meningkatkannya. Bimbingan terhadap
mereka dapat di berikan oleh konselor atau guru pembimbing dan juga guru mata pelajaran.
Bimbingan dari konselor lebih bersifat umum, dapat dilakukan secara individual ataupun
kelompok, informatif atau adjustif. Materi bimbingan dapat diarahkan pada perencanaan dan
pengembangan diri, peningkatan hubungan sosial, pemeliharaan dan peningkatan motivasi
belajar, displin belajar, memperbaiki cara-cara belajar, mengerjakan tugas, latihan dll.
Bimbingan yang lebih mengarah pada pemeliharaan dan peningkatan penguasaan materi
pelajaran diberikan oleh guru pembimbing dan guru bidang studi. Mereka diharapkan
memberikan perhatian yang lebih besar terhadap perkembangan belajar dari siswa,
memperhatikan perbedaan individual siswa, memberikan tugas dan latihan yang sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Guru bidang studi juga diharapkan dapat
memberikan layanan remedial terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan dan
pengayaan terhadap peserta didik yang cepat.
Bimbingan terhadap peserta didik berprestasi rendah juga dapat diberikan oleh konselor, guru
pembimbing dan guru bidang studi. Peserta didik berprestasi rendah, dapat di pastikan
memiliki masalah, ada faktor penyebab yang melatarbelakanginya mungkin bersumber pada
dirinya mungkin juga di luar dirinya. Guru mata pelajaran harus berusaha menemukan
penyebab tersebut. Bila penyebabnya sudah ditemukan langkah selanjutnya adalah
memberikan layanan remedial atau korektif terhadap kelemahannya dan pengembangan
terhadap potensi atau kekuatan yang dimiliknya.
Layanan dari guru pembimbing dan guru bidang studi lebih difokuskan pada layanan
remedial dalam beberapa mata pelajaran yang kurang. Konselor juga dapat membantu dalam
mendiagnosis kelemahan yang diderita para siswa. Berdasarkan hasil diagnosis tersebut guru-
guru memberikan layanan remedial. Disamping memberikan layanan remedial guru bidang
studi juga hendaknya berusaha untuk menyiapkan dan memberikan pelajaran sesuai dengan
minat dan kebutuhan siswa, menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih membangkitkan
motivasi belajar, lebih permisif dan terbuka pada siswa.

b. Melakukan kunjungan rumah


Kunjungan rumah merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling. Fungsi
utama dari kunjungan rumah adalah membina hubungan baik dan kerjasama antara guru mata
pelajaran dan orang tua siswa. Melalui hubungan baik dan kerjasama ini, diharapkan ada
saling pengertian, kesamaan persepsi, sikap dan perlakuan terhadap siswa. Dalam kunjungan
rumah, guru mata pelajaran dapat memperolah data lebih luas dan mendalam tentang
perkembangan siswa, karakteristik, sikap, kebiasaan serta aktivitasnya dalam keluarga dan
lingkungan masyarakat sekitar, serta kondisi kehidupan keluarga siswa.

c. Menyelenggarakan kelompok belajar.


Kegiatan ini bermanfaat untuk:
1) Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya, bagaimana mengemukakan
pendapatnya dan menerima pendapat dari teman lain.
2) Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran melalui belajar secara kelompok.
3) Mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam hal pelajaran secara bersama-sama.
4) Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung di dalam masyarakat yang lebih luas.
5) Memupuk rasa kegotong royongan.

d. Pertemuan guru-murid
Sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, maka guru perlu mengadakan pertemuan dari hati-kehati
dengan murid. Pertemuan itu dapat dilaksanakan sebelum sekolah dimulai, pada waktu
istirahat, atau setelah sekolah usai. Dari pertemuan tersebut akan didapatkan data mengenai
siswa yang mungkin sedang bermasalah.

3. Keterbatasan Guru
Jika melihat realita bahwa di Indonesia jumlah tenaga konselor profesional memang masih
relatif terbatas, maka peran guru sebagai pembimbing tampaknya menjadi penting. Ada atau
tidak ada konselor profesional di sekolah, tentu upaya pembimbingan terhadap siswa
mutlak diperlukan. Jika kebetulan di sekolah sudah tersedia tenaga konselor profesional, guru
bisa bekerja sama dengan konselor bagaimana seharusnya membimbing siswa di sekolah.
Namun jika belum, maka kegiatan pembimbingan siswa tampaknya akan bertumpu pada
guru.
Beberapa keterbatasan guru antara lain:
a. Guru tidak mungkin lagi menangani masalah-masalah siswa yang bermacam-macam,
karena guru tidak terlatih untuk melaksanakan semua tugas itu.
b. Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi ditambah tugas
yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macam masalah siswa.

4. Upaya Guru Dalam Mengoptimalkan Peranannya


Agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai pembimbing, berikut ini beberapa hal
yang perlu diperhatikan:
a. Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya
pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat
yang dimiliki anak, dan latar belakang kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab
akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka.
b. Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya.
c. Guru seyogyanya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan saling
percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa yang dibimbingnya,
apabila data itu bersifat pribadi.
d. Guru senantiasa memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengkonsultasikan
berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang berada di kelas maupun di luar
kelas.
e. Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsip umum konseling dan menguasai teknik-
tenik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan siswanya, khususnya ketika siswa
mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya.

http://izafaqih.blogspot.co.id/2012/01/peran-guru-mata-pelajaran-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai