Anda di halaman 1dari 2

Presiden Joko Widodo bersama Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte meresmikan layanan

Kapal Ro-Ro Davao-General Santos-Bitung di Kudos Port, Davao Filipina, Minggu (30/4/2017).
Peresmian layanan pelayaran tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal dalam
memajukan sub kawasan, baik hal konektivitas, perdagangan, hingga "people to people contact"
antara Indonesia-Filipina maupun ASEAN.

Terkait terhentinya operasi Kapal Roro, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut Jenny Karouw
menjelaskan, itu terjadi karena persoalan regulasi yang membatasi barang ekspor dan impor.

Menurutnya ada regulasi menteri perdagangan yang mengatur tidak semua barang bisa masuk ke
Pelabuhan Bitung, padahal konektivitas sudah dibuka. Hanya ada tiga barang yang diizinkan masuk ke
Bitung yakni makanan minuman olahan, elektronik dan garmen.

"Padahal pak gubenur sudah berupaya semua jalur konektivitas ekspor maupun impor dibuka, tapi
aturan masih membatasi," ujarnya.

Dijelaskan, saat ini ekspor Bitung ke Filipina seperti Kopra kuotanya tak sebesar kapastias kapal Roro
yang bisa memuat 500 kotainer ukuran 20 feet. "Alternatif yang digunakan kapal kecil," ujarnya.

Dengan kondisi regulasi yang belum direvisi Kapal Roro terlampau besar. Sulit mememeuhi ekspor
maupun impor dengan mengisi penuh 500 kontainer. Ia mencontohkan dari Davao sebenarnya siap
impor misalnya yang lalu buah-buahan masuk Sulut, tapi karena regulasi belum bisa."Yang diizinkan
hanya makanan dan minuman diolah," kata dia.

Begitu juga makanan ternak harusnya masuk lewat Bitung akhirnya tak bisa masuk. Sebaliknya, Filipina
sempat meminta bahan bangunan untuk kebutuhan dalam negeri, tapi impor belum bisa melalui Bitung.

Beberapa waktu lalu pun sudah ada pertemuan antarpebisnis. Dibahas menyangkut timbal balik
memanfaatkan Kapal Roro. Jika ada barang yang masuk dari Filipina ke Sulut, harus ada juga barang dari
Sulut ke Filipina.

"Mesti timbal balik. Supaya menguntungkan," sebutnya.Kemudian karena masuk melalui Bitung sasaran
utamanya untuk memasok barang untuk Indonesia Timur. Regulasi Permendag yang harus direvisi,
Gubernur sudah perjuangkan dan revisi permendag sudah ada titik terang terkait keputusan Bitung
sebagai pelabuhan impor. Imbas pembatasan barang itu harusnya barang bisa masuk ke Sulut, akhirnya
hanya bisa ke Jakarta atau Surabaya.

"Kami mau minta melalui bitung, tapi tak semudah itu mengubah alur pelayaran," jelasnya.

Selain itu para pebisnis sudah terikat kontrak kerja sama, akhirnya harus selesaikan kontrak, baru
kemudian mengatur kontrak baru. "Semua menyangkut business to business, pemerintah fasilitasi agar
ada jalur konektivitas langsung," ungkapnya. Jika regulasi direvisi jalur perdagangan yang dilalui Kapal
Roro, Bitung ke Roro dan General Santos bisa terbuka dengan kategori barang yang tak dibatasi seperti
sekarang ini.
Selain itu harga tambatan kapal juga harus ada diskon. Investor ingin berlabuh di Bitung, sekali berlabuh
bisa habis Rp 100 juta.

Kapan kapal Roro bisa kembali berlabuh di Bitung? Karouw berharap bisa bersabar menanti regulasi
direvisi "Bersabar sampai aturan mendukung, semua sedang diproses pasti jalan," uajrnya. (ryo)

Anda mungkin juga menyukai