Anda di halaman 1dari 17

1.

Pengangguran

Definisi

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Pengangguran adalah istilah untuk orang yang
tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama
seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Data pengangguran
dikumpulkan BPS melalui survey rumah tangga, seperti Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas), Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Di antara sensus/survei tersebut Sakernas merupakan
survei yang khusus dirancang untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan secara periodik.
Saat ini Sakernas diselenggarakan dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

Jenis-Jenis Penggangguran

A. Berdasarkan Penyebabnya

1. Pengangguran Friksional, adalah pengangguran normal yang terjadi jika ada 2-3%
maka dianggap sudah mencapai kesempatan kerja penuh.

2. Pengangguran Siklikal, adalah pengangguran yang terjadi karena merosotnya harga


komoditas dari naik turunnya siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja
lebih rendah dari pada penawaran tenaga kerja.

3. Pengangguran Struktural, adalah pengangguran karena kemerosotan beberapa


faktor produksi sehingga kegiatan produksi menurun dan pekerja diberhentikan.

4. Pengangguran Teknologi, adalah pengangguran yang terjadi karena tenaga manusia


digantikan oleh mesin industri.

B. Berdasarkan Cirinya

1. Pengangguran Musiman, adalah keadaan seseorang menganggur karena adanya


fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek. Sebagai contoh, petani yang menanti
musim tanam, tukang jualan durian yang menanti musim durian, dan sebagainya.
2. Pengangguran Terbuka, pengangguran yang terjadi karena pertambahan lapangan
kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja.

3. Pengangguran Tersembunyi, pengangguran yang terjadi karena jumlah pekerja


dalam suatu kegiatan ekonomi lebih besar dari yang sebenarnya diperlukan agar
dapat melakukan kegiatannya dengan efisien.

4. Setengah Menganggur, yang termasuk golongan ini adalah pekerja yang jam
kerjanya dibawah jam kerja normal (hanya 1-4 jam sehari). Disebut
Underemployment.

Konsep Angkatan kerja

a. Bekerja Penuh (Employed) Yaitu orang-orang yang bejerja penuh atau jam
kerjanya lebih dari 35 jam / minggu.

b. Setengah menganggur (Underemployed) Yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum


dimanfaatkan secara penuh. Jam kerjanya kurang dari 35 jam / minggu.
Berdasarkan definisi ini, tingkat pengangguran di Indonesia termasuk tinggi, yaitu
35 % per tahun.

c. Menganggur (Unemployed) Yaitu mereka yang sama sekali tidak bekerja atau
sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini sering disebut Penganggur Terbuka
(Open Unemployment).

Berdasarkan definisi ini, tingkat pengangguran di Indonesia relatif rendah, yaitu 3-5
% per tahun.

Indikator Tingkat Pengangguran Terbuka

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memberikan indikasi tentang penduduk usia


kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka diukur
sebagai persentase jumlah penganggur/pencari kerja terhadap jumlah angkatan kerja, yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
TPT = (Pencari Kerja / Angkatan Kerja) x 100 %

Kegunaan dari indikator pengangguran terbuka ini baik dalam satuan unit (orang)
maupun persen berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru.
Selain itu, perkembangannya dapat menunjukkan tingkat keberhasilan program
ketenagakerjaan dari tahun ke tahun. Yang lebih utama lagi indikator ini digunakan sebagai
bahan evaluasi keberhasilan pembangunan perekonomian Indonesia selain angka kemiskinan.
Oleh karena itu, indikator TPT selalu diumumkan setiap tahun pada Pidato Presiden tanggal
16 Agustus sebagai bukti kinerja Pemerintah Indonesia.
Secara spesifik, tingkat penganggur terbuka dalam Sakernas, terdiri atas:
a. mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan
b. mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha
c. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan
d. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima
bekerja, tetapi belum mulai bekerja.

Metode Penghitungan TPT

1. Sakernas Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) adalah survei rumah tangga
yang digunakan untuk mengumpulkan informasi lengkap mengenai
ketenagakerjaan dan khusus dirancang untuk mengetahui keadaan umum/situasi
ketenagakerjaan. Survei ini menggunakan konsep dan definisi yang mengacu pada
konsep yang berlaku secara internasional yaitu ILO Concept Approach, sehingga
dapat dibandingkan dengan negara lain.

2. Sensus Penduduk dan SUPAS Sumber utama data kependudukan adalah Sensus
Penduduk (SP) yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali pada tahun-tahun
berakhiran "0". Sejak Indonesia merdeka, Sensus Penduduk telah dilaksanakan
sebanyak lima kali sejak yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000. Untuk
menjembatani ketersediaan data kependudukan di antara dua periode sensus, BPS
melakukan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS). Survei ini telah dilakukan
sebanyak empat kali, yaitu tahun 1976, 1985, 1995, dan 2005. Informasi
kependudukan yang dikumpulkan melalui SP dan SUPAS sangat lengkap, seperti
data migrasi, keluarga berencana (KB), dan pendidikan. Selain data pokok
demograsi, SP dan SUPAS juga mengumpulkan data tentang aktivitas ekonomi
penduduk, antara lain mengenai angkatan kerja dan kesempatan kerja.

Data Pengangguran

Dengan jumlah total penduduk sekitar 255 juta orang, Indonesia adalah negara
berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat).
Selanjutnya, negara ini juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah
dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut
digabungkan, indikasinya Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang
besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan, maka menekankan
pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam perekonomian terbesar di Asia Tenggara.

Tabel di bawah ini memperlihatkan angka pengangguran di Indonesia dalam beberapa


tahun terakhir. Tabel tersebut menunjukkan penurunan yang terjadi secara perlahan dan
berkelanjutan, khususnya angka pengangguran wanita. Pengangguran wanita berkurang
secara drastis, bahkan mulai mendekati angka pengangguran pria. Meskipun demikian,
masalah persamaan gender, seperti di negara-negara lain, masih menjadi isu penting di
Indonesia. Meski sudah ada kemajuan dalam beberapa sektor utama (seperti pendidikan dan
kesehatan), wanita masih cenderung bekerja di bidang informal (dua kali lebih banyak dari
pria), mengerjakan pekerjaan tingkat rendah dan dibayar lebih rendah daripada pria yang
melakukan pekerjaan yang sama.
Pengangguran di Indonesia

Salah satu karakteristik Indonesia adalah bahwa angka pengangguran cukup tinggi
yang dihadapi oleh tenaga kerja muda usia 15 sampai 24 tahun, jauh lebih tinggi dari angka
rata-rata pengangguran secara nasional. Mahasiswa yang baru lulus dari universitas dan siswa
sekolah kejuruan dan menengah mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar kerja
nasional. Hampir setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah
sekolah dasar saja. Semakin tinggi pendidikannya semakin rendah partisipasinya dalam
kekuatan tenaga kerja Indonesia. Meskipun demikian dalam beberapa tahun terakhir terlihat
adanya perubahan tren: pangsa pemegang ijazah pendidikan tinggi semakin besar, dan pangsa
pemegang ijazah pendidikan dasar semakin berkurang.
Sektor pertanian tetap berada di posisi teratas dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Tabel di bawah ini memperlihatkan empat sektor terpopuler yang menyerap paling banyak
tenaga kerja di tahun 2011 dan setelahnya.

Pekerjaan rentan (tenaga kerja yang tidak dibayar dan pengusaha) baik untuk pria
maupun wanita angkanya lebih tinggi di Indonesia daripada di negara-negara maju atau
berkembang lainnya. Dalam satu dekade terakhir ini tercatat sekitar enam puluh persen untuk
pria Indonesia dan tujuh puluh persen untuk wanita. Banyak yang merupakan 'pekerja rentan'
adalah mereka yang bekerja di sektor informal.

2. Inflasi
Definisi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan
terus menerus sepanjang waktu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi kecuali bila kenaikan meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang
lainnya. Dari tersebut diatas setidaknya ada tiga hal penting yang dapat ditekankan, yaitu:

1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat
harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan
sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat.

2. Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus-menerus


(sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa
beberapa waktu lamanya.

3. Bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti
tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa
komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum.

Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.
Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan
harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga
barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar,
bukanlah merupakan inflasi. Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya
sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. Secara umum,
hitungan perubahan harga tersebut tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan
Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). Persentase kenaikan IHK
dikenal dengan inflasi, sedangkan penurunannya disebut deflasi. Dalam lingkup yang lebih
luas (makro) angka inflasi menggambarkan kondisi/stabilitas moneter dan perekonomian.

Jenis-Jenis Pengelompokan Inflasi

Menurut Data Statistik BPS


1. Inflasi IHK atau inflasi umum (headline inflation) Inflasi seluruh barang/jasa
yang dimonitor harganya secara periodik. Inflasi umum adalah komposit dari
inflasi inti, inflasi administered prices, dan inflasi volatile goods.

2. Inflasi inti (Core Inflation) Adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan
harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor
fundamental seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan
permintaan dan penawaran agregat) yang akan berdampak pada perubahan
harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen dan persistent.
Berdasarkan SBH 2007 jumlah komoditasnya sebanyak 694 antara lain beras,
kontrak rumah, upah buruh, mie, susu, mobil, sepeda motor, dan sebagainya.

3. Inflasi Administered (Administered Price Inflation) Adalah inflasi barang atau


jasa yang perkembangan harganya secara umum diatur pemerintah. Berdasar
SBH 2007 jumlah komoditasnya sebanyak 19 antara lain bensin, tarif listrik,
rokok, dan sebagainya.

4. Inflasi bergejolak (Volatile Goods Price Inflation) Adalah inflasi barang atau
jasa yang perkembangan harganya sangat bergejolak, umumnya dipengaruhi
oleh shocks yang bersifat temporer seperti musim panen, gangguan alam,
gangguan penyakit, dan gangguan distribusi. Berdasarkan tahun dasar 2007,
inflasi volatile goods masih didominasi bahan makanan, sehingga sering disebut
juga sebagai inflasi volatile foods. Jumlah komoditasnya sebanyak 61 antara
lain beras, minyak goreng, cabe, daging ayam ras, dan sebagainya.

Menurut Bobot Inflasinya

1. Inflasi Ringan Inflasi ringan disebut juga Creeping Inflation. Inflasi ringan dalah
inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada
pada posisi satu digit atau dibawah 10 % pertahun.

2. Inflasi Sedang Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat laju
pertumbuhan berada diantara 10-30 % pertahun atau melebihi dua digit dan
sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
3. Inflasi Berat Merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30
100 % pertahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh
total kecuali yang dikuasai negara.

4. Inflasi Sangat Berat Inflasi Sangat Berat yang juga disebut Hyper Inflation adalah
inflasi dengan laju pertumbuhan melampui 100 % pertahun. Untuk keperluan
perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan.

Menurut Asalnya

1. Domestic Inflation Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti kenaikan
konsumsi masyarakat, ekspansi moneter dan lain sebagainya.

2. Imported Inflation Inflasi yang berasal dari luar negeri, seperti kenaikan harga-
harga barang di negara-negara langganan dagang kita, mekanismenya baik
melalui impor ataupun ekspor.

Menurut Sumber atau Penyebab Inflasinya

1. Inflasi Permintaan (Demand-Pull Inflation) Adalah jenis inflasi ini biasa dikenal
sebagai Philips Curve inflation, yaitu merupakan inflasi yang dipicu oleh
interaksi permintaan dan penawaran domestik jangka panjang. contohnya jika
terjadi peningkatan permintaan masyarakat atas barang (peningkatan aggregate
demand). Contoh lain bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai
dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan
barangbarang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena
kredit yang murah, dll.

2. Inflasi Penawaran (Cost-Push Inflation) Atau juga bisa disebut supply-shock


inflation merupakan inflasi penawaran yang disebabkan oleh kenaikan pada biaya
produksi atau biaya pengadaan barang dan jasa. misalnya karena kenaikan harga
sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan
bakar minyak).
Cara-Cara mengukur Tingkat Inflasi (Data Strategis BPS, 2010)

1. Indeks Harga Konsumen IHK (Indeks Harga Konsumen) atau CPI (Consumer
Price Index) IHK mengukur inflasi berdasarkan sekumpulan harga pada kebutuhan
hidup konsumen yang paling banyak digunakan, dan masing-masing item memiliki
bobot dalam basket. Indonesia menggunakan Sembilan bahan pokok dalam
menghitung IHK. Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) digunakan sebagai
indikator patokan nilai inflasi.

1
= ( ) 100%
1

INF = Inflasi (atau deflasi) pada waktu (bulan atau tahun)


IHK = Indeks Harga Konsumen
2. Indeks Biaya Hidup (IBH) Angka indeks tersebut tidak mengikuti perkembangan
nilai mata uang sehingga kebijaksanaan pemerintah dan pola konsumsi sudah
berubah (banyak barang yang tercakup dalam IBH sudah tidak dijual lagi), dan
hanya mencakup pengeluaran buruh kelas bawah dan jumlah sampel relatif kecil,
sehingga Faktor penimbangnya menjadi tidak realistis. Penggunaan indikator
inflasi di Indonesia berganti dengan IHK karena kelemahan-kelemahan IBH
tersebut.

3. GDP Deflator (PDB deflator) GDP deflator adalah rasio antara GDP nominal
(PDB nominal) dengan GDP real (PDB riil) dari tahun tersebut, GDP Deflator
yang mempunyai cakupan lebih luas dibandingkan kedua indeks terdahulu,
sebenarnya mencerminkan perkembangan tingkat harga umum (general price
index).

4. Indeks Harga Perdagangan Besar IHPB (Indeks Harga Perdagangan Besar)


mengukur inflasi berdasarkan hargaharga barang pada tingkat produsen, metode
perhitungannya sama dengan IHK hanya berbeda jumlah & jenis barang dalam
keranjang. Barang yang termasuk kategori barang ini merupakan barang mentah
dan barang setengah jadi.
Dampak inflasi

Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah
atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif
dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan
nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali
(hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang
menjadi tidak bersemangat kerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi karena
harga meningkat dengan cepat, para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaum buruh akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga
sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Efek Terhadap Pendapatan Secara umum inflasi akan mengurangi daya beli
seseorang apalagi bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap inflasi ini
sangat merugikan. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena
nilai mata uang semakin menurun. bila orang enggak menabung, dunia usaha dan
investasi akan sulit berkembang. Bagi orang yang meminjam uang kepada bank
(debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada
kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya,
kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai
uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi
produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi
daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong
untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar).
Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya.
Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu, bahkan bila
tidak sanggup mengikuti laju inflasi, bisa gulung tikar (biasanya terjadi pada
pengusaha kecil).

Efek Terhadap Efisiensi


Inflasi dapat mengubah pola alokasi factor produksi. Perubahan harga barang
konsumsi dan harga barang factor produksi akan mengubah pemakaian barang
tersebut pada kegiatan produksi dan konsumsi yang lebih efisien

Efek Terhadap Output Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, apabila
kenaikan harga barang barang mendahului kenaikan biaya produksi sehingga
menyebabkan keuntungan produsen dalam jangka pendek, Namun lebih banyak
Inflasi menurunkan output apabila laju inflasi cukup tinggi menyebabkan daya beli
menurun dan mengurangi daya serap output produksi

Efek Terhadap Redistribusi pendapatan Apabila harga harga naik, maka daya beli
masyarakat akan menurunm, namun ada sekelompok masyarakat yang mampu
menaikkan daya belinya akibat kenaikan barang tersebut

Bagi perekonomian nasional

- Investasi berkurang
- Mendorong tingkat bunga
- Mendorong penanam modal yang bersifat spekulatif
- Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan
- Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi masa yang akan datang
- Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang
- Menimbulkan defisit neraca pembayaran
- Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat

Teory Inflasi

Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi

- Teori Kuantitas Teori ini berdasarkan persamaam MV = PT.


Menurut teori ini inflasi hanya bisa terjadi kalo ada tambahan volume uang yang
beredar (kartal maupun giral) tanpa diiringi oleh pasokan ( suplai) barang barang
yang tersedia . Inflasi juga dapat terjadi oleh harapan ekspektasi psikologi
masyarakat mengenai kenaikan harga harga di masa datang
- Teory Keynes Mengemukakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan ekonominya dan permintaan masyarakat akan
barang barang melebihi jumlah barang barang yang tersedia

- Teory Struktural Teori ini lebih menekankan penyebab inflasi berasal dari
struktur perekonomian yang tidak mampu mengantisipasi secara cepat dan
fleksibel atas perkembangan perekonomian yang ada terutama terjadi di Negara
Negara berkembang. Negara berkembang biasanya hanya menghasilkan hasil alam
dan pertanian yang daya tukar nya tidak berkembang secepat produk industri yang
di impor dari Negara maju. Negara berkembang juga menghadapi permasalahan
kependudukan

Data Inflasi Indonesia

Laporan Inflasi (Indeks Harga Konsumen) berdasarkan perhitungan inflasi tahunan


Sumber: http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/Default.aspx

Bulan Tahun Tingkat Inflasi


Mei 2017 4.33 %
April 2017 4.17 %
Maret 2017 3.61 %
Februari 2017 3.83 %
Januari 2017 3.49 %
Desember 2016 3.02 %
Nopember 2016 3.58 %
Oktober 2016 3.31 %
September 2016 3.07 %
Agustus 2016 2.79 %
Juli 2016 3.21 %
Juni 2016 3.45 %
Mei 2016 3.33 %
April 2016 3.60 %
Maret 2016 4.45 %
Februari 2016 4.42 %
Januari 2016 4.14 %
Desember 2015 3.35 %
Nopember 2015 4.89 %
Oktober 2015 6.25 %
Hubungan Pengangguran Dan Inflasi

Kurva Phillips
Kurva Phillips pertama kali dikemukakan oleh A.W. Phillips, pada tahun 1958.
Phillips menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengangguran
dan perubahan tingkat upah. Phillips menggunakan perubahan tingkat upah
karena upah akan mempengaruhi harga barang dan jasa dan pada akhirnya juga
mempengaruhi inflasi. Pada perkembangannya, kurva Phillips yang digunakan
oleh para ekonom saat ini berbeda dalam penjelasan mengenai hubungan yang
terdapat dalam kurva tersebut. Phillips menyatakan bahwa perubahan tingkat
upah dapat dijelaskan oleh tingkat pengangguran dan perubahan tingkat
pengangguran.

Bentuk kurva Phillips memiliki kemiringan menurun, yang menunjukkan hubungan


negatif antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran, yaitu saat tingkat upah naik,
pengangguran rendah, ataupun sebaliknya. Kurva Phillips membuktikan bahwa antara
stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan,
yang berarti bahwa jika ingin mencapai kesempatan kerja yang tinggi/tingkat pengangguran
rendah, sebagai konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi.

Dengan Tingkat Inflasi kata lain, kurva ini menunjukkan adanya trade-off (hubungan
negatif) antara inflasi dan tingkat pengangguran, yaitu tingkat pengangguran akan selalu
dapat diturunkan dengan mendorong kenaikan laju inflasi, dan bahwa laju inflasi akan selalu
dapat diturunkan dengan membiarkan terjadinya kenaikan tingkat pengangguran.

3. Pertumbuhan Ekonomi

Definisi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan dalam


kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitatif
change) dan dan biasanya diukur dengan menggunakan data produk domestik bruto (PDB)
atau pendapatan output perkapita. Produk domestik bruto (PDB) adalah total nilai pasar (total
market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang
dihasilkan di dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil
pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun
sebelumnya (Muana Nanga, 2005: 273-274). Indikasi keberhasilan pembangunan suatu
negara atau wilayah yang banyak digunakan adalah pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi diukur dari tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto


(PDB) untuk lingkup nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk lingkup
wilayah. Selain dipengaruhi faktor internal, pertumbuhan ekonomi suatu negara juga
dipengaruhi faktor eksternal, terutama setelah era ekonomi yang semakin mengglobal. Secara
internal, tiga komponen utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

Jenis-Jenis PDB (Laporan Sosial Indonesia, 2007)

1. PDB atas dasar harga berlaku (at current market prices) atau nominal, Merupakan
PDB yang dinilai atas dasar harga berlaku pada tahun-tahun bersangkutan dengan
memperhitungkan inflasi yang terjadi pada tahun tersebut.

2. PDB atas dasar harga konstan (at constant prices) atau harga riil, Merupakan PDB
atas dasar harga berlaku, namun tingkat perubahan harganya telah dikeluarkan.
Peningkatan besarnya nilai PDB ini dapat digunakan untuk menunjukkan laju
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor. Bermanfaat untuk
mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.

Cara Penghitungan Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi akan diukur melalui indikator perkembangan PDB dari
tahun ke tahun. Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan
metode yaitu (Laporan Sosial Indonesia, 2007):

Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tingkat Pengangguran

Hukum Okun

Arthur Okun (1929 1979) adalah salah seorang pembuat kebijakan paling
kreatif pada era sehabis perang. Dia memperhatikan faktor-faktor pembangunan
yang membantu Amerika Serikat menelusuri dan mengatur usahanya. Ia membuat
konsep output potensial dan menunjukkan hubungan antara output dan
penganggur. Penganggur biasanya bergerak bersamaan dengan output pada siklus
bisnis. Pergerakan bersama dari output dan pengangguran yang luar biasa ini
berbarengan dengan hubungan numerikal yang sekarang dikenal dengan nama
Hukum Okun.
Hukum Okun menyatakan bahwa untuk setiap penurunan 2% GDP yang
berhubungan dengan GDP potensial, angka pengangguran meningkat sekitar
1 persen. Hukum Okun menyediakan hubungan yang sangat penting antara
pasar output dan pasar tenaga kerja, yang menggambarkan asosiasi antara
pergerakan jangka pendek pada GDP riil dan perubahan angka
pengangguran. (Samuelson and Nordhaus, 2004: 365-366)

Kerangka Konseptual

Dengan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran, maka dapat


dianalisis keterkaitan masing-masing variabel tersebut terhadap pengangguran. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Keterkaitan antara pengangguran dengan inflasi bisa dilihat dari makin kecilnya
angka pengangguran pada masa inflasi tinggi (masa krisis ekonomi). Semakin
parah inflasinya, maka semakin besar tenaga kerja yang terserap.

Antara pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi ada hubungan yang bisa


dilihat dari makin kecilnya angka pengangguran ketika pertumbuhan ekonomi
meningkat. Semakin tinggi pertumbuhan ekonominya, maka semakin kecil angka
pengangguran.

Anda mungkin juga menyukai