Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang pajak penghasilan, penyusutan atau depresiasi merupakan konsep
alokasi harga perolehan harga tetap berwujud dan amortisasi merupakan konsep alokasi harga
perolehan harga tetap tidak berwujud dan harga perolehan harta sumber alam. Jadi, UU PPh
pengertian amortisasi mencakup juga pengertian depresi seperti yang dikenal dalam dunia
akuntansi keuangan. Masalah penyusutan menjadi penting karena secara langsung menyangkut
bidang investasi maupun sector industry manufacturing (manufaktur sektor industri) yang sangat
berpengaruh dalam penentuan laba perusahaan.
Suatu perusahaan tertentu pada dasarnya selalu berusaha untuk mencapai tujuan
didirikannya perusahaan tersebut. Untuk menunjang agar tercapainya tujuan itu, setiap perusahaan
mempunyai aktiva (harta/asset) tertentu guna memperlancar kegiatan yang dilaksanakan
perusahaan.
Aktiva tetap merupakan komponen yang sangat penting bagi perusahaan untuk kegiatan
operasionalnya. Aktiva tetap tersebut merupakan salah satu komponen dalam neraca, sehingga
ketelitian dalam pengolahan aktiva tetap sangat berpengaruh terhadap kewajaran penilaiannya
dalam laporan keuangan.
Kewajaran penilaian aktiva tetap suatu perusahaan dapat disesuaikan dengan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 (2009). Dalam PSAK ini dinyatakan bahwa aset
tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang
atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau tujuan administratif dan diharapkan untuk
digunakan selama lebih dari satu periode.
Aset tetap biasanya memiliki masa pemakaian lebih dari satu tahun, sehingga diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam jangka waktu yang relatif lama. Namun,
manfaat yang diberikan aktiva tetap umumnya semakin lama semakin menurun manfaatnya secara
terus menerus, dan menyebabkan terjadi penyusutan (depreciation).
Seiring dengan berlalunya waktu, aktiva tetap akan mengalami penyusutan (kecuali tanah).
Faktor yang mempengaruhi menurun kemampuan suatu aktiva tetap untuk memberikan
jasa/manfaaat yaitu : Secara fisik, disebabkan oleh pemakaian dan keausan karena penggunaan
yang berlebihan dan secara fungsional, disebabkan oleh ketidakcukupan kapasitas yang tersedia
dengan yang diminta (misal kemajuan teknologi). Sehingga penurunan kemampuan aktiva tetap
tersebut dapat dialokasikan sebagai biaya.
Masalah pengalokasian biaya penyusutan merupakan masalah penting, karena
mempengaruhi laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Apabila menggunakan metode
penyusutan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku atau kondisi perusahaan
tersebut, maka akan mempengaruhi pendapatan yang dilaporkan setiap periode akuntansi. Selain
itu juga mempengaruhi nilai dari aktiva tetap tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1). Apa yang dimaksud dengan penyusutan dan Pajak ?
2). Bagaimana cara pengaplikasiannya dalam perusahaan ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Management
Pemasaran dan ingin lebih mengetahui tentang Penyusutan dan Pajak (Amortisasi).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyusutan


Penyusutan dalam pengertian ekonomi merupakan penurunan nilai suatu benda (aset) yang
diakibatkan oleh ketuaan, kekunoan dan sebagainya yang timbul karena adanya penemuan -
penemuan baru maupun adanya keausan akibat pemakaian barang tersebut. Karena adanya
penyusutan maka benda (aset) tersebut kurang mampu melaksanakan tugasnya atau memberikan
pelayanan sebagaimana yang semula dimaksudkan. Penurunan nilai ini dikenal dalam akuntansi
praktis sebagai suatu pengeluaran operasional.
Penyusutan bukanlah proses dimana perusahaan mengakumulasikan dana/kas untuk
mengganti aktiva tetapnya. Penyusutan adalah alokasi secara periodik dan sistematis dari harga
perolehan aktiva selama periode-periode berbeda yang memperoleh manfaat dari penggunaan
aktiva bersangkutan. Akumulasi penyusutan adalah bukan sebuah dana pengganti aktiva,
melainkan jumlah harga perolehan aktiva yang telah dibebankan (melalui pemakaian) dalam
periode-periode sebelumnya.
Penyusutan umumnya terjadi ketika aktiva tetap telah digunakan dan merupakan beban bagi
periode dimana aktiva dimanfaatkan. Penyusutan dilakukan karena masa manfaat dan potensi
aktiva yang dimiliki semakin berkurang. Akibat adanya pemakaian aktiva dalam aktivitas
perusahaan, aktiva tetap juga harus disusutkan seiring berlalunya waktu dimana terjadi perubahan
teknologi. Perubahan teknologi yang cenderung makin canggihakan mengakibatkan suatu aktiva
mudah menjadi usang dibandingkan aktiva sejenis yang mengalami inovasi teknologi yang lebih
canggih.

2.2 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Beban Penyusutan


Untuk memperoleh besarnya beban penyusutan periodik secara tepat dari pemakaian suatu
aktiva, ada 4 faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu nilai perolehan aktiva (asset cost), nilai
residu atau nilai sisa (residual or salvage value), umur ekonomis (economic life), dan pola
pemakaian (pattern of use).
1) Nilai perolehan aktiva (asset cost)
Nilai perolehan suatu aktiva mencakup seluruh pengeluaran yang terkait dengan perolehannya dan
persiapannya sampai aktiva dapat digunakan. Disamping harga beli, pengeluaran-pengeluaran lain
yang diperlukan untuk mendapatkan dan mempersiapkan aktiva harus disertakan sebagai harga
perolehan. Nilai perolehan ini yang sifatnya obyektif, dikurangi dengan estimasi nilai residu (jika
ada), adalah merupakan dasar harga perolehan aktiva yang dapat disusutkan. Dikatakan obyektif
karena sifatnya dapat diuji oleh siapapun dan menghasilkan nilai yang sama. Nilai yang sama ini
dapat dibuktikan melalui dokumen pengeluaran kas yang mendukungterjadinya transaksi
perolehan aktiva tetap, termasuk pengeluaran lainnya yang dibutuhkan sampai aktiva siap
digunakan dan ini mencerminkan nilai pasar pada saat aktiva diperoleh.
2) Nilai residu atau nilai sisa (residual or salvagevalue)
Merupakan nilai realisasi pada saat aktiva tidak dipakai lagi. Dengan kata lain, ini mencerminkan
nilai estimasi dimana aktiva dapat dijual kembali ketika aktiva tetap tersebut dihentikan dari
pemakaiaannya (pada saat estimasi masa manfaat aktiva berakhir). Besarnya estimasi nilai residu
ini sangat tergantung pada kebijakan management mengenai penghentian aktiva tetap dan kondisi
pasar serta faktor lainnya. Penentuan besarnya nilai residu bersifat subyektif dimana sangat
tergantung pada kebijakan manajemen dari masing-masing perusahaan.

3) Umur ekonomis (economic life)


Suatu periode/umur fisik dimana perusahaan dapat memanfaatkan aktiva tetapnya (masa manfaat)
dan sebagai jumlah unit produksi (output) atau jumlah jam operasional (jasa) yang diharapkan
diperoleh dari aktiva. Karena faktor fisik maupun fungsional, aktiva tetap selain tanah memiliki
umur ekonomis yang terbatas. Faktor-faktor fisik yang membatasai umur ekonomis suatu aktiva
mencakup pemakaiaan, penurunan nilai (berhubungan dengan berlalunya waktu, dimana suatu
aktiva tetap baik digunakan atau tidak digunakan akan mengalami penurunan nilai), dan kerusakan
(berupa kebakaran, banjir, gempa bumi / kecelakaan yang cenderung mengurangi atau mengakhiri
usia manfaat suatu aktiva). Faktor fungsional yang membatasi umur aktiva adalah keusangan
(obsolescence). Manfaat aktiva dapat hilang/berkurang sebagai akibat dari perubahan teknologi.
Meskipun aktiva secara fisik masih dapat digunakan namun perubahan teknologi yang kian cepat
akan secara otomatis memperpendek masa kegunaannya. Contohnya komputer, perubahan
teknologi yang cepat sering menyebabkan barang elektronik tersebut menjadi usang sebelum
aktiva itu sendiri rusak.
4) Pola pemakaian (pattern of use)
Jika aktiva yang digunakan (dalam proses) menciptakan besarnya pendapatan yang bervariasi
maka aktiva tersebut juga seharusnya disusutkan secara bervariasi mengikuti pola kontribusi aktiva
terhadap penciptaan pendapatan. Besarnya beban penyusutan akan bervariasi setiap periodenya
sesuai dengan jasa/kontribusi yang diberikan aktiva. Namun dalam prakteknya, faktor pemakaiaan
ini sering kali diabaikan dalam menghitungbesarnya beban penyusutan periodik mengingat
sulitnya dalam mengidentifikasi pola pemakaiaan dimaksud.

2.3 Harta Yang Disusutkan


Tidak semua harta dapat disusutkan. Berdasarkan ketentuan Standar Akuntansi keuangan,
untuk dapat disusutkan harta tersebut harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut antara
lain:
1) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntasi
2) Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas
3) Ditahan oleh perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa,
untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.

Sedangkan menurut Pasal 11 UU No.36 Tahun 2008, harta yang dapat disusutkan adalah
semua harta yang berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk
memperoleh penghasilan, mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, kecuali tanah. Dengan
demikian menurut pajak harta yang dapat disusutkan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Harta berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan untuk memperoleh
penghasilan.
2) Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Dalam penjelasan UU juga dinyatakan bahwa harta berwujud berupa tanah tidak boleh
disusutkan, kecuali apabila tanah yang digunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk
memperoleh penghasilan berkurang nilanya karena penggunaan, misalnya tanah digunakan untuk
membuat genteng, keramik atau batu bata.

2.4 Dasar Penyusutan


Dasar penyusutan antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak adalah sama. Dasar
penyusutan antara SAK adalah harga perolehan aktiva tetap, ditambah dengan beban yang dapat
dikapitalisasi pada perolehan tersebut.
Menurut Pasal 10 dan 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, dasar penyusutan adalah harga
perolehan yakni pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan
harta berwujud kecuali tanah, yang dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Sedangkan yang
termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka
memperoleh harta tersebut seperti: bea masuk, biaya pengangkutan, dan biaya pemasangan.

2.5 Penggolongan Harta Tetap Yang Dapat Disusutkan


Harta tetap berwujud yang dapat disusutkan digolongkan menjadi dua golongan, yaitu (1)
golongan harta bukan bangunan dan (2) harta golongan bangunan. Golongan harta berwujud bukan
bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu :
1) Kelompok 1: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4
tahun.
2) Kelompok 2: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8
tahun.
3) Kelompok 3: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
16 tahun.
4) Kelompok 4: Kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat
20 tahun.

Sedangkan golongan harta berwujud berupa bangunan terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu :
1) Kelompok bangunan permanen yang mempunyai masa manfaat 20 (dua puluh) tahun.
2) Kelompok bangunan tidak permanen yang mempunyai masa manfaat 10 (sepuluh) tahun.

2.6 Jenis-jenis Penyusutan


Penurunan nilai dari benda modal ini berlangsung bersamaan dengan berlalunya waktu dan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Penyusutan fisik adalah penyusutan yang disebabkan oleh berkurangnya kemampuan fisik
dari benda modal untuk menghasilkan produksi. Umumnya dikarenakan keausan (dalam
penggunaan) yang menyebabkan biaya operasional dan pemeliharaan meningkat sedang produksi
menurun. Penyusutan ini terutama tergantung pada waktu dan penggunaan. Nilai yang hilang yang
disebabkan oleh karena penggunaan bangunan dan pengaruh dari alam.
b. Penyusutan fungsional adalah penurunan nilai yang disebabkan oleh berkurangnya fungsi
dari benda modal, keusangan / kekunoan. Penurunan fungsi kegunaan bangunan dengan kriteria
tingkat efisiensi kepuasan keinginan, dan kebutuhan pasar.
c. Penyusutan Eksternal (Ekonomi) adalah nilai yang hilang yang disebabkan oleh pengaruh
dari luar properti. Ada dua kategori sumber, yaitu:
1) Kemunduran lokasi : Disebabkan oleh lingkunan disekitar properti subjek, contoh polusi
dan kebisingan.
2) Kemunduran ekonomi : Disebabkan kondisi ekonomi, contoh kenaikan tingkat bunga,
kelebihan penawaran jenis property tertentu.

2.7 Metode Dan Tarif Penyusutan


Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi penyusutan, yaitu:
1) Metode langsung
a) Metode umur hidup rasio perbandingan antara umur efektif properti subjek dengan total
umur ekonomis properti pembanding terhadap total biaya pembuatan/penggantian baru.
b) Metode umur ekonomis dengan modifikasi. Dilakukan dengan memisahkan antara
penyusutan yang dapat diperbaiki (curable) dan yang tidak dapat diperbaiki (incurable).
c) Metode terinci (Breakdown Method). Metode perhitungan yang menyeluruh & detail
dengan melakukan kalkulasi terhadap komponen-komponen bangunan secara terinci .
2) Metode tidak langsung
a) Metode Ekstrasi Pasar Berbasis selisih antara nilai transaksi penjualan properti sejenis
dikurangi nilai tanahnya dengan biaya pembuatan/penggantian kembali properti pada tanggal
penilaian.
b) Metode Kapitalisasi Pendapatan Menghitung nilai properti dengan
mengkapltalisasi pendapatan bersih dari subjek properti lalu dikurangi dengan nilai tanah
diperoleh nilai bangunan. Hasil ini dibandingkan dengan biaya membangun baru.
Ada beberapa perbedaan metode penyusutan menurut Standar Akuntansi Keuangan dan
menurut Undang-undang pajak. Menurut SAK metode penyusutan yang diperbolehkan pada
dasarnya dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu :
1) Berdasarkan waktu.
2) Berdasarkan penggunan.

Pemilihan metode yang digunakan untuk menyusutkan harta harus dilakukan secara
konsisten.
Gambar dibawah ini adalah sebagai metode penyusutan aktiva tetap kecuali tanah seperti
yang dinyatakan dalam Persyaratan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 17:

1. Berdasarkan waktu:
1) Metode garis lurus (straight-line)
2) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining
balance)
2. Berdasarkan penggunaan:
Metode jam-jasa (service-hours)
Metode jumlah unit produksi (productive-output)

Sedangkan metode penyusutan yang boleh digunakan menurut Undang-undang pajak adalah
metode garis lurus dan metode saldo menurun. Berikut penjelasan kedua metode yang boleh
digunakan dan tarif penyusutan yang ditetapkan.

2.7.1 Metode Garis Lurus


Penyusutan dengan metode ini dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa
manfaat yang ditetapkan bagi harta tetap yang bersangkutan. Sebagaimana, bahwa harta tetap
berwujud menurut pajak digolongkan menjadi dua, yaitu :
1) Harta golongan bukan bangunan.
2) Harta golongan bangunan.

Masing-masing golongan masih dibagi menjadi bebarapa kelompok, setiap kelompok


mempunyai manfaat yang berbeda-beda.
Setiap kelompok ditetapkan tarif pajaknya sesuai dengan manfaat ekonomis harta yang
bersangkutan. Untuk harta golongan bukan bangunan, tarif penyusutannya adalah 25% untuk
kelompok 1 (satu), 12,5% harta kelompok 2 (dua), 6,25% harta kelompok 3 (tiga), dan 5% untuk
harta kelompok 4 (empat). Sedanngkan tarif untuk harta golongan bangunan permanen 5% dan
bangunan tidak permanen tarifnya 10% dari harga perolehan.
Contoh :
Pada awal bulan Januari 2008 dibeli aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar Rp 100.000.000.
Berdasarkan estimasi manejemen, aktiva ini diperkirakan memiliki umur ekonomis selama 5 tahun
dengan nilai sisa sebesar Rp 5.000.000 pada akhir tahun kelima. Berapa beban penyusutan
periodiknya ?
Jawab :
Rumus = Harga perolehan Estimasi nilai residu
Estimasi masa manfaat
= 100.000.000 5.000.000
5 tahun
= Rp 19.000.000 /tahun

Akhir Beban Akumulasi


Nilai Buku Akhir
Tahun Penyusutan Penyusutan
2008 19.000.000 19.000.000 100.000.000
2009 19.000.000 38.000.000 81.000.000
2010 19.000.000 57.000.000 62.000.000
2011 19.000.000 76.000.000 43.000.000
2012 19.000.000 95.000.000 5.000.000

2.7.2 Metode Saldo Menurun


Penyusutan harta tetap berwujud dengan metode saldo menurun dilakukan dalam bagian-
bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas dasar nilai buku harta.
Metode penyusutan ini hanya boleh diterapkan untuk harta berwujud golongan bukan bangunan.
Tarif penyusutan harta tetap juga didasarkan pada masa manfaat harta yang bersangkutan. Untuk
harta bukan bangunan kelompok 1 (satu) tarif penyusutannya adalah 50%, kelompok 2 (dua) 25%,
kelompok 3 (tiga) 12,5% dan kelompok 4 (empat) 10%. Nilai sisa buku pada akhir masa manfaat
harta tetap berwujud harus disusutkan sekaligus.
Gambar dibawah adalah metode penyusutan dan tarif penyusutan harta tetap berwujud,
secara ringkas.
TARIF PENYUSUTAN
KELOMPOK MASA
GARIS SALDO
HARTA BERWUJUD MANFAAT
LURUS MENURUN
I.BUKAN BANGUNAN
* KELOMPOK 1 4 TAHUN 25% 50%
* KELOMPOK 2 8 TAHUN 12,5% 25%
* KELOMPOK 3 16 TAHUN 6,25% 12,5%
* KELOMPOK 4 20 TAHUN 5% 10%

II. BANGUNAN
* PERMANEN 20 TAHUN 5%
*TIDAK PERMANEN 10 TAHUN 10%

2.7.3 Metode Saldo Menurun Ganda


Metode ini menghasilkan suatu beban penyusutan periodik yang menurun selama estimasi
umur ekonomis aktiva. Jadi, metode ini pada hakekatnya sama dengan metode jumlah angka tahun
dimana besarnya beban penyusutan akan menurun setiap tahunnya. Beban penyusutan periodik
dihitung dengan cara mengalihkan suatu tarif prosentase (konstan) ke nilai buku aktiva yang kian
menurun. Besarnya tarif penyusutan yang umum dipakai adalah dua kali tarif penyusutan garis
lurus, sehingga dinamakan sebagai metode saldo menurun ganda. Aktiva tetap dengan estimasi
masa manfaat 5 tahun akan memiliki tarif penyusutan saldo menurun ganda 40%, sedangkan aktiva
tetap dengan estimasi masa manfaat 10 tahun akan memiliki tarif penyusutan garis lurus 10% dan
tarif penyusutan saldo menurun ganda 20% dan seterusnya.
Contoh :
Sebuah peralatan dengan harga perolehan Rp 410.000.000 disusutkan selama 5 tahun. Nilai sisa
peralatan ini setelah akhir masa manfaat diperkirakan adalah Rp 10.000.000. Buatlah tabel
penyusutan lengkap jika digunakan metode penyusutan saldo menurun ganda
Jawab :
Tarif penyusutan = 2 x 1 x 100% = 40%
5

Akhir Beban Akumulasi


Nilai Buku Akhir
Tahun Penyusutan Penyusutan
- - 410.000.000
1 164.000.000 164.000.000 246.000.000
2 98.400.000 262.400.000 147.600.000
3 59.040.000 321.440.000 88.560.000
4 35.424.000 356.864.000 53.136.000
5 43.136.000 400.000.000 10.000.000

2.7.4 Metode Jam-jasa


Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aktiva (terutama mesin-mesin) akan lebih cepat
rusak bila digunakan sepenuhnya (full time). Dalam cara ini beban penyusutan dihitung dengan
dasar satuan jam jasa. Beban penyusutan periodik besarnya akan sangat tergantung pada jam jasa
yang terpakai (digunakan).
Contoh :
Mesin dengan harga perolehan Rp 600.000 nilai sisa Rp 40.000 ditaksir dapat digunakan selama
8.000 jam. Depresiasi per jam dapat dihitung sebagai berikut :
Jawab :
Rumus = Harga perolehan Estimasi nilai residu
Taksiran jam-jasa
= 600.000 40.000 = Rp 70
8.000 jam
Apabila dalam tahun pertama mesin tersebut digunakan selama 3.000 jam, maka beban
depresiasinya = 3.000 x Rp 70 = Rp 210.000
Tahun Jam Debet Kredit Total Nilai
Kerja Depresiasi Akumulasi Akumulasi Buku
Mesin Depresiasi Depresiasi
0 600.000
1 3.000 210.000 210.000 210.000 390.000

2 2.500 175.000 175.000 385.000 215.000

3 1.500 105.000 105.000 490.000 110.000

4 1.000 70.000 70.000 560.000 40.000

8.000 560.000 560.000

2.7.5 Metode Jumlah Unit Produksi


Dalam metode ini umur kegunaan aktiva ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produksi.
Beban penyusutan dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga penyusutan tiap periode
akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi hasil produksi.
Contoh :
Mesin dengan harga perolehan Rp 600.000 nlai sisa Rp 40.000 ditaksir dapat digunakan selama
umur penggunaan akan menghasilkan 56.000 unit produk. Depresiasi per unit dapat dihitung
sebagai berikut :
Jawab :Rumus = Harga perolehan Estimasi nilai residu
Hasil produksi /unit
= 600.000 40.000 = Rp 10
56.000
Apabila dalam tahun pertama mesin tersebut menghasilkan 18.000 unit produk, maka beban
depresiasinya = 18.000 x Rp 10 = Rp 180.000

Tahun Jam Debet Kredit Total Nilai


Kerja Depresiasi Akumulasi Akumulasi Buku
Mesin Depresiasi Depresiasi
600.000

1 18.000 180.000 180.000 180.000 420.000

2 16.000 160.000 160.000 340.000 260.000

3 12.000 120.000 120.000 460.000 140.000

4 10.000 100.000 100.000 560.000 40.000

56.000 560.000 560.000

2.8 Saat Dimulainya Penyusutan


Menurut akuntani sebagaimana disebutkan pada PSAK No. 17, penyusutan dimulai pada
bulan takwin dimana aktiva tetap yang bersangkutan mulai digunakan. Pembebanan akuntansi
berdasarkan bulan penuh. Jika dalam bulan bersangkutan jumlah hari kurang dari 15 hari
dibulatkan ke bawah (diabaikan) dan jika lebih dari 15 hari dibulatkan menjadi satu bulan penuh.
Sedangkan menurut peraturan perpajakan, pada dasarnya penyusutan dimulai pada bulan
dilakukan pengeluaran, kecuali harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai
pada tahun selesainya pengerjaan harta tersebut (Pasal 11 ayat (3) UU No.36/2008). Namun
berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal pajak, saat mulai penyusutan dapat dilakukan pada
bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau
pada tahun harta tersebut mulai menghasilkan (Pasal 11 ayat (4) UU No.36/2008). Sesuai dengan
Undang-undang, saat mulai menghasilkan dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak
dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
Misalnya, PT X membangun sebuah gedung pada pertengahan tahun 2008 dan selesai pada
tanggal 1 Agustus 2009, maka penyusutan dilakukan mulai bulan Agustus 2009.

2.9 Menghitung Penyusutan


Dalam menghitung penyusutan, rumus umum yang digunakan adalah:

Tarif Penyusutan x Harga Perolehan atau Nilai Sisa Buku

Beberapa hal yang menentukan besarnya tarif penyusutan adalah :


1) Jenis harta
2) Kelompok harta
3) Masa manfaat
4) Metode penyusutan

Perhitungan penyusutan dengan metode saldo menurun pada saat pertama kali disusutkan,
dasar pengenaan tarif penyusutan adalah dari Harga Perolehan, sedangkan dasar untuk tahun-
tahun berikutnya adalah dari Nilai Sisa Buku.

2.10 Penarikan Harta Tetap Berwujud Dari Pemakaian


Harta tetap yang digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan ada kalanya dihentikan
walaupun masa manfaat harta yang bersangkutan belum habis. Penghentian harta tetap dapat
disebabkan karena masa manfaatnya sudah habis, karena rusak, ataupun alasan lain, misalnya
perusahaan ingin mengganti harta yang lebih modern, atau perusahaan mengalihkan hartanya
kepada pihak lain.
Berikut ini ketentuan-ketentuan penting dalam hal ada penghentian harta tetap dari
pemakaian, maupun pengalihan harta tetap kepada pihak lain.Penarikan atau pengalihan harta tetap
berwujud dari pemakaian diakibatkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Harta tetap dialihkan kepada pihak lain sebagai pengganti penyertaan modal, misalnya
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
b. Harta tetap dialihkan kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota oleh sebuah perusahaan
perseroan, persekutuan dan badan lainnya.
c. Harta tetap dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
d. Harta tetap dialihkan karena hibah, bantuan atau sumbangan kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa (karena keturunan) atau dialihkan kepada badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial termasuk koperasi sepanjang tidak mempunyai hubungan dengan
usaha, pekerjaaan, kepemilikan atau penguasaan anatar pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Harta tetap dialihkan karena sebab-sebab lain, misalnya harta dijual atau terbakar.
Pada dasarnya keuntungan atau kerugian karena pengalihan harta dikenakan pajak dalam
tahun dilakukannya pengalihan harta. Apabila harta dijual atau terbakar, maka penerimaan neto
dari penjualan, yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan
dengan penjualan tersebut dan atau penggantian asuransinya dilakukan sebagai penghasilan pada
tahun terjadinya penjualan atau tahun diterimanya penggantian asuransi, dan nilai sisa buku dari
harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan. Dalam hal
penggantian asuransi yang diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa
kemudian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar
jumlah sebesar kerugian tersebut dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi. Secara
ringkas perlakukan pajak karena pengalihan harta adalah sebagai berikut:
a. Nilai buku harta yang ditarik dari pemakaian diperlukan sebagai kerugian pada saat
penarikan.
b. Jumlah penerimaan bersih dari hasil penjualan harta tetap atau ganti rugi yang diterima dari
perusahaan asuransi diakui sebagai penghasilan tahun terjadinya atau tahun diterimanya
penggantian asuransi.
Dikecualikan dari ketentuan diatas, jika harta dialihkan berupa bantuan, hibah atau
sumbangan kepada pihak lian yang mempunyai hubungan istimewa karena keturunan (keluarga
sedarah semenda dalam garus keturunan lurus satu sederajat), dan badan keagamaan, atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi sepenjang tidak mempunyai
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan, maka sejumlah nilai buku harta yang dihibahkan tidak boleh dibebankan sebagai
kerugian bagian pihak yang mengalihkan.

2.11 Ketentuan Lain Berkaitan Dengan Penyusutan Aktiva Tetap


Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penyusutan menurut fiskal
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:KEP-220/PJ./2002 yang mulai berlaku 18
April adalah :
1. Telepon Seluler (Hand Phone) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai
tertentu karena jabatannya atau pekerjaan.
a. Harga perolehan, termasuk kelompok I dapat dibebankan sebesar 50%-nya melalui
penyusutan.
b. 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun
yang bersangkutan dapat dikurangkan.
2. Kendaraan bus, mini bus, atau yang sejenisnya yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan
untuk antar jemput pegawai.
a. Harga perolehan atau biaya perbaikan besar, dapat dibebankan seluruhnya melalui
penyusutan fiskal kelompok II.
b. Biaya pemeliharaan, perbaikan rutin, bahan bakar dan sebagainya dapat dibebankan
seluruhnya.
3. Kendaraan sedan dan sejenisnya yang dimiliki dan dipergunakan oleh perusahaaan untuk
pegawai tertentu karena jabatannya atau pekerjaannya.
a. Harga perolehan/pembelian atau perbaikan besar, dapat dibebankan sebesar 50% melalui
penyusutan kelompok II.
b. 50% jumlah biaya pemeliharaan, perbaikan rutin, bahan bakar dapat dibebankan.

2.12 Pengertian Amortisasi


Penyusutan dan amortisasi tidak berbeda. Kedua istilah yang menggambarkan pembebanan
biaya karena penurunan kegunaan/manfaat secara berkala dari suatu harta tetap. Untuk harta tetap
berwujud (tangible assets) dilakukan penyusutan dan untuk harta tak berwujud (intangible assets)
dilakukan amortisasi. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat
Amortisasi dalam Undang-undang Pajak diatur dalam Pasal 11A Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008, yang menyebutkan bahwa amortisasi dilakukakn terhadap pengeluaran untuk
memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.

2.13 Harta Tak Berwujud Yang Dapat Diamortisasi


Harta yang dapat disusutkan adalah harta tak berwujud (intangible assets). Yang dimaksud
harta tak berwujud adalah harta tidak lancar yang tidak terwujud dan nilainya tergantung pada hak-
hak yang dinikmati pemiliknya. Ciri khas harta tak berwujud yang paling utama adalah tingkat
ketidakpastian mengenai nilai dan manfaatnya di kemudian hari. Menurut Pasal 11A Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008, harta tak berwujud mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1) Harta tak berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan.
2) Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

Sedangkan perlakuan pencatatan terhadap harta tak berwujud sama dengan perlakuan
akuntansi terhadap harta berwujud:
1) Harta tak berwujud dicatat sebesar harga perolehan pada tanggal diperoleh.
2) Harga peroleh harta tak berwujud sama dengan jumlah yang dibayarkan atau nilai wajar
dari harta yang diperoleh.
3) Metode amortisasi adalah garis lurus kecuali kalau ada yang lebih sesuai.

2.14 Metode Amortisasi


Undang-undang pajak menyatakan bahwa amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh
harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, dilakukan dalam
bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat,
yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atas nilai sisa
buku, dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat
azas.

2.15 Pengelompokkan Harta Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi


Pengelompokan dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud ini dimaksudkan
untuk memberikan keseragaman bagi Wajib Pajak dalam melakukan amortisasi. Wajib Pajak dapat
melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya berdasarkan masa manfaat yang
sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan berdasarkan pada
kelompok masa manfaat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-undang. Untuk harta
tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada,
maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat.
Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 tahun dapat
menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Dalam hal masa manfaat yang
sebenarnya 5 tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan masa
manfaat 4 tahun.
Gambar dibawah ini menunjukan kelompok, masa manfaat dan tarif amortisasi harta tak
berwujud.
I. TARIF PENYUSUTAN
KELOMPOK
MASA GARIS SALDO
HARTA BERWUJUD
MANFAAT LURUS MENURUN
* KELOMPOK 1 4 TAHUN 25% 50%
* KELOMPOK 2 8 TAHUN 12,5% 25%
* KELOMPOK 3 16 TAHUN 6,25% 12,5%
* KELOMPOK 4 20 TAHUN 5% 10%
\
II.1. PENDIRIAN
SAMA DENGAN DIATAS
2. BIAYA PERLUASAN
MODAL
III.
1. HAK PENAMBANGAN
2. HAK PENGUSAHAAN METODE SATUAN
HUTAN PRODUKSI SETINGGI
3. HAK PENGUSAHAAN TINGGINYA 20%
SUMBER DAN HASIL SETAHUN
ALAM LAINNYA

IV. HAK PENGELUARAN DI


SAMA DENGAN ANGKA I
BIDANG MINYAK BUMI
DAN GAS ALAM
METODE SATUAN
V. PENGELUARAN SEBELUM
PRODUKSI
OPERASI YAG
MEMPUNYAI MASA
MANFAAT LEBIH DARI
SATU TAHUN

Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa harga tetap tak berwujud dapat diamortisasi
dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun ganda, dan beberapa jenis harta tak
berwujud diamortisasi dengan metode satuan produksi. Metode satuan hasil produksi dilakukan
dengan menerapkan presntase amortisasi yang besarnya tiap tahun sama dengan presentase
perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan
dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut dapat
diproduksi. Jika jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga
masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa
pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.

2.16 Penarikan Harta Tidak Berwujud Dari Pemakaian


Jika harta tetap tidak berwujud dialihkan kepada pihak lain, maka :
1) Nilai buku harta yang ditarik dari pemakaian diperlakukan sebagai kerugian padas saat
penarikan;
2) Jumlah penerimaan bersih dari hasil penjualan harta tetap atau ganti rugi yang diterima dari
perusahaan asuransi diakui sebagai penghasilan tahun terjadinya atau tahun diterimanya
penggantian asuransi.
Dikecualikan dari ketentuan diatas, jika harta tak berwujud dialihkan berupa bantuan, hibah
atau sumbangan kepada pihak lain yang mempunyai hubungan istimewa karena keturunan
(keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat), dan badan keagamaan, atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk kopersi sepanjang tidak
mempunyai hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan, maka sejumlah nilai buku harta yang dihibahkan tidak boleh dibebankan
sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat
yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dari aset tersebut
semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara bertahap.
Semua bentuk aset tetap dikenai penyusutan atau depresiasi Kecuali tanah atau lahan, aset
tetap merupakan subyek dari depresiasi atau penyusutan artinya nilai aktiva tetap selain tanah,
misalnya mobil, berkurang seiring dengan realisasi masa umur pemanfaatannya, sampai ketika
masa guna itu habis, nilai aktiva mobil yang bersangkutan adalah nol. Depresiasi juga dapat
didifinisikan yaitu sebagian dari Harga perolehan suatu aktiva berwujud yang dialokasikan atau
diakui sebagai biaya baik setiap tahun atau setiap bulan setiap periode akuntansi.
Secara umum perusahaan dalam menentukan depresiasi biasanya menggunakan beberapa
metode penetapan nilai penyusutan yaitu; Metode Garis Lurus, Metode jam jasa, Metode Saldo
Menurun, Metode Jumlah AngkaAngka Tahun dan Metode Nilai Produksi. Tetapi secara umum
biasanya perusahaan menggunakan salah 1 dari banyak metode yang ada, biasanya yang digunakan
adalah metode garis lurus dan metode saldo menurun karena dalam perpajakan, pajak penghasilan
pasal 11, metode yang boleh dalam pelaporan pajak adalah metode garis lurus dan saldo menurun.
(untik lebih jelasnya lihat peraturan atau UU pajak penghasilan pasal 11 dan penggolongan jenis
jenis harta dalam Kep. Men. Keu. No. 138/KMK.03/2002). Dalam menentukan suatu keputusan
untuk menyusutkan aktiva tetapnya tentu didasari dengan alasan kenapa aktiva tetap disusutkan
dan faktor factor yang mempengaruhi biaya depresiasi.

3.2 Saran
Masalah pengalokasian biaya penyusutan merupakan masalah penting, karena
mempengaruhi laba yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Apabila menggunakan metode
penyusutan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku atau kondisi perusahaan
tersebut, maka akan mempengaruhi pendapatan yang dilaporkan setiap periode akuntansi. Yang
perlu diingat bahwa manajemen dapat memilih satu atau lebih metode yang dianggap paling
sesuai. Dan bila sudah menetapkan satu metode, harus ditetapkan secara konsisten, sepanjang masa
penggunaan aktiva yang bersangkutan, sehingga laporan keuangan dari periode ke periode dapat
diperbandingkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hery, S.E., M.Si. 2011. Akuntansi Aktiva, Utang, dan Modal. Jakarta: Penerbit Gava Media.
2. Ahmad Syafii Syakur. April 2015. Intermediate Accounting Dalam Perspektif Lebih Luas
Edisi Revisi. Jakarta: Pembuka Cakrawala.
3. Trihastuti. 2009. Metode Penyusutan Aktiva Tetap.
https://trihastutie.wordpress.com/2009/07/20/metode-penyusutan-aktiva-tetap/. 20 Juli 2009.

4. Dae Uchu. 2016. Makalah Perencanaan Pajak Untuk Penyusutan Aset Tetap.
http://daeuchu.blogspot.co.id/2016/03/makalah-perencanaan-pajak-untuk.html. 25 Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai