TENTANG
Dan
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
2
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
kehidupannya;
7. Tata Ruang adalah wujud Struktur Ruang dan Pola Ruang;
8. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
9. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional;
10. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya;
11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
12. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya;
13. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
14. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional;
15. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya;
16. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan;
17. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan;
18. Kawasan pedesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi;
19. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi;
20. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan
dunia;
21. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan;
22. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan;
23. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa
kecamatan;
3
24. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL;
25. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa;
26. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi;
27. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain
dalam penyelenggaraan penataan ruang;
28. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
29. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten
Teluk Bintunidan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi
penataan ruang di daerah.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 2
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3
(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
maka disusun kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.
(2) Kebijakan penataan ruang kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri
atas :
a. pengembangan pusat-pusat kegiatan permukiman secara terpadu baik
permukiman perkotaan dan permukiman pedesaan sebagai penunjang
kegiatan pertanian dan industri;
b. penyediaan prasarana wilayah secara terpadu dan interkoneksi untuk
menunjang kawasan andalan dan meningkatkan minat investasi dibidang
industri sesuai kebutuhan masyarakat melalui pengembangan dan penyediaan
prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan prasarana
lingkungan;
c. pemantapan perlindungan kawasan lindung untuk menjaga kelestarian
lingkungan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan;
d. pengembangan kawasan budidaya yang mendorong pengembangan pertanian,
industri, pertambangan untuk menunjang kawasan andalan Bintunidengan
tetap menjaga sistem keberlanjutan dalam jangka panjang;
e. pelestarian dan peningkatan fungsi serta daya dukung lingkungan hidup untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem,
4
keanekaragaman hayati, yang terdapat di kawasan cagar alam TelukBintunidan
hutan mangrove;
f. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan andalan dalam
pengembangan perekonomian wilayah yang mampu meningkatkan investasi;
dan
g. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 4
5
industri, serta air minum dan mengembangkan sistem pengendalian banjir
yang didukung dengan koordinasi dengan wilayah sekitar, melalui :
1. perlindungan sumber-sumber mata air, daerah resapan dan perluasan
daerah tangkapan air;
2. peningkatan jaringan irigasi untuk menunjang kegiatan produksi pertanian;
3. pemeliharaan kualitas sungai melalui penetapan sempadan dan
pengendalian sumber air sungai;
4. peningkatan kualitas DAS melalui konservasi tanah dan air khususnya
untuk ketersediaan air baku dan pencegahan banjir;
5. pencegahan terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi; dan
6. pembangunandan perbaikan pintu-pintu air.
d. mengembangkan jaringan telekomunikasi untuk menunjang sistem informasi
antar wilayah melalui peningkatan pelayanan dan kemudahan
mendapatkannya serta peningkatan jumlah dan mutu telekomunikasi, melalui :
1. pengembangan prasarana telekomunikasi meliputi telepon rumah tangga,
telepon umum, jaringan telepon seluler yang menghubungkan seluruh
wilayah.
2. penyediaan tower BTS (Base Transceiver Station) yang digunakan secara
bersama menjangkau ke pelosok pedesaan;
3. peningkatan sistem informasi telekomunikasi pembangunan daerah
berupa informasi teknologi internet dengan penerapan teknologi
telematika berbasis teknologi modern.
e. mengembangkan sistem pengelolaan persampahan untuk meciptakan
lingkungan yang sehat dan bersih, melalui :
1. minimalisasi pengunaan sumber sampah yang sukar didaur ulang secara
alamiah dengan prinsip 3R (reuse, reduce, dan recycle) serta pengadaan
TPA tersendiri dengan prinsip berkelanjutan; dan
2. penyediaan air bersih sampai tingkat pedesaan dengan memanfaatkan
dan mengolah sumber air baku yang ada.
(3) Strategi pemantapan perlindungan kawasan lindung untuk menjaga kelestarian
lingkungan sumberdaya alam dan sumber daya buatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, terdiri atas :
a. memantapkan kawasan hutan lindung untuk menjaga kelestarian ekosistem,
melalui :
1. pemantapan fungsi perlindungan pada kawasan tersebut dengan tidak
mengijinkan untuk peruntukan budidaya yang dapat merusak hutan
lindung; dan
2. pengendalian fungsi perlindungan baik sebagai hutan lindung maupun
sebagai kawasan resapan air pada kawasan hutan lindung yang telah
mengalami perubahan.
b. memantapkan kawasan perlindungan setempat untuk menjaga kelestarian
fungsi lindung, melalui :
1. pembatasan kegiatan yang tidak berkaitan dengan perlindungan setempat
disertai penghijauan kawasan;
2. pengamanan kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai dilakukan
dengan mempertahankan ekosistem pantai : hutan mangrove, terumbu
karang, rumput laut dan estuaria;
3. penggunaan fungsional seperti pariwisata, pelabuhan, hankam,
permukiman harus memperhatikan kaidah lingkungan dan ekosistem
pesisir;
4. pembatasan pemanfaatan kawasan perlindungan setempat sepanjang
sungai untuk kepentingan pariwisata dan mengupayakan sungai sebagai
latar belakang kawasan fungsional, serta optimalisasi kawasan sempadan
6
sungai sebagai penyeberangan dengan tetap memperhatikan kaidah
lingkungan dan fungsi lindung; dan
5. pembatasan pemanfaatan kawasan perlindungan setempat sekitar waduk
dan mata air, untuk kegiatan pariwisata dan menghindari bangunan radius
pengamanan kawasan dan mengutamakan vegetasi yang memberikan
perlindungan waduk dan mata air.
c. memantapkan kawasan suaka alam dan pelestarian alam , melalui:
1. pengembangan kawasan cagar alam dengan hanya diperuntukkan bagi
kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian kawasan;
2. pemeliharaanhabitat dan ekosistem khusus yang ada dan sifatnya
setempat yang nantinya dapat meningkatkan nilai dan fungsi kawasan
dengan menjadikannya sebagai tempat wisata, objek penelitian, kegiatan
pecinta alam yang pelaksanaannya dan pengelolaannya secara bersama.
(4) Strategi pengembangan kawasan budidaya yang mendorong pengembangan
pertanian, industri, pertambangan untuk menunjang kawasan andalan Bintuni
dengan tetap menjaga sistem keberlanjutan dalam jangka panjang.sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d, terdiri atas :
a. mengembangkan kawasan hutan produksi untuk meningkatkan produksi
dengan tetap menjaga kelestarian hutan, melalui :
1. pemanfaatan hutan produksi terbatas dengan mengutamakan hasil hutan
bukan kayu;
2. pemanfaatan hutan produksi tetap dengan tetap memperhatikan fungsi
kawasan perlindungan dengan melakukan penanaman dan penebangan
secara bergilir;
3. pada kawasan hutan produksi yang dikonversi harus dilakukan pengganti
lahan untuk pengembangan hutan setidaknya tanaman tegakan tinggi
tahunan yang berfungsi seperti hutan, seperti perkebunan karet, cengkeh
dan komoditi lainnya;dan
4. kerjasama dengan masyarakat dalam mengelola hutan sebagai hutan
kerakyatan;
b. mengembangkan kawasan pertanian lahan basah dan kering untuk
menunjang kebutuhan pangan dan peran kawasan andalan, melalui :
1. luasan lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten Teluk Bintuni secara
keseluruhan tidak boleh berkurang dan saluran irigasi tidak boleh diputus
atau disatukan dengan drainase, dan penggunaan bangunan sepanjang
saluran irigasi harus dihindari;
2. optimasi pemanfaatan lahan kering untuk kegiatan produktif penunjang
pedesaan; dan
3. pengembangan hortikultura dengan pengolahan hasil.
c. mengembangkan kawasan perkebunan untuk meningkatkan produktivitas,
melalui :
1. peningkatan produktivitas dan pemasaran perkebunan; dan
2. pengembangan pasar perkebunan pada sentra produksi;
d. mengembangkan kawasan dan kegiatan perikanan sebagai sektor penunjang
perkembangan kawasan andalan Bintuni, melalui :
1. peningkatan peralatan dan berbagai prasarananya untuk meningkatkan
produksi perikanan guna meningkatkan kontribusi sektor perikanan
terhadap pendapatan regional;
2. peningkatan mutu dan produksi perikanan melalui peningkatan teknik
pengolahan serta pemasaran produk perikanan;dan
3. pelestariankawasan lindung setempat (kawasan mangrove sebagai
tempat berkembangnya komoditas unggulan perikanan).
e. mengembangkan kawasan pertambangan sebagai sektor unggulan dalam
menunjang investasi untuk meningkatkan ekonomi wilayah, melalui :
7
1. pembatasan pengembangan pada kawasan sekitar pertambangan BP
Tangguh;
2. pengembangan kawasan potensi gas alam/migas untuk menunjang
kebutuhan energi;
3. penambangan bahan tambang harus ramah lingkungan disertai
pengembalian rona alam pasca penambangan;dan
4. penegakan pengelolaan lingkungan kawasan pertambangan.
f. mengembangkan kegiatan industri untuk menunjang pengembangan kawasan
andalan, melalui :
1. kegiatan industri pengolahan harus ramah lingkungan;
2. pengembangan industri pupuk untuk menunjang pengembangan
komoditas pertanian.
3. pengembangan kawasan permukiman pedesaan dan perkotaan.
4. pengembangan permukiman pedesaan disesuaikan dengan karakter fisik,
sosial-budaya dan ekonomi masyarakat pedesaan;
5. penyediaan sarana dan prasarana permukiman pedesaan;
6. peningkatan kualitas permukiman perkotaan;
7. pengembangan perumahan terjangkau;
8. penyediaan sarana dan prasarana permukiman perkotaan; dan
9. pengembangan Kasiba/Lisiba mandiri.
(5) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem,
keanekaragaman hayati, yang terdapat di kawasan cagar alam Teluk Bintuni dan
hutan mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e terdiri
atas:
a. melarang alih fungsi pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan
lindung;
b. memanfaatkan untuk pendidikan dan penelitian berbasis lingkungan hidup;
c. mengembalikan kegiatan yang mendorong pengembangan fungsi lindung; dan
d. meningkatkan keanekaragaman hayati kawasan lindung.
(6) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan andalan dalam
pengembangan perekonomian wilayah yang mampu meningkatkan investasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf f terdiri atas:
a. meningkatkan produksi komoditas sektor pertanian melalui teknologi tepat
guna;
b. meningkatkan peran sektor indistri pengolahan migas dan tambang;
c. mengembangkan kegiatan ekonomi skala besar;
d. menyediakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi di kawasan
andalan; dan
e. menyediakan infrastruktur untuk mendorong pengembangan kawasan
andalan.
(7) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf g terdiri atas :
a. mengembangkan kawasan lindung dan / atau kawasan budidaya tidak
terbangun di sekitar aset-aset pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar
aset-aset pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;dan
c. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan
negara.
8
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan
Pasal 6
9
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas; dan
c. jaringan sungai, danau dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. jaringan jalan arteri primer terdiri atas:
1. ruas jalan batas Kabupaten Sorong - Teluk Bintuni;
2. ruas jalan batas Kabupaten Manokwari Teluk Bintuni;
3. ruas jalan batas Kabupaten Teluk Wondama Teluk Bintuni;
4. ruas jalan Kumurkek - Ayawasi batas Kabupaten Manokwari; dan
5. ruas jalan Manimeri Bintuni Tembuni Aranday - Mayado Moskona
Barat
b. jaringan jalan kolektor primer, terdiri atas:
1. ruas jalan Moskona Barat Moskona Selatan Moskona Utara;
2. ruas jalan Mayado Aranday;
3. ruas jalan Distrik Farfuwar Distrik Kaitaro;dan
4. ruas jalan Distrik Kaitaro - Distrik Kuri.
c. jaringan jalan lokal primer terdiri atas:
1. ruas jalan Bintuni - Horna;
2. ruas jalan Aranday Bintuni;
3. ruas jalan Aranday Meyado ke Tembuni;
4. ruas jalan Merdey Jagiro, Moskona Utara Moskona Barat;
5. ruas jalan Saengga Tanah Merah (LNG Tangguh) Tofoi Babo Fruata;
6. ruas jalan Fruata Mandiwa; dan
7. ruas jalan Mandiwa Idoor.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas :
a. terminal penumpang tipe B terdapat di Distrik Bintuni Barat, Tembuni, dan
Farfuwar; dan
b. terminal penumpang tipe C terdapat di Distrik Meyado, Merdey, Jagiro,
Moskona Barat, dan Aranday.
(4) Jaringan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, terdiri atas:
a. pelabuhan sungai di Distrik Babo, Kuri, Idoor, Merdey, dan Aranday; dan
b. pelabuhan penyeberangan di Distrik Aranday.
10
Paragraf2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7huruf b,
terdiri atas:
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Teluk Bintuni sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a yaitu pelabuhan pengumpan terdapat di Distrik Bintuni, Distrik
Manimeri, Distrik Babo, Distrik Aranday, Distrik Weriagar, Distrik Tomu, Distrik
Kamundan, Distrik Kaitaro, Distrik Kuri dan Distrik Sumuri.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu berupa alur
pelayaran lokal, terdiri atas:
a. Bintuni - Babo; dan
b. Bintuni pusat kegiatan lain di Kabupaten Teluk Bintuni.
Paragraf3
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c,
terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan di Kabupaten Teluk Bintuni sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, yaitu berupa bandar udara pengumpan terdapat di Distrik
Bintuni, Distrik Babo, Distrik Meyado, Distrik Merdey, Distrik Moskona Timur,
Distrik Moskona Barat, Distrik Moskona Utara, Distrik Moskona Selatan, Distrik
Masyeta, Distrik Dataran Beimes dan Distrik Farfuwar.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. ruang udara di sekitar bandara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan
yang berada di wilayah udara kabupaten; dan
b. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 11
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
11
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 12
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11huruf a, meliputi :
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringantransmisi tenaga listrik.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), dan atau
PLTGdi Bintuni;
b. Rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di daerah
aliran sungai.
(3) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. gardu induk, terdapat di Bintuni; dan
b. jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), yaitu menghubungkan
PLTGBintuni dan gardu induk Manokwari; dan
c. jaringan listrik tegangan rendah pada kawasan perumahan.
Paragraf2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 13
Paragraf3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 14
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c,
terdiri atas :
a. wilayah sungai (WS);
b. jaringan irigasi;
c. prasarana air baku untuk air minum;
d. jaringan air minum ke kelompok pengguna; dan
e. sistem pengendalian banjir dan erosi/longsor.
12
(2) WS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu WS KamundanSebyar
yang merupakan WS lintas kabupaten.
(3) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan di
kawasan andalan Bintuni melalui pemanfaatan sungai alami dan pembuatan
sungai-sungai kecil.
(4) Prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas bak penampung dan jaringan perpipaan.
(5) Jaringan air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri atas:
a. sistem sambungan langsung dengan sumber dari PDAM direncanakan
melayani kawasan perkotaan, pusat kegiatan komersil, industri maupun pusat
pemerintahan;
b. sistem sambungan halaman (kran/hidran umum) dengan sumber dari PDAM,
direncanakan melayani daerah diluar kawasan perkotaan;
c. sistem penyediaan air dengan swadaya murni dari masyarakat, untuk wilayah
yang belum mendapat pelayanan dari PDAM.
(6) Sistem pengendalian banjir dan erosi/longsor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e terdiri atas:
a. normalisasi sungai yang berada dekat dengan kawasan permukiman atau pusat
kegiatan dengan cara membuat sodetan pada meander, melakukan
pengerukan pada pendangkalan sungai, pelebaran pada penyempitan sungai
serta pengamanan wilayah sepanjang sempadan sungai;
b. pembuatan dan penambahan elevasi tanggul-tanggul sungai di kawasan
perkotaan atau kawasan yang dekat dengan permukiman penduduk;
c. penghijauan/menghutankan kembali wilayah yang menjadi catchment area;
d. pembangunan check dam di wilayah perbukitan rawan erosi dan longsor; dan
e. pengaturan pengurangan pengambilan air tanah secara berlebihan serta
pemanfaatan air permukaan (air sungai) sebagai salah satu sumber air bersih.
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 15
13
(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dikembangkan pada kawasan perkotaan ataupun wilayah permukiman terdiri
atas:
a. jaringan drainase primer dengan memanfaatkan sungai besar yang ada di
wilayah kabupaten; dan
b. jaringan drainase sekunder terdapat di sepanjang sisi jalan yang ada di
wilayah kabupaten
(5) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di
setiap distrik dengan menghubungkan tiap-tiap kawasan permukiman dengan
zona evakuasi bencana.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan
budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 17
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 18
14
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 19
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 20
15
(6) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan
minimal 30 % dari luas kawasan perkotaan yang ada di wilayah Kabupaten,
terdiri atas RTH publik 20 % dan RTHprivat 10 %.
Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 21
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf d, terdiri atas :
a. kawasan cagar alam;
b. kawasan pantai berhutan bakau; dan
c. kawasan taman wisata alam.
(2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki luas total
kurang lebih 124.850 ha terdiri atas:
a. kawasan Cagar Alam Teluk Bintuni yang berada di sekitar Distrik Manimeri
dan Distrik Wamesa; dan
b. kawasan Cagar Alam Wagura Kote yang berada di sekitar Distrik Kuri.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas kawasan hutan mangrove di Sungai Bomberai, Sungai Otoweri,
Sungai Amutu Besar, Sungai Amutu Kecil, Sungai Tagarata, Sungai Wagura,
Sungai Kasuri, Sungai Onar, Sungai Mumusi, Sungai Tantowari, Sungai Muturi,
Sungai Tembuni, Sungai Sebyar, Sungai Weriagar, dan Sungai Kamundan
dengan luas total kurang lebih 450.000 Ha.
(4) Kawasan taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdapat di Distrik Merdey, Distrik Babo dan Distrik Bintuni.
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 22
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e
yaitu berupa kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di wilayah
perbatasan dengan Kabupaten Sorong Selatan.
(3) Pada kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
upaya-upaya mitigasi bencana berupa :
a. penyiapan kawasan aman sebagai tempat pengungsian dan evakuasi warga;
b. normalisasi prasarana drainase sebagai pengendali banjir;
c. melakukan eliminasi terhadap faktor-faktor yang menghalangi pengaliran air
permukaan;
d. pelestarian dan pengelolaan daerah aliran sungai secara lintas wilayah;
e. pembuatan tanggul pada kawasan daerah aliran sungai dengan prioritas pada
kawasan dataran dan rawan banjir;
f. optimalisasi fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air;
g. koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan drainase dengan
wilayah lain;
h. pelestarian kawasan lindung dan kawasan hulu sungai;
i. pembuatan sumur resapan di kawasan perkotaan perkotaan dan pedesaan,
kawasan pertanian yang dilengkapi dengan embung, bendung maupun cek
dam, pembuatan bendungan baru; dan
16
j. pembuatan saluran pembuangan yang terkoneksi dengan baik pada jaringan
primer, sekunder maupun tersier, serta tidak menyatukan fungsi irigasi untuk
drainase.
Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 23
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f, yaitu
berupa kawasan rawan bencana alam geologi, terdiri atas:
a. kawasan rawan gerakan tanah;
b. kawasan rawan gempa bumi; dan
c. kawasan rawan gunung berapi.
(2) Kawasan rawan gerakan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. zona kerentanan gerakan tanah tinggi, meliputi lembah sungai, perbukitan
sebelah selatan Distrik Babo termasuk Distrik Farfurwar, Distrik Wamesa,
Distrik Kuri dan sebelah utara Distrik Bintuni (Mendey);
b. zona kerentanan gerakan tanah menengah tersebar setempat-setempat di
daerah perbukitan terjal di bagian selatan; dan
c. zona kerentanan gerakan tanah rendah pada daerah perbukitan landai.
(3) Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di Distrik Bintuni, Distrik Mendey, Distrik Wamesa, Distrik Kuri, dan Distrik
Babo.
(4) Pada kawasan rawan gerakan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan upaya-upaya mitigasi bencana berupa:
a. menghindari pembangunan rumah atau sarana lainnya pada daerah yang
mempunyai kemiringan lereng 25 45% dan > 45% dan mengarahkan
pembangunan pada tanah stabil;
b. menghindari perencanaan pembangunan pada daerah yang mempunyai
kerentanan gerakan tanah tinggi, sedangkan pembangunan zona
berkerentanan menengah perlu dilakukan analisis kestabilan pada tiap lokasi
tapak;
c. menghutankan kembali tanah yang gundul (ktitis) dengan pohon-pohon yang
mempunyai akar kuat dan dalam yag dapat berfungsi sebagai penguat tanah,
untuk mencegah terjadinya gerakan tanah;
d. meningkatkan kewaspadaan pada daerah-daerah sekitar alur-alur sungai
yang berpotensi terlanda aliran bahan rombakan, terutama jika terjadi letusan
gunung atau terjadi akumulasi material gerkan tanah pada bagian atas alur;
e. hindari pembuatan permukiman pada daerah-daerah sekitar mulut alur dan
kelokan sungai;
f. mengidentifikasi lokasi-lokasi yang rawan gerakan tanah, area pegunungan
terutama yang memiliki kemiringan lereng yang curam, area dengan
degradasi lahan yang parah, area yang tertutup butir-butir pasir yang lembut,
area dengan curah hujan tinggi;
g. memanfaatkan wilayah rentan gerakan tanah sebagai terbuka hijau;
h. melakukan perbaikan drainase tanah, seperti perbaikan sistem drainase
hydroseeding, dan soil nailing;
i. membangun berbagai pekerjaan struktural, seperti : rock netting, shotcrete,
block pitching, stone pitching, retaining wall, gabion wall, installation of
geotextile, dsb;
17
j. terasering dengan system drainase yang tepat (drainase pada teras-teras
dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalam tanah);
k. khusus untuk runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik berupa
bangunan konstruksi, tanaman maupun parit; dan
l. meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan
maupun air tanah (fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng,
menghindari air meresap ke dalam lereng atau menguras air dalam lereng
keluar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau
meresapkan air ke dalam tanah).
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 24
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16ayat (1), terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 25
Paragraf2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 26
18
d. kawasan peruntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdapat di Distrik Wanimari, Distrik Tuhiba, Distrik Tembuni, dan Distrik
Mayado.
(3) Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat tersebar di setiap distrik.
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perkebunan kelapa sawit di Distrik Babo, Distrik Sumuri,
Distrik Tembunu, Distrik Bintuni, Distrik Tuhiba, Distrik Meyado, Distrikm
Fafurwar,Distrik Kuri dan Distrik Wamesa;
b. kawasan perkebunan kakao, terdapat di Distrik Bintuni, Distrik Tembuni,
Distrik Manemeri, Distrik Tuhiba, Distrik Moskona Selatan, Distrik, Distrik
Sumuri, Distrik Meyado dan Distrik Aroba, Distrik Merdey, Distrik Biscoop,
Distrik Masyeta, Distrik Kuri; dan
c. kawasan perkebunan kopi terdapat di Distrik Bintuni, Distrik Tembuni dan
Distrik Manimeri, Distrik Tuhiba, Distrik Moskona Selatan, Distrik Meyado,
Distrik Biscoop, dan Distrik Merdey.
(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdapat di terletak di Distrik Babo, Distrik Sumuri, Distrik Bintuni, Distrik
Manimeri, Distrik Kaitaro, Distrik Kuri, Distrik Tembuni, Distrik Meyado untuk
penternakan sapi dan kambing, serta untuk ternak Babidan unggas yaitu itik dan
entok hampir tersebar di setiap Distrik.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 27
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 28
19
a. kawasan peruntukan pertambangan batubara terdapat di Distrik Aroba, Babo,
Bintuni, Biscoop, Dataran Beimes, Fafurwar, Kaitaro, Manimeri, Masyeta,
Merdey, Meyado, Moskona Barat, Moskona Selatan, Moskona Timur,
Moskona Utara, Sumuri, Tembuni, Tuhiba dan Wamesa.
b. kawasan peruntukan pertambangan Mineral Logam terletak di Distrik
Moskona Utara, Moskona Barat, Moskona Timur, Masyeta, Merdey dan
Biscoop.
c. kawasan peruntukan pertambangan Mineral Radio Aktif terletak di Distrik
Wamesa dan Kuri.
d. kawasan peruntukan pertambangan Batuan dan Mineral bukan logam
tersebar di Distrik Aranday, Tomu, Aroba, Babo, Bintuni, Biscoop, dataran
Beimes, Fafurwar, Kaitaro, Kamundan, Kuri, Manimeri, Masyeta, Merdey,
Meyado, Moskona Barat, Moskona Selatan, Moskona Timur, Moskona Utara,
Sumuri, Tembuni, Tuhiba, Wamesa dan Weriagar.
(3) Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terletak di Distrik Aranday, Tomu, Aroba, Babo, Bintuni,
Biscoop, dataran Beimes, Fafurwar, Kaitaro, Kamundan, Kuri, Manimeri, Masyeta,
Merdey, Meyado, Moskona Barat, Moskona Selatan, Moskona Timur, Moskona
Utara, Sumuri, Tembuni, Tuhiba, Wamesa, Weriagar dan Peariran Laut Teluk
Bintuni.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 29
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 30
20
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 31
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 32
Pasal 33
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 34
(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni terdiri atas :
a. Kawasan Strategis Nasional;
21
b. Kawasan Strategis Provinsi; dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 35
Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a
yaitu Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni yang merupakan
kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Pasal 36
Pasal 37
(1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi; dan
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a yaitu kawasan perkotaan Bintuni Barat sebagai ibukota
Kabupaten.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Kawasan LNG BP Tangguh di
Distrik Babo.
Pasal 38
22
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 39
(1) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang
dan pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan
pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2)
disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi
swasta dan kerja sama pendanaan.
(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 41
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 42
23
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana
nasional dan wilayah, terdiri atas :
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan
4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran V
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 43
(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang
yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni
sebagaimana dimaksud, terdiri atas :
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah; dan
d. izin mendirikan bangunan;
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a d diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 45
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(2) huruf c merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif
dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi,
atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah
ini.
Pasal 46
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
24
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 47
Pasal 48
Bagian Kelima
Sanksi Administratif
Pasal 49
25
g. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten.
Pasal 50
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) dan ayat
(3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan sanksi
administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihanfungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf g
dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihanfungsi ruang; dan/atau
g. denda administratif.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 51
(1) Setiap orang dan atau badan yang tidak mentaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana mengakibatkan kerugian dan atau kerusakan harta benda,
terhadap pelaku dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Jika tindak pidana mengakibatkan kematian orang, terhadap pelaku dipidana
sesuai ketentuan Hukum Acara Pidana.
Pasal 52
(1) Setiap pejabat pemerintah yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata
ruang, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat
dikenakan hukuman disiplin sesuai peraturan disiplin pegawai negeri sipil .
Pasal 53
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan Pasal 52, kepada pelaku
tindak pidana dapat dikenai pidana tambahan berupa :
26
c. kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 54
(1) Untuk kepentingan koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah,
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Susunan organisasi, tata kerja, tugas dan fungsi Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 55
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 56
27
Pasal 57
(1) Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku
mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan pemanfaatan ruang yang
dilakukan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang
memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi,
dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang
serasi, selaras, dan seimbang.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
28
Pasal 61
Pasal 62
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung
dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan
kepada bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 63
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 65
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni adalah 20
(dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Teluk
Bintuni dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila
terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.
(4) Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Teluk Bintuni tahun 2011-2031
dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
29
(5) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap
bagian wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat
Perda ini ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil
kesepakatan Menteri Kehutanan.
(6) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
B A B XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 66
B A B XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 67
(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dan atau
Keputusan Bupati.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan yang telah ada
sepanjang mengatur hal yang sama, dinyatakan tidak berlaku.
(3) Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
30
Pasal 68
Ditetapkan di Bintuni
pada tanggal 6 Desember 2012
BUPATI TELUK BINTUNI
ALFONS MANIBUI
Diundangkan di Bintuni
pada tanggal 6 Desember 2012
SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN TELUK BINTUNI,
WIM FYMBAY
31