Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu bentuk jaminan kebendaan yang dikenal di Indonesia adalah jaminan fidusia
yang diatur dalam UU sendiri, yaitu UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UUJF)
yang terdiri dari 8 bab dan 41 pasal. Berikut akan dijelaskan beberapa hal berdasarkan UU
tersebut.
1. Pengertian Jaminan Fidusia
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUJF, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda
atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Pasal tersebut menandakan bahwa ada
perbedaan esensil antara fidusia dan gadai, yaitu mengenai penguasaan benda yang dijaminkan,
dimana pada fidusia tidak ada syarat inbezitstelling, yaitu syarat yang mengharuskan benda
yang dijaminkan dilepaskan dari kekuasaan debitur (pemberi fidusia) sehingga benda tetap
dapat dikuasai oleh pihak debitur. Selanjutnya, mengenai pengertian jaminan fidusia, pasal 1
angka 2 UUJF merumuskan; Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik
yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan yang tetap beradaa dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai
agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
2. Objek dan Subjek dalam Jaminan Fidusia
a. Subjek dalam Jaminan Fidusia
Dalam jaminan fidusia, ada dua pihak yang terlibat, yaitu:
1) Pemberi Fidusia atau debitur (Pasal 1 angka 5 UUJF): orang perseorangan atau
korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
2) Penerima Fidusia atau kreditur (Pasal 1 angka 6 UUJF): orang perseorangan atau
korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan
fidusia.
b. Objek dalam Jaminan Fidusia
Sesuai dengan pasal 1 angka 4 UUJF, benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki
dan yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak yang
tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik. Berdasarkan definisi tersebut
dan juga pasal 1 angka 2 UUJF, maka objek jaminan fidusia terdiri dari:
1) Benda bergerak yang tidak dapat dibebani dengan gadai.
2) Benda tidak bergerak, dengan persyaratan yang mengacu pada pasal 3 UUJF, yaitu:
a. Benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan yang diatur dalam
UU No. 4 Tahun 1996, seperti tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan
tanah.
b. Benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hipotik yang diatur dalam pasal
1162 KUHPer, seperti kapal laut dengan bobot kotor minimal 20 m3 yang diatur
lebih lanjut dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan pesawat udara
yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Berhubungan dengan benda-benda tersebut, sesuai dengan Pasal 9 dan 10 UUJF,
jaminan fidusia juga meliputi benda-benda yang akan diperoleh di masa yang akan datang
beserta hasil dari benda tersebut.
3. Ciri-ciri dan Sifat Jaminan Fidusia
a. Jaminan Kebendaan
Walaupun tidak dinyatakan secara tegas, jaminan fidusia merupakan jaminan
kebendaan dikarenakan ia memiliki ciri dan sifat hak kebendaan, yaitu:
1) Droit de preference, yang dapat dilihat pada Pasal 1 angka 2 UUJF yang
menyatakan bahwa penerima fidusia memunyai kedudukan yang diutamakan di
antara kreditur lainnya. Selain itu, sifat/ciri ini juga ditunjukkan dalam Pasal 27
UUJF yang menyatakan penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan di antara
kreditur lainnya dalam pengambilan pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi
benda yang dijadikan jaminan fidusia apabila pemberi fidusia cidera janji. Sifat/ciri
droit de preference ini juga menandakan hak jaminan fidusia tidak terpengaruh
dengan adanya kepailitan, seperti hak yang didahulukan tidak akan hapus dengan
adanya kepailitan dan tidak diperhitungkannya objek jaminan fidusia sebagai
bagian harta pailit.
2) Asas publisitas, yang dapat dilihat dengan adanya ketentuan benda yang dibebani
fidusia wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia/KPF (Pasal 11 ayat (1)
dan 12 ayat (2) UUJF). Tahapan pendaftaran jaminan fidusia adalah sebagai
berikut:
Penerima fidusia/kuasa/wakilnya melakukan permohonan pendaftaran dengan
melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia (Pasal 13 ayat (1) UUJF).
Pernyataan pendaftaran tersebut terdiri dari (Pasal 13 ayat (2) UUJF):
a. Identitas para pihak
b. Tanggal, nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris
yang membuat Akta Jaminan Fidusia.
c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.
d. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
e. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia
Setelah itu, jaminan fidusia dicatat dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal
yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran oleh Kantor
Pendaftaran Fidusia (Pasal 13 ayat (3) UUJF).
Kantor Pendaftaran Fidusia kemudian menerbitkan Sertifikat Jaminan
Fidusiayang didalamnya tercantum kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa pada tanggal yang sama dengan tanggal
penerimaan permohonan pendaftaran (Pasal 14 ayat (1) UUJF).
Sertifikat tersebut kemudian diserahkan kepada penerima fidusia.
3) Droit de suite, yang terlihat pada ketentuan bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti
benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siappun benda tersebut
berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan
fidusia (Pasal 20 UUJF).
b. Accessoir
Jaminan fidusia merupakan perjanjian tambahan (accessoir) dari perjanjian pokok,
yaitu perjanjian utang-piutang atau pinjam meminjam uang sehingga dengan dilunasinya
utang, jaminan fidusia akan hapus demi hukum (Pasal 4 dan 25 ayat (1) a UUJF).
c. Constitutum Possessorium
Penyerahan benda jaminan fidusia dilakukan dengan cara melanjutkan penguasaan atas
benda tersebut sehingga benda tidak dilepaskan dari penguasaan pemberi fidusia (debitur).
d. Jaminan pelunasan utang, yang dapat dilihat pada Pasal 1 angka 2 UUJF yang
menyatakan bahwa jaminan fidusia atas suatu benda adalah sebagai agunan bagi
pelunasan utang tertentu.
e. Asas spesialitas, yang dapat dilihat dengan adanya kentuan bahwa pembebanan benda
dengan fidusia harus dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia yang
kemudian disebut sebagai Akta Jaminan Fidusia (Pasal 5 ayat (1) UUJF).
f. Dapat diberikan kepada lebih dari seorang penerima fidusia (kreditur) yang diatur
dalam Pasal 8 UUJF.
g. Tidak boleh ada fidusia ulang (ganda)
Larangan ini diatur dalam Pasal 17 UUJF yang menyatakan bahwa pemberi fidusia
dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia
yang sudah terdaftar. Hal tersebut tidak dimungkinkan karena pemberi fidusia bukanlah
pemilik dari benda tersebut lagi sehingga ia tidak berhak untuk membebankan jaminan
fidusia yang kedua atas benda tersebut.
h. Parate executie (eigenmachtige verkoop)
Apabila debitur cidera janji, maka kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak
parate eksekusi, yaitu hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas
kekuasaannya sendiri (Pasal 15 ayat (3) UUJF).

Selain beberapa hal di atas, akan dibahas juga mengenai PMH dalam konteks jaminan
fidusia.

BAB II
KASUS POSISI

BAB III
ANALISIS PUTUSAN

BAB IV
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah, Ny. Frieda Husni. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-hak Yang


Memberi Jaminan. Cet. 3. Jakarta: CV Indhill Co, 2009.

Anda mungkin juga menyukai