Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kanker serviks merupakan masalah kesehatan penting bagi wanita.


Menurut International Agency for Research on Cancer, kanker serviks menempati urutan
kedua penyakit kanker yang diderita wanita dengan insiden kejadian 8,8% dan jumlah
kematian 8,2% dari seluruh jumlah kanker pada seluruh wanita di dunia. Sekitar 500.000
kasus baru terjadi dengan 250.000 kematian setiap tahun di dunia dan hampir 80% kasus
terjadi di negara-negara berkembang. Di Indonesia, kanker serviks menduduki urutan ketiga
penyakit kanker yang diderita oleh wanita dengan insiden kejadian mencapai 8,8% dengan
angka kematian 7,2% (globocan, 2008). Kanker serviks disebabkan oleh inveksi Human
Papiloma Virus (HPV). Virus merubah sel-sel serviks normal menjadi dysplasia dan bila
tidak diobati maka akan tumbuh menjadi kanker (Depkes, 2008).

Tingginya angka kematian pada penderita kanker serviks disebabkan karena


sebagian besar penderita kanker serviks ditemukan pada stadium lanjut (stadium IIB sampai
IVA), hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran wanita Indonesia untuk mencegah
dan mendeteksi secara dini kanker serviks (Ramli, 2002). Wanita yang paling rentan
beresiko tinggi terkena kanker serviks adalah wanita usia produktif 30-50 tahun dan pada
umumnya usia tersebut rentan menyebabkan gangguan kualitas hidup secara fisik, kejiwaan
dan kesehatan seksual (Smart, 2010).

Deteksi dini kanker serviks merupakan terobosan inovatif dalam teknologi


kesehatan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan akibat kanker serviks (Depkes,
2008). Salah satu metode alternatif skirining kanker serviks adalah inspeksi visual dengan
asam asetat (IVA). IVA merupakan test visual dengan menggunakan larutan asam
asetat/asam cuka untuk melihat perubahan warna pada serviks yang terjadi setelah
dilakukan olesan (Rasjidi, 2009). Pemeriksaan skrining kanker serviks yang lazim digunakan
untuk lesi prakanker serviks adalah Pap smear. Dibandingkan dengan Pap smear,
pemeriksaan IVA memiliki beberapa keuntungan yaitu lebih efektif, lebih mudah dan
murah, peralatan yang digunakan lebih sederhana, hasilnya segera diperoleh sehingga tidak
memerlukan kunjungan ulang (Aziz, 2006).
2

Ghaemmoghami et al (2004) dalam Depkes (2008) melaporkan angka sensitivitas


pemeriksaan IVA dibanding Pap smear berturut-turut 74,3% & 72%, sementara angka
spesifisitas adalah 94% & 90,2%. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Arbyn et all (2008) menunjukkan nilai sensitivitas pemeriksaan IVA 79,2% dan spesifitas
84,7%. Hal ini menunjukkan pemeriksaan IVA memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga
bisa menjadi pilihan pemeriksaan untuk deteksi dini kanker serviks.

Menurut data dari profil kesehatan kabupaten/kota Provinsi Kepulauan Riau pada
tahun 2015 jumlah perempuan di kota Tanjung Pinang yang berusia 30-50 tahun berjumlah
sebanyak 5384. Dari jumlah tersebut yang melakukan pemeriksaan leher Rahim dengan
metode iva berjumlah 797 orang atau sebesar 14.80 % dan yang dinyatakan iva positif
sebanyak 25 orang atau 3,14%

Data terakhir yang dapat dihimpun oleh Yayasan Kanker Indonesia Provinsi Kepri,
angka kejadian di Provinsi Kepri, data hasil pemeriksaan IVA (kanker leher rahim) pada
tahun 2016 ada sekitar 42 orang yang terserang kanker leher Rahim dari 3.360 orang yang
mengikuti pemeriksaan. Sementara untuk tahun 2017 hingga bulan Mei 2017 ada 14 orang
yang mengalami kanker leher rahim dari 1.246 orang yang melakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan IVA menjadi pilihan untuk mendeteksi dini kanker serviks karena
biaya yang relatif murah. Namun, perlu kita ketahui apakah wanita usia subur
mengetahui ada pemeriksaan untuk mendeteksi kanker serviks yang lebih efektif, murah
dan sederhana. Untuk itulah penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran
tingkat pengetahuan wanita usia subur tentang pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA)
di Puskesmas Batu Sepuluh Tanjung Pinang.
3

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan
wanita usia subur tentang pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) di Puskesmas Batu
Sepuluh Tanjung Pinang.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia subur dalam pemeriksaan
inspeksi visual asam asetat (IVA) di Puskesmas Batu Sepuluh.

1.3.2. Tujuan Khusus


Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia subur tentang pemeriksaan
inspeksi visual asan asetat (IVA) di Puskesmas Batu Sepuluh.
2. Memperoleh informasi mengenai sumber informasi yang didapatkan wanita usia
subur di Puskesmas Batu Sepuluh terkait pemeriksaan inspeksi visual asam asetat
(IVA).

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan motivasi agar wanita
usia subur dapat melakukan pemeriksaan IVA untuk mendeteksi kanker serviks
sehingga angka kesakitan dan angka kematian akibat kanker serviks dapat
menurun.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengetahuan
wanita usia subur tentang pemeriksaan IVA, sehingga pelayan kesehatan dapat
merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan untuk menindaklanjutinya baik
berupa advokasi, sosialisasi maupun edukasi tentang pemeriksaan IVA pada
masyarakat khususnya wanita usia subur sebagai pendeteksi dini terjadinya
kanker serviks.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengetahuan
wanita usia subur tentang pemeriksaan IVA sehingga dapat diterapkan sebagai
4

bahan pengajaran dalam pendidikan


4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar dan wawasan
dalam mengembangkan kemampuan peneliti di bidang penelitian serta melatih
kemampuan analisis peneliti, terutama dalam pemahaman tentang pemeriksaan
IVA sebagai deteksi dini kanker serviks.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
2.2.1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, yang terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif adalah domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2010)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008), pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui; segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan suatu objek atau
materi.

2.2.2. Tingkat Pengetahuan


Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat atau intensitas yang
berbeda-beda. Secara garis besarnya, dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan:
a. Tahu (know), didefiniskan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumya, termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap sesuatu yang spesifik dari rangsangan yang telah diterima sebelumnya.
b. Memahami (comprehension), didefinisikan sebagai suatu kemampuan yang bukan
hanya tahu dan dapat menyebutkan suatu objek tapi harus dapat menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui serta menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (aplication), didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan
atau mengaplikasikan materi yang telah dipelajari pada situasi yang sebenarnya.
d. Analisa (analysis), didefinisikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan objek atau
materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain. Indikasi seseorang telah berada pada
tingkat analisa adalah apabila orang tersebut dapat memisahkan, atau membedakan,
mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek atau
materi itu.
6

e. Sintesis (synthesis), didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation), didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan pada kriteria yang telah
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2010).

2.2. Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)


2.2.1. Pengertian
Pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang
pemeriksaannya (dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks yang telah diberi asam
asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan pengelihatan mata langsung
(mata telanjang). Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas yang tegas
menjadi putih (acetowhite) yang mengindikasikan adanya lesi pra kanker pada serviks (Aziz,
2006).
Pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA) pertama kali diperkenalkan oleh
Hinselman pada tahun 1925 dengan cara memulas serviks dengan kapas yang telah
dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5%. Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel
abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler sehingga
membran akan kolaps dan jarak antarsel semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika epitel
mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar
sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih (acetowhite). Jika makin putih
makin tinggi derajat kelainan histologiknya.
Penelitian yang dilakukan Ghaemmoghami et al (2004) di Iran dengan 1.200
responden melaporkan angka sensitivitas pemeriksaan IVA dibanding Pap smear berturut-
turut 74,3% & 72%, sementara angka spesifisitas adalah 94% & 90,2%. Begitu juga
penelitian yang dilakukan Doh et al (2005) melaporkan hasil penelitian di Kamerun terhadap
4813 perempuan yang menjalani skrining dengan metode IVA dan Tes Pap. Hasil penelitian
melaporkan sensitivitas IVA dibanding Tes Pap 70,4% dan 47,7%, sedangkan spesifitas IVA
dan Tes Pap berturut-turut 77,6% dan 94,2% dan penelitian Arbyn et al (2008) di india dan
Afrika dengan 58.000 responden melaporkan angka sensitivitas pemeriksaan IVA 79,2%
dan spesifitas 84,7%. Hal ini menunjukkan pemeriksaan IVA memilki sensitivitas yang
tinggi untuk deteksi dini kanker serviks (Depkes, 2008).
7

2.2.2. Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan IVA adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami
displasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks (Rasjidi, 2009). Pemeriksaan
IVA yang sederhana ini diharapkan cakupan pemeriksaannya bisa lebih luas, penemuan dini
lesi prakanker serviks lebih banyak sehingga angka kejadian dan kematian dapat berkurang.
Menurut Winkjosastro (2005) dalam Artiningsih (2011), tujuan dari pemeriksaan IVA
adalah:
a. Mendapatkan kanker serviks pada stadium lebih awal
b. Untuk mendeteksi secara dini adanya perubahan sel serviks yang mengarah ke kanker
serviks beberapa tahun kemudian
c. Penanganan secara dini dapat dilakukan sehingga terhindar dari kanker serviks
d. Pengobatan diharapkan berhasil lebih baik

2.2.3. Keunggulan
Pemeriksaan IVA adalah praktek yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya
sederhana dibandingkan dengan metode skrining lainnya karena:
a. Aman, tidak mahal dan mudah dilakukan
b. Akurasi tes tersebut sama dengan tes-tes lainnya yang digunakan untuk penapisan
kanker serviks
c. Dapat dipelajari dan dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan di semua jenjang
sistem kesehatan
d. Memberikan hasil segera sehingga dapat segera mengambil keputusan mengenai
penatalaksanaannya
e. Suplai sebagian besar peralatan dan bahan untuk pelayanan ini mudah didapat dan
tersedia
f. Pengobatan langsung dengan krioterapi berkaitan dengan penapisan
g. Tidak bersifat invasif dan dengan efektif dapat mengidentifikasi lesi pra kanker
(Kepmenkes, 2010).

Menurut Tilong (2012), beberapa keunggulan metode IVA dibandingkan Paps


Smear adalah sebagai berikut:
a. Tidak memerlukan alat tes laboratorium yang canggih (alat pengambilan sampel
jaringan, preparat, mikroskop dan lain sebagainya).
8

b. Tidak memerlukan teknisi laboratorium khusus untuk pembacaan hasil tes.


c. Hasilnya langsung diketahui, tidak memakan waktu berminggu-minggu.
d. Sensitivitas IVA dalam mendeteksi kelainan leher rahim lebih tinngi daripada Pap
smear test (sekitar 75%), meskipun dari segi kepastian lebih rendah (85%).
e. Biaya sangat murah (bahkan gratis bila di puskesmas).

2.2.4. Sasaran dan Interval


Semua perempuan yang telah melakukan hubungan seksual secara aktif, terutama
yang telah berusia 30-50 tahun dianjurkan untuk melakukan skrining kanker serviks
minimal 5 tahun sekali dan bila memungkinkan 3 tahun sekali (Depkes, 2009).
WHO mengindikasikan skrining kanker serviks pada kelompok berikut ini:
a. Setiap wanita yang berusia antara 25-35 tahun yang belum pernah melakukan tes
sebelumnya atau pernah melakukan tes 3 tahun sebelumnya atau lebih.
b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan sebelumnya
c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
senggama, perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala lainnya.
d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada serviksnya

Menurut Sukaca (2009), orang yang harus dirujuk untuk melakukan pemeriksaan IVA
adalah:
a. Setiap wanita yang sudah menikah atau pernah menikah
b. Wanita yang berisiko tinggi terkena kanker serviks seperti perokok, menikah muda
dan berganti pasangan
c. Memiliki banyak anak
d. Mengidap penyakit infeksi menular seksual

IVA tidak di rekomendasikan pada wanita pasca-menopause, karena daerah


transisional sering terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan inspekulo
(Rasjidi, 2009).
Seorang wanita yang mendapat tes IVA negatif harus menjalani skirining kembali
minimal 5 tahun sekali dan wanita yang mempunyai hasil tes IVA positif dan mendapat
pengobatan harus menjalani tes IVA berikutnya 6 bulan kemudian (Kepmenkes, 2010).
9

2.2.5. Intepretasi Hasil Pemeriksaan


Adapun hasil temuan pemeriksaan IVA dapat diklasifikasikan sesuai dengan temuan
klinis yang diperoleh sebagai berikut:

Tabel 2.1: Klasifikasi IVA sesuai temuan klinis (Aziz, 2006)


Klasifikasi IVA Temuan Klinis
Hasil tes negative Permukaan polos dan halus, berwarna
merah jambu, ektropion polip, servisitis,
inflamasi, Nabothian cysts
Hasil tes positif Plak putih yang tebal atau epitel
acetowhite, biasanya dekat squamo-
columnar junction (SCJ)
Kanker Pertumbuhan seperti bunga kol dan
mudah berdarah

2.3. Wanita Usia Subur


Menurut BKKBN (2001), wanita usia subur (wanita usia produktif) adalah wanita
yang berumur 18-49 tahun yang berstatus belum kawin, kawin ataupun janda.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker leher rahim (serviks)
pada wanita usia subur diantaranya adalah umur, usia pertama kawin atau melakukan
hubungan seksual, merokok, kontrasepsi yang digunakan, jumlah paritas, sering berganti
pasangan, dan deteksi dini yang tidak dilakukan (Azis, 2000).
Penelitian yang dilakukan Prandana (2013) di RSUP H. Adam Malik Medan
menemukan penderita kanker serviks paling banyak pada golongan umur 40-50 tahun
(58,9%), seluruh penderita kanker serviks berstatus kawin (100%), kebanyakan penderita
penderita kanker serviks dengan status pendidikan SMP- SMA (57,2%) dan menurut
paritas yang paling sering menderita kanker serviks memiliki 3-5 anak (56,1%).
10

2.4. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pengetahuan Wanita Inspeksi Visual Asam


Usia Subur Asetat
11

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross
sectional (potong lintang). Dalam rancangan penelitian dengan pendekatan cross sectional
(potong lintang), pengambilan data dilakukan hanya sekali bagi tiap subjek, yaitu pada saat
pengisian kuisioner. Penelitian ini bertujuam untuk menunjukkan gambaran tingkat
pengetahuan wanita usia subur terhadap pemeriksaan inspeksi visual asam asetat di
Puskesmas Batu Sepuluh.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1. Waktu Penelitian
Pengambilan dan pengumpulan sampel data dilakukan mulai dari bulan September
2017 hingga oktober 2017.

3.2.2. Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Batu Sepuluh, Tanjung Pinang

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1. Populasi
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur yang
berumur 30-50 tahun yang bertempat tinggal di wilayah kerja di Puskesmas Batu Sepuluh
Tanjung Pinang yang dating berobat di Puskesmas Batu Sepuluh pada bulan September 2017
sampai Oktober 2017
3.3.2. Sampel
Yang menjadi sampel penelitian ini adalah semua wanita usia subur berusia 30-50
tahunyang datang berobat dan kontrol ke Puskesmas Batu Sepuluh Tanjung Pinang dan
memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Sampel penelitian
diambil dengan metode convenient sampling. Metode convenient sampling berarti subyek
yang datang ke tempat penelitian pada waktu penelitian dilakukan dan memenuhi kriteria
12

penelitian akan dimasukkan ke dalam penelitian. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah:
a. Seluruh wanita usia subur berusia 30-50 tahun yang bertempat tinggal di wilayah
kerja Puskesmas Batu Sepuluh Tanjung Pinang.
b. Responden bersedia dijadikan sampel penelitian.
Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan rumus sampel minimal cross
sectional:
n1 = (z)2 . p . q

L2

n 2 = n 1 + (10%. n 1 )

Keterangan :
n1 = jumlah sampel minimal
n2 = jumlah sampel ditambah substitusi 10% ( substitusi adalah persen responden yang
mungkin drop out )
z = nilai konversi pada table kurva normal, dengan nilai = 5% didapatkan z pada
kurva normal = 1,96
p = proporsi variable yang ingin di teliti sebesar 14,80% = 0,148
nilai p diambil berdasarkan period prevalence yang melakukan pemeriksaan IVA pada
wanita usia 30-50 tahun di Kepulauan Riau menurut Profil Kesehatan kabupaten/kota
Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015
q = 100% - p = 100% - 14,80 % = 85,2% = 0,852
L = derajat kesalahan yang masih dapat diterima sebesar 10%

Berdasarkan rumus di atas, didapatkan angka


n1 = (1,96)2 x 0,148 x 0,852
(0,1)2
n1 = 48,44

untuk menjaga adanya kemungkinan subyek penelitian yang drop out, maka dihitung
n2 = 48,44 + ( 10% x 48,44)
n2 = 53,28 dibulatkan menjadi 53 subyek penelitian
jadi, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 53 orang
13

3.4. Metode Pengumpulan Data


Metode Pengumpulan Data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data primer diperoleh dari kuisioner penelitian yang telah dirancang dan disiapkan
oleh peneliti, dan kemudian disebarkan kepada responden yang terpilih.
2. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi kesehatan seperti Dinas Kesehatan Kota
Tanjung Pinang dan Puskesmas Batu Sepuluh yang meliputi data jumlah kasus,
gambaran umum lokasi penelitian dan data demografi.

3.5. Definisi Operasional


1. Wanita usia subur adalah wanita yang masih dalam usia reproduktif yaitu antara usia
18-49 tahun dengan status belum menikah, menikah atau janda.
2. Pengetahuan adalah pemahaman wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Batu
Sepuluh Tanjung Pinang terhadap pertanyaan tentang pemeriksaan IVA yang meliputi
pengertian, tujuan, keunggulan, sasaran dan interval, intepretasi hasil pemeriksaan,
pemberi pelayanan, tempat pelayanan pemeriksaan IVA

3.6. Metode Pengukuran


Pengukuran variabel bebas pengetahuan diukur melalui 20 pertanyaan alternatif
jawaban pilihan berganda. Jawaban responden yang benar akan diberi nilai 1 dan jawaban
responden yang salah akan diberikan nilai 0. Maka dari itu, skor tertinggi yang dapat
diperoleh adalah 20.
Untuk pengetahuan, hasil pengukuran yang diperoleh berupa skor dari tiap-tiap
pertanyaan diakumulasikan kemudian dibagi dengan total skor maksimal yang dapat
diperoleh, setelah itu dikalikan dengan 100%. Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 3 kategori
menurut Pratomo (2006), yaitu :
1. Baik, apabila skor jawaban responden > 75% dari nilai tertinggi.
2. Sedang, apabila skor jawaban responden 50%-75% dari nilai tertinggi.
3. Kurang, apabila skor jawaban responden <50% dari nilai tertinggi.
14

3.7. Analisis Data


Analisa data yang digunakan adalah dengan memakai bantuan program SPSS ver.17.
Adapun tahapan pengolahan data yang dilakukan adalah:
1. Editing
Pada tahap ini peneliti akan memeriksa kuisioner yang telah diisi, apakah terdapat
kekeliruan atau tidak dalam pengisiannya.
2. Coding
Peneliti akan mengklasifikasikan kategori-kategori dari data yang didapat dan
dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka pada masing-
masing kategori.
3. Scoring
Data yang telah dikumpulkan kemudian diberi skor sesuai ketentuan pada aspek
pengukuran.
4. Entry
Merupakan kegiatan memasukkan data dari hasil kuisioner ke dalam komputer setelah
kuisioner terisi semua dan benar setelah melewati tahap koding.
5. Analysis
Data di analisa dengan analisa deskriptif program SPSS.

Anda mungkin juga menyukai