Anda di halaman 1dari 22

BAB III DASAR TEORI

2.1. Kegiatan Penambangan


2.1.1. Pembersihan Lahan (Land Clearing) dan Pengupasan Tanah Penutup
(TopSoil)
Pembersihan lahan (land clearing) bertujuan untuk membersihkan semak belukar,
pohon-pohon dan menyingkirkan material yang akan menghalangi kegiatan
penambangan.Alat yang digunakan yaitu bulldozer.

Setelah land clearing selesai, dilakukan kegiatan pioneering yaitu melakukan


kegiatan penggalian tanah humus (top soil) yang berada pada lapisan paling atas
dengan menggunakan hydraulic excavator. Tanah humus ini sengaja dipisahkan
tersendiri guna disimpan dan akan digunakan kembali pada saat reklamasi.

2.1.2. Penggalian, Pemuatan dan Pengangkutan Overburden

Apabila material overburden lunak maka langsung dilakukan penggalian dengan


menggunakan alat gali-muat berupa shovel dan truck karena termasuk material
yang mudah digali (easy diging), sedangkan apabila material overburden keras
maka penggalian dikerjakan dengan peledakan karena materialnya termasuk
material yang sulit digali (hard digging). Peledakan bertujuan untuk mengubah
material menjadi fragmentasi yang lebih kecil sehingga siap untuk dimuat dan
diangkut, kemudian dibawa ke disposal. Pemuatan material overburden dilakukan
dengan menggunakan hydraulic excavator kedalam heavy dumptruck.

Proses pengangkutan bertujuan untuk memindahkan overburden atau interburden


hasil penggalian dari front penambangan menuju ke disposal dengan
menggunakan heavy dumptruck. Di disposal material diratakan dan dipadatkan
dengan menggunakan bulldozer.

2.1.3. Kegiatan Persiapan Penambangan Batubara


Persiapan penambangan yang dimaksud adalah persiapan sebelum batubara
diproduksi, seperti cleaning batubara agar tidak ada pengotor yang terikut pada

III-1
saat diangkut, persiapan jalan menuju front, pengaturan tempat tunggu dan
manuver alat angkut. Persiapan ini menggunakan alat-alat penunjang tambang
seperti grader, hydraulicexcavator, bulldozer, compactor dan water tank.

2.1.4. Ripping Batubara


Ripping bertujuan untuk membongkar batubara dari kondisi insitu ke kondisi
loose yang dilakukan oleh bulldozer, sehingga hasil galian dapat diambil dengan
mudah oleh alat gali. Kegiatan ripping yang dilakukan antara lain :
a. Bulldozer bergerak mundur kemudian point ripper ditancapkan ke batubara
untuk mengambil posisi penggaruan, kedalaman dari digging depth 1 meter.
b. Bulldozer bergerak maju dan akan memberai batubara. Jarak ripping antara 5-
10 meter dan jarak antar ripping-an 1 meter, hal ini bertujuan untuk
menghasilkan ukuran butir kurang dari 20 cm.

2.1.5. Penggalian, Pemuatan dan Pengangkutan Batubara


Kegiatan penggalian (digging) dan pemuatan (loading) batubara dilakukan dengan
menggunakan alat gali-muat berupa shovel. Proses pengisian dilakukan dengan
cara top loading, yaitu penempatan alat gali-muat ditempatkan pada daerah
penggalian yang agak tinggi dari posisi alat angkut (dump truck) agar gerakannya
dapat efisien.
Setelah proses pemuatan selesai, batubara tersebut diangkut dengan menggunakan
alat angkut dump truck. Pengangkutan (hauling) bertujuan untuk memindahkan
batubara hasil penggalian dari front penambangan menuju ke stockpile atau
tempat penumpukan batubara sementara.

2.1.6. Penumpukan Batubara di Stockpile


Batubara hasil penggalian dari front penambangan diangkut dan dikumpulkan ke
stockpile guna ditumpuk. Dari stockpile batubara biasanya dialirkan ke dalam
train load station (TLS) dengan belt conveyor guna ditimbang dan dimasukan
kedalam gerbong kereta pengangkutan.

2.1.7. Pengolahan (Coal Handling)


Kegiatan pengolahan dalam penambangan batubara ini bertujuan untuk mereduksi
ukuran menjadi produk sesuai kebutuhan pasar. Penanganan batubara pada

III-2
PT.Bukit Asam (Persero) Tbk untuk PLTU Bukit Asam adalah penumpukan
(stacking), pengayakan (screening), peremukan (crushing), dan pengangkutan
(transporting).
Ukuran yang telah sesuai (produk akhir) diangkut dengan menggunakan belt
conveyor untuk langsung di kirim ke PLTU Bukit Asam. PT. Bukit Asam
(Persero) Tbk, juga melakukan blending untuk memenuhi kualitas batubara yang
sesuai dengan permintaan pasar.

2.1.8. Pengapalan (Shipping)


Proses pengapalan merupakan pengangkutan yang dilakukan setelah batubara
diangkut dengan kereta api menuju pelabuhan. Di pelabuhan dilakukan proses
pemuatan batubara ke dalam kapal untuk dikirim kepada konsumen. Proses
shipping di pelabuhan Tarahan dilakukan dengan ship loader yang memuat
batubara ke kapal yang bersandar di pelabuhan dan menggunakan floating crane
yang proses pengisiannya dilakukan di tengah laut.

2.1.9. Reklamasi

Reklamasi merupakan pekerjaan atau usaha dalam pemanfaatan suatu


kawasan/lahan yang tidak berguna untuk dijadikan lahan yang berguna. PT.Bukit
Asam (Persero) Tbk, telah melakukan reklamasi dengan penanaman pohon,
pembuatan taman dll.
3.1.Dasar Teori

Batubara adalah batuan sedimen yang didominasi oleh material organik padat
yang telah mengalami tahap biokimia dan geokimia coalification yang
mengakibatkan pengayaan unsur karbonnya sehingga dapat terbakar.

Batubara diturunkan dari akumulasi sisa sisa tanaman dalam suatu cekungan
sedimentasi yang kemudian teralterasi menjadi batuan padat akibat adanya panas
dan tekanan dalam perkembangan cekungan.

Sebelum menjadi batubara endapan sedimen tersebut membentuk gambut terlebih


dahulu setelah itu mengalami Proses pembatubaraan (Coalification). Proses
Coalification adalah Proses perkembangan gambut kemudian lignite, sub-
bituminous, bituminous coal kemudian menjadi antrasit dan meta-antrasit akibat

III-3
dari proses geokimia, yaitu : Tekanan (Pressure), Pembebanan (Burial) dan
Temperatur.

Coalification diawali dengan tahap awal biokimia diikuti oleh tahap geokimia.
Pada tahap biokimia terjadi proses pembebanan dan pengendapan dalam rawa,
sehingga pada tahap ini peringkat ( Rank ) Brown Coal dapat dicapai.

Pada tahap Geokimia terjadi perubahan dengan bertambahnya kandunagn unsur


karbon dalam batubara dan berkurangnya kandungan H2 dan O2 akibat dari
berkurangnya unsur Volatile (Zat Terbang).

3.1.1. Sifat sifat Batubara


1. Kualitas Batubara sangat berkaitan dengan tiga hal, yaitu :
a. Maseral
b. Kandungan kalori
c. Peringkat ( Rank )

2. Sifat Fisik Batubara, antara lain :


a. Densitas
b. Hardness dan Grindability
c. Float Sink Test ( Uji Endap Apung )
3. Sifat Kimia Batubara, antara lain :
a. Analisa Proksimat :Volatile meter, Moisture, Ash, Fixed Carbon
b. Analisa Ultimat : C, H, O, N dan S
c. Sifat Pembakaran Batubara : Nilai Panas, Ash Fushion Temperature,
Caking Test

3.1.2. Lingkungan Pengendapan Gambut


1. Terestrial / Telmatik
a. Gambut yang Insitu.
b. Menghasilkan Gambut yang tidak terganggu
2. Limanis / Subaquatik
a. Terendapkan di rawa danau
b. Sulit dibedakan dengan batubara yang dihasilkan dari telmatik

III-4
3. Payau / Marine
a. Kaya akan abu, S dan N mengandung fosil laut.
b. Kadang dijumpai konkresi Calcite, Dolomit
4. Ca Rich
a. Batubara yang dihasilkan kaya akan Ca
b. Biasanya sulfur tinggi karena kaya akan Syngenetic Pyrite
c. Sisa Tulang binatang akan terawetkan dengan baik sehingga batubara yang
dihasilkan pada lingkungan ini biasanya kaya akan fosil.
d. Keberadaan unsure N biasanya juga akan naik

3.1.3. Batubara secara genetik

1. Allochothonous Peat
Material tumbuhan pembentuk batubaranya telah mengalami proses transportasi
baik yang dilakukan oleh angin maupun oleh air. Sebuah interprestasi bahwa
seluruh seam yang low, medium ash dari humic coal adalah Allochotonous dan
secara alami harus dipertimbangkan proses yang menghalanginya yaitu
transportasi klastik sediment yang terendapkan bersamaan dengan material
organik.

2. Autochtonous Peat
Bahan pembentuk batubara yang tidak mengalami transportasi ( Insitu ). Biasanya
tipe endapan ini menghasilkan kualitas batubara yang cukup baik.

III-5
Gambar 3.1. Skema Pembentukan Batubara (Sumber: Anggoro;2012)

3.2. Sumber daya dan cadangan batubara


1. Sumber daya Batubara, yaitu potensi batubara yang dapat diambil dalam area
tertentu yang didasarkan atas eksplorasi dari suatu titik pengamatan baik
singkapan batubara ataupun lubang bor.
2. Cadangan Batubara, yaitu bagian dari sumberdaya batubara yang telah
tersesia secara detail (Rencana Penambangan)
3. Titik Pengamatan, yaitu suatu titik observasi pada lokasi yang telah dikenal,
lapisan pembawa batubara.
4. Sumberdaya Terukur, yaitu densitas dan kualitas batubara yang dari titik
observasi telah cukup untuk menduga kuantitas batubara seperti ketebalan,
kualitas, dan kedalaman insitu tonnage.
5. Sumberdaya Tereka, yaitu titik observasinya tidak lebih dari 4 KM.
Class 1 : Kondisi Geologi memungkinkan untuk kontinuitas seam
batubara antar titik pengamatan.
Class 2 : Kisaran estimasi sumberdaya batubara misal 1 10 juta ton.

III-6
3.3. Bentuk Lapisan Batubara
Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah proses
coalifikasi akan menentukan bentuk lapisan batubara. Mengetahui bentuk lapisan
batubara sangat menentukan dalam menghitung cadangan dan merencanakan cara
penambangannya.
Secara umum terdapat beberapa bentuk lapisan batubara, antara lain :
a. Bentuk Horse Back, bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan
yang menutupinya melengkung ke arah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan
ke arah lateral lapisan batubara kemungkinan sama ataupun menjadi lebih
kecil atau menipis.
b. Bentuk Pinch, bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian
tengah. Pada umumnya dasar dari perlapisan merupakan batuan yang plastis
misalnya batu lempung sedang diatas lapisan batubara secara setempat ditutupi
oleh batu pasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur.
c. Bentuk Clay Vein, bentuk ini terjadi apabila diantara 2 bagian deposit batubara
terdapat urat lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit
batubara mengalami patahan, yang kemudian pada bidang patahan yang
merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung ataupun pasir.
d. Bentuk Burried Hill, bentuk ini terjadi apabila di daerah tempat dimana
batubara semula terbentuk terdapat suatu kulminasi sehingga lapisan batubara
seperti Terinstrusi.
e. Bentuk Fault, bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara
mengalami beberapa patahan. Keadaan ini akan mengacaukan di dalam
perhitungan cadangan, karena adanya perpindahan perlapisan akibat adanya
pergeseran ke arah vertikal.
f. Bentuk Folding, bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara
mengalami perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan
akan makin kompleks perlipatan tersebut terjadi.

3.4. Istilah istilah yang dipakai dalam Analisa Batubara

FC = 100 % ( VM + Ash + Moisture ) adb

1. Moisture : Menyatakan jumlah air yang ada dalam batubara.

III-7
a. Inherent Moisture, yaitu kandungan air bawaan mulai dari saat batubara
itu terbentuk.
b. Surface moisture, air yang terdapat pada permukaan batubara, dan pada
cleat batubara. Bila diangin anginkan kandungan air tersebut dapat
menguap
c. Total Moisture, penjumlahan dari Inherent Moisture dan Surface Moisture.
2. Ash : Residu padat yang tersisa setelah terjadinya proses pembakaran.
3. Volatile Meter (VM) : Kandungan zat terbang yang terliberasi pada
temperature tinggi dengan tidak hadirnya udara dan umumnya berskala dari
fraksi organik batubara.
4. Fixed Carbon : Unsur karbon yang tersisa dari pembakaran batubara setelah
Volatile Meter terliberasi (terurai).
5. Nilai Panas ( Calorivic Value ) : Merupakan sejumlah panas yang dihasilkan
per unit massa batubara ketika batubara tersebut dibakar.
6. Adb (Air dried basis) : keadaan kadar kelembaban batubara sama dengan
kelembaban udara sekitarnya

3.5. Tipe Penambangan Batubara


1. Contour Mining
Tipe penambangan ini pada umumnya dilakukan pada endapan batubara yang
terdapat di pegunungan atau perbukitan. Penambangan batubara dimulai pada
suatu singkapan lapisan batubara di permukaan atau crop line dan selanjutnya
mengikuti garis kontur sekeliling bukit atau pegunungan tersebut.
Lapisan overburdennya dibuang kearah lereng bukit dan selanjutnya batuan yang
telah tersingkap diambil dan diangkut. Berikut seterusnya sampai dengan
bertemu dengan titik batas limit ekonominya yang telah ditentukan atau sampai
batas maksimum kedalaman dimana alat dapat bekerja. Batas ekonomi ini
ditentukan oleh beberapa variable antara lain :
Ketebalan lapisan batubara
Kualitas
Pemasaran
Sifat dan keadaan lapisan batuan penutup

III-8
2. Open Pit Mining

Open pit mining adalah penambangan secara terbuka dalam pengertian umum.
Bila hal ini diterapkan pada penambangan batubara maka dilakukan dengan jalan
membuang overburden sampai lapisan batubaranya tersingkap sehingga siap
untuk di ekstraksi. Dalam open pit mining pemilihan peralatan merupakan suatu
faktor yang penting, karena berhubungan dengan hasil produksi ketika tambang
itu beroperasi.

Halhal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan peralatan untuk


meningkatkan produktivitas adalah sebagai berikut :
a. Kemiringan lapisan batuan, pada lapisan dengan kemiringan tajam,
pembuangan overburden dapat menggunakan alat berupa power shovel,
Frontend Loader dan alat muat lainnya.
b. Masa/umur operasi tambang
c. Keadaan dari material, apakah material keras atau lunak.
d. Kekerasan material mempengaruhi digging resistance. Semakin keras material
semakin sulit untuk digali hal ini akan mengurangi produktivitas dari alat gali.
e. Keadaan dari lapangan atau front kerja.
f. Front kerja yang luas akan memudahkan excavator untuk melakukan loading,
sehingga akan meningkatkan cycle time.
g. Cuaca
h. Akses jalan dan ketinggian lokasi kerja
i. Keahlian operator.
j. Keserasian antara alat muat dan alat angkut.

3. Stripping Mining

Tipe penambangan terbuka yang diterapkan pada endapan batubara yang


lapisannya datar dekat dengan permukaan tanah. Dan alat yang digunakan dapat
berupa alat yang sifatnya mobile atau alat penggalian yang dapat membuang
sendiri ( continous Mining ).

III-9
Gambar 3.2 Tahapan Penambangan Tambang Terbuka (sumber :Anggoro;2012)

Perbandingan antara lapisan overburden dengan batubara / mineral merupakan


faktor penentu di dalam memilih metode penambangan. Untuk itu haruslah
dihitung Break even Stripping ratio, yaitu perbandingan antara selisih biaya untuk
penambangan satu ton batubara secara tambang dalam dan tambang terbuka
dibagi dengan biaya pembuangan setiap ton lapisan overburden.

3.6. Peralatan Mekanis


3.6.1. Bulldozer

Bulldozer merupakan alat dorong yang paling umum digunakan, dapat juga
dikategorikan sebagai alat gali-angkut jarak pendek. Alat ini digunakan untuk
pekerjaan menggaru (ripping) dan mendorong agar memudahkan pekerjaan
Hydroulic excavator memuat material kedalam alat angkut.

Ripping atau menggaru adalah metoda untuk memecah batubara dengan


menggunakan bulldozer yang dilengkapi oleh ripper. Ripping dilakukan apabila
kondisi batubara keras dan tidak bisa digali langsung menggunakan excavator
type teeth bucket. Ripping dilakukan hanya sekedar untuk membantu membongkar
batubara dan untuk proses loading tetap menggunakan excavator. Ripping

III-10
dilakukan mengikuti arah kemiringan (dip), agar batubara mudah untuk di-ripping
dan membuat ripper menjadi lebih awet.

Kemampugaruan (rippability) merupakan suatu ukuran apakah suatu massa batuan


mudah digaru, sulit digaru atau bahkan tidak dapat digaru (Noviyanti, 2003).
Mudah atau sukarnya batuan untuk di-ripping didasarkan atas sifat geologi dan
geoteknik dari batuan tersebut dan untuk mengetahuinya, maka perlu dilakukan
uji lapangan baik data struktur, pelapukan dan air tanah.Hal ini juga dapat
menentukan apakah penggalian batubara menggunakan proses ripping untuk
batubara yang dapat digaru ataublasting jika batuan sukar untuk digaru.

Gambar 3.3 Bulldozer yang dilengkapi Ripper

3.6.2. Backhoe
Backhoe Merupakan alat gali yang menggunakan tekanan hydraulic untuk
menggerakannya. Alat ini, dalam penggoperasiannya hampir sama dengan power
shovel yang membedakannya adalah cara penggalian material. Backhoe menggali
material dari arah atas kebawah, atau material digali mendekati alat.
Setelah batubara dipecah atau diberai maka selanjutnya dilakukan penggalian

III-11
batubara dengan menggunakan excavator. Setelah batubara dibongkar, kemudian
batubara dikumpulkan dengan bulldozer yangmemiliki blade. Batubara
selanjutnya dimuat dengan menggunakan excavator untuk dimasukkan kedalam
alat angkut dump truck Scania P420.

Gambar 3.4 Backhoe melayani pemuatan dumptruck Scania P420


Pemuatan (Loading) dan Pengangkutan Batubara (Coal Hauling) Loading
merupakan proses pemuatan material hasil galian oleh alat muat
(loadingequipment) seperti powershovel, backhoe, dragline yang dimuatkan pada
alat angkut (haulingequipment). Pola pemuatan saat penggalian tergantung pada
kondisi lapangan operasi pengupasan serta alat mekanis yang digunakan dengan
asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk (bucket) alat gali muat
sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan.

Setelah alat angkut terisi penuh segera keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut
lainnya sehingga tidak terjadi waktu tunggu pada alat angkut maupun alat gali
muatnya.

Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan alat gali
muat dan alat angkut, yaitu:

1. Cara Pemuatan Material


Cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat angkut ditentukan oleh
kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut. Cara pemuatan dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu :

III-12
a. Top Loading, yaitu kedudukan alat muat berada diatas tumpukkan material
atau berada diatas jenjang. Cara ini hanya dipakai pada alat muat excavator
backhoe, selain daripada itu operator lebih leluasa untuk melihat bak dan
menempatkan material.
b. Bottom Loading, yaitu ketinggian atau alat angkut dan truk adalah sama.
Cara ini dipakai pada alat muat Power Shovel.
2. Posisi Pemuatan
Posisi pemuatan dilihat dari alat muat terhadap front penggalian dan posisi
alat angkut terhadap alat muat. Dapat dibedakan menjadi tiga pada yaitu:
a. Frontal Cut, yaitu alat muat berhadapan dengan muka jenjang atau front
penggalian. Pada pola ini memuat pertama kali pada dump truck sebelah kiri
sampai penuh dan berangkat setelah itu dilanjutkan pada dump truck sebelah
kanan.
b. Drive By Cut, yaitu alat muat (backhoe) bergerak melintang dan sejajar
dengan front penggalian. Pola ini diterapkan apabila lokasi pemuatan
memiliki dua akses.
c. Pararel Cut, terdiri dari dua metode berdasarkan cara pemuatannya, yaitu:
Single Spotting atau SingleTruk Back Up
Truk kedua menunggu selagi alat muat memuat ke truk pertama, setelah
truk pertama berangkat, truk kedua berputar dan mundur. Saat truk kedua
dimuat, truk ketiga datang dan melakukan manuver, dan seterusnya.
Double Spotting atau Double Truck Back Up
Truk memutar dan mundur ke salah satu sisi alat muat selagi alat muat
memuati truk pertama. Begitu truk pertama berangkat, alat muat mengisi
truk kedua dimuati, truk ketiga datang dan langsung berputar dan mundur
kearah alat muat, demikian seterusnya.

Setelah dilakukan pemuatan kemudian batubara diangkut untuk dibawa ke tempat


penyimpanan (stockpile), sedangkan untuk overburden dibawa ke disposal yang
nantinya digunakan untuk kegiatan pasca tambang. Kegiatan penggalian dan
pengangkutan batubara ini, pada umumnya dilakukan secara konvensional yaitu
shovel-dump truck.

III-13
Batubara diberai dahulu dengan bantuan ripper bulldozer lalu dimuat dengan
excavator, yang kemudian dilakukan pengangkutan menggunakan dump truck
diangkut ke stockpile. Kapasitatas bucket excavator harus dimaksimalkan agar
mengetahui berapa unit dump truck yang dibutuhkan untuk menentukan efisiensi
kerja. Selanjutnya batubara akanditeruskan ke Train Loading Station (TLS)
ataupun ke temporary stock.

Produksi (output) daripekerjaan pengangkutan ini dipengaruhi oleh:


1. Kondisi jalan angkut.
2. Banyaknya tanjakan.
3. Kemampuan operator alat angkut.
4. Hal-hal lain yang berpengaruh terhadap kecepatan dari alat angkut.

3.6.3. Dumptruck

Digunakan untuk pengangkutan jarak dekat dan sedang. Karena kecepatan nya
yang tinggi (kondisi jalan bagus), maka dump truck memiliki kapasitas tinggi
sehingga biaya angkut per-ton material rendah. Selain itu, dump truck bersifat
fleksibel artinya dapat dipakai untuk mengangkut bermacam-macam barang
dengan muatan yang berubah-ubah. Jenis alat ini dapat dibedakan menjadi:
a. Heavy dump truck
Dump truck jenis ini memiliki bagian kabin yang bersatu dengan bagian
vessel-nya, sehingga pergerakkan nya tidak fleksibel.

Gambar 3.5. Heavy dumptruck

III-14
b. Dump truck
Tipe dari alat ini memiliki kapasitas bak yang lebih kecil dari tipe heavy
dump truck.

Gambar 3.6. Dumptruck jenis Scania P420


3.6.4. Grader

Grader berfungsi untuk meratakan pembukaan tanah atau jalan tambang secara
mekanis. Di samping itu grader berfunsi untuk penggusuran tanah, pencampuran
tanah, meratakan tanah, dan berperan sebagai alat bantu tambang di bagian
spreader agar tanah tersebut merata.

Gamb3.7 Grader

III-15
3.7. Elemen- elemen Produksi

Produksi adalah laju material yang dapat dipindahkan atau dialirkan per satuan
waktu. Untuk memperoleh produksi ada beberapa hal yang harus diperhitungkan
antara lain :
1) Kapasitas alat.
2) Tenaga kendaraan atau alat.
3) Waktu Edar (Cycle Time)
4) Efisiensi Kerja
5) Densitas material
Umumnya pemindahan material/tanah penutup dihitung berdasarkan volume (m3
atau BCM), sedangkan untuk batubara dinyatakan dalam ton. Mengetahui prinsip
elemen-elemen produksi penting artinya karena tidak diinginkan adanya
kesalahan estimasi produksi alat-alat berat.

Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas alat, sebagai berikut:


a. Volume Material.
Diketahui ada tiga bentuk volume material yang mempengaruhi perhitungan
pemindahan nya, yaitu dinyatakan dalam bank cubic meter (BCM), loose cubic
meter (LCM) dan compacted cube meter (CCM). Perubahan ini terjadi karna
adanya perbedaan densitas akibat penggalian atau pemadatan dari densitas
aslinya ditempat (insitu) yang belum terganggu. LCM adalah volume material
yang sudah lepas akibat penggalian, sehingga volume akan mengembang dengan
berat tetap sama. CCM adalah volume material yang mengalami pemadatan
kembali setelah penggalian, sehingga volume aslinya dengan berat tetap sama.
Densitas material tentunya akan berubah akibat adanya penggalian yaitu dari
kondisi bank ke loose.
Pada kondisi loose, densitas material akan berkurang dibanding densitas pada
kondisi bank karena adanya pori pori udara. Untuk mengkonversikan densitas
material dari bank ke loosedigunakan rumus yaitu :


Swell factor = x 100%

b. Faktor pengisian ( Fill Factor)

III-16
Merupakan persentase volume yang sesuai atau sesunggunya dapat diisikan
kedalam vasselatau bucketdibandingkan dengan kapasitas teoritisnya. Suatu
vassel tersebut tidak dapat diisi dari 100% karena dapat diisi munjung.

Ff=

Keterangan :
Ff = Faktor Isi Bucket ( Fill Factor)
Vn = Kapasitas Nyata BucketAlat Gali-Muat (m3)
Vs = Kapasitas baku bucket Alat- Gali Muat ( Spesifikasi Alat ) (m3)

Faktor-faktor yang mempengarui pengisian bucket adalah sebagai berikut:


a. Kandungan air
Kandungan air dari suatu material sangat berpengaruh terhadap pengisian bucket,
Makin besar kandungan air dari suatu material, maka faktor pengisian makin
kecil. Sebab dengan adanya air mengakibatkan ruang yang seharusnya terisi oleh
material diisi oleh air.
b. Ukuran material
Ukuran material yang umumnya lebih besar, menyebabkan banyak ruangan
dalam bucket yang terisi oleh material, sehingga faktor pengisian menjadi kecil.
c. Keahlian dan pengalaman operator
Keahlian dan pengalaman operator sangat perlu dalam pelaksanaan kegiatan
penambangan, karna operator yang ahli dan pengalaman akan menghasilkan
faktor pengisian yang tinggi.

3.8. Waktu Edar (Cycle time )

Waktu edar (cycle time ) adalah waktu yang diperlukan alat mulai dari aktivitas
pengisian atau pemuatan ( loading ), pengangkutan ( hauling) untuk truck dan
sejenisnya atau swing untuk backhoe dan shovel, pengosongan (dumping),
kembali kosong dan mempersiapkan posisi (manuver) untuk diisi atau dimuat.
Disamping aktivitas-sktivitas tersebut terdapat pula waktu menunggu (delay time )
bila terjadi antrian untuk mengisi atau memuat. Komponen waktu edar untuk alat
dorong, misalnya bulldozer adalah waktu dorong material sampai jarak tertentu,
waktu kembali mundur,manuver, maupun siap dorong kembali.

III-17
Waktu edar (cycle time) terdiri dari dua jenis, yaitu waktu tetap ( fixed time ) dan
variable (variable time ). Jadi waktu edar total adalah total penjumlahan waktu
tetap dan waktu variabel. Yang termaksud kedalam waktu tetap adalah waktu
pengisian atau pemuatan termasuk manuver dan menunggu, waktu pengosongan
muatan, waktu membelok dan mengganti gigi dan percepatan, sedangkan yang
termasuk waktu variabel adalah waktu mengangkut muatan dan kembali kosong.

1. Waktu edar alat gali muat


Waktu edar alat gali-muat dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ctgm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4

Keterangan :
Ctgm = Waktu edar alat gali-muat
Tm1 = Waktu menggali material
Tm2 = Waktu putar dengan bucket terisi
TM3 = Waktu menumpahkan muatan
Tm4 = Waktu putar dengan bucket kosong

2. Waktu edar alat angkut


Waktu edar alat angkut dapat dirumuskan sebagai berikut:
Cta = Ta1 + Ta2 +Ta3 +Ta4 +Ta5 + Ta6
Keterangan :
Cta = Waktu edar alat angkut
Ta1 = Waktu mengambil posisi untuk dimuati
Ta2 = Waktu diisi muatan
Ta3 = Waktu mengangkut muatan
Ta4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan
Ta5 = Waktu pengosongan muatan
Ta6 = Waktu kembali kosong

3.9. Produktivitas Alat Gali Muat Dan Alat Angkut

Menurut Indonesianto (2013), mampu produksi penambangan dapat diketahui


dengan melakukan perhitungan kemampuan produksi alat mekanis masing-
masing rangkaian kerja yang telah ditetapkan. Kemampuan produksi alat gali

III-18
muat dan angkut dapat digunakan untuk menilai kemampuan kerja dari suatu alat.
Semakin besar hasil produksi suatu alat dalam waktu yang singkat berarti
produktivitas alat tersebut juga akan semakin baik.

3.9.1. Produktivitas Alat Gali Muat

Produktivitas alat gali muat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:


60
Q= x K F x S x Ek

Keterangan:
Q = Produktivitas alat gali muat ( bcm/jam atau ton/jam )
Kb = Kapasitas bucket spec alat
Ff = Fill factor ( Faktor koreksi pengisian bucket )
Sf = Swell factor
Ek = Efisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat gali muat ( menit )

3.9.2. Produktivitas Alat Angkut

Produktivitas alat angkut dapat dihitung dengan persamaan berikut:



Q = x Kb x ff x Ek x n x density

Keterangan :
Q = Produkitivitas alat angkut ( bcm/jam atau ton/ jam )
Kb = Kapasitas bucket spec alat
Ff = Fill factor ( Faktor koreksi pengisian bucket )
Sf = Swell factor
Ek = Efisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat gali muat ( menit )
n = Jumlah alat angkut

3.10. Faktor Keserasian Kerja (Match Factor)

Pada kegiatan penambangan, keserasian kerja antara alat gali muat dan alat angkut
perlu diperhatikan. Untuk melihat keserasian kerja antara alat gali muat alat
angkut digunakan persamaan berikut:

III-19
n x Na x Lt
MF =

Keterangan:
N : banyak pengisian
Na : jumlah alat angkut,unit
Mm : jumlah alat muat, unit
Cta : waktu edar alat angkut, menit
Lt : loading time, menit

Keserasian kerja antara alat gali muat dan alat gali angkut berpengaruh terhadap
faktor kerja . Hubungan yang tidak serasi antara alat gali muat dan alat gali angkut
akan menurun faktor kerja. Faktor kerja alat gali muat dan alat gali angkut akan
mencapai 100% jika MF =1, sedangkan bila MF < 1 maka faktor kerja alat angkut
= 100% dan faktor alat kerja gali muat < 100% (alat loading menunggu alat
angkut). Seebaliknya bila MF > 1,maka faktor kerja alat gali muat = 100% ( alat
hauling antri). Keserasian kerja antara alat gali muat dan alat angkut akan terjadi
pada saat harga MF = 1, pada saat itu kemampuan alat gali muat akan sesuai.

3.11. Efisiensi Kerja

Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan terhadap suatu


pekerjaan atau merupakan suatu perbandingan antara waktu yang dipakai untuk
bekerja dengan waktu yang tersedia. Faktor faktor yang mempengaruhi efisiensi
kerja adalah sebagai berikut :

a. Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan


untukmelakukan kegiatan penggalian, pemuatan dan pengangkutan. Efisiensi
kerja akansemakin besar apabila banyaknya waktu kerja semakin mendekati
jumlah waktukerja yang tersedia. Waktu yang tersedia berhubungan erat
dengan jam kerja efektif.Jam kerja efektif adalah jam kerja dimana alat
dengan kemampuan alat angkut.
b. Hambatan yang Dapat Dihindari
Adalah hambatan yang terjadi karena adanya penyimpangan-
penyimpanganterhadap waktu kerja yang dijadwalkan. Hambatan tersebut
antara lain :
- Terlambat memulai kerja.

III-20
- Berhenti bekerja sebelum waktu istirahat.
- Terlambat bekerja setelah waktu istirahat.
- Keperluan operator.
- Berhenti bekerja lebih awal pada akhir shift.
- Persiapan peledakan.
c. Hambatan yang Tidak Dapat Dihindari
Selama proses produksi termasuk perbaikan dan perawatan alat.
d. Hambatan yang Dapat Dihindari
Adalah hambatan yang terjadi karena adanya penyimpangan-
penyimpanganterhadap waktu kerja yang dijadwalkan. Hambatan tersebut
antara lain :
- Terlambat memulai kerja.
- Berhenti bekerja sebelum waktu istirahat.
- Terlambat bekerja setelah waktu istirahat.
- Keperluan operator.
- Berhenti bekerja lebih awal pada akhir shift.
- Persiapan peledakan.
e. Hambatan yang Tidak Dapat Dihindari
Adalah hambatan yang terjadi pada waktu jam kerja yang menyebabkan
hilangnya waktu kerja dikarenakan kondisi alam atau kegiatan rutin dan
harusdilaksanakan. Hambatan tersebut antara lain :
- Hujan.
- Pengeringan jalan setelah hujan.
- Pindah posisi penempatan alat.
- Perbaikan front penambangan.
- Pemeriksaan dan pemanasan alat.
- Pengisian bahan bakar.
- Kerusakan dan perbaikan alat di tempat.

Dengan mengetahui hambatan hambatan tersebut di atas, maka dapat


diketahui waktu kerja efektif. Dimana dengan berkurangnya waktu kerja efektif
akan berpengaruh terhadap produksi alat mekanis tersebut.

III-21
E = ( Waktu Kerja Efektif / Waktu Kerja Tersedia ) x 100 %

Efisiensi alat muat dilambangkan Em, sedangkan efisiensi alat angkut


dilambangkan Ea

III-22

Anda mungkin juga menyukai