Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya (Kemenkes RI, 2011). Tuberkulosis merupakan masalah
kesehatan utama di dunia dan sebagai penyebab kematian kedua akibat penyakit menular
setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada tahun 2011, diperkirakan hampir 9 juta
orang menderita TB di dunia dan sekitar 1,4 juta orang meninggal karena TB. Menurut WHO
masih tingginya jumlah kasus TB yaitu sebesar 316.562 kasus dengan angka prevalensi
sebesar 289 per 100.000 penduduk dan jumlah kasus baru TB sebesar 194.780 kasus dengan
angka insidensi 189 per 100.000 penduduk. Selain itu, angka kematian karena TB juga masih
tinggi yaitu 27 per 100.000 penduduk dengan jumlah kematian sebesar 169 orang per hari
atau 61.000 orang per tahun (Kemenkes RI, 2012). Saat ini, Indonesia menempati peringkat
ke-4 dalam hal jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India, Cina dan Afrika
pengobatan TB merupakan tantangan utama karena wilayah geografis yang sangat luas
(Kemenkes RI, 2011). Sebagian besar penderita TB mendapatkan pengobatan dari pelayanan
kesehatan di luar program TB Nasional. Hal ini disebabkan belum memadainya cakupan
pelayanan DOTS serta banyaknya pelayanan kesehatan (rumah sakit dan praktik swasta)
yang belum berpartisipasi dalam program penanggulangan TB, sehingga penderita TB tidak
mendapatkan pengobatan dini sesuai dengan standar pengobatan TB (Ahmad et al., 2011).
Hasil survei prevalensi TB tahun 2004 mengemukakan bahwa pola pencarian pengobatan
di masyarakat bila terdapat anggota keluarga yang mempunyai gejala TB adalah 66% akan
memilih berkunjung ke puskesmas, 49% ke dokter praktik swasta, 42% ke rumah sakit
pemerintah, 14% ke rumah sakit swasta dan 11% ke praktik bidan/ perawat swasta
Prevalensi TB paru per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012
sebesar 106,42. Prevalensi yang tertinggi berada di Kota Tegal sebanyak 358,91 per 100.000
penduduk dan terendah di Kabupaten Magelang sebanyak 44,04 per 100.000 penduduk
(Dinkes Jateng, 2013). Pencapaian case detection rate (CDR) di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2008 2012 masih dibawah target yang ditetapkan sebesar 70%. Meskipun masih
dibawah target yang telah ditentukan, pencapaian CDR pada tahun 2012 sebesar 58,45%
lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 59,52% (Dinkes Jateng, 2013). Sementara
hingga bulan September tahun 2013 jumlah kasus TB paru di Jawa Tengah sebanyak 6.559
kasus dengan CDR 18,93%, sedangkan pada tahun 2014 pada triwulan pertama (TW I)
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Menurut WHO (2015), Efusi
Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara
normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (520ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya gesekan antara kedua pleura
infeksi paru nontubercolusis, sirosishati, gagal jantung kongesif.Secara geografis penyakit ini
terdapat diseluruh dunia,bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang
Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3juta orang setiap tahunnya
menderita Efusi Pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia
tubercolusis
Efusi pleura seiring terjadi di negara negara yang sedang berkembang yang sedang
berkembang salah satunya indonesia. Negara negara barat efusi pleura disebabkan gagl
jantung kongesti keganasan bakteri. Di amerika afusi pluera menyerang 1,3 juta orang per
Badan kesehatan dunia (WHO) 2016 memperkirakan jumlah kasus efusi pluera diseluruh
dunia cukup tinggi menduduki urutan ketiga setelah CA paru sekitar 10-15 juta dengan 250
ribu kematian tiap tahunnya. Efusi pluera suatu disease entity dan merupakan suatu gejala
Dinegara negara barat efusi pluera terutama disebabkan oleh gagal jantung kongesti
sirosis hati keganasan dan peneomia bakteri sementara di negara yang sedang berkembang
seperti indoneisa lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Efusi pluera keganasan
merupakan
salah satu komplikasi biasanya ditemukan pada penderita keganasan dan disebabkan oleh
kangker paru dan kangker payudara. Efusi pluera merupakan manifestasi klinik yang dapat di
jumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pluera primer atau metastik. Sementara 5%
kasus mesotelioma (keganasan pluera primer) dapat disertai efusi pluera dan sekitar 50%
penderita kangker payudara akhirnya akan mengalami efusi pluera (yoghie pratama, 2012)
Di indonesia trauma dada juga bisa menjadi penyebab efusi pluera. Mortalitas dan
morbiditas efusi pluera ditentukan berdasarkan penyebab tingkat keparahan dan jenis
biochemical dalam cairan pluera. hal ini akan sejalan bila masyarakat indonesia terbatas dari
masalah kesehatan dengan gangguan system pernapasan yang salah satunya adalah efusi
pluera.
Sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunya. Efusi pluera suatu
kesatuan penyakit (disease enity) dna merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang
dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat kegawatan efusi pluera ditentukan oleh jumlah
kesehatan sejak dini sehingga terhambat aktivitas sehari hari dan kematian akibat efusi pluera
Tingkat kegawat daruratan pada efusi pluera ditentukan oleh jumlah cairan kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru. Jika efusi luas exspensi paru akan
mengalami sesak nyeri dada,batuk non produktif bahkan akan terjadi kolaps paru dan
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang abnormal yang disebabkan oleh
karena pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses absorpsinya. Sebagian besar efusi
pleura terjadi karena adanya peningkatan pembentukan cairan pleura dan penurunan
kecepatan absorpsi cairan pleura tersebut. Pada pasien dengan daya absorpsi normal,
pembentukan cairan pleura harus meningkat 30 kali lipat secara terus menerus agar dapat
menimbulkan suatu efusi pleura. Di sisi lain, penurunan daya absorpsi cairan pleura saja tidak
akan menghasilkan penumpukan caian yang signifikan dalam rongga pleura mengingat
tingkat normal pembentukan cairan pleura sangat lambat (Lee YCG, 2013). Efusi pleura bisa
disebabkan oleh penyakit yang berasal dari paru, pleura ataupun penyakit di luar paru (Light
RW, 2011). Efusi pleura terbagi menjadi transudat dan eksudat. (Light RW, 2011)
Berdasarkan kriteria Light, dikatakan efusi pleura eksudat jika memenuhi satu atau lebih
kriteria berikut (1) rasio kadar protein cairan pleura/kadar protein serum lebih besar dari 0,5,
(2) rasio kadar LDH cairan pleura/kadar LDH serum lebih besar dari 0,6 atau (3) kadar LDH
cairan pleura lebih besar dari dua pertiga dari batas atas normal LDH serum.(Mayse M.L,
2008)
Berdasarkan uraian diatas dengan tingginya angka kejadian penyakit efusi pleeura serta
akibat yang dapat ditimbulkan, maka penulis tertarik membahasa tentang Asuhan
Keperawatan dengan gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB Paru aktif
meliputi aspek bio-psiko-spritual dengan pendekatan proses keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru aktif di Ruang Safir RSUD
sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru aktif di Ruang Safir RSUD
pasien dengan gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru
keperawatan yang muncul pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan akibat
efusi pleura e.t causa TB paru aktif di Ruang Safir RSUD dr. Slamet Garut
ditetapkan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t
dengan gangguan sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru aktif di
sistem pernafasan akibat efusi pleura e.t causa TB paru aktif di Ruang Safir RSUD