Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan pada hernia abdomen, isi
perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari bagian muskulo-aponeurotik
dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi hernia. Semua hernia
terjadi melalui celah lemah atau kelemahan yang potensial pada dinding abdomen
yang dicetuskan oleh peningkatan tekanan intraabdomen yang berulang atau
berkelanjutan.
Hernia adalah adanya penonjolan peritoneum yang berisi alat visera dari
rongga abdomen melalui suatu lokus minoris resistensieae baik bawaan maupun
didapat. Hernia tetap merupakan problem kesehatan yang tidak bisa lepas dari
problem sosial, banyak orang dengan tonjolan di lipat paha ke dukun sebelum
dibawa ke rumah sakit atau dokter; adapula sebahagian masyarakat yang merasa
malu bila penyakitnya diketahui orang lain sakit demikian, sehingga hal-hal inilah
yang kadangkala memperlambat penanganan penyakit dan khususnya
hernia. Problem kedokteran yang penting adalah bagaimana mengurangi frekuensi
timbulnya hernia inguinalis.
Dalam sejarahnya pada 1552 sebelum Masehi di Mesir telah dilaporkan
pengobatan untuk hernia inguinalis dengan melakukan suatu tekanan dari luar.
Galen pada tahun 176 Masehi melaporkan penurunan duktus testikularis melalui
lubang kecil pada lower abdomen, kemudian ia meneliti dari awal tentang sebab
terjadinya hernia inguinalis indirekta. Susruta pada abad ke 5 sesudah Masehi
pertama kali melaporkan pengobatan bedah terhadap hernia. Pada autopsi
terhadap anak yang menderita hernia sebanyak 500 orang pada abad ke 18 dan 19
didapatkan 56% adanya patensi dari prosesus vaginalis peritonei. sedangkan Later
pada abad ke 19 melakukan berbagai metode pembedahan dalam mengatur
kembali lapisan anatomis dari kanalis inguinalis dengan memperhatikan hubungan
sekitarnya seperti struktur dari funikulus spermatikus. 1,2

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 3


Bank pada tahun 1884 menyatakan bahwa pengobatan hernia yang
definitif adalah dengan melakukan ikatan yang baik, kegagalan dalam tindakan
tersebut didapatkan akibat kelemahan ikatannya. Selanjutnya dilaporkan pula
pengangkatan lengkap kantong hernia melalui cincin hernia eksterna. Fergusson
pada tahun 1899 menekankan ligasi tinggi dari kantong hernia tanpa merusak
struktur anatomis funikulus dan lapisan anatomis dari kanalis inguinalis dengan
melakukan insisi aponeurosis otot obliquus externus.
Mc Lennan pada tahun 1914 menyatakan pengobatan bedah Telah
dilakukan, penelitian retrospektif dengan analisis deskriptif terhadap 95 kasus
hernia inguinalis lateralis anak pada kurun waktu Januari 1988 sampai dengan
Desember 1991. Didapatkan 78,9% kasus laki-laki, 42,1% kelompok umur 0 -1
tahun; 52,6% hernia inguinalis lateralis dekstra; 31,6% hernia inguinalis
inkarserata, terbanyak pada ke-lompok umur 0 - 1 tahun (50%); reduksi
konservatif berhasil pada 72,7% dilanjutkan dengan bedah elektif setelah 48 jam
dan pada 8 kasus hernia inguinalis yang inkarserata dilakukan bedah emergensi.
Bila tidak ditangani secara dini, Hernia Inguinal Lateralis (indirek) dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi seperti, terjadi perlengketan antara isi Hernia
dengan dinding kantong Hernia sehingga isi Hernia tidak dapat dimasukkan
kembali dan penekanan terhadap cincin Hernia semakin banyaknya usus yang
masuk.
Salah satu penanganan yang dilakukan pada klien Hernia adalah
herniotomi atau herniorafi. Dampak kesehatan yang ditimbulkan pada pasien yang
dilakukan herniorafi diantaranya nyeri, aktivitas intoleran dan resiko terjadinya
infeksi.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 4


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Regio Inguinal


Regio inguinal harus dipahami, pengetahuan tentang region ini penting
untuk terapi operatif dari hernia. Sebagai tambahan, pengetahuan tentang posisi
relative dari saraf, pembuluh darah dan struktur vas deferen, aponeurosis dan
fascia.
a. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan terletak
2-4 cm kearah caudal lagamentum inguinal. Kanal melebar diantara cincin
internal dan eksternal. Kanalis inguinalis mengandung salah satu vas deferens atau
ligamentum uterus. Funikulus spermatikus terdiri dari serat-serat otot cremaster,
pleksus pampiniformis, arteri testicularis n ramus genital nervus genitofemoralis,
ductus deferens, arteri cremaster, limfatik, dan prosesus vaginalis.
Kanalis inguinalis harus dipahami dalam konteks anatomi tiga dimensi.
Kanalis inginalis berjalan dari lateral ke medial, dalam ke luar dan cepal ke
caudal. Kanalis inguinalis dibangun oleh aponeurosis obliquus ekternus dibagian
superficial, dinding inferior dibangun oleh ligamentum inguinal dan ligamentum
lacunar. Dinding posterior (dasar) kanalis inguinalis dibentuk oleh fascia
transfersalis dan aponeurosis transverses abdominis. Dasar kanalis inguinalils
adalah bagian paling penting dari sudut pandang anatomi maupun bedah.
Pembuluh darah epigastric inferior menjadi batas superolateral dari
trigonum Hesselbach. Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh membrane rectus,
dan ligamentum inguinal menjadi batas inferior. Hernia yang melewati trigonum
Hesselbach disebut sebagai direct hernia, sedangkan hernia yang muncul lateral
dari trigonum adalah hernia indirect.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 5


Segitiga Hesselbach's

b. Aponeurosis Obliqus External


Aponeurosis otot obliquus eksternus dibentuk oleh dua lapisan: superficial dan
profunda. Bersama dengan aponeorosis otot obliqus internus dan transversus
abdominis, mereka membentuk sarung rectus dan akhirnya linea alba. external
oblique aponeurosis menjadi batas superficial dari kanalis inguinalis. Ligamentum
inguinal terletak dari spina iliaca anterior superior ke tuberculum pubicum.

Otot Oblique

c. Otot Oblique internus


Otot obliq abdominis internus menjadi tepi atas dari kanalis inguinalis . bagian
medial dari internal oblique aponeurosis menyatu dengan serat dari aponeurosis
transversus abdominis dekat tuberculum pubicum untuk membentuk conjoined

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 6


tendon. adanya conjoined tendon yang sebenarnya te;ah banyak diperdebatkan,
tetapi diduga oleh banyak ahli bedah muncul pada 10% pasien.
d. Fascia Transversalis
Fascia transversalis dianggap suatu kelanjutan dari otot transversalis dan
aponeurosisnya. Fascia transversalis digambarkan oleh Cooper memiliki 2
lapisan: "The fascia transversalis dapat dibagi menjadi dua bagian, satu terletak
sedikit sebelum yang lainnya, bagian dalam lebih tipis dari bagian luar; ia keluar
dari tendon otot transversalis pada bagian dalam dari spermatic cord dan berikatan
ke linea semulunaris.

Fascia Transversalis

e. Ligamentum Cooper
Ligamentum Cooper terletak pada bagian belakang ramus pubis dan dibentuk
oleh ramus pubis dan fascia. Ligamentum cooper adalah titik fixasi yang penting
dalam metode perbaikan laparoscopic sebagaimana pada teknik McVay.
f. Preperitoneal Space
preperitoneal space terdiri dari jaringan lemak, lymphatics, pembuluh darah
dan saraf. Saraf preperitoneal yang harus diperhatikan oleh ahli bedah adalah
nervus cutaneous femoral lateral dan nervus genitofemoral. nervus cutaneous
femoral lateral berasal dari serabut L2 dan L3 dan kadang cabang dari nervus
femoralis. Nervus ini berjalan sepanjang permukaan anterior otot iliaca dan

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 7


dibawah fascia iliaca dan dibawah atau melelui perlekatan sebelah lateral
ligamentum inguinal pada spina iliaca anterior superior.
Nervus genitofemoral biasanya berasal dari L2 atau dari L1 dan L2 dan
kadang dari L3. Ia turun didepan otot psoas dan terbagi menjadi cabang genital
dan femoral. Cabang genital masuk ke kanalis inguinalis melalui cincin dalam
sedangkan cabang femoral masuk ke hiatus femoralis sebelah lateral dari arteri.
ductus deferens berjalan melalui preperitoneal space dari caudal ke cepal dan
medial ke lateral ke cincin interna inguinal. Jaringan lemak, lymphatics,
ditemukan di preperitoneal space, dan jumlah jaringan lemak sangat bervariasi.

2.2. Klasifikasi Hernia


1. Berdasarkan terjadinya:
a. Hernia kongenital:
- Hernia kongenital sempurna: karena adanya defek pada tempat-tempat
tertentu.
- Hernia kongetital tak sempurna: bayi dilahirkan normal (kelainan belum
tampak) tetapi mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi)
dan beberapa bulan setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut
karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intra abdominal.
b. Hernia akuisita: merupakan hernia dapatan, yang umumnya terjadi akibat
faktor peningkatan tekanan intra abdomen.

2. Berdasarkan klinis:
a. Hernia reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Dapat direposisi tanpa
operasi.
b. Hernia irreponibilis: organ yang mengalami hernia tidak dapat kembali ke
cavum abdominal kecuali dengan bantuan operasi. Tidak ada keluhan rasa
nyeri atau tanda sumbatan usus. Jika telah mengalami perlekatan organ
disebut hernia akreta.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 8


c. Hernia strangulata: hernia dimana sudah terjadi gangguan vaskularisasi
viscera yang terperangkap dalam kantung hernia (isi hernia). Pada keadaan
sebenarnya gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai,
dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis.
d. Hernia inkarserata: isi kantong terperangkap, terjepit oleh cincin hernia,
tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, dan sudah disertai tanda-tanda
ileus mekanis (usus terjepit sehingga aliran makanan tidak bisa lewat).

3. Berdasarkan arah hernia:


a. Hernia eksterna: Hernia yang penonjolannya dapat dilihat dari luar karena
menonjolnya ke arah luar, misalnya:
- Hernia inguinalis medialis (15%) dan lateralis (60%)
- Hernia femoralis
- Hernia umbilicalis
- Hernia epigastrika
- Hernia lumbalis
- Hernia obturatoria
- Hernia semilunaris
- Hernia parietalis
- Hernia ischiadica

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 9


b. Hernia interna: Jika isi hernia masuk ke dalam rongga lain, misalnya ke
cavum thorax, bursa omentalis, atau masuk ke dalam recessus dalam cavum
abdomen.
Pada cavum abdominalis:
- Hernia epiploica Winslowi
- Hernia bursa omentalis
- Hernia mesenterika
- Hernia retro peritonealis
Pada cavum thorax:
- Hernia diafragmatika traumatika
- Hernia diafragmatika non-traumatika:
Kongenital: misalnya hernia Bochdalek dan hernia Morgagni
Akuisita: misalnya hernia hiatus esophagus

2.3. Definisi Hernia Inguinalis

Hernia inguinalis adalah hernia yang paling sering kita temui. Menurut
patogenesisnya hernia ini dibagi menjadi dua, yaitu hernia inguinalis lateralis
(HIL) dan hernia inguinalis medialis (HIM). Ada juga yang membagi menjadi
hernia inguinalis direk dan hernia inguinalis indirek. Meskipun terapi terbaik
pada hernia ini adalah sama yaitu herniotomi dan herniorafi, tapi penting untuk
mengetahui perbedaannya karena akan mempengaruhi pada teknik operasinya
nanti.
Hernia inguinalis lateralis timbul karena adanya kelemahan anulus intenus
sehingga organ-organ dalam rongga perut (omentum, usus) masuk ke dalam
kanalis inguinalis dan menimbulkan benjolan di lipat paha sampai skrotum.
Sedangkan hernia ingunalis medialis timbul karena adanya kelemahan dinding
perut karena suatu sebab tertentu. Biasanya terjadi pada segitiga hasselbach.
Secara anatomis intra operatif antara HIL dan HIM dipisahkan oleh vassa
epigastrika inferior. HIL terletak di atas vassa epigastrika inferior sedang HIM
terletak di bawahnya.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 10


2.4 Etiologi
Secara fisiologis, kanalis inguinalis merupakan kanal atau saluran yang
normal. Pada fetus, bulan kedelapan dari kehamilan terjadi descensus
testiculorum. Penurunan testis yang sebelumnya terdapat di rongga
retroperitoneal, dekat ginjal, akan masuk kedalam skrotum sehingga terjadi
penonjolan peritoneum yang dikenal sebagai processus vaginalis peritonei. Pada
umumnya, ketika bayi lahir telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut
tidak dapat melalui kanal tersebut. Biasanya obliterasi terjadi di annulus inguinalis
internus, kemudian hilang atau hanya berupa tali. Tetapi dalam beberapa hal
sering belum menutup yang hasilnya ialah terdapatnya hernia didaerah tersebut.
Setelah dewasa kanal tersebut telah menutup. Namun karena daerah
tersebut ialah titik lemah, maka pada keadaan yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen kanal itu dapat terbuka kembali dan timbul hernia
inguinalis akuisita. Sementara di usia ini seseorang lebih produktif dan melakukan
banyak aktivitas. Sehingga penyebab hernia pada orang dewasa ialah sering
mengangkat barang berat, juga bisa oleh karena kegemukan, atau karena pola
makan yang tinggi lemak dan rendah serat sehingga sering mengedan pada saat
BAB.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 11


Hernia pada orang tua terjadi karena faktor usia yang mengakibatkan
semakin lemahnya tempat defek. Biasanya pada orang tua terjadi hernia medialis
karena kelemahan trigonum Hesselbach. Namun dapat juga disebabkan karena
penyakit-penyakit seperti batuk kronis atau hipertrofi prostat.
.
2.5 Patofisiologi
Kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke 8
dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal tersebut.
Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi
tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi
lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut
tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum
menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka
kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal
yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal
terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia
inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi
kerana usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga perut melemah.
Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses
degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena daerah
ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang menyebabkan
tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk batuk kronik, bersin yang kuat
dan mengangkat barang barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya
sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan
dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertropi protat, asites,
kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua.
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses
perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin. Potensial komplikasi
terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi
hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia,

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 12


akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi
obtruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi
nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,
muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul
edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis.
Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila
isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses.
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara
lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis.

2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang hilang timbul, muncul
terutama pada waktu melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan intra-
abdomen seperti mengangkat barang atau batuk, benjolan ini hilang pada waktu
berbaring atau dimasukkan dengan tangan (manual). Terdapat faktor-faktor yang
berperan untuk terjadinya hernia. Dapat terjadi gangguan passage usus (obstruksi)
terutama pada hernia inkarserata. Nyeri pada keadaan strangulasi, sering penderita
datang ke dokter atau ke rumah sakit dengan keadaan ini.

b. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamentum inguinale di
medial vena femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Benjolan tersebut
berbatas atas tidak jelas, bising usus (+), transluminasi (-).

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 13


Gejala/tanda Obstruksi usus pada Nekrosis/gangren pada
hernia inkarserata hernia strangulata
Nyeri Kolik Menetap
Suhu badan Normal Normal/meninggi
Denyut nadi Normal/meninggi Meninggi/tinggi sekali
Leukosit Normal Leukositosis
Rangsang peritoneum Tidak ada Jelas
Sakit Sedang/berat Berat sekali/toksik

Teknik pemeriksaan:
Hernia yang melalui annulus inguinalis abdominalis (lateralis/internus) dan
mengikuti jalannya spermatid cord di canalis inguinalis serta dapat melalui
annulus inguinalis subcutan (externus) sampai scrotum. Mempunyai LMR (Locus
Minoris Resistentie) Secara klinis HIL dan HIM dapat dibedakan dengan tiga
teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan Tumb test. Cara
pemeriksaannya sebagai berikut :

Pemeriksaan Finger Test :


1.Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
2.Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus
ke kanal inguinal.
3.Penderita disuruh batuk:
- Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis
Lateralis.
- Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis
Medialis.

Pemeriksaan Ziemen Test :


1.Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu
(biasanya oleh penderita).
2.Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3.Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 14


- jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.
- jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.
- jari ke 4 : Hernia Femoralis.

Pemeriksaan Thumb Test :


1.Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
- Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.
- Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

2.7 Diagnosis Banding


1. Limfadenitis yang disertai tanda radang lokal umum dengan sumber infeksi di
tungkai bawah, perineum, anus, atau kulit tubuh kaudal dari tingkat umbilikus.
2. Lipoma kadang tidak dapat dibedakan dari benjolan jaringan lemak
preperitoneal pada hernia femoralis.
3. Abses dingin yang berasal dari spondilitis torakolumbalis dapat menonjol di
fosa ovalis.
Untuk membedakannya perlu diketahui bahwa munculnya hernia erat
hubungannya dengan aktivitas seperti mengedan, batuk, dan gerak lain yang
disertai dengan peninggian tekanan intra-abdomen, sedangkan penyakit lain
seperti limfadenitis femoralis tidak berhubungan dengan aktivitas demikian.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 15


2.8 Penatalaksanaan

1.Konservatif
-Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada pasien
anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia
membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia
dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak
inkarserasi lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun.
Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang
terjadi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin
hernia yang lebih elastis dibandingkan dengan orang dewasa.
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan
kompres es diatas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil anak disiapkan untuk
operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu enam
jam harus dilakukan operasi segera.
-Bantalan penyangga
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harusdipakai seumur hidup.

Namun cara yang berumur lebih dari 4000 tahun ini masih saja dipakai sampai
sekarang. Sebaiknya cara ini tidak dinjurkan karena mempunyai komplikasi,
antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut didaerah yang tertekan
sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat
menimbulkan atrofitestis karena tekanan pada funikulus spermatikus yang
mengandung pembuluh darah dari testis

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 16


2. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip
dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan
hernioplasti.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Indikasi :
a. Hernia Inkarserata / Strangulasi (cito)
b. Hernia Irreponabilis ( urgen, 2 x 24 jam)
c. Hernia Reponabilis dilakukan atas indikasi sosial : pekerjaan (elektif)
d. Hernia Reponabilis yang mengalami incarserasi (HIL,Femoralis)
Prinsip semua hernia harus dioperasi, karena dapat menyebabkan inkarserasi /
strangulasi. Herniotomy pada dewasa lebih dulu faktor-faktor penyebab harus
dihilangkan dulu, misal BPH harus dioperasi sebelumnya.

2.9 Regional Anesthesi-Subarachnoid Block (RA-SAB)

Anastesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah


pemberian obat anastetik local ke dalam ruang subarachnoid. Anastesi spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.

A. Indikasi, kontraindikasi, komplikasi RA-SAB


a) Indikasi dilakukan Regional Anastesi-Subarachnoid Block antara lain:
- Bedah ekstremitas bawah
- Bedah panggul
- Tindakan sekitar rektum-perineum
- Bedah obstetric-gynekologi
- Bedah urologi
- Bedah abdomen bawah

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 17


- Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi dengan
anestesi umum ringan
b) Kontra-indikasi
Kontraindikasi spinal anastesi terbagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi absolute
dan kontraindikasi relative:
Kontraindikasi absolute:
- Pasien menolak.
- Infeksi pada tempat suntikan.
- Hipovolemik berat, syok.
- Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan.
- Tekanan intracranial meninggi.
- Fasilitas resusitasi minimum.
- Kurang pengalaman atau didampingi konsultasi anestesi.

Kontraindikasi relative:

- Infeksi Sistemik.
- Infeksi Sekitar Tempat Suntikan
- Kelainan Neurologis.
- Kelainan Psikis.
- Bedah Lama.
- Penyakit Jantung.
- Hipovolemia Ringan.
- Nyeri Punggung Kronis

c) Komplikasi Spinal Anastesi


Komplikasi Tindakan
1. Hipotensi berat.
Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling . biasanya dapat dicegah dengan
memberikan infuse cairan elektrolit 1000 mL atau 500 mL cairan koloid sebelum
tindakan.
2. Bradikardi.
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T2.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 18


3. Hipoventilasi.
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas.
4. Trauma pembuluh darah.
5. Trauma saraf.
6. Mual-muntah.
7. Blok spinal tinggi atau spinal total.

Komplikasi Pasca Tindakan

1. Nyeri pada tempat suntikan.


2. Nyeri punggung.
3. Nyeri kepala karena PDPH.
4. Retensi urin.
5. Meningitis.

B. Teknik anastesi spinal (RA-SAB)


1. Posisi duduk atau lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan . biasanya dikerjakan diatas meja operasi
tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
2. Setelah dimonitor tidurkan pasien dalam posisi duduk. Buat pasien
membungkuk maksimal agar proc. Spinosus mudah teraba.
3. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L4-L5. Jangan melakukan penusukan pada L1-2
karena berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
4. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.
5. Beri anastetik lokal pada tempat tusukan misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3
mL.
6. Cara tusukan median atau paramedian. Biasanya jarum yang digunakan adalah
berukuran 25 G. tusukan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kea rah
sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum yang tajam (quincke-babcock), irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah ke atas atau kebawah untuk menghindari kebocoran liquor

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 19


yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal anastesi. Setelah
resistensi menghilang , mandarin jarum spinal dicabut dan keluar CSF,
kemudian masukkan obat secara perlahan-lahan diselingi aspirasi sedikit ,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.

Peralatan anastesi spinal:

1. Peralatan monitor (Tekanan darah, nadi, pulse oksimetri dan EKG)


2. Peralatan resusitasi/ anastesi umum.
3. Jarum spinal.
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quincke-babcock) atau
jarum spinal dengan ujung pinsil ( pencil point, whitecare).

C. Preoperatif RA-SAB
- Penilaian Preoperatif
Penilaian preoperative merupakan langkah awal dari serangkaian tindakan
anesthesia yang dilakukan terhadap pasien yang direncanakan untuk menjalani
tindakan operatif.
Tujuan:
1.Mengetahui status fisik pasien praoperatif
2.Mengetahui dan menganalisis jenis operasi
3.Memilih jenis atau teknik anesthesia yang sesuai
4.Meramalkan penyulit yang mungkin terjadi selama operasi dan atau pascabedah
5.Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi penyulit yang diramalkan

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 20


Tatalaksana evaluasi:
1. Anamnesis.
Anamnesis baik autoanamnesis maupun alloanamnesis, yakni meliputi
identitas pasien, anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah yang
mungkin menimbulkan kerusakan fungsi organ, dan anamnesis umum yang
meliputi riwayat penyakit sistemik, riwayat pemakaian obat-obatan, riwayat
operasi/anesthesia terdahulu, kebiasaan buruk, dan riwayat alergi. 12

2. Pemeriksaan fisik.
Yakni memeriksa status pasien saat ini yang meliputi kesadaran, frekuensi
nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat dan tinggi badan untuk menilai status
gizi/BMI. Disamping itu juga dilakukan pemeriksaan fisik umum yang meliputi
pemeriksaan status psikis, saraf, respirasi, hemodinamik, penyakit darah,
gastrointestinal, hepato-bilier, urogenital dan saluran kencing, metabolik dan
endokrin, otot rangka, integument.
Pada anestesi juga diperlukan pemeriksaan skor Mallampati yang digunakan
untuk memprediksi kemudahan intubasi (Mallampati,et al. 1985) Hal ini
dilakukan dengan melihat anatomi cavum oral, terutama didasari terlihatnya dasar
uvula, arkus di depan dan belakang tonsil, dan palatum mole. Skoring dilakukan
saat pasien duduk dan pandangan ke depan. Skor Mallampati yang tinggi (III atau
IV) berhubungan dengan intubasi yang lebih sulit sebanding juga dengan insiden
yang lebih tinggi untuk terjadi apneu.

Skoring Mallampati (Nuckton, et al.)


Terlihat tonsil, uvula, dan palatum mole secara keseluruhan
Terlihat palatum mole dan durum, bagian atas tonsil dan uvula
Terlihat palatum mole dan durum, dan dasar uvula
Hanya terlihat palatum durum

3. Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan yang lainnya.


Meliputi pemeriksaan rutin yakni pemeriksaan darah dan urin. Selain itu pada
pasien yang akan operasi besar dan pasien yang menderita penyakit sistemik

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 21


tertentu diperlukan pemeriksaan khusus sesuai indikasi yang meliputi
pemeriksaan laboratorium lengkap, pemeriksaan radiologi, evaluasi kardiologi
terutama pada pasien berumur diatas 35 tahun, pemeriksaan spirometri pada
pasien PPOM.

4. Menentukan prognosis pasien perioperatif.


Hal ini dapat menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh American Society of
Anesthesiologist (ASA) (Wiryana dkk, 2010).

-Persiapan anastesi spinal (RA-SAB)

Pada dasarnya persiapan untuk anastesi spinal seperti persiapan anastesi


umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali
sehingga tak teraba tonjolan proc. Spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal
dibawah ini :

1. Informed consent.
Sebelum dilakukan anastesi wajib meminta izin kepada pasien dan tidak boleh
memkasanya.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 22


2. Pemeriksaan fisik.
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-
lainnya.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran.
Hemoglobin, hematokrit , PT (protrombin time) dan PTT (partial tromboplastin
time).

-Persiapan Preoperatif
1. Masukan oral
Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama
pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua
pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus dipantangkan
dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesi. Pada
pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4
jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi.
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum
obat air putih dalam jumlah terbatas boleh I jam sebelum induksi anesthesia.
2. Terapi Cairan.
Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami defisit
cairan karena durasi puasa . Dengan tidak adanya intake oral, defisit cairan dan
elektrolit bisa terjadi cepat karena terjadinya pembentukan urin, sekresi
gastrointestinal, keringat, dan insensible losses yang terus menerus dari kulit dan
paru. Defisit bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan cairan maintenance
dengan waktu puasa.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 23


D. Durante Operasi RA-SAB
- Persiapan Pasien
Pasien dengan tindakan appendiktomi dapat terjadi evaporasi. Oleh karena itu,
pasien ini diselimuti dan dilakukan monitor balans cairan (keseimbangan cairan).
Perlu juga untuk mengatur suhu pendingin ruangan.
- Pemakaian Obat Anestesi
Infiltrasi lokal menggunakan lidokain 5% di area L4-5 dengan menyusuri krista
iliaka. Dilanjutkan anestesi dengan bupivacaine 0.5% 12.5 mg.
- Terapi Cairan
Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau
kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan dengan ion low molecular
weight (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid juga
mengandung zat-zat high molecular weight seperti protein atau glukosa polimer
besar. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid plasma dan untuk sebagian
besar intravaskular, sedangkan cairan kristaloid cepat menyeimbangkan dengan
dan mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraseluler.
Cairan dipilih sesuai dengan jenis kehilangan cairan yang digantikan. Untuk
kehilangan terutama yang melibatkan air, penggantian dengan cairan hipotonik,
juga disebut cairan jenis maintenance. Jika kehilangan melibatkan baik air dan
elektrolit, penggantian dengan cairan elektrolit isotonik, juga disebut cairan jenis
replacement.
Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis
replacement yang umumnya digunakan. Cairan yang paling umum digunakan
adalah larutan Ringer laktat. Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar
100 mL free water per liter dan cenderung untuk menurunkan natrium serum 130
mEq/L, Ringer laktat umumnya memiliki efek yang paling sedikit pada
komposisi cairan ekstraseluler dan merupakan menjadi cairan yang paling
fisiologis ketika volume besar diperlukan. Kehilangan darah durante operasi
biasanya digantikan dengan cairan RL sebanyak 3 hingga empat kali jumlah
volume darah yang hilang.
Metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan kehilangan darah
adalah pengukuran darah dalam wadah hisap/suction dan secara visual

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 24


memperkirakan darah pada spons atau lap yang terendam darah. Untuk 1 spon
ukuran 4x4 cm dapat menyerap darah 10 cc sedangkan untuk lap dapat menyerap
100-150 cc darah. Pengukuran tersebut menjadi lebih akurat jika kassa atau lap
tersebut ditimbang sebelum dan sesudah terendam oleh darah.

E. Postoperatif RA-SAB
- Pemindahan Pasien dari Kamar Operasi ke Recovery Room
Segera setelah operasi, pasien akan dipindah ke post-anesthesia care unit
(PACU), biasa disebut dengan recovery room. Di tempat ini, pasien akan
diobservasi dengan ketat, termasuk vital sign dan level nyerinya (WebMD, 2011).
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke PACU memerlukan pertimbangan-
pertimbangan khusus. Pertimbangan ini di antaranya ialah letak insisi bedah,
perbuhan vaskular, dan pemajanan. Letak insisi bedah harus selalu
dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operasi dipindahkan. Banyak luka
ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk
mencegah regangan sutura yang lebih lanjut. Selain itu, pasien diposisikan
sehingga tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase.
- Perawatan Post Anestesi di Recovery Room
Recovery dari anestesi terjadi ketika efek obat-obatan anestesi hilang dan
fungsi tubuh mulai kembali. Perlu beberapa waktu sebelum efek anestesi benar-
benar hilang. Setelah anestesi, sejumlah kecil obat masih terdapat dalam tubuh
pasien, tetapi efeknya minimal. Waktu recovery dari anestesi bergantung pada
jenis anestesi, usia pasien, jenis operasi, durasi operasi, pre-existing disease, dan
sensitivitas individu terhadap obat-obatan. Perkiraan waktu recovery yang tepat
dapat ditentukan jika semua spesifikasi pembedahan, riwayat pasien dan jenis
anestesi diketahui.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 25


BAB III
LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : Ishak Harahap
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Batang kuis pasar VII,Tanjung morawa
Agama : Islam
Suku : Batak
No RM : 24 31 18
Masuk Rumah Sakit : 18 Januari 2016
Dirawat di : Ruang Al-ihsan
Tgl dilakukan anestesi : 19 Januari 2016
Lama anastesi : 11.00 - selesai
Diagnosis pra bedah : Hernia Inguinalis Lateralis (D)
Jenis pembedahan : Herniotomi
Jenis anesthesia : Regional Anesthesia-Sub Arachnoid Block

1.2. Pre-operatif
1.2.1. Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan dilipat paha kanan
Telaah :
Pasien datang ke RS.Haji Medan dengan
keluhan adanya benjolan dilipat paha
kanan. Keluhan ini sudah dirasakan sejak
3 bulan yang lalu. Keluhan timbul terutama
ketika berdiri, mengangkat barang barang
berat dan hilang saat berbaring. Bila
benjolan keluar terasa nyeri dan tidak
nyaman. BAK (+) normal, BAB (+).

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 26


1.2.2. Pemeriksaan Fisik
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Pemeriksaan Kepala
Mata : Konj. Palpebra inferior pucat (-), sklera ikterik (-),
pupil isokhor, Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Sekret (-), Deviasi (-)
Bibir : Mukosa bibir basah, Sianosis (-)
Gigi : Caries (-)
Pemeriksaan Leher
Pembesaran KGB (-), Thyroid (+) Normal
Axilla
Pembesaran KGB axilla (-)
Pemeriksaan Thoraks
Paru-paru
Depan
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : SP= Vesikuler, ST= (-)
Belakang
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : SP= Vesikuler, ST= (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II Normal, Reguler

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 27


Status Lokalisata
Regio Abdomen
Inspeksi : tampak benjolan di kuadran kanan bawah
dengan ukuran 6x4 cm, Distensi (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan kuadran kanan bawah
(+), teraba massa,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Pemeriksaan khusus : finger test (+), Ziemann test
(+), thumb test (+).

Genitalia : DBN
Pemeriksaan Ekstremitas
Kekuatan Otot : 5/5/5/5/5
Pemeriksaan Sensibilitas : Dextra et Sinistra tidak ada
kelainan.

1.2.3. Pemeriksaan Penunjang Pre-operasi


a. Pemeriksaan Laboratorium (18 Januari 2016)
Darah Rutin Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 15,8 12-16 g/dl
Hitung 5,9 3,9-5,6 106/l
Eritrosit
Hitung 8.800 4.000-11.000 /l
Leukosit
Hematokrit 48.5 36-47 %
Hitung 277.000 150.000-450.000 /l
Trombosit
Index eritrosit
MCV 82,5 80-96 fL
MCH 26,8 27-31 pg
MCHC 32,5 30-34 %

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 28


Hitung jenis leukosit
Eosinofil 1 1-3 %
Basofil 0 0-1 %
N. Stab 0 2-6 %
N. Seg 55 53-75 %
Limfosit 39 20-45 %
Monosit 5 4-8 %
Kimia klinik
Glukosa Darah 97 <200 mg/dL
Sewaktu

b. Foto Thoraks
Hasil : Cor dan pulmo Dalam Batas Normal

1.2.4. Diagnosa Kerja


Hernia Inguinalis Lateralis (D)

1.2.5. Laporan Anesthesi Pre-operasi


- Assessment : ASA I
- Diagnosa prabedah : Hernia Inguinalis Lateralis (D)
- Keadaan prabedah (19 Januari 2016, pukul 10.00 WIB) :
BB 70 kg, golongan darah -
TD 130/70 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,5C
Hb 15,8 gr/dL
Dipuasakan 8 jam preoperasi
- Jenis pembedahan : Herniotomi

1.2.6. Persiapan Pre-operasi


1. Di Ruang Al-Ihsan
- Surat persetujuan operasi + surat persetujuan tindakan
anestesi

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 29


- IVFD RL 30 gtt/i selama dipuasakan
- Inj. Ranitidin 50 mg sesaat sebelum berangkat ke OK
- Inj. Ondansentron 4mg

2. Di Kamar Operasi
- Scope stetoskop, laringoskop
- Tubes ETT (cuffed) size 7,0 kink fix
- Airway orotracheal airway
- Tape plester untuk fiksasi
- Introducer untuk memandu agar pipa ETT mudah
dimasukkan
- Connector penyambung antara pipa dan alat anestesi
- Suction memastikan tidak ada kerusakan pada
alat suction
- Obat emergensi : Sulfas atropin, lidokain, adrenalin,
efedrin
-
1.3. Durante Operatif
1.3.1. Laporan Anesthesi Durante Operatif
Jenis anestesia : Regional anestesia-Sub Arachnoid
Blok
Teknik anestesia :
1. Memposisikan pasien dengan kondisi duduk, meluruskan
punggung dan kaki, tapi tetap dalam keadaan tidak
tegang, dan menundukkan kepala.
2. Lokasi injeksi diberi antiseptik, dengan povidon iodine
3. Identifikasi ruang interspinosus diantara L4-L5.
4. Kemudian di infiltrasi lokal dengan lidokain 2% di area
L4-L5
5. Dilanjutkan anestesi dengan insersi spino catheter ukuran
25 gauge, barbotage (+), dan cairan serebrospinal (+)

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 30


6. Injeksi bupivacaine 0.5% 20 mg, kemudian dilakukan
pengecekan area sensoris, motoris dan tanda-tanda
toksikasi pada pasien.
3. Lama anestesi : 11.00 sampai selesai
4. Lama operasi : 11.10 12.15 WIB

1.3.2. Tindakan Regional Anesthesi


i. Posisi anestesi : Pasien duduk dengan mendekap bantal,
kepala menekuk ke dada, punggung tidak tegang, kedua kaki
lurus.
ii. Teknik anestesi : Anestesi regional spinal dengan
bupivacaine 0.5% 20 mg.

1.3.3. Monitoring
- Pernafasan : O2 nasal canule, 2 lpm
- Medikasi durante operasi :-
- Cairan masuk
Pre-Operatif : Kristaloid RL 500 cc
Durante Operatif : RL 1000 cc
- Cairan keluar
Pre-Operatif : (-)
Durante Operatif : (-)
- Catatan
EBV : 70 kg x 70 = 4900
EBL
10% : 490
20% : 980
30% : 1470
- Perdarahan
Kasa Basah : 10x10 = 100 cc
Kasa Basah : 5x5 = 25 cc
Suction =-

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 31


Total = 125 cc

1.4. Post Operatif


1.4.1. Laporan Anesthesi Post Operatif di Ruang Pulih Sadar
Pasien masuk jam 11.00 WIB
Keluhan pasien : mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (-)
Pemeriksaan fisik
B1 Airway clear, napas spontan, Rhonki (-),
Wheezing (-)
B2 Nadi 65x/menit, TD 120/70 mmHg, CRT <2
detik
B3 Compos mentis, pupil isokor 3mm/3mm, reflek
cahaya+/+
B4 Kateter (-)
B5 Soepel, mual/muntah (+)
B6 Akral hangat, kering, kemerahan, mobilitas (-),
edema (-)

Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette Score >9


Pergerakan :2
Pernafasan :2
Warna kulit :2
Tekanan Darah : 2
Kesadaran :2

Dalam hal ini, pasien memiliki score 10 sehingga bisa


dipindahkan ke ruang rawat.

Terapi Pasca Bedah :


Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang
IVFD RL 40 gtt/i
Minum sedikit-sedikit bila sadar penuh dan keadaan umum
sudah membaik

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 32


Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam iv
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam iv
Bila mual muntah : Inj.Ondansetron 4 mg/8 jam i.v

1.4.2. Monitoring
- Cek vital sign tiap 15 menit selama 2 jam
- Bila RR <10x/menit, berikan O2 10 liter/menit
- Bila nadi 50, berikan sulfas atropin 0,5 mg iv cepat
- Jika tekanan darah sistole <90 mmHg berikan RL 500 cc
dalam 30 menit efedrin 5 mg iv
- Makan dan minum: diberikan secara bertahap bila pasien
tidak mual dan muntah.
- Bila pasien kesakitan dapat diberikan injeksi ketorolac 30 mg
i.v

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 33


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hernia inguinalis adalah hernia yang paling sering ditemui. Menurut


patogenesisnya hernia ini dibagi menjadi dua, yaitu hernia inguinalis lateralis
(HIL) dan hernia inguinalis medialis (HIM). Ada juga yang membagi menjadi
hernia inguinalis direk dan hernia inguinalis indirek. Meskipun terapi terbaik
pada hernia ini adalah sama yaitu herniotomi, tapi penting untuk mengetahui
perbedaannya karena akan mempengaruhi pada teknik operasinya nanti.
Hernia inguinalis lateralis timbul karena adanya kelemahan anulus intenus
sehingga organ-organ dalam rongga perut (omentum, usus) masuk ke dalam
kanalis inguinalis dan menimbulkan benjolan di lipat paha sampai skrotum.
Pada penatalaksanaan Hernia Inguinalis Lateralis dengan indikasi operasi
dilakukan tindakan herniotomi dimana dilakukan pembedahan yang berlokasi
pada abdomen bagian bawah, maka anastesi yang relevan dengan tindakan ini
yaitu regional anastesi subarachnoid block.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 34


DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz, I.S., 2000. Principles of Surgery 7th. Penerbit Buku Kedokteran


EGC. Jakarta.

2. Sjamsuhidajat, R., dan Jong, W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

3. Kumar, V., 2007. Robins Basic Pathology. Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

4. Way, L., Doherty, G., 1994. Current Diagnosis & Treatment. Edisi 11
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

5. Soeparman, 1998. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.

6. Schrock, T., 1995. Ilmu Bedah. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

7. Soeparman, 1998. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.

RA-SAB pada Hernia Inguinalis Lateralis Page 35

Anda mungkin juga menyukai