Anda di halaman 1dari 14

PRESENTASI KASUS

Diajukan untuk Memenuhi sebagai Syarat


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Radiologi
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta

Diajukan Kepada:
dr. H. Isnanto Singgih, Sp.Rad

Disusun Oleh:
Rahmi Sofya

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

A. Penjelasan Kasus
IDENTITAS

Nama : An. AZS Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 29 Desember 2015 Umur : 9 bulan

Nama Ayah : Bp. W Nama Ibu : Ny. SG

Umur : 45 tahun Umur : 38 tahun

Pekerjaan : Tukang batu Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SD/Sederajat Pendidikan : SD/Sederajat

Masuk Rumah Sakit Tanggal : 1 Oktober 2016

Diagnosis Masuk : Pneumonia

I. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu dan ayah pasien.
A. Keluhan Utama
Batuk dan sesak napas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak batuk kurang lebih sudah 2 minggu. Saat dibawa ke rumah sakit anak batuk disertai
sesak napas, pilek dan muntah ketika batuk terutama saat malam hari. Karena sesak napas pasien
disarankan untuk mondok. Anak pernah diperiksakan ke Puskesmas 2 kali, lalu diberi antibiotik
dan obat puyer batuk, keluhan sedikit berkurang. Pada tanggal 24 September 2016, pasien
dibawa ke klinik anak dan mendapatkan amoksilin, salbutamol dan cetirizine. Seminggu
kemudian tanggal 1 Oktober 2016, dibawa lagi ke untuk kontrol tetapi akhirnya mondok.
Tanggal 1 Oktober 2016 tersebut, pasien datang digendong ibunya dengan keadaan
umum kompos mentis, akral hangat, nadi kuat, perfusi < 2 detik. Tampak sesak napas, napas
cuping hidung( - ), retraksi dada ( + / + ), krepitasi ( + / + ), ronki halus ( + / + ). Selain itu
selama pasien dirawat pasien juga mengalami demam. Pasien ini didiagnosis pneumonia. Pasien
mendapatkan terapi injeksi Ampisilin 4 x 235 mg, injeksi gentamisin 2 x 23,5mg, Metil

2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

Prednisolon 3 x 1,5 mg, paracetamol drop 1 ml jika perlu, cetirizine 1 x 2,5 mg, nebulizer dengan
ventolin-combivent setiap 6 jam.
Pasien sudah membaik pada tanggal 5 Oktober. Namun keesokan harinya ketika
diperiksa pasien kembali demam dan batuk dengan suara yang khas seperti mengonggong
disertai suara parau ( + ). Lalu pasien didiagnosis croup (laringotrakeobrokitis) dan diberi terapi
tambahan nubulizer adrenalin 2 ml (1:1000) + 2-3 ml NaCl 0,9 %.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat modok sebelumnya ( - )
- Riwayat penyakit sebelumnya ( - )
- Riwayat alergi ( + ) : ayah dan saudara pasien memiliki alergi
D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Ibu : Riwayat penyakit serupa ( - )
- Ayah : Riwayat penyakit serupa ( + ), TB tulang, polip berulang,
- Saudara perempuan : Riwayat penyakit serupa ( + ), flek ( + ), pernah mondok karena
diare
- Saudara laki-laki : Riwayat penyakit serupa ( + ), pernah mondok karen diare
E. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a. Riwayat Kehamilan
Pasien anak ketiga dari seorang ibu yang berusia 38 tahun. Kontrol rutin ke
puskesmas. Selama kehamilan tidak ada keluhan.
b. Riwayat Persalinan
Ibu hamil sesuai masa kehamilan dan cukup bulan. Ibu memiliki tekanan darah
220/90 sesaat sebelum melahirkan. Persalinan ditolong oleh dokter spesialis
kandungan di RSUD Jogja secara spontan. BBL : 3250 gram PB: 50cm. Bayi aktif,
menangis kuat, tidak ada kebiruan maupun ikterus dan IMD berhasil.
c. Riwayat Pasca Persalinan
Ibu selamat dan bayi sehat. Bayi gerak aktif, menangis kuat, tdak ada sianosis
maupun kuning. ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. ASI masih dilanjutin sampai
saat ini.

3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

2. Riwayat Makanan
Usia Jenis Makanan Frekuensi
0-6 bulan ASI eksklusif Sesuka bayi
6-9 bulan ASI Sesuka bayi
MPASI 3 kali sehari

3. Perkembangan dan Kepandaian


Sosial dan
Umur Motorik Kasar Motorik Halus Komunikasi
Kemandirian
1 Bulan - Tangan dan kaki - Kepala menoleh - Bereaksi dengan - Menatap wajah ibu
aktif ke kanan-kiri bunyi kencang
2 Bulan - Mengangkat - Bersuara ooo - Tersenyum
kepala ketika ooo / aaa spontan
tengkurap aaa
3 Bulan - Kepala tegak saat - Memegang - Tertawa, - Memandang
didudukan mainan berteriak tangannya
4 Bulan - Tengkurap - Meraih mainan
5 Bulan sendiri - Meraih, - Menoleh ke - Memasukan
6 Bulan - Duduk tanpa mengapai suara mainan ke mulut
berpegangan
7 Bulan - Mengambil - Bersuara ma
8 Bulan dengan tangan ma / da
9 Bulan - Merangkak da - melambaikan
tangan dan toss

4. Imunisasi
Imunisasi Status Keterangan
HB0 ( + ) 1x Umur 0 bulan
BCG ( + ) 1x Umur 1 bulan di puskesmas
Polio ( + ) 3x Umur 2, 3, 4 bulan di puskemas
DPT/HB ( + ) 3x Umur 2, 3, 4 bulan di puskemas
Campak (-) Belum

5. Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan


- Sosial : hubungan pasien dengan tetangga terjalin dengan baik. Ayah ibu dan saudara
laki-laki hidup dengan rukun.
- Ekonomi : ayah bekerja sebagai tukang batu dan penghasilan beliau masih dapat
memenuhi kehidupan sehar-hari. Terkadang ibu juga membantu dengan merajut lalu
dijual.

4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

- Lingkungan : keluarga mengontrak di rumah yang sederhana dengan ventilasi yang


cukup. Di rumah air bersih. Ayah tidak merokok.
F. Anamnesis Sistem
a. Sistem saraf pusat : demam ( + ), kejang ( - ), penurunan kesadaran ( - )
b. Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan
c. Sistem respirasi : sesak napas ( + ), batuk ( + ), pilek ( + )
d. Sistem gastrointestinal : muntah ( + ), diare ( - ), nyeri perut ( - ), asites ( - )
e. Sistem urogenital : tidak ada keluhan
f. Sistem integumentum : tidak ada keluhan
g. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
1. Kesan : sakit ringan, rewel
2. Kesadaran : kompos mentis
3. Status Gizi :
a. Berat Badan : 9,3 kg c. BMI : 22,70
b. Tinggi Badan : 64 cm d. BBI : 6,9 kg

Indikator Z-score Kesimpulan


BMI/U > + 3 SD Obese
BB/U - 1 SD < Z < 0 Normal
TB/U - 2 SD < Z < - 1 SD Normal
BB/TB > + 3 SD Berlebih

B. Tanda Utama
1. Suhu : 36,7oC
2. Napas
a. Laju : 41x/menit (Normal = 3
b. Irama : regular
c. Tipe : abdominothoracal
3. Nadi
a. Laju : 108x/menit
5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

b. Irama : regular
c. Kualitas : cukup
d. Ekualitas : teraba sama disetiap ekstremitas

C. Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
- Mata : edema palpebra( - / - ), conjungtiva anemis ( - / - ), sklera ikterik ( - / - )
mata cowong -/-
- Telinga : Simetris, discharge ( - )
- Hidung : Deviasi septum ( - ), rhinorrhea ( + ), epitaksis ( - )
- Mulut : Bibir kering ( - ), lidah kotor ( - ) gusi berdarah ( - ), suara parau ( + ),
batuk mengonggong (+)
b. Thorax
- Inspeksi : terlihat bentuk dada normal, simetris, ictus cordis tak tampak, tipe
abdominothoracal. Retraksi minimal
- Palpasi : fokal fremitus (N), ketinggalan gerak ( - )
- Perkusi : sonor ( + )
- Auskultasi : suara nafas vesikuler ( + / +), rhonki (+ / +), wheezing (+ / +),
stridor (+ / +), S1 tunggal S2 split tak konstan, bising ( - )
c. Abdomen
- Inspeksi : Sikatrik ( - ), tanda peradangan ( - ), distensi ( - )
- Auskultasi : Bising usus ( + ) normal, metalic sound ( - )
- Perkusi : Timpani ( + ), shifting dullness ( - ), undulasi ( - )
- Palpasi : Supel ( + ), nyeri tekan ( + ), hepar lien tak teraba, turgor elastisitas
kembali cepat
d. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, perfusi baik, edema ( - / - ), gerakan bebas, eutrofi
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
5/5/5 5/5/5

6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Darah rutin

1 Oktober 2016 6 Oktober 2016 8 Oktober 2016


(sebelum croup) (saat didiagnosis croup) (setelah terapi)
- Lekosit : 13.500 /uL - Lekosit : 15.200 /uL - Lekosit : 18.900 /uL
- Eritrosit : 5,37 x 106 /uL - Eritrosit : 5,08 x 106 /uL - Eritrosit : 5,36 x 106 /uL
- Hb : 12,4 g/dL - Hb : 11,8 g/dL - Hb : 12,5 g/dL
- Hmt : 40,4% - Hmt : 38,7% - Hmt : 41,2%
- MCV : 75,2 fL - MCV : 76,2 fL - MCV : 76,9 fL
- MCH : 23,1 pg - MCH : 23,2 pg - MCH : 23,3 pg
- MCHC : 30,7 g/dL - MCHC : 30,5 g/dL - MCHC : 30,3 g/dL
- RDW-CV : 14, 3 % - RDW-CV : 15,0 % - RDW-CV : 14,7 %
- Trombosit : 639 x 103 /uL - Trombosit : 504 x 103 /uL - Trombosit : 509 x 103 /uL
- Neutrofil : 9,7 % - Neutrofil : 25,7 % - Neutrofil : 6,8 %
- Lymfosit : 74,6 % - Lymfosit : 67,7 % - Lymfosit : 80,0 %
- Monosit : 13,7 % - Monosit : 1,2 % - Monosit : 11,0%
- Eosinofil : 1,1 % - Eosinofil : 3,9 % - Eosinofil : 1,3 %
- Basofil : 0,9 % - Basofil : 1,5 % - Basofil : 0,9 %

b. Foto rontgen

7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

IV. DIAGNOSIS KERJA


- Croup (laringotrakeobrokitis)
- Bronkopneumonia

V. PLANNING
A. Medikamentosa
- Metil prednisolon 3 x 1,5 mg per oral
- Nebulier adrenaline 2 ml (1: 1000) + 2-3 ml NaCl 0,9% dalam 20 menit
- Claneksi Syrup 3 x 1 cth
- Cetirizine 1 x 2,5 mg
- Injeksi Gentamicin 2 x 22,5 mg

B. Diet
- TKTP
- Bentuk lunak
- Rute melalui oral
- Kebutuhan gizi:
1. Energi : 759 kkal
2. Protein : 17,25 gr
3. Lemak : 16,86 gr
4. KH : 134,56 gr

C. Monitoring
- Keadaan umum dan tanda vital
- Tanda-tanda distress pernapasan

D. Edukasi
- Perilaku hidup bersih dan sehat
- Penyakit dan rencana penatalaksanaan

8
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

B. Masalah yang dikaji


1. Apakah terapi yang diberikan sudah sesuai?
2. Bagaimana pemberian terapi pada kasus tersebut?

C. Analisis Kritis
Sindrom croup adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak., batuk
mengongong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stress pernapasan. Croup mencakup
suatu grup heterogen yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Croup biasanya
disebabkan oleh virus, yang terdeteksi hingga80 % pasien. Virus parainfluenza (tipe 1 sampai 3)
adalah penyebab paling umum (50-75%). Virus parainfluenza tipe 1 adalah yang paling umum,
dan tipe 3 merupakan yang paling sering terjadi pada anak-anak. Virus lain yang menyebabkan
croup antara lain enterovirus, bocavirus, influenza A dan virus B, respiratory syncytial virus,
rhinovirus, dan adenovirus. Umumnya pada anak-anak antara enam bulan dan tiga tahun, tapi
juga bisa terjadi pada anak-anak lebih muda hingga usia 15 tahun. Croup cukup jarang
ditemukan pada orang dewasa.

Berikut adalah derajat keparahan dari sindrom croup:


Kemungkinan gagal
Tanda Klinis Ringan Sedang Berat
napas
Mengonggong, tapi
Mengonggong
terkadang tak bersuara
Batuk Mengonggong Mengonggong tapi terkadang
atau diam karena
tak bersuara
kelelahan
Tidak ada saat Inspirasi stridor Stridor terdengar jelas
Stridor Stridor jelas
istirahat saat istirahat saat istirahat
Retraksi dada,
Retraksi dada Tidak ada Ada Retraksi berat
terkadang menurun
Gelisah atau Letargi, kelelahan,
Status mental Baik Baik
letargi penurunan kesadaran
Terkadang
Warna Merah muda Merah muda Sianosis
sianosis

9
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

Adapun terapi untuk sindrom croup antara lain:


1. Kortikosteroid
Terapi kortikosteroid ini bermanfaat untuk pasien dengan croup dengan cara mengurangi
edema di mukosa laring, dan biasanya efektif dalam waktu enam jam pengobatan. Terapi
kortikosteroid juga dapat mengurangi indikasi untuk perawatan medis tambahan, rawat inap, dan
tingkat intubasi dan durasi lamanya penyakit. Sebuah uji coba terkontrol secara acak baru-baru
ini menemukan bahwa dosis tunggal dari kortikosteroid oral manfaat anak-anak dengan croup
ringan. Oleh karena itu, kortikosteroid harus dipertimbangkan untuk croup ringan. Jenis
kortikosteroid, rute pemberian, dan dosis yang optimal masih belum jelas. Terapi melalui oral
dan intramuskular memberikan efek yang sama.
Berdasarkan pendapat ahli dan konsensus, deksametason adalah kortikosteroid yang
direkomendasikan untuk pengobatan croup karena paruhnya panjang (dosis tunggal memberikan
efek anti-inflamasi selama 72 jam). Secara umum dosis dari 0,15-0,60 mg per kg terlihat
berpengaruh. Peninjauan lanjut menemukan bahwa dosis yang lebih tinggi dari 0,60 mg per kg
(dosis maksimal: 10 mg) lebih efektif pada pasien dengan croup berat.
Tidak ada efek samping telah dikaitkan dengan terapi kortikosteroid pada pasien dengan croup.
Risiko kortikosteroid dosis tunggal yang sangat rendah, tetapi harus dipertimbangkan pada anak
dengan diabetes mellitus, anak-anak terkena virus varicella, dan anak-anak berisiko superinfeksi
bakteri seperti immunocompromised atau perdarahan gastrointestinal.

2. Adenalin
Sejumlah percobaan Randomized Controlled Trials telah menunjukkan bahwa adrenaline
(epinefrin) nebulasi adalah pengobatan yang efektif untuk croup sedang hingga berat, dengan
manfaat seperti pengurangan keparahan. Dosis yang dianjurkan adalah 0,05 mL per kg (dosis
maksimal: 0,5 mL) epinefrin rasemik 2,25% atau 0,5 mL per kg (maksimal dosis: 5 mL) dari L-
epinefrin 1: 1000 melalui nebulizer. Menggunakan nebulizer sama efektifnya seperti
menggunakan intermittent positive pressure ventilation. Anak yang membutuhkan perawatan
nebulizer dengan epinefrin harus dimonitor efek jantung yang merugikan. Efek terapeutik
epinefrin biasanya terjadi dalam 30 menit pertama. Tindakan cepat epinefrin dipasangkan segera
dan selanjutnya pengobatan kortikosteroid.

10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

Pengobatan atau tindakan untuk croup ini berbeda tergantung derajat keparahannya.
Adapun terapinya sebagai berikut:
Derajat
Tindakan
keparahan
- Banyak anak-anak berusia lebih dari 12 bulan dapat dirawat di rumah
Ringan - Deksametason oral - 0,15 mg/kgBB (maksimal 10 mg) ATAU
Prednisolon 1 mg / kg (maksimal 50mg) setiap hari selama 2 hari
- Deksametason oral - 0,15 mg/kgBB (maksimal 10 mg) ATAU
Prednisolon 1 mg / kg (maksimal 50mg) setiap hari selama 2 hari

Jika anak muntah atau enggan minum:


- Dexamethasone IM - 0,15 mg / kg / dosis (max 10 mg) ATAU
Budesonide - 2 mg dengan nebulizer

Perbaikan terlihat 2 jam setelah administrasi. Anti efek inflamasi dexamethasone


berlangsung 2 -4 hari.

Jika perbaikan tidak terjadi atau stridor memburuk:


- Adrenalin (1 : 1000) - 0.5ml / kg / dosis melalui nebulizer.
Sedang Perbaikan terlihat dalam waktu 10 -30 menit dan efek klinis berlangsung
selama 1- 2 jam. Dapat diulang setiap 15 - 20 menit.

Jika Saturasi oksigen <93% atau terdapat gangguan pernapasan yang signifikan:
- Oksigen

Hindari hal-hal yang dapat mengganggu anak. Pertimbangkan pemasangan


oksigen beberapa sentimeter dari hidung dan mulut anak.

Discharge, jika anak membaik dan gejala teratasi (lihat discharge


kriteria di bawah)

Namun, jika anak tidak ada perbaikan, bawa ke rumah sakit untuk dirawat inap.
Melibatkan bantuan kepada orang/tim yang lebih ahli/
- Oksigen - oksigen aliran tinggi dengan masker atau blow
- Adrenalin (1: 1000) - 5 ml melalui nebuliser (Dapat diulang setiap 15 - 20
menit seperti yang diperlukan)
- Dexamethasone - 0,15 mg / kg / dosis oral-stat (maksimum 10 mg)
Berat ATAU Prednisolon 1 mg / kg kg (max 50mg) setiap hari selama 2 hari

Jika anak muntah atau enggan minum:


- Dexamethasone IM - 0,15 mg / kg / dosis ATAU
Budesonide - 2 mg melalui nebulizer (pada anak-anak dengan croup berat,
budesonide mungkin dicampur dengan adrenalin dan dinebulisasi secara
bersamaan)

11
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

Bawa ke rumah sakit untuk dirawat inap

Lakukan pengulangan observasi setiap setengah sampai satu jam (denyut jantung,
frekuensi napas, stridor, status mental dan saturasi oksigen hingga anak
mengalami perbaikan. Kemudian pengelolaan sesuai untuk croup moderat.

Jika respon tidak baik terhadap adrenalin atau cepat kambuh meskipun diberi
pengulangan adrenalin, pertimbangkan intubasi.

Saat pasien didiagnosis croup, pasien diberi terapi tambahan oleh dokter spesialis anak
Nebulier adrenaline 2 ml (1: 1000) + 2-3 ml NaCl 0,9% dalam 20 menit. Selain itu beberapa
terapi medikamentosa untuk penyakit sebelumnya tetap diberikan seperti: metil prednisolon 3 x
1,5 mg per oral, Claneksi Syrup 3 x 1 cth, Cetirizine 1 x 2,5 mg, Injeksi Gentamicin 2 x 22,5 mg.

Pasien tersebut menderita croup dengan derajat sedang. Terapi yang seharusnya
dilakukan pertama kali adalah deksametason oral 0,15 mg/kg BB (maksimal 10 mg) atau
Prednisolon 1 mg / kg BB (maksimal 50mg) setiap hari selama 2 hari. Jika tidak membaik diberi
nebulisasi adrenaline. Pada pasien ini sudah diberikan kortikosteroid yaitu metil prednisolon
yang merupakan turunan dari prednisolon. Pemberian metil prednisolon ini telah dilakukan
sebelum didiagnosis croup. Tetapi pasien tidak membaik, sehingga dokter spesialis anak
langsung memberi nebulisasi adrenalin.

12
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

Berikut adalah algoritma tatalaksana sindrom Croup:


CROUP
DD
- Aspirasi benda asing
- Abnormalitas kongenital
Obtruksi jalan napas yang - epiglotitis
mengancam nyawa
- Sianosis
- O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi adrenalin
- Penurunan kesadaran
(5ml) 1: 1000
- Intubasi anak segera mungkin (oleh orang berpengalaman)
TIDAK YA - Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak

Croup ringan Croup sedang Croup berat


- Batuk mengonggong - Batuk mengonggong - Stridor menetap saat istirahat
- Tanpa retraksi dada - Retraksi dada minimal - Tracheal tug dan retraksi dada
- Tanpa sianosis - Mampu berinteraksi jelas
- - Apatis dan gelisah
- Pulpus paradoksus
- Edukasi orang tua Deksametason oral
- Pertimbangan 0,15 0,30 mg/kgBB
kortikosteroid oral ATAU Prednisolon oral - Minimal handling
dosis tunggal 1-2 mg / kg - O2 4 liter/menit DAN nebulisasi
- Periksa kemampuan ATAU nebulizer adrenalin DAN kortikosteroid
orang tua dan budesonide 2 mg jika oral sistemik
kemampuan dalam tidak berpengaruh - Intubasi
menyediakan transport
OBSERVASI > 4 JAM RAWAT RS
DIPULANGKAN
TIDAK MEMBAIK
MEMBAIK - Evaluasi ulang
- Dipulangkan bila tidak ada Perbaikan - Rawat
stridor saat istirahat - Hubungi konsulen
- Edukasi orang tua pasien - Evaluasi diagnosis

- Rawat/observasi di IGD
- Ulangi pemberian Perbaikan
kortikosteroid/ 12 jam - Nebulisasi adrenalin DAN
- Edukasi orang tua kortikosteroid sistemik
- Sediakan penjelaskan tertulis - Persiapkan pelayanan untuk tindakan
untuk dokter umum yang akan darurat
follow up - Pertimbangkan intubasi
- Evaluasi diagnosis

13
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 REFLESI KASUS

Daftar Pustaka

South Australian Paediatric Clinical Guidelines Reference Committee. (2013). Clinical


Guideline. Management of Acute Croup in Children. South Australian Child Health
Clinical Network.
World Health Organization. (2009). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Departement of Child and Andolescent Health and Development (CAH).
Yangtjik, Kiagus., Dadi, D.W., (2015). CROUP (Laringotrakeobronkitis Akut). Dalam Buku
Ajar Respiratorius Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta.
Zoorob, Roger,. Sidani, Mohamad., Murray, John., (2011). Croup: An Overview. Meharry
Medical College, Nashville, Tennessee. American Family Physician Journal.
1;83(9):1067-1073.

14

Anda mungkin juga menyukai