Anda di halaman 1dari 10

CASE REPORT

POLIP NASI

Disusun Oleh :

Harya Hermawan

1102012109

Konsulen Pembimbing

dr. Fahmi Attaufany, Sp. THT-KL

Kepaniteraan Klinik Bagian Departemen THT

Periode November Desember 2017

RSUD SOREANG
BAB I

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 54 tahun
Alamat : Kp. Bojongkoneng
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal periksa : 23 November 2016

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 November 2017 di


poli THT RSUD Soreang.

Keluhan utama : Hidung tersumbat


Keluhan tambahan : Pilek, bersin-bersin, batuk berdahak

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang ke RSUD soreang dengan keluhan hidung tersumbat
sebelah kanan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Hidung tersumbat
dirasakan hilang timbul. Pasien merasakan pilek sejak 1 minggu yang lalu dan
dirasakan di hidung sebelah kiri. Pasien juga mengeluh tidak bisa mencium
bebauan dari hidung sebelah kanan.. Batuk berdahak juga dirasakan sejak 1
minggu yang lalu. Dahak berwarna putih. Suara menjadi bindeng semenjak
hidung tersumbat.
Pasien selalu bersin-bersin jika terpapar udara dingin atau terpapar debu.
Pasien juga merasakan adanya post nasal drip saat hidung tersumbat. Pasien
menyangkal adanya alergi. Rhinorhea di pagi hari pun disangkal. Pasien tidak
pernah mengeluarkan ingus yang purulen ataupun bersin di pagi hari. Tidak ada
keluhan seperti demam, telinga berdenging, ataupun nyeri di tenggorok.

Riwayat penyakit dahulu:


Hidung tersumbat (+) 1 tahun yang lalu

Riwayat penyakit keluarga:


Tidak ditemukan

1
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tenang


Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7C
BB : 54 kg
TB : 150 cm
BMI : 22,30
Status generalis
Kepala : Normocephal, rambut hitam
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
THT : Status lokalis
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP normal
Thorax
Inspeksi : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
Palpasi : NT (-), massa (-)
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tida tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut simetris
Palpasi : NT (-), batas hepar normal, massa (-)
Perkusi : Timpani (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, udem kaki (-/-)

Status lokalis

2
Pemeriksaan Telinga

Auric
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Bentuk telinga Normotia
Aurikula Kelainan kongenital - -
Peradangan - -
Massa - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan tragus - -
Preaurikuler & Kelainan kongenital - -
retroaurikuler Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Sikatrik - -
Fistula - -
Pembesaran KGB - -
Nyeri tekan - -
Liang telinga Kelainan kongenital - -
luar Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Fistula - -
Kelainan kulit - -
Sekret - -
Serumen - -
Membran Kondisi Intak Intak
timpani Cone of light + +

Pemeriksaan Pendengaran

Tes Rinne Tes Weber


Aurikula Dextra Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Aurikula Sinistra Tidak dilakukan

Pemeriksaan Hidung

Kavum Nasi
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk Simetris kanan dan kiri
Sikatrik - -
Hematom - -
Racoons eye - -
Palpasi

3
Nyeri tekan sinus paranasal Frontalis -
Krepitasi - -
Massa - -
Rhinoscopy anterior
Cavum nasi Terdapat massa
berwarna pucat.
Dilakukan tes Lapang
epinefrin namun masa
tidak mengecil
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret - -
Konka inferior Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Konka media Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (+) Hipertrofi (-)
Meatus inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus media Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Massa pucat (+) Massa (-)
Septum anterior Deviasi (-) Deviasi (-)
Rhinoscopy posterior
Nasofaring
Koana
Konka superior
Tidak dilakukan
Konka media
Kelenjar adenoid
Massa

Pemeriksaan Tenggorok

Pemeriksaan Kondisi
Faring & Rongga Mulut
Bibir Sianosis (-)
Mukosa mulut Hiperemis (-)
Lidah Normal
Gusi Normal
Gigi berlubang Kiri atas
Palatum durum Hipermis (-)
Palatum mole Hipermis (-)
Uvula Hipermis (-), Deviasi (-)
Arkus faring Hipermis (-), Simetris
Tonsil Normal, T1 T1
Hipofaring & Laring
Pita suara Hipermis (-), Deviasi (-), massa (-)

4
Epiglottis Hipermis (-)
Esophagus Lapang

IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Radiologi: Foto polos SPN (posisi Waters, AP, dan lateral), nasoendoskopi

V. DIAGNOSIS

Dx : Polip nasi

DD : Hipertrofi konka media

VI. PENATALAKSANAAN
a) Medikamentosa
o Amoksisilin 500mg 3x1
o Dexametason 3x1
o Ambroksol 3x1
o Rhinos Sr 2x1
o Metilprednisolon 3x1
o Tremenza 3x1

b) Non-medikamentosa
o Mengurangi konsumsi makan & minum yang dingin
o Menghindari faktor pencetus

c) Operatif
Polipektomi simpleks. (FESS jika ditemukan sinusitis)

VII. PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad bonam

Ad Functionam : Dubia Ad bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad bonam

5
BAB II

Polip Hidung

1. Definisi
Polip hidung ialah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa.

2. Etiologi
Etiologi polip dapat disebabkan oleh rhinitis, sinusitis, septum deviasi,
neoplasma, ataupun idiopatik.

3. Patogenesis
Pembentukan polip sering diasosiaikan dengan inflamasi kronik,
disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Bernstein,
terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang
berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks osteo meatal (KOM).
Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan
kelenjar baru. Terjadi juga peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel
epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang
menyebabkan dilepaskannya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan
menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip.

4. Makroskopis
Polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, bulat, atau
lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau
multiple dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip
yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan
sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terdapat infeksi kronis atau proses
peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip
yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuningan karena banyak
mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari KOM di meatus media dan
sinus etmoid. Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di
nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam
sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana. Ada juga sebagian kecil polip
koana yang berasal dari sinus etmoid.

6
5. Diagnosis
Anamnesis
Keluhan utama: hidung rasa tersumbat dari ringan-berat, rinore jernih-
purulen, hiposmia-anosmia. Mungkin disetai bersin-bersin, nyeri pada hidung
disertai sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin di
dapati post nasal drip dan rinore purulen.
Gejala sekunder: bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis,
gangguan tidur, dan penurunan kualitas hidup. Dapat menyebabkan gejala pada
saluran nafas bawah, berupa batuk kronik dan mengi terutama pada penderita
polip dengan asma.

Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar
sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada
pemeriksaan rhinoskopi anterior terlihat sebagian massa yang berwarna pucat
yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakan.
Stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997):
Grade 1 : Polip masih terbatas di meatus medius
Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga
hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
Grade 3 : Polip yang massif

Naso-endoskopi
Endoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru.
Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi
anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip
koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius
sinus maksila.

Pemeriksaan radiologi
Foto polos SPN (posisi Waters, AP, Caldwell, lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam
sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi
komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan
di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip
atau sumbatan pada KOM. CT scan diindikasikan terutama untuk kasus polip
yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari
sinusitis dan ada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.

6. Penatalaksanaan

7
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut
polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip tipe
eosinofilik memberikan respons yang lebih baik terhadp pengobatan
kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neutrofilik.
Kasus polip yang tidak embaik dengan terapi medikamentosa atau polip
yang sangat massif dipertimbangkan tindakan terapi bedah. Dapat dilakukan
ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan
analgesic local, etmoidektomi intranasal atau ekstranasal untuk polip ethmoid,
operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik bila tersedia fasilitas
endoskop maka dapat dilakukan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).

7. Komplikasi
Polip yang massif atau polip single yang besar (polip antral-koanal) yang
mengobstruksi rongga hidung dan atau nasofaring akan menyebabkan gejala
obstruksi tidur dan ganggun pernfasan kronik.

8
Daftar Pustaka

Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D. 2014. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Ed. 7. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai