Dalam percobaan umbi-umbian dilakukan dua prosedur yang berbeda, yaitu
pengamatan sifat fisik umbi-umbian serta penepungan dan ekstraksi pati umbi- umbian. Pengamatan sifat fisik umbi-umbian meliputi pengamatan bentuk,warna, ukuran, berat, dan pencoklatan. Sedangkan untuk percobaan kedua adalah penepungan umbi-umbian dan ekstraksi umbi-umbian. Umbi yang digunakan adalah singkong, ubi jalar putih, ubi jalar ungu, kentang, dan talas. Pada pengamatan fisik umbi singkong didapatkan hasil bahwa singkong tersebut memiliki warna kulit coklat tua dan warna isi putih, berukuran panjang 18,2 cm dan diameter 6,6 cm, berat 380 gram, dan pada reaksi pencoklatan terdapat perubahan warna pada pinggir daging yaitu menjadi coklat. Menurut SNI umbi tersebut termasuk golongan A.[1] Untuk ubi jalar putih didapatkan hasil bahwa ubi jalar putih memiliki warna kulit kuning dengan bercak coklat dan warna isi putih, berukuran panjang 8 cm dan diameter 5,7 cm, berat 132 gram, dan pada reaksi pencoklatan terdapat bercak coklat pada daging ubi jalar putih. Menurut SNI umbi termasuk golongan A.[1] Untuk ubi jalar ungu didapatkan hasil bahwa ubi jalar ungi memiliki warna kulit dan warna isi ungu, berukuran panjang 16,4 cm dan diameter 5,5 cm, berat 126 gram, dan pada reaksi pencoklatan warna ungu pada daging memudar. Menurut SNI umbi termasuk golongan A.[1] Untuk kentang didapatkan hasil bahwa kentang memiliki warna kulit coklat muda dan warna isi kuning, berukuran panjang 8,8 cm dan diameter 6,8 cm, berat 186 gram, dan pada reaksi pencoklatan terdapat perubahan warna pada pinggir daging kentang menjadi kuning muda. Menurut SNI umbi termasuk golongan A.[1] Untuk talas didapatkan hasil bahwa talas memiliki warna kulit coklat tua dan warna isi putih, berukuran panjang 14,1 cm dan diameter 4,9 cm, berat 274 gram, dan pada reaksi pencoklatan terdapat perubahan warna pada pinggir daging menjadi abu-abu dan terdapat bercak coklat pada daging talas. Menurut SNI umbi termasuk golongan A.[1] Proses pencoklatan disebabkan karena adanya aktivitas enzim pada bahan pangan segar. Pencoklatan enzimatik terjadi pada bahan pangan yang banyak mengandung substrat fenolik dan katekin serta turunnya tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi substrat proses pencoklatan. Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas dan karena kerusakan secara mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan integritas jaringan tanaman. Hal ini menyebabkan enzim dapat kontak dengan substrat yang biasanya merupakan asam amino tirosin dan komponen fenolik seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogena sehingga substrat fenolik pada tanaman akan dihidroksilasi menjadi 3,4- dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi kuinon oleh enzim phenolase.[2] Proses penepungan umbi-umbian diawali dengan membersihkan dan mengupas umbi-umbian dengan berat 25 gram. Dilanjutkan dengan mencuci dan memarut bahan. Hasil parutan bahan lalu diperas dengan bantuan kain saring dan dijemur sampai kering. Parutan yang sudah kering kemudian ditumbuk dan disaring untuk mendapat ukuran yang seragam. Hasil pengamatan untuk kehalusan ditulis dengan tanda (+), semakin banyak tanda (+) semakin halus tepung tersebut. Proses ekstraksi pati umbi-umbian dilakukan dengan membersihkan dan mengupas 25 gram umbi-umbian. Dilanjutkan dengan mencuci dan merendam bahan dalam larutan garam 3% selama satu jam. Bahan lalu dicuci dan diparut sebelum ditambahkan air sebanyak 225 mL. Kemudian hasil parutan disaring dan diperas menggunakan kain saring hingga terdapat filtrat yang mengendap. Endapan filtrat dicuci dengan 225 mL air sebanyak 3x pencucian. Endapan hasil pencucian dijemur dan hasil dijemurannya digiling serta disaring untuk mendapatkan ukuran yang sama. Untuk tepung singkong dengan berat 9 gram memiliki warna putih serta tingkat kehalusan (++++) dan pada ekstraksi pati singkong didapatkan warna putih dengan berat <1 gram serta tingkat kehalusan (++++).. Menurut SNI singkong tersebut sudah memenuhi syarat kehalusan dan warna putih.[3] Ubi jalar putih dengan berat 4 gram memiliki warna putih kekuningan serta tingkat kehalusan (+) dan ekstraksi pati ubi jalar putih didapatkan warna putih dengan berat <1 gram dan tingkat kehalusan (++++). Ubi jalar ungu dengan berat 5 gram memiliki warna ungu muda serta tingkat kehalusan (++) dan untuk ekstraksi pati ubi jalar ungu didapatkan warna putih dengan berat <1 gram dan tingkat kehalusan (++++), hal ini berbeda dengan penelitian yang menyatakan tepung ubi jalar ungu berwarna ungu keputihan namun setelah terkena air warnanya menjadi ungu tua.[5] Kentang dengan berat 2 gram memiliki warna putih keabu-abuan dengan tingkat kehalusan (++++) dan untuk ekstraksi pativkentang didapatkan warna putih dengan berat <1 gram dan tingkat kehalusan (+++++)., hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang menyatakan tepung tersebut berwarna putih kekuningan, aromanya khas tepung kentang, jika dipegang tekstur tepung kentang lebih halus dan lembut.[6] Dan talas dengan berat 2 gram memiliki warna putih keabu-abuan dengan tingkat kehalusan (+++) serta ekstraksi pati talas didapatkan warna putih dengan berat <1 gram dan tingkat kehalusan (++++). DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Standardisasi Nasional. Ubi Jalar. Badan Standardisasi Nasional:
Jakarta. 1998. SNI 01-4493-1998. 1. 2. Arsa M. Proses Pencoklatan (Browning Process) pada Bahan Pangan. Universitas Udayana. Denpasar. 2016; 4-5. 3. Badan Standardisasi Nasional. Tepung Singkong. Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI-01-2997-1996. 1. 4. Naim IE. Kajian Substitusi Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Ungu berkadar Pati Resisten Tinggi terhadap Kualitas Muffin. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 2016; 10. 5. Fajiarningsi C. Pengaruh Penggunaan Komposit Tepung Kentang (Solanum tuberosum L) terhadap Kualitas Cookies. Skripsi Fakultas Teknik Universitas Universitas Negeri Semarang. 2013 ; 1. 6. Honestin T. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung. Skripsi Fakultas Teknologi. 2007.