Anda di halaman 1dari 26

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

BAB PENDEKATAN
3 DAN METODOLOGI

3.1. UMUM

Setelah mencermati pemahaman KAK dan kemudian melakukan diskusi maka konsultan
membuat rencana kerja, baik untuk lapangan maupun untuk pekerjaan kantor. Rencana kerja
terdiri dari :
- Metode penanganan pekerjaan.
- Struktur organisasi serta personalia untuk penanganan perencanaan.
- Rencana penugasan personalia serta peralatan yang akan digunakan.
- Pembuatan laporan persiapan ke lapangan dan rencana kerja survey lapangan.
- Mobilisasi Personil dan Alat.
Setelah rencana kerja lapangan disepakati, maka selanjutnya dilakukan pengumpulan tenaga
kerja lapangan dan pemberian penjelasan tentang metode kerja dengan syarat-syaratnya, serta
melakukan pengecekan peralatan, baik di kantor maupun di lapangan

3.2. PENDEKATAN

Pola pikir pendekatan merupakan salah satu upaya untuk menentukan metodologi yang
tepat bagi pelaksanaan pekerjaan. Dengan mengacu pada Kerangka Acuan Kerja dan
berpedoman pada metodologi yang tepat diharapkan pelaksanaan pekerjaan
Perencanaan Teknik Jembatan ini dapat dilaksanakan dan diselesaikan secara efektif
dan efisien. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka dalam melaksanakan pekerjaan
ini konsultan akan menerapkan pola pikir pendekatan sebagai berikut : Pemahaman
terhadap KAK dan materi layanan yang diperlukan. Pemahaman terhadap isu permasalahan yang ada
dalam pelaksanaan perencanaan, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan Perencanaan Teknik Jalan di
Perbatasan Provinsi NTT.

3.3. METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN

Untuk melaksanakan penyusunan Detail Desain Jembatan, lengkap sampai dengan penyiapan
Dokumen Lelang. Dilakukan tahapan kegiatan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 1


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

1. Persiapan Design
2. Survey Pendahuluan
3. Survey Topographi
4. Survey Inventarisasi Jembatan
5. Survey Geoteknik
6. Survey Hidrologi / Hidrolika
7. Rencana teknis yang mencakup pekerjaan perhitungan, penggambaran, perhitungan
kwantitas, dan penyiapan dokumen lelang.
8. Pelaporan dan penyiapan Dokumen.
9. Inovasi Perbaikan Kinerja

3.3.1. PERSIAPAN DISAIN

Pekerjaan Persiapan Pelaksanaan Desain bertujuan :

a. Mempersiapkan dan mengumpulkan data-data awal


b. Menetapkan jembatan yang akan di survey.
Kegiatan pekerjaan ini dipimpin oleh seorang Ketua Tim, dan didampingi oleh Bridge
Engineer yang dalam pelaksanaannya antara lain :

a. Mengumpulkan data kelas, fungsi dan status jalan dan jembatan yang akan di desian.
b. Mempersiapkan peta-peta dasar berupa : (sesuai dengan jenis pekerjaan)
1. Peta Topografisi skala 1 : 250.000 s/d 1 : 25.000 atau yang lebih besar.
2. Peta Geologi skala 1 : 250.000 s/d 1 : 25000
3. Peta Tata guna tanah.
c. Melakukan koordinasi dan konfirmasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun
di daerah termasuk juga mengumpulkan informasi harga satuan / upah untuk disekitar
lokasi proyek tertutama pada proyek yang sedang berjalan.
d. Mengumpulkan dan mempelajari laporan-laporan yang berkiatan dengan wilayah
yang dipengaruhi atau mempengaruhi jalan / jembatan yang akan direncanakan.
e. Menetapkan kelas jembatan yang akan di Desain.
f. Membuat estimasi bangunan atas dan bawah jembatan.

3.3.2. SURVEY PENDAHULUAN

Survey Pendahuluan atau Reconnaissance Survey adalah survey yang dilakukan pada awal
pekerjaan di lokasi pekerjaan, yang bertujuan untuk memperoleh data awal bagian bahan
kajian kelayakan teknis dan untuk bahan pekerjaan selanjutnya. Survey ini diharapkan
mampu memberikan saran dan bahan pertimbangan terhadap survey detail lanjutan. Survey
pendahuluan merupakan lanjutan dari hasil persiapan desain yang sudah disetujui sebagai
panduan pelaksanaan survey recon dilapangan yang meliputi kegiatan :

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 2


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Study literature
Pada tahapan ini Tim harus mengumpulkan data pendukung perencanaan baik data sekunder
maupun data Laporan Studi Kelayakan (FS), laporan Studi Amdal (bila ada).

Koordinasi dengan instansi terkait


Tim melaksanakan koordinasi dan konfirmasi dengan instansi / unsure-unsur terkait di
daerah sehubungan dengan dilaksanakannya survey pendahuluan.

Diskusi perencanaan di lapangan


Tim bersama-sama melaksanakan survey dan mendiskusikannya dan membuat usul
perencanaan di lapangan bagian demi bagian sesuai dengan bidang keahliannya masing-
masing serta membuat sketsa dilengkapi catatan-catatan dan kalau perlu membuat tanda di
lapangan berupa patok serta dilengkap foto-foto penting dan identitasnya masing-masing
yang akan difinalkan di kantor sebagai bahan penyusunan laporan setelah kembali.

Survey pendahuluan upah, harga satuan dan peralatan


Tim melaksanakan pengumpulan data upah, harga satuan dan data peralatan yang akan
digunakan, diantaranya dengan cara koordinasi dengan instansi terkait.

Survey Hidrology / Hidrolika


Kegiatan yang dilakukan pada survey pendahuluan hidrologi / hidraulika adalah :
1. Mengumpulkan data curah hujan.
2. Menganalisa luas daerah tangkapan (Catchment Area).
3. Mengamati kondisi terrain pada daerah tangkapan sehubungan dengan bentuk dan
kemiringan yang akan mempengaruhi pola aliran.
4. Mengamati tata guna lahan.
5. Mengiventarisasi bangunan drainase existing.
6. Melakukan pemotretan pada lokasi-lokasi penting.
7. Membuat rencana kerja untuk survey detail.
8. Mengemati karakter aliran sungai / morfologi yang mungkin berpengaruh terhadap
konstruksi dan saran-saran yang diperlukan untuk menjadi pertimbangan dalam
perencanaan berikut.

Survey Geoteknik
Kegiatan yang dilakukan pada survey geoteknik adalah :
1. Mengamati secara visual kondisi lapangan yang berkaitan dengan karateristik dan
sifat tanah dan batuan.
2. Mengamati perkiraan lokasi sumber material (quarry) sekitar lokasi pekerjaan.
3. Memberikan rekomendasi pada bridge engineer berkaitan dengan rencana trase jalan
dan rencana jembatan yang akan dipilih.
4. Melakukan pemotretan pada lokasi-lokasi khusus (rawan longsor, gambut, dll).
Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 3
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

5. Mencatat lokasi yang akan dilakukan pengeboran maupun lokasi untuk test pit.
6. Membuat rencana kerja untuk survey detail.
7. Memberikan rekomendasi untuk tahapan pekerjaan selanjutnya serta menyarankan
lokasi dan jumlah titik bor yang harus dilaksanakan.

Survey Pendahuluan Topografi


Kegiatan yang dilakukan pada survey topografi ini adalah :
1. Membuat sketsa situasi Jembatan baru serta profil sungai pada lokasi jembatan baru.
2. Membuat rencana kerja untuk survey detail.

Hal lain yang diperlukan


1. Mengidentifikasi kondisi existing jembatan, dengan pengamatan secara visual.
2. Menetapkan lokasi / posisi jembatan untuk penggantian jembatan / pembangunan
jembatan baru / duplikasi jembatan, setelah berdiskusi dengan Highway Engineer
berdasarkan pengamatan lapangan.
3. Menetapkan perkiraan elevasi, jenis dan susunan / konfigurasi bentang jembatan
serta teknik pelaksanaan atau erectionnya.
4. Menetapkan jenis soil investigation yang diperlukan.
5. Menentukan perkiraan pondasi yang paling baik untuk lokasi tersebut sehubungan
dengan material dan kondisi tanah.
6. Memperkirakan letak, jumlah serta panjang bentang, elevasi jembatan baru dan
lokasi jembatan baru.
7. Mencari informasi banjir terbesar serta erosi yang pernah terjadi, apabila survai
pendahuluan ini dilaksanakan untuk pekerjaan perencanaan teknis pada lokasi sulit.

3.3.3. PENGUKURAN TOPOGRAFI

Tujuan pengukuran topografi dalam pekerjaan ini adalah mengumpulkan data koordinasi
dan ketinggian tanah sepanjang rencana trase jalan dan jembatan di dalam koridor yang
ditetapkan untuk penyiapan peta topografi dengan skala 1 : 1000 yang akan digunakan untuk
perencanaan geometrik jalan, serta 1 : 5000 untuk perencanaan jembatan dan
penanggulangan longsoran. Kegiatan pengukuran topografi ini meliputi sebagai berikut :

Pemasangan patok-patok

- Patok-patok BM harus dibuat dari beton dengan ukuran 10x10x75 cm atau pipa
paralon ukuran 4 inci yang diisi dengan adukan beton dan diatasnya dipasang neut dari
baut, ditempatkan pada tempat yang aman, mudah terlihat. Patok BM dipasang pada
setiap lokasi rencana jembatan dipasang minimal 3, masing-masing 1 (satu) pasang di
setiap sisi sungai / alur dan 1 (buah) disekitar sungai yang posisinya aman dari gerusan
air sungai.

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 4


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

- Patok BM dipasang / ditanam dengan kuat, bagian yang tampak diatas tanah
setingging 20 cm, dicat warna kuning, diberi lambing Prasarana Wilayah, notasi dan
nomor BM dengan warna hitam.
Patok BM yang sudah terpasang, kemudian di photo sebagai dokumentasi yang
dilengkapi dengan nilai koordinat serta elevasi.

- Untuk setiap titik poligon dan sifat datar harus digunakan patok kayu yang
cukup keras, lurus, dengan diameter sekitar 5 cm, panjang sekurang-kurangnya 50 cm,
bagian bawahnya diruncingkan, bagain atas diratakan diberi paku, ditanam dengan kuat,
bagian yang masih nampak diberi nomor dan dicat warna kuning. Dalam keadaan
khusus, perlu ditambahkan patok Bantu.

- Untuk memudahkan pencarian patok, sebaiknya pada daerah sekitar patok diberi
tanda-tanda khusus.

- Pada lokasi-lokasi khusus dimana tidak mungkin dipasang patok, misalnya


diatas permukaan jalan beraspal atau diatas permukaan batu, maka titik-titik poligon dan
sifat datar ditandai dengan paku seng dilingkari cat kuning dan diberi nomor.

Pengukuran titik kontrol horizontal

- Pengukuran titik kontrol horizontal dilakukan dengan sistem poligon, dan


semua titik ikat (BM) harus dijadikan sebagai titik poligon.
- Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimum 100 meter, diukur dengan
meteran atau dengan alat ukur secara otomatis ataupun elektronis.
- Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur theodolit dengan ketelitian baca
dalam detik. Disarankan untuk menggunakan theodolit jenis T2 atau yang setingkat.
- Pengamatan matahari dilakukan pada titik awal dan titik akhir pengukuran dan
untuk setiap interval 5 km di sepanjang trase yang diukur. Apabila pengamatan
matahari tidak bisa dilakukan, disarankan menggunakan alat GPS Portable (Global
Positioning System). Setiap pengamatan matahari harus dilakukan delam 2 seri (4 biasa
dan 4 luar biasa).

Pengukuran titik kontrol vertikal

- Pengukuran ketinggian dilakukan dengan cara 2 kali berdiri / pembacaan pergi -


pulang,
- Pengukuran sipat datar harus mencakup semua titik pengukuran (poligon, sipat
datar, dan potongan melintang) dan titik BM.
- Rambu-rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik, berskala benar,
jelas dan sama.

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 5


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

- Pada setiap pengukuran sipat datar harus dilakukan pembacaan ketiga benannya
yaitu Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT), dan Benang Bawah (BB), datal satuan
millimeter. Pada setiap pembacaan harus dipenuhi 2 BT = BA + BB.
- Dalam satu seksi (satu hari pengukuran) harus dalam jumlah slag (pengamatan)
yang genap.

Pengukuran situasi

- Pengukuran situasi dilakukan dengan sistem tachmetri, yang mencakup semua


obyek yang dibentuk oleh alam maupun manusia yang ada disepanjang jalur
pengukuran, seperti alur, sungai, bukit, jembatan, rumah, gedung dan sebagainya.
- Dalam pengambilan data agar diperhatikan keseragaman penyebaran dan
kerapatan titik yang cukup sehingga dihasilkan gambar situasi yang benar. Pada lokasi-
lokasi khusus (misalnya : sungai, persimpangan dengan jalan yang sudah ada)
pengukuran harus dilakukan dengan tingkat kerapatan yang lebih tinggi.
- Untuk pengukuran situasi harus digunakan alat theodolit.
Pengukuran Penampang Melintang

Pengukuran penampang melintang harus dilakukan dengan persyaratan :

Interval, (m)
Lebar koridor,
Kondisi Jembatan /
(m)
Longsoran
Datar,
25 + 25 25
landai, dan lurus
Pegunu
25 + 25 25
ngan
Tikunga 25 (luar) + 50
n (dalam)

Untuk pengukuran penampang melintang harus digunakan alat theodolit.

Pengukuran pada perpotongan rencana trase jembatan dengan sungai

- Koridor pengukuran ke arah hulu dan hilir masing-masing minimum 200 m dari
perkiraan garis perpotongan atau daerah sekitar sungai (hulu / hilir) yang masih
berpengaruh terhadap keamanan jembatan dengan interval pengukuran penampang
melintang sungai sebesar 25 meter.

- Koridor pengukuran searah rencana trase jembatan masing-masing minimum


100 m dari garis tepi sungai / jalan atau sampai pada garis pertemuan antara oprit
jembatan dengan jalan dengan interval pengukuran penampang melintang rencana trase
jalan sebesar 25 meter.
Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 6
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

- Pada posisi lokasi jembatan interval pengukuran penampang melintang dan


memanjang baik terhadap sungai maupun jalan sebesar 10 m, 15 m, dan 25 m.

Pengukuran situasi lengkap menampilkan segala obyek yang dibentuk alam maupun
manusia disekitar persilangan tersebut

3.3.4. SURVEY INVENTARIS JEMBATAN

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data secara umum mengenai kondisi
perkerasan maupun kondisi jembatan yang terdapat pada ruas jalan yang ditinjau. Lingkup
kegiatan pekerjaan ini meliputi :

Inventarisasi Jembatan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai existing jembatan
yang terdapat pada ruas jalan yang ditinjau.

Informasi yang harus diperoleh dari pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :
1) Nama, lokasi, tipe dan kondisi jembatan.
2) Dimensi jembatan yang meliputi bentang, lebar, ruang bebas dan jenis
lantai.

3.3.5. SURVEY GEOTEKNIK

Tujuan penyelidikan geoteknik dalam pekerjaan ini adalah untuk memberikan informasi
mengenai stabilitas tanah, menentukan jenis dan karakteristik tanah untuk keperluan bahan
jalan dan struktur, serta mengidentifikasi lokasi sumber bahan termasuk perkiraan
kuantitasnya. Sangat disarankan untuk menggunakan Geoguide bilamana terdapat suatu
kondisi tanah dasar lunak (Soft Soil). Kegiatan pekerjaan survey geoteknik ini meliputi :

Pengembalian contoh tanah tak terganggu

Pengambilan contoh tanah tak terganggu dilakukan dengan cara bor tangan menggunakan
tabung contoh tanah (split tube untuk tanah keras atau piston tube untuk tanah lunak).
Setiap contoh tanah harus diberi identitas yang jelas (nomor bor tangan, lokasi, kedalaman).
Pemboran tangan dilakukan pada setiap lokasi yang diperkirakan akan ditimbun (untuk
perhitungan penurunan) dengan ketinggian timbunan lebih dari 4 meter dan pada setiap
lokasi yang diperkirakan akan digali (untuk perhitungan stabilitas lereng) dengan kedalaman
galian lebih dari 6 meter; dengan interval sekurang-kurangnya 100 meter dan/atau setiap
perubahan jenis tanah dengan kedalaman sekurang-kurangnya 4 meter. Setiap pemboran
tangan dan contoh tanah yang diambil harus difit. Dalam foto harus terlihat jelas identitas
nomor bor tangan, dan lokasi. Semua contoh tanah harus diamankan baik selama
penyimpanan di lapangan maupun dalam pengangkutan ke laboratorium.
Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 7
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Pemboran Mesin

Pemboran mesin dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan berikut :

1) Pada dasarnya mengacu pada ASTM D2113-94.


2) Pendalaman dilakukan dengan menggunakan sistem putar (rotary drilling) dengan
diameter mata bor minimum 75 mm.
3) Putaran bor untuk tanah lunak dilakukan dengan kecepatan maksimum 1 putaran per
detik.
4) Kecepatan penetrasi dilakukan maksimum 30 mm per detik.
5) Kestabilan galian atau lubang bor pada daerah deposit yang lunak dilakukan dengan
menggunakan bentonite (drilling mud) atau casing dengan diameter minimum 100 mm.
6) Apabila drilling mud digunakan pelaksana harus menjamin bahwa tidak terjadi tekanan
yang berlebih pada tanah.

7) Apabila casing digunakan, casing dipasang setelah mencapai 2 m atau lebih. Posisi
dasar casing minimal berjarak 50 cm dari posisi pengembalian sampel berikutnya.

Pemboran Tangan

Pemboran tangan dilakukan dengan mengacu pada ASTM D 4719.

Sondir (Pneutrometer Static)

Sondir dilakukan untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah keras, menentukan lapisan-
lapisan tanah berdasarkan tahanan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman yang
diselidiki, alat ini hanya dapat digunakan pada tanah berbutir halus, tidak boleh digunakan
pada daerah alluvium yang mengandung komponen berangkal dan kerakal serta batu
gamping yang berongga, karena hasilnya akan memberikan indikasi lapisan tanah keras
yang salah. Ada dua macam alat sondir yang digunakan :

1. Sondir ringan dengan kapasitas 2,5 ton.


2. Sondir berat dengan kapasitas 10 ton.

Pembacaan dilakukan pada setiap penekanan pipa sedalam 20 cm, pekerjaan sondir
dihentikan apabila pada manometer berturut-turut menunjukkan harga >150kg/cm, alat
sondir terangkat keatas, apabila pembacaan manometer belum menunjukkan angka yang
maksimum, maka alat sondir perlu diberi pemberat yang diletakkan pada baja kanal jangkar.
Hasil yang diperoleh adalah nilai sondir (qc) atau perlawanan penetrasi konus dan jumlah
hambatan pelekat (JHP). Grafik yang dibuat adalah perlawanan konus (qc) pada tiap
kedalaman dan jumlah hambatan pelekat (JHP) secara kumulatif.

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 8


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Lokasi Quarry

Penentuan lokasi quarry baik untuk perkerasan jalan, struktur jembatan, maupun untuk
bahan timbunan (borrow pit) diutamakan yang ada disekitar lokasi pekerjaan. Bila tidak
dijumpai, maka harus menginformasikan lokasi quarry lain yang dapat dimanfaatkan.

Penjelasan mengenai quarry meliputi jenis dan karakteristik bahan, perkiraan kuantitas,
jarak ke lokasi pekerjaan, serta kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul dalam proses
penambangannya, dilengkapi dengan foto-foto.

3.3.6. SURVEY HIDROLOGI DAN HIDRAULIKA

Tujuan survey hidrologi dan hidrolika yang dilaksanakan dalam pekerjaan ini adalah untuk
mengumpulkan data hidrologi dan karater / perilaku aliran air pada bangunan air yang ada
(sekitar jembatan maupun jalan), guna keperluan analisis hidrologi, penentuan debit banjir
rencana (elevasi muka air banjir), perencanaan drainase dan bangunan pengaman terhadap
gerusan, river training (pengarah arus) yang diperlukan. Lingkup pekerjaan survey hidrologi
dan hidrolika ini meliputi :

a. Mengumpulkan data curah hujan harian maksimum (mm/hr) paling sedikit dalam
jangka 10 tahun pada daerah tangkapan (catchment area) atau pada daerah yang
berpengaruh terhadap lokasi pekerjaan, data tersebut bisa diperoleh dari Badan
Meteorlogi dan Geofisika dan / atau instansi terkait di kota terdekat dari lokasi
perencanaan.

b. Mengumpulkan data bangunan pengaman yang ada seperti gorong-gorong,


jembatan, selokan yang meliputi : lokasi, dimensi, kondisi, tinggi muka air banjir.

c. Menganalisis data curah hujan dan menentukan curah hujan rencana, debit dam
tinggi muka air banjir rencana dengan periode ulang 10 tahunan untuk jalan arteri, 7
tahun untuk jalan kolektor, 5 tahunan untuk jalan lokal dan 50 tahunan jembatan dengan
metode yang sesuai.

d. Menganalisa pola aliran air pada daerah rencana untuk memberikan masukkan
dalam proses perencanaan yang aman.

e. Menghitung dimensi dan jenis bangunan pengaman yang diperlukan.

f. Menentukan rencana elevasi aman untuk jalan / jembatan termasuk pengaruhnya


akibat adanya bangunan air (aflux).

g. Merencanakan bangunan pengaman jalan / jembatan terhadap gerusan samping atau


horizontal dan vertikal.
Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 9
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

3.3.7. PERENCANAAN TEKNIS

Tujuan dari perencanaan teknis ini adalah untuk merencanakan struktur jembatan baik
bangunan atas maupun bangunan bawah sehingga menghasilkan perencanaan yang matang.
Lingkup pekerjaan pada perencanaan teknis adalah :

Perencanaan Geometrik

1. Standar
Standar geometrik jalan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997 dan Standar Perencanaan
Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (Bina Marga - Maret 1992).

2. Perencanaan Drainase
Dalam perencanaan drainase harus mengacu pada Standar Perencanaan Drainase
Permukaan Jalan SNI No. 03 3424 1994 dan mengakomodasi faktor keselamatan,
pengendalian hanyutan / polusi peralatan dan lain-lain.
Karena saluran drainase memegang peranan yang sangat penting dalam hal
mengumpulkan dan menyalurkan permukaan dari daerah milik jalan, sehingga
perencanaannnya harus mempunyai kapasitas yang cukup (dengan periode ulang 10
tahunan untuk jalan arteri, 7 tahunan untuk jalan kolektor serta 5 tahunan untuk jalan
lokal). Lokasi dan bentuk saluran drainase harus direncanakan agar dapat mencegah
bahaya lalu lintas, tahan erosi, bersih terhadap hanyutan / penumpukan material yang
akan mengurangi kapasitas drainase. Perencanaan drainase meliputi :

1. Mempelajari pola aliran sesuai dengan kondisi terrain dan rencana jalan.
2. Mempelajari daerah tangkapan air yang ada pada drainase.
3. Menampung dan mengalirkan air permukaan pada daerah manfaat jalan.
4. Merencanakan alinyemen saluran.
5. Merencanakan saluran pada daerah kaki lereng timbunan untuk menyalurkan air
permukaan pada daerah kaki lereng timbunan untuk menyalurkan air permukaan
pada daerah sekitar menuju daerah buangan.
6. Merencanakan saluran di atas lereng bukit yang berfungsi untuk mencegah
rembesan air dari atas.
7. Merencanakan saluran yang berfungsi untuk terjunan atau pematah arus pada daerah
curam.

3. Keselamatan Lalu-lintas

Dalam perencanaan harus dipertimbangkan aspek keselamatan pengguna jalan, baik


selama pelaksanaan pekerjaan maupun paska konstruksi. Perencana harus menjamin

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 10


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

bahwa semua elemen yang direncanakan memenuhi persyaratan desain yang ditetapkan
dan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.

4. Perangkat Lunak Perencanaan

Dalam melaksanakan perencanaan bisa manual atau dengan menggunakan perangkat


lunak yang kompatibel seperti perangkat lunak MOSS atau AD-CAD.

Stabilitas Lereng

Perhitungan stabilitas lereng dilakukan guna memberikan informasi tentang berapa tinggi
maksimum dan kemiringan lereng desain galian yang aman dari keruntuhan.

Perhitungan stabilitas lereng diperoleh dari beberapa parameter tentang sifat fisik tanah
setempat yang diperoleh dari contoh tabung (undisturbed sample) beberapa dari test triaxial
atau direct shear.
Parameter yang dihasilkan dari percobaan ini, yaitu C = kohesi tanah, = sudut geser tanah
dan w = berat isi tanah.
Perhitungan angka keamanan lereng (sudut lereng dan tinggi maksimum yang aman)
dilakukan dengan menggunakan rumus dan Grafik Taylor. Salah satu contoh rumus yang
dapat digunakan adalah :

C
Fk =
Na x w x H

Dimana : Na = Angka Stabilitas Taylor


C = Kohesi tanah (Ton/m2)
H = Tinggi lapisan tanah (m)
w = Berat isi tanah basah (Ton/m3)
Fk = Faktor keamanan ( FK > 1,251 lereng aman )

Angka Stabilitas (Na) didapat dengan memplot nilai sudut geser dalam tanah () dengan
sudut lereng desain () kedalam grafik Taylor (terlampor).

Faktor lereng (F) digunakan asumsi :

FK > 1,251 lereng aman

FK = 1,251 lereng dalam keseimbangan

FK < 1,251 lereng tidak aman

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 11


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Perencanaan Perkerasan

1. Standar

Rujukan yang dipakai untuk perhitungan konstruksi perkerasan jalan dalam pekerjaan
ini adalah :

a. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dnegan Metoda


Analisa Komponen (SKBI-2.3.26.1987, UDC : 625.73(2)).
b. A guide to the structural design of bitumen-surfaced roads in tropical and sub-
tropical countries:, Overseas Road Note 31, Overseas Centre, TRL, 1993.
c. AASHTO Guide for Design of Pavement Structures 1993.
d. Ausroads Pavement Design 2000.
e. Road Design Sistem (RDS)

2. Analisa Lalu-lintas

Tim harus melakukan analisis data lalu-lintas (LHR yang dikonversi kedalam nilai ESA)
untuk penetapan konstruksi yang akan dipakai.

3. Pemilihan Jenis Bahan Material

Tim harus mengutamakan penggunaan bahan material setempat sesuai dengan


masukkan dari laporan geoteknik. Bila bahan setempat tidak dapat digunakan langsung
sebagai bahan konstruksi, maka Tim harus mengusulkan usaha-usaha peningkatan sifat-
sifat teknis bahan sehingga dapat dipakai bahan konstruksi.
Perencanaan Struktur (Jembatan)

Sistem jembatan harus direncanakan berdasar kriteria sebagai berikut :

Estimasi biaya konstruksi terendah


Kemudahan pelaksanaan
Kuat
Kenyamanan
Estetika struktur

Suatu penampang melintang jembatan yang normal harus sesuai dengan kriteria
perencanaan geometrik yang diberikan, meliputi :

Lebar jalan kendaraan.


Lebar jembatan.
Tinggi ruang bebas jembatan.

1. Standar beban

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 12


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Pada umumnya beban rencana jembatan sesuai ketentuan sebagai berikut :

Untuk jembatan yang harus berhubungan dengan beban kendaraan berat, perencanaan
harus didasarkan kepada 100 % beban.
Apabila jembatan pada jalan yang direncanakan menjadi jalan propinsi, perencanaan
akan didasarkan kepada 100 % pembebanan.

2. Spesifikasi pembebanan

Syarat-syarat dasar perencanaan adalah sebagai berikut :

a. Klasifikasi pembebanan

Pembebanan kelas I adalah aplikasi pembebanan sebesar 100 % beban T (beban


truck) dan 100 % beban D (beban lajur). Beban kelas I ini adalah untuk sebagian
besar sistem jembatan utama.

b. Aplikasi beban D

Untuk menghitung momen lentur positif dan negatif akibat beban D pada gelagar
menerus dengan banyak tempat kedudukan maka penghitungan reduksi intensitas
beban D dijelaskan pada Gambar 3.8.1. 3.8.3.

c. Kejut

Untuk menjaga pengaruh getaran dan gaya dinamis, tegangan-tegangan yang terjadi
akibat beban D harus dikalikan dengan koefisien kejut.

Koefisien kejut ini hanya diberlakukan pada beban garis P = 4,4 t/m, sedangkan
beban T dan beban merata q dari pembebanan D tidak dikenakan.

d. Beban angin

Beban angin sebesar 100 kg/m2 akan diberlakukan pada luasan vertikal terbuka. Bila
pertimbangan beban angin pada kendaraan dianggap perlu, maka luasan tambahan
tersebut harus ditentukan sehubungan dengan syarat-syarat.

e. Gaya sentrifugal

V2
TrR = 0,006. .Tr
R

TrR = Gaya sentrifugal yang bekerja pada suatu potongan jembatan.


Tr = Beban total lalu lintas yang bekerja pada potongan yang sama dari
jembatan.
V = Kecepatan rencana lalu lintas (km/jam).
R = Jari-jari kurva (m).

f. Gaya thermis

Dianggap temperatur lingkungan untuk tujuan perencanaan adalah 28 oC. Pada


konstruksi beton untuk variasi minimum 15 oC dan maximum 40 oC.
Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 13
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

g. Gaya gempa

Gaya gempa yang akan diterapkan adalah sesuai dengan Peraturan perencanaan
teknik jembatan tahun 1992.

Beban rencana gempa minimum harus didasarkan dari rumus berikut :

'
TEO = K n .I.Wr
K n = C.S

TEO = Gaya geser dasar total pada arah yang sedang dipertimbangkan.
Kn = Koefisien beban gempa horizontal.
C = Koefisien geser dasar untuk zona, periode dan kondisi lapangan yang
sesuai.
I = Faktor kepentingan.
S = Faktor jenis struktur.
Wr = Berat nominal total dari struktur yang berkaitan dengan percepatan
gempa, diambil dari beban mati ditambah dengan beban superimpose.

Periode getar dasar dari jembatan yang dipergunakan untuk mengevaluasi koefisien
geser dasar idealnya harus ditentukan dari awal modal yang mempertimbangkan
seluruh elemen-elemen struktur yang mempengaruhi kekakuan struktur dan
mengijinkan fleksibilitas sistem pondasi.

Untuk derajat kebebasan struktur yang tunggal sederhana formula berikut bisa
dipergunakan :

W tp
T = 2..
g.K p

T = Periode getar (detik).


g = Percepatan gravitasi (m/det2).
Wtp = Berat nominal total struktur atas termasuk beban superimpose ditambah
setengah berat pilar-pilar yang telah diperbaiki (kN).
Kp = Kombinasi kekakuan pilar jembatan yang dinyatakan sebagai gaya
horizontal yang diperlukan untuk menghasilkan satuan
lendutan/defleksi dipuncak pilar (kN/m).

h. Gaya rem dan traksi

Pengaruh gaya longitudinal dipersiapkan sebesar 5 % dari beban D, tanpa kejut,


untuk seluruh lajur yang ditempati lalu lintas pada arah yang sama.

Seluruh lajur dipertimbangkan membebani jembatan kearah satu jurusan ke depan.


Gaya longitudinal dianggap terletak 1,20 m diatas permukaan jembatan.

i. Gaya tumbukan

Untuk menghitung gaya tumbukan kendaraan terhadap pilar, satu dari dua kriteria
gaya tumbukan horizontal berikut akan dipakai :

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 14


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Arah memanjang terhadap lajur kendaraan = 100 ton


Arah melintang terhadap lajur lalu lintas = 50 ton

Pada parapet dan penghalang gaya tumbukan horizontal adalah 10 ton. Gaya
tumbukan dipertimbangkan berada di 1,20 m diatas permukaan jalan.

3. Bahan dan kekuatan

Bagian ini mengkonfirmasi kekuatan dari bahan-bahan utama yang dipergunakan untuk
perencanaan struktur. Acuannya adalah referensi terakhir dari spesifikasi atau metoda test
AASHTO, ASTM dan JIS, sesuai persetujuan Pengguna jasa.

a. Baja struktur

Kelas, tanda, titik leleh minimum dan kekuatan tensil dari baja struktur seperti
ditunjukkan pada Tabel 3.4.1. bila tidak ditentukan lain oleh Pengguna jasa.

b. Beton

Penggunaan kelas beton dan kekuatan-kekuatan yang diperlukan seperti ditunjukkan


dalam Tabel 3.4.2. - 3.4.3. bila tidak ditentukan lain oleh Pengguna jasa.

c. Baja tulangan

Jenis, ketentuan dan kekuatan leleh serta tegangan baja tulangan disajikan pada
Tabel 3.4.4. 3.4.5. bila tidak ditentukan lain oleh Pengguna jasa.

d. Baja prategang

Notasi, diameter nominal dan kekuatan-kekuatan leleh dan putus dari baja prategang
seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.4.6. 3.4.7. bila tidak ditentukan lain oleh
Pengguna jasa.

4. Ruang bebas

Ruang bebas menggambarkan tinggi dan lebar bebas jembatan.

Ruang bebas minimum jembatan adalah 5,00 m.


Lebar bebas minimum jembatan ditentukan oleh jumlah lebar jalur kendaraan ditambah
ruang bebas samping 2 x 0,50 m.
Ruang bebas vertikal siklus banjir 50 tahunan minimum 0,50 m.
Untuk sungai yang mempunyai karakteristik khusus, ruang bebas vertikal disesuaikan
dengan penemuan / pengamatan dasar lebih lanjut.

5. Survey teknik

Dasar utama letak jembatan untuk menyediakan sedapat mungkin suatu konstruksi tegak
lurus terhadap rintangan / sungai, sependek, sepraktis maupun sebaik mungkin untuk
dibangun diatas lintasan air atau rintangan, serta mempertimbangkan faktor biaya.

Survey teknik tersebut meliputi :


Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 15
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Survey topografi.
Survey hidrolika.
Penyelidikan tanah.

6. Alinyemen jembatan

Garis sumbu jembatan dan jalan harus disatukan (diintegrasikan) dengan baik. Bilamana
memungkinkan alinyemen horisontal jembatan harus mengikuti jalan, tetapi harus pada
alinyemen lurus dan tegak lurus pada arah arus, kecuali apabila hasil penyatuan ini
menimbulkan jalan pendekat yang berbahaya ke jembatan.

Kemiringan memanjang lantai jembatan harus pada suatu kemiringan antara 0,5 % - 1 %
dan kemiringan melintang 2 % kemasing-masing sisi.

Jembatan tidak boleh diletakkan didasar suatu lengkung cekung (sag curve) atau dipuncak
suatu lengkung cembung (crest curve).

7. Penentuan bentang jembatan dan lintasan air

a. Penilaian umum kondisi lapangan


Menentukan bentang suatu jembatan yang melintasi sungai kadang-kadang
merupakan suatu hal yang agak sulit dilaksanakan. Umumnya bentang jembatan
harus cukup panjang untuk memberikan lintasan air dengan kapasitas untuk
mengalirkan semua air sehingga jembatan tersebut tidak digenangi atau
menimbulkan banjir dibagian hulu, dan memberikan ruang bebas dibawah balok-
balok utama.

Luas lintasan air dan bentang jembatan dapat ditentukan dengan salah satu dari dua
cara dibawah ini :

Dengan mengamati lintasan air pada jembatan yang ada, yang menyeberangi
sungai yang sama.
Dengan membuat bentang jembatan lebih panjang sehingga jembatan tersebut
tidak menyebabkan penyempitan aliran air.

b. Perhitungan debit

Menentukan debit banjir sungai alam :

Dengan menggunakan rumus Manning :

2 1
R 3 S 2
V=
n

V = Kecepatan rata-rata aliran air ( m/detik ).


R = Jari-jari hidrolik = A/Wp ( m ).
A = Luas penampang melintang aliran ( m2 ).
Wp = Keliling basah penampang melintang aliran ( m ).
S = Kemiringan.
n = Koefisien kekasaran Manning.

Maka debit Q (m3/detik) dapat ditentukan sebagai berikut : Q = A.V


Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 16
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Biasanya lembah sungai mempunyai penampang melintang yang tidak teratur dan
oleh karena itu perlu membagi daerah air menjadi bagian-bagian yang lebih kecil,
tetapi kurang lebih teratur dan menetapkan koefisien kekasaran yang sesuai pada
masing-masing sisi serta menghitung debit untuk setiap sub bagian secara terpisah.
Jumlah debit kemudian dapat diperoleh dengan menambahkan debit-debit untuk
setiap bagian.

Menentukan kecepatan rata-rata pada aliran air :

Luas permukaan air dari usulan yang bermacam-macam untuk bukaan aliran air
dihitung dan kecepatan rata-rata yang bersangkutan dapat ditentukan dengan
rumus :

Q
V (m/detik)
A

Q = Debit rencana (m3/detik).


A = Luas bukaan aliran air yang diusulkan (m2).

Kecepatan gerusan :

Ukuran batu yang akan dipindahkan oleh pengaliran air pada kecepatan tertentu
ditetapkan dengan rumus :

V2
D=
25,9

D = Diameter batu (m).


V = Kecepatan (m/detik).

Kecepatan air sungai dekat tepi dan pada dasar sungai kira-kira 2/3 kecepatan
permukaan dialiran tengah.

8. Jalan pendekat (oprit)

Jalan pendekat ke jembatan harus direncanakan sesuai dengan standar perencanaan


jembatan. Lebar bahu jalan yang diberikan bagaimanapun juga harus diperlebar dengan 60
cm untuk memberikan ruang bagi pagar pengaman jalan pendekat.

Jika diperlukan timbunan untuk oprit, tinggi timbunan harus tidak melebihi tinggi kritis
yang diijinkan.

9. Pemilihan jenis bangunan atas jembatan

Bentang maksimum bangunan atas jembatan tergantung pada jenis konstruksi yang akan
dipilih. Bila panjang keseluruhan jembatan memerlukan lebih dari satu bentang untuk suatu
jenis konstruksi maka diperlukan satu pilar atau lebih.

Pada dasarnya jenis bangunan atas jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Balok dan pelat (beam & slab).

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 17


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Pelat (slab).
Culvert.
Box girder.
Rangka (trusses).

1. Bangunan atas jembatan jenis balok dan pelat

Jenis bangunan atas ini adalah yang paling umum dan sederhana bentuknya. Balok-
balok dapat berupa beton bertulang, beton pratekan, baja.

a. Balok beton bertulang

Panjang bentang sekitar 9 - 13 m dapat dicapai dengan jenis bangunan atas


ini. Balok biasanya berbentuk I dengan pelat lantai beton bertulang.

b. Balok beton pratekan

Balok penampang I, yang biasanya direncanakan sebagai bagian rangka


prategang, bervariasi dalam bentangan sampai sekitar 35 m dan banyak
digunakan diseluruh Indonesia. Balok ini direncanakan untuk bekerja secara
gabungan (komposit) dengan pelat lantai beton bertulang.

c. Balok baja

Balok baja yang standar dapat digunakan untuk bentang 4 - 20 m. Lantai


beton bertulang yang di-cor ditempat dituang dipuncak balok dan biasanya
membuat komposit dengan shear connector yang dilas pada flens atas balok.

2. Bangunan atas jembatan jenis pelat

Jembatan jenis pelat dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan dapat dibuat dengan
beton bertulang. Bentang ekonomis untuk jembatan jenis ini bervariasi antara 6 m
dengan dimensi yang didasarkan pada analisa konstruksi menurut beban yang
sesuai.

3. Bangunan jembatan jenis culvert

Bila dibanding dengan konstruksi jembatan konvensional, culvert mempunyai


beberapa kelebihan dan kekurangan, kelebihan utama antara lain :

Dapat dibangun dengan menggunakan tenaga kerja biasa.


Pelaksanaan umumnya jauh lebih cepat.
Waktu perencanaan lebih singkat.
Lebih hemat.
Masalah-masalah seperti kerusakan lantai dan sambungan tidak ada karena
perkerasan jalan normal dapat dibangun diatas konstruksi.

Beberapa kekurangan pemakaian jembatan jenis ini antara lain :

Bentang terbatas, sampai 6 m.


Karat dapat menjadi masalah.

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 18


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Culvert dapat dipasang dalam unit tunggal, ganda atau dengan lantai alternate crown
dan lantai gandeng (link slabs).

4. Bangunan atas jembatan box girder

Box girder pada dasarnya adalah penampang melintang tertutup yang berisi satu
rongga atau lebih. Balok tersebut menghasilkan distribusi yang baik dari bahan yang
dihasilkan dari kekuatan yang tinggi dalam pembengkokan dan torsi.

Dua jenis utama box girder yang umum dikenal adalah box girder beton pratekan
dan baja dengan lantai beton bertulang komposit di-cor ditempat.

Bentang sampai dengan 60 m dapat dicapai dengan bangunan atas jembatan jenis
ini. Bentuk girder dapat dibuat dalam berbagai variasi baik penampang melintang
maupun memanjang agar dapat menghasilkan penampang konstruksi yang efisien
demikian juga bangunan atas yang estetik. Box girder dapat direncanakan dalam
bentuk konstruksi lubang ganda.

5. Bangunan atas rangka

Jembatan rangka biasanya direncanakan untuk bentang yang lebih panjang,


bangunan atas jembatan rangka baja dapat untuk bentang 30 - 60 m. Bagian-bagian
rangka dapat dibuat dari baja, lantai jembatan dapat direncanakan untuk dibuat dari
beton bertulang.

Beban dari lantai jembatan akan dipikul oleh gelagar memanjang (stringer) ke
gelagar melintang (cross girder) yang disambung ke rangka pada kedua sisi jalan
pada titik-titik panel.

Pembuatan jembatan dengan komponen-komponen baja mempunyai kelebihan-


kelebihan utama sebagai berikut :

Komponen-komponen standar dapat disediakan digudang.


Perencanaan/gambar dan bahan-bahan tersedia untuk dapat digunakan segera
sesudah ditentukan panjang dan bentuk jembatan.
Produksi masal dapat mengurangi biaya.
Prosedur standar mengurangi kesulitan perakitan/pemasangan.
Penyambungan dilapangan merupakan pekerjaan sederhana.

Walaupun adanya beberapa kelebihan diatas, akan lebih ekonomis bila


menggunakan bangunan atas balok beton pratekan dan pelat bila karat baja dianggap
sebagai hal yang sulit diatasi.

Untuk kepentingan syarat pemilihan jenis jembatan yang sangat penting ini disarankan
memakai jenis jembatan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Persyaratan fungsinya

a. Panjang span : Panjang span jembatan merupakan faktor terpenting dalam


menentukan jenis jembatan. Mengenai seleksi jenis struktur bangunan atas
dapat dilihat pada Tabel 3.10.1

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 19


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

b. Perbandingan tinggi gelagar terhadap panjang span : Formula ini dibuat


untuk tujuan mendapatkan biaya konstruksi yang ekonomis. Pada Tabel
3.10.2. disajikan formula sebagai pendekatan penentuan tinggi gelagar.

2. Persyaratan lingkungan

Sistem jembatan yang direncanakan estetikanya harus harmonis dengan lingkungan


sekitarnya baik dipandang dari jarak jauh maupun dipandang dari bawah.
Standarisasi jembatan juga dibuat untuk pandangan estetis yang lebih baik.

3. Persyaratan pelaksanaan konstruksi

a. Metode konstruksi

Metoda pracetak dan metoda pengangkatan dengan crane adalah yang


disarankan dalam pelaksanaan jembatan beton karena kemudahan
pelaksanaannya, ekonomi dan pendeknya periode pelaksanaan.

b. Periode pelaksanaan

Untuk mengoptimalkan jangka waktu pelaksanaan maka kecepatan


pelaksanaan jembatan harus menjadi pertimbangan dalam menentukan jenis
jembatan.

10. Pemilihan jenis bangunan bawah jembatan

Bangunan bawah jembatan mendukung dan meneruskan gaya-gaya dari bangunan atas ke
pondasi.

Bangunan bawah jembatan terdiri dari :

Kepala jembatan.
Pilar.
Tumpuan (perletakan).

1. Kepala jembatan

Selain mendukung dan meneruskan gaya-gaya dari bangunan atas ke pondasi,


kepala jembatan juga memberikan peralihan dari timbunan pendekat ke lantai
jembatan.

Kepala jembatan terdiri dinding, bagian atas kepala jembatan (abutment cross head)
yang mendukung bangunan atas jembatan. Balok-balok pada bangunan atas
biasanya terletak diatas perletakan yang ditempatkan pada dudukan beton.

Kepala jembatan ini selanjutnya didukung diatas pondasi. Timbunan dari jalan
pendekat dan timbunan jalan ditahan oleh dinding-dinding, sedangkan timbunan
samping ditahan oleh dinding sayap. Dalam beberapa hal, plat pendekat yang di-cor
pada timbunan pendekat dan sebagian didukung oleh dinding tahan bentur,
digunakan untuk mengurangi beban tambahan berupa beban hidup pada dinding
tahan bentur dan dibelakang bagian atas kepala jembatan.

Alternatif jenis kepala jembatan sebagai berikut :


Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 20
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Kepala jembatan dinding penahan.


Tumpuan penahan tanah sebagian (Spill through abutment).

2. Pilar jembatan

a. Pilar kolom tunggal

Apabila pilar perlu ukuran yang besar untuk mengurangi perbandingan


kelangsingan sebagai suatu kolom, persilangan aliran apabila sampah
merupakan masalah, pilar sering dibuat mengikuti arus untuk mengurangi
kemungkinan tersangkutnya sampah, memungkinkan balok melintang
menjadi tegak lurus terhadap jembatan apabila sungai serong, dan agar
bangunan atas kaku terhadap puntiran apabila hanya diperlukan pendukung
satu titik.

Bentuk pilar dapat bervariasi untuk menyesuaikan dengan keadaan


termasuk persyaratan keindahan / estetika.

b. Pilar rangka

Pilar rangka terdiri dari dua kolom atau lebih yang ujung atasnya
dihubungkan dengan bagian atas pilar (kepala pilar) sehingga membentuk
suatu kerangka. Ini umumnya digunakan untuk jembatan-jembatan diatas
sungai kecil.

c. Pilar dinding

Jenis pilar ini umumnya digunakan untuk konstruksi yang lebih kecil
apabila tinggi pilar tidak melebihi 3 m. Pilar-pilar dinding yang padat
mempunyai ketahanan benturan yang tinggi dan biasanya cocok untuk
situasi yang banyak sampahnya, berdekatan dengan jalan kereta api atau
didekat jalur lalu lintas.

Pilar dinding merupakan pemecahan yang paling baik untuk bentang yang
lebih panjang, sampai sekitar 40 m. Tetapi untuk persilangan dengan sungai
yang arah alirannya berubah-ubah atau tak tentu, pilar jenis dinding ini
dapat menyebabkan penyempitan yang besar terhadap lubang aliran air.

11. Sambungan muai (expansion joint)

Untuk jembatan dengan bentang > 30 m diperlukan sambungan pemanjang. Sambungan itu
merupakan sela terbuka pada lantai jembatan (sela selebar 1 - 3 cm) dan dapat diisi dengan
elastomer filler, aspal, dsb.

12. Tumpuan / perletakan

Fungsi tumpuan / perletakan ialah untuk meneruskan gaya-gaya dari bangunan atas
jembatan ke bangunan bawah jembatan.

Jenis gerakan tumpuan :

a. Tumpuan tetap
Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 21
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Rotasi terbatas bangunan atas jembatan dapat terjadi, tetapi perpindahan tempat
kearah horizontal akan dicegah oleh perletakan tetap tersebut.

b. Tumpuan yang dapat bergerak :

Rotasi terbatas dan perpindahan tempat kearah horizontal dapat terjadi pada
perletakan yang dapat bergerak.

Jenis perletakan :

a. Sendi dan Rol

Sendi merupakan tumpuan tetap dan Rol merupakan perletakan yang dapat
bergerak. Jenis tumpuan ini merupakan tumpuan yang paling umum digunakan pada
jembatan-jembatan di Indonesia.

b. Tumpuan Garis

Dapat berupa tumpuan tetap dan perletakan rol.

c. Tumpuan Elastomer

Tumpuan elastomer dapat mengikuti perpindahan tempat kearah vertikal dan


horizontal dan rotasi atau kombinasi gerakan-gerakan bangunan atas jembatan.

d. Tumpuan Pelat

Untuk jembatan bentang pendek, tumpuan dapat diberikan berupa pelat-pelat baja
rata.

13. Pemilihan jenis pondasi

Konstruksi pondasi mendukung dan meneruskan gaya-gaya dari bangunan bawah jembatan
ke lapis daya dukung tanah.

Pemilihan konstruksi pondasi dipengaruhi oleh hal-hal berikut :

Gaya-gaya dari konstruksi jembatan.


Kapasitas daya dukung tanah.
Stabilitas tanah yang mendukung pondasi.
Tersedianya alat transportasi, kemungkinan adanya bahan pondasi & pelaksanaannya.
Pengaruh sungai, besarnya gerusan dan sedimentasi harus se-minimum mungkin.

1. Pondasi dangkal ( Pondasi langsung / Spread foundation )

Jenis pondasi yang dibangun secara langsung diatas lapis tanah keras. Pondasi
dangkal dapat dibangun dari beton bertulang, beton massa, batu spesi mortar.

Persyaratan teknik pondasi dangkal ialah :

Tekanan konstruksi jembatan ke tanah < tanah.

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 22


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Pondasi harus aman terhadap : geser, guling, penurunan yang berlebihan,


gerusan, longsoran tanah dll.
Kedalaman dasar pondasi tidak boleh kurang dari 3 m dari dasar sungai atau
muka tanah setempat.
Untuk jembatan yang melintasi sungai, pondasi dangkal untuk pilar tidak
disarankan. Jika kondisinya tidak dapat dihindari maka bangunan pelindung
pondasi harus dibuat.
Sungai-sungai yang arahnya berubah selama banjir, konstruksi pondasi dangkal
tidak disarankan karena kemungkinan terjadi gerusan dan adanya sampah.
Jika lokasi kepala jembatan mengurangi penampang basah sungai, maka
diperlukan perlindungan gerusan pada kaki kepala jembatan.

2. Pondasi dalam

a. Pondasi sumuran

Pondasi sumuran dibangun dengan menggali tanah berpenampang lingkaran


dan di-cor dengan beton atau campuran batu dan mortar.

Persyaratan teknik pondasi sumuran ialah :

Tekanan dari konstruksi jembatan pada bagian bawah sumuran tersebut


< tanah.
Sumuran harus aman terhadap penurunan yang berlebihan, gerusan dll.
Diameter sumuran 1,50 m dan menurunkan muka air tanah, jika ada
air, pompa air harus disediakan.
Jika lokasi kepala jembatan mengurangi penampang basah sungai, maka
diperlukan perlindungan gerusan pada kaki tumpuan / bagian atas
sumuran.

b. Pondasi tiang pancang

Pondasi tiang diperlukan jika lapis tanah atas lunak dan tebalnya > 8 m dari
dasar sungai atau dari permukaan tanah dan dalam hal jika jenis pondasi
sumuran sulit untuk dibangun.

Tiang-tiang dapat dibuat dari bahan-bahan :

Tiang beton bertulang, beton prategang.


Tiang baja.

Bagan alir perencanaan teknik jembatan disajikan seperti pada Gambar 3.8.4
Rujukan yang dipakai untuk perencanaan struktur jembatan baik bangunan atas dan bawah
dalam pekerjaan ini adalah :

a. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Raya, SKBI No. 1.2.28, UDC :


624.042: 624.2.
b. Bridge Design Code and Manual (BMS92).

Perencanaan bangunan pelengkap dan pengaman jalan


Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 23
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Salah satu rujukan yang dipakai untuk perencanaan bangunan pelengkap dan pengaman
jalan dalam pekerjaan ini adalah :

a. Pedoman pemasangan Rambu dan Marka Jalan Perkotaan Undang-Undang


Lalulintas No.14 Tahun 1992.

b. Standar Box Culvert (Bipran 1992).

c. Gambar Standar Pekerjaan Jalan dan Jembatan (Subdit PSP 2002).

3.3.8. PELAPORAN DAN PENYIAPAN DOKUMEN

Penggambaran

Rancangan (Draft) Perencanaan Teknis.

Tim harus membuat rencangan (draft) perencanaan teknis dari setiap detail perencanaan dan
mengajukannya kepada proyek untuk diperiksa dan disetujui. Detail perencanaan teknis
yang perlu dibuatkan konsep perencanaannya antara lain :

a. Plan atau situasi digambar diatas peta situasi dengan letak jembatan lama dan baru pada
daerah cukup lebar sehingga jelas kedudukan jembatan tersebut.
Digambar pada skala 1 : 500, yang berisi antara lain :
Lokasi dan nomor titik kontrol horisontal dan vertikal.
Lokasi dan nomor potongan melintang
Elemen-elemen lengkungan horisontal
Batas daerah penguasaan (POW) dan penggunaannya
Semua data-data topographi yang penting (rumah, jalan lama, jenis-jenis
tanaman utama dan lain-lain).
Patok-patok pengukuran.

b. Potongan memanjang
Digambar dibawah plan tersebut diatas, dengan skala horisontal 1 : 500 dan vertikal 1 :
100 yang berisi hal-hal sebagai berikut :
Tinggi muka tanah asli, muka air norma, muka air banjir serta elevasi jembatan.
Nomor potongan melintang
Jarak partial progressive
Elemen-elemen/data-data lengkungan vertikal dan horisontal.
Elemen-elemen data jalan pendekat.

c. Potongan melintang (Cross section)

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 24


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Gambar potongan melintang dibuat menurut letak topographis sesuai dengan keadaan
lokasi yang ditentukan kertas dengan skala horisontal 1 : 200 dan vertikal 1 : 20,
stationing dilakukan pada jarak 0, 10, 25, 50, 100, 150, 200 meter dan seterusnya dari
kepala jembatan.

d. Bangunan Jembatan
Untuk tiap jembatan dibuat gambar-gambar :
Plans serta potongan-potongan seperti pada butir 1, 2, 3 diatas Denah, potongan
memanjang dan melintang jembatan (pada potongan memanjang harus digambarkan
grafik SPT, grafik sondir, bor log untuk pondasi yang diselidiki struktur tanahnya).
Detail-detail bangunan bawah dan bangunan atas.
Keterangan-keterangan mengenai kelas pembebanan, mutu bahan harus
dicantumkan pada tiap gambar jembatan.

e. Kelengkapan-kelengkapan lainnya berupa :


Title sheet, lengkap dengan lokasi proyek
Gambar lokasi jembatan, lengkap dengan nama jembatan dan lokasinya.
Simbol dan singkatan
Jadwal pelaksanaan dan jadwal & perkiraan kwantitas
Tipikal potongan melintang

f. Standar-standar dari bangunan pengaman lainnya (bangunan penahan erosi dan lain-
lain).

Perhitungan kuantitas pekerjaan Pelaksanaan Fisik

a. Penyusunan mata pembayaran pekerjaan (per item) harus sesuai dengan spesifikasi yang
dipakai.
b. Perhitungan kuantitas pekerjaan harus dilakukan secara keseluruhan. Tabel perhitungan
harus mencakup lokasi dan semua jenis mata pembayaran (pay item).

Perkiraan Biaya Pelaksanaan Fisik (Engineers Estimate)

1. Tim harus mengumpulkan harga satuan dasar upah, bahan, dan peralatan yang akan
digunakan di lokasi proyek.

2. Tim harus menyiapkan laporan analisa harga satuan pekerjaan untuk semua mata
pembayaran yang mengacu pada Panduan Analisa Harga Satuan No. 028/T/BM/1995
yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bina Marga.

3. Tim harus menyiapkan laporan perkiraan kebutuhan biaya pekerjaan konstruksi.

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 25


Bab 3 Pendekatan dan Metodologi

Spesifikasi

1. Spesifikasi harus mengacu pada spesifikasi yang berlaku di lingkungan Direktorat


Jenderal Bina Marga.

2. Bila diperlukan, Tim harus menyusun spesifikasi khusus untuk mata pembayaran yang
tidak tercakup dalam spesifikasi tersebut diatas.

Penomoran untuk mata pembayaran yang baru harus disetujui oleh Proyek.

3.3.8 INOVASI PERBAIKAN KINERJA

Untuk meningkatkan efisiensi, kualitas produktifitas kerja dari indutri kontruksi perlu
dilakukan Perbaikan kinerja. Ada beberapa masalah yang seringkali timbul pada proyek-
proyek, yaitu :

1. Kurangnya persiapan yang baik didalam proses-proses penggambaran


2. Kurangnya prosedur-porsedur effisien dan proses perancangan
3. Kurang memadainya tingkat komunikasi dan koordinasi antar bagian bagian yang
terlibat dalam proyek konstruksi, khususnya perancangan dan kontraktor pelaksana.

Permasalahan diatas ternyata sangat menghambat berkembangnya proses efisiensi dan


produktivitas dilapangan.
Pemahaman peran konsultan perencana dalam menerapkan konsep kelayakan konstruksi
perlu dilakukan dengan sasaran mencapai peningkatan kinerja dan efisiensi proyek secara
optimal.

Kelayakan konstruksi didefenisikan sebagai penggunaan pengetahuan dan pengalaman


konstruksi secara optimum (waktu,biaya, mutu) pada tahapan perencanaan, perancangan,
pengadaan dan pelaksanaan lapangan agar bangunan agar dapat selesai terbangun dengan
efektif, efisien dan berkualitas baik.

Salah satu konsep kelayakan konstruksi adalah kemampuan mengendalikan waktu


pelaksanaan. Salah satu cara yang digunakan untuk mengendalikan waktu pelaksanaan
adalah dengan membuat Construction Method yang baik juga dapat meningkatkan mutu
dan safety pelaksanaan.
Dalam melakukan pekerjaan Perencanaan Teknik Jembatan kegiatan yang efisien, efektif
dan akuntabel, konsultan menerapkan prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas,
efektifitas dan sistemik.

Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 26

Anda mungkin juga menyukai