Pendekatan Dan Metodologi Jembatan 2017
Pendekatan Dan Metodologi Jembatan 2017
BAB PENDEKATAN
3 DAN METODOLOGI
3.1. UMUM
Setelah mencermati pemahaman KAK dan kemudian melakukan diskusi maka konsultan
membuat rencana kerja, baik untuk lapangan maupun untuk pekerjaan kantor. Rencana kerja
terdiri dari :
- Metode penanganan pekerjaan.
- Struktur organisasi serta personalia untuk penanganan perencanaan.
- Rencana penugasan personalia serta peralatan yang akan digunakan.
- Pembuatan laporan persiapan ke lapangan dan rencana kerja survey lapangan.
- Mobilisasi Personil dan Alat.
Setelah rencana kerja lapangan disepakati, maka selanjutnya dilakukan pengumpulan tenaga
kerja lapangan dan pemberian penjelasan tentang metode kerja dengan syarat-syaratnya, serta
melakukan pengecekan peralatan, baik di kantor maupun di lapangan
3.2. PENDEKATAN
Pola pikir pendekatan merupakan salah satu upaya untuk menentukan metodologi yang
tepat bagi pelaksanaan pekerjaan. Dengan mengacu pada Kerangka Acuan Kerja dan
berpedoman pada metodologi yang tepat diharapkan pelaksanaan pekerjaan
Perencanaan Teknik Jembatan ini dapat dilaksanakan dan diselesaikan secara efektif
dan efisien. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka dalam melaksanakan pekerjaan
ini konsultan akan menerapkan pola pikir pendekatan sebagai berikut : Pemahaman
terhadap KAK dan materi layanan yang diperlukan. Pemahaman terhadap isu permasalahan yang ada
dalam pelaksanaan perencanaan, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan Perencanaan Teknik Jalan di
Perbatasan Provinsi NTT.
Untuk melaksanakan penyusunan Detail Desain Jembatan, lengkap sampai dengan penyiapan
Dokumen Lelang. Dilakukan tahapan kegiatan yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
1. Persiapan Design
2. Survey Pendahuluan
3. Survey Topographi
4. Survey Inventarisasi Jembatan
5. Survey Geoteknik
6. Survey Hidrologi / Hidrolika
7. Rencana teknis yang mencakup pekerjaan perhitungan, penggambaran, perhitungan
kwantitas, dan penyiapan dokumen lelang.
8. Pelaporan dan penyiapan Dokumen.
9. Inovasi Perbaikan Kinerja
a. Mengumpulkan data kelas, fungsi dan status jalan dan jembatan yang akan di desian.
b. Mempersiapkan peta-peta dasar berupa : (sesuai dengan jenis pekerjaan)
1. Peta Topografisi skala 1 : 250.000 s/d 1 : 25.000 atau yang lebih besar.
2. Peta Geologi skala 1 : 250.000 s/d 1 : 25000
3. Peta Tata guna tanah.
c. Melakukan koordinasi dan konfirmasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun
di daerah termasuk juga mengumpulkan informasi harga satuan / upah untuk disekitar
lokasi proyek tertutama pada proyek yang sedang berjalan.
d. Mengumpulkan dan mempelajari laporan-laporan yang berkiatan dengan wilayah
yang dipengaruhi atau mempengaruhi jalan / jembatan yang akan direncanakan.
e. Menetapkan kelas jembatan yang akan di Desain.
f. Membuat estimasi bangunan atas dan bawah jembatan.
Survey Pendahuluan atau Reconnaissance Survey adalah survey yang dilakukan pada awal
pekerjaan di lokasi pekerjaan, yang bertujuan untuk memperoleh data awal bagian bahan
kajian kelayakan teknis dan untuk bahan pekerjaan selanjutnya. Survey ini diharapkan
mampu memberikan saran dan bahan pertimbangan terhadap survey detail lanjutan. Survey
pendahuluan merupakan lanjutan dari hasil persiapan desain yang sudah disetujui sebagai
panduan pelaksanaan survey recon dilapangan yang meliputi kegiatan :
Study literature
Pada tahapan ini Tim harus mengumpulkan data pendukung perencanaan baik data sekunder
maupun data Laporan Studi Kelayakan (FS), laporan Studi Amdal (bila ada).
Survey Geoteknik
Kegiatan yang dilakukan pada survey geoteknik adalah :
1. Mengamati secara visual kondisi lapangan yang berkaitan dengan karateristik dan
sifat tanah dan batuan.
2. Mengamati perkiraan lokasi sumber material (quarry) sekitar lokasi pekerjaan.
3. Memberikan rekomendasi pada bridge engineer berkaitan dengan rencana trase jalan
dan rencana jembatan yang akan dipilih.
4. Melakukan pemotretan pada lokasi-lokasi khusus (rawan longsor, gambut, dll).
Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 3
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi
5. Mencatat lokasi yang akan dilakukan pengeboran maupun lokasi untuk test pit.
6. Membuat rencana kerja untuk survey detail.
7. Memberikan rekomendasi untuk tahapan pekerjaan selanjutnya serta menyarankan
lokasi dan jumlah titik bor yang harus dilaksanakan.
Tujuan pengukuran topografi dalam pekerjaan ini adalah mengumpulkan data koordinasi
dan ketinggian tanah sepanjang rencana trase jalan dan jembatan di dalam koridor yang
ditetapkan untuk penyiapan peta topografi dengan skala 1 : 1000 yang akan digunakan untuk
perencanaan geometrik jalan, serta 1 : 5000 untuk perencanaan jembatan dan
penanggulangan longsoran. Kegiatan pengukuran topografi ini meliputi sebagai berikut :
Pemasangan patok-patok
- Patok-patok BM harus dibuat dari beton dengan ukuran 10x10x75 cm atau pipa
paralon ukuran 4 inci yang diisi dengan adukan beton dan diatasnya dipasang neut dari
baut, ditempatkan pada tempat yang aman, mudah terlihat. Patok BM dipasang pada
setiap lokasi rencana jembatan dipasang minimal 3, masing-masing 1 (satu) pasang di
setiap sisi sungai / alur dan 1 (buah) disekitar sungai yang posisinya aman dari gerusan
air sungai.
- Patok BM dipasang / ditanam dengan kuat, bagian yang tampak diatas tanah
setingging 20 cm, dicat warna kuning, diberi lambing Prasarana Wilayah, notasi dan
nomor BM dengan warna hitam.
Patok BM yang sudah terpasang, kemudian di photo sebagai dokumentasi yang
dilengkapi dengan nilai koordinat serta elevasi.
- Untuk setiap titik poligon dan sifat datar harus digunakan patok kayu yang
cukup keras, lurus, dengan diameter sekitar 5 cm, panjang sekurang-kurangnya 50 cm,
bagian bawahnya diruncingkan, bagain atas diratakan diberi paku, ditanam dengan kuat,
bagian yang masih nampak diberi nomor dan dicat warna kuning. Dalam keadaan
khusus, perlu ditambahkan patok Bantu.
- Untuk memudahkan pencarian patok, sebaiknya pada daerah sekitar patok diberi
tanda-tanda khusus.
- Pada setiap pengukuran sipat datar harus dilakukan pembacaan ketiga benannya
yaitu Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT), dan Benang Bawah (BB), datal satuan
millimeter. Pada setiap pembacaan harus dipenuhi 2 BT = BA + BB.
- Dalam satu seksi (satu hari pengukuran) harus dalam jumlah slag (pengamatan)
yang genap.
Pengukuran situasi
Interval, (m)
Lebar koridor,
Kondisi Jembatan /
(m)
Longsoran
Datar,
25 + 25 25
landai, dan lurus
Pegunu
25 + 25 25
ngan
Tikunga 25 (luar) + 50
n (dalam)
- Koridor pengukuran ke arah hulu dan hilir masing-masing minimum 200 m dari
perkiraan garis perpotongan atau daerah sekitar sungai (hulu / hilir) yang masih
berpengaruh terhadap keamanan jembatan dengan interval pengukuran penampang
melintang sungai sebesar 25 meter.
Pengukuran situasi lengkap menampilkan segala obyek yang dibentuk alam maupun
manusia disekitar persilangan tersebut
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data secara umum mengenai kondisi
perkerasan maupun kondisi jembatan yang terdapat pada ruas jalan yang ditinjau. Lingkup
kegiatan pekerjaan ini meliputi :
Inventarisasi Jembatan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai existing jembatan
yang terdapat pada ruas jalan yang ditinjau.
Informasi yang harus diperoleh dari pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :
1) Nama, lokasi, tipe dan kondisi jembatan.
2) Dimensi jembatan yang meliputi bentang, lebar, ruang bebas dan jenis
lantai.
Tujuan penyelidikan geoteknik dalam pekerjaan ini adalah untuk memberikan informasi
mengenai stabilitas tanah, menentukan jenis dan karakteristik tanah untuk keperluan bahan
jalan dan struktur, serta mengidentifikasi lokasi sumber bahan termasuk perkiraan
kuantitasnya. Sangat disarankan untuk menggunakan Geoguide bilamana terdapat suatu
kondisi tanah dasar lunak (Soft Soil). Kegiatan pekerjaan survey geoteknik ini meliputi :
Pengambilan contoh tanah tak terganggu dilakukan dengan cara bor tangan menggunakan
tabung contoh tanah (split tube untuk tanah keras atau piston tube untuk tanah lunak).
Setiap contoh tanah harus diberi identitas yang jelas (nomor bor tangan, lokasi, kedalaman).
Pemboran tangan dilakukan pada setiap lokasi yang diperkirakan akan ditimbun (untuk
perhitungan penurunan) dengan ketinggian timbunan lebih dari 4 meter dan pada setiap
lokasi yang diperkirakan akan digali (untuk perhitungan stabilitas lereng) dengan kedalaman
galian lebih dari 6 meter; dengan interval sekurang-kurangnya 100 meter dan/atau setiap
perubahan jenis tanah dengan kedalaman sekurang-kurangnya 4 meter. Setiap pemboran
tangan dan contoh tanah yang diambil harus difit. Dalam foto harus terlihat jelas identitas
nomor bor tangan, dan lokasi. Semua contoh tanah harus diamankan baik selama
penyimpanan di lapangan maupun dalam pengangkutan ke laboratorium.
Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 7
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi
Pemboran Mesin
7) Apabila casing digunakan, casing dipasang setelah mencapai 2 m atau lebih. Posisi
dasar casing minimal berjarak 50 cm dari posisi pengembalian sampel berikutnya.
Pemboran Tangan
Sondir dilakukan untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah keras, menentukan lapisan-
lapisan tanah berdasarkan tahanan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman yang
diselidiki, alat ini hanya dapat digunakan pada tanah berbutir halus, tidak boleh digunakan
pada daerah alluvium yang mengandung komponen berangkal dan kerakal serta batu
gamping yang berongga, karena hasilnya akan memberikan indikasi lapisan tanah keras
yang salah. Ada dua macam alat sondir yang digunakan :
Pembacaan dilakukan pada setiap penekanan pipa sedalam 20 cm, pekerjaan sondir
dihentikan apabila pada manometer berturut-turut menunjukkan harga >150kg/cm, alat
sondir terangkat keatas, apabila pembacaan manometer belum menunjukkan angka yang
maksimum, maka alat sondir perlu diberi pemberat yang diletakkan pada baja kanal jangkar.
Hasil yang diperoleh adalah nilai sondir (qc) atau perlawanan penetrasi konus dan jumlah
hambatan pelekat (JHP). Grafik yang dibuat adalah perlawanan konus (qc) pada tiap
kedalaman dan jumlah hambatan pelekat (JHP) secara kumulatif.
Lokasi Quarry
Penentuan lokasi quarry baik untuk perkerasan jalan, struktur jembatan, maupun untuk
bahan timbunan (borrow pit) diutamakan yang ada disekitar lokasi pekerjaan. Bila tidak
dijumpai, maka harus menginformasikan lokasi quarry lain yang dapat dimanfaatkan.
Penjelasan mengenai quarry meliputi jenis dan karakteristik bahan, perkiraan kuantitas,
jarak ke lokasi pekerjaan, serta kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul dalam proses
penambangannya, dilengkapi dengan foto-foto.
Tujuan survey hidrologi dan hidrolika yang dilaksanakan dalam pekerjaan ini adalah untuk
mengumpulkan data hidrologi dan karater / perilaku aliran air pada bangunan air yang ada
(sekitar jembatan maupun jalan), guna keperluan analisis hidrologi, penentuan debit banjir
rencana (elevasi muka air banjir), perencanaan drainase dan bangunan pengaman terhadap
gerusan, river training (pengarah arus) yang diperlukan. Lingkup pekerjaan survey hidrologi
dan hidrolika ini meliputi :
a. Mengumpulkan data curah hujan harian maksimum (mm/hr) paling sedikit dalam
jangka 10 tahun pada daerah tangkapan (catchment area) atau pada daerah yang
berpengaruh terhadap lokasi pekerjaan, data tersebut bisa diperoleh dari Badan
Meteorlogi dan Geofisika dan / atau instansi terkait di kota terdekat dari lokasi
perencanaan.
c. Menganalisis data curah hujan dan menentukan curah hujan rencana, debit dam
tinggi muka air banjir rencana dengan periode ulang 10 tahunan untuk jalan arteri, 7
tahun untuk jalan kolektor, 5 tahunan untuk jalan lokal dan 50 tahunan jembatan dengan
metode yang sesuai.
d. Menganalisa pola aliran air pada daerah rencana untuk memberikan masukkan
dalam proses perencanaan yang aman.
Tujuan dari perencanaan teknis ini adalah untuk merencanakan struktur jembatan baik
bangunan atas maupun bangunan bawah sehingga menghasilkan perencanaan yang matang.
Lingkup pekerjaan pada perencanaan teknis adalah :
Perencanaan Geometrik
1. Standar
Standar geometrik jalan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997 dan Standar Perencanaan
Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (Bina Marga - Maret 1992).
2. Perencanaan Drainase
Dalam perencanaan drainase harus mengacu pada Standar Perencanaan Drainase
Permukaan Jalan SNI No. 03 3424 1994 dan mengakomodasi faktor keselamatan,
pengendalian hanyutan / polusi peralatan dan lain-lain.
Karena saluran drainase memegang peranan yang sangat penting dalam hal
mengumpulkan dan menyalurkan permukaan dari daerah milik jalan, sehingga
perencanaannnya harus mempunyai kapasitas yang cukup (dengan periode ulang 10
tahunan untuk jalan arteri, 7 tahunan untuk jalan kolektor serta 5 tahunan untuk jalan
lokal). Lokasi dan bentuk saluran drainase harus direncanakan agar dapat mencegah
bahaya lalu lintas, tahan erosi, bersih terhadap hanyutan / penumpukan material yang
akan mengurangi kapasitas drainase. Perencanaan drainase meliputi :
1. Mempelajari pola aliran sesuai dengan kondisi terrain dan rencana jalan.
2. Mempelajari daerah tangkapan air yang ada pada drainase.
3. Menampung dan mengalirkan air permukaan pada daerah manfaat jalan.
4. Merencanakan alinyemen saluran.
5. Merencanakan saluran pada daerah kaki lereng timbunan untuk menyalurkan air
permukaan pada daerah kaki lereng timbunan untuk menyalurkan air permukaan
pada daerah sekitar menuju daerah buangan.
6. Merencanakan saluran di atas lereng bukit yang berfungsi untuk mencegah
rembesan air dari atas.
7. Merencanakan saluran yang berfungsi untuk terjunan atau pematah arus pada daerah
curam.
3. Keselamatan Lalu-lintas
bahwa semua elemen yang direncanakan memenuhi persyaratan desain yang ditetapkan
dan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.
Stabilitas Lereng
Perhitungan stabilitas lereng dilakukan guna memberikan informasi tentang berapa tinggi
maksimum dan kemiringan lereng desain galian yang aman dari keruntuhan.
Perhitungan stabilitas lereng diperoleh dari beberapa parameter tentang sifat fisik tanah
setempat yang diperoleh dari contoh tabung (undisturbed sample) beberapa dari test triaxial
atau direct shear.
Parameter yang dihasilkan dari percobaan ini, yaitu C = kohesi tanah, = sudut geser tanah
dan w = berat isi tanah.
Perhitungan angka keamanan lereng (sudut lereng dan tinggi maksimum yang aman)
dilakukan dengan menggunakan rumus dan Grafik Taylor. Salah satu contoh rumus yang
dapat digunakan adalah :
C
Fk =
Na x w x H
Angka Stabilitas (Na) didapat dengan memplot nilai sudut geser dalam tanah () dengan
sudut lereng desain () kedalam grafik Taylor (terlampor).
Perencanaan Perkerasan
1. Standar
Rujukan yang dipakai untuk perhitungan konstruksi perkerasan jalan dalam pekerjaan
ini adalah :
2. Analisa Lalu-lintas
Tim harus melakukan analisis data lalu-lintas (LHR yang dikonversi kedalam nilai ESA)
untuk penetapan konstruksi yang akan dipakai.
Suatu penampang melintang jembatan yang normal harus sesuai dengan kriteria
perencanaan geometrik yang diberikan, meliputi :
1. Standar beban
Untuk jembatan yang harus berhubungan dengan beban kendaraan berat, perencanaan
harus didasarkan kepada 100 % beban.
Apabila jembatan pada jalan yang direncanakan menjadi jalan propinsi, perencanaan
akan didasarkan kepada 100 % pembebanan.
2. Spesifikasi pembebanan
a. Klasifikasi pembebanan
b. Aplikasi beban D
Untuk menghitung momen lentur positif dan negatif akibat beban D pada gelagar
menerus dengan banyak tempat kedudukan maka penghitungan reduksi intensitas
beban D dijelaskan pada Gambar 3.8.1. 3.8.3.
c. Kejut
Untuk menjaga pengaruh getaran dan gaya dinamis, tegangan-tegangan yang terjadi
akibat beban D harus dikalikan dengan koefisien kejut.
Koefisien kejut ini hanya diberlakukan pada beban garis P = 4,4 t/m, sedangkan
beban T dan beban merata q dari pembebanan D tidak dikenakan.
d. Beban angin
Beban angin sebesar 100 kg/m2 akan diberlakukan pada luasan vertikal terbuka. Bila
pertimbangan beban angin pada kendaraan dianggap perlu, maka luasan tambahan
tersebut harus ditentukan sehubungan dengan syarat-syarat.
e. Gaya sentrifugal
V2
TrR = 0,006. .Tr
R
f. Gaya thermis
g. Gaya gempa
Gaya gempa yang akan diterapkan adalah sesuai dengan Peraturan perencanaan
teknik jembatan tahun 1992.
'
TEO = K n .I.Wr
K n = C.S
TEO = Gaya geser dasar total pada arah yang sedang dipertimbangkan.
Kn = Koefisien beban gempa horizontal.
C = Koefisien geser dasar untuk zona, periode dan kondisi lapangan yang
sesuai.
I = Faktor kepentingan.
S = Faktor jenis struktur.
Wr = Berat nominal total dari struktur yang berkaitan dengan percepatan
gempa, diambil dari beban mati ditambah dengan beban superimpose.
Periode getar dasar dari jembatan yang dipergunakan untuk mengevaluasi koefisien
geser dasar idealnya harus ditentukan dari awal modal yang mempertimbangkan
seluruh elemen-elemen struktur yang mempengaruhi kekakuan struktur dan
mengijinkan fleksibilitas sistem pondasi.
Untuk derajat kebebasan struktur yang tunggal sederhana formula berikut bisa
dipergunakan :
W tp
T = 2..
g.K p
i. Gaya tumbukan
Untuk menghitung gaya tumbukan kendaraan terhadap pilar, satu dari dua kriteria
gaya tumbukan horizontal berikut akan dipakai :
Pada parapet dan penghalang gaya tumbukan horizontal adalah 10 ton. Gaya
tumbukan dipertimbangkan berada di 1,20 m diatas permukaan jalan.
Bagian ini mengkonfirmasi kekuatan dari bahan-bahan utama yang dipergunakan untuk
perencanaan struktur. Acuannya adalah referensi terakhir dari spesifikasi atau metoda test
AASHTO, ASTM dan JIS, sesuai persetujuan Pengguna jasa.
a. Baja struktur
Kelas, tanda, titik leleh minimum dan kekuatan tensil dari baja struktur seperti
ditunjukkan pada Tabel 3.4.1. bila tidak ditentukan lain oleh Pengguna jasa.
b. Beton
c. Baja tulangan
Jenis, ketentuan dan kekuatan leleh serta tegangan baja tulangan disajikan pada
Tabel 3.4.4. 3.4.5. bila tidak ditentukan lain oleh Pengguna jasa.
d. Baja prategang
Notasi, diameter nominal dan kekuatan-kekuatan leleh dan putus dari baja prategang
seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.4.6. 3.4.7. bila tidak ditentukan lain oleh
Pengguna jasa.
4. Ruang bebas
5. Survey teknik
Dasar utama letak jembatan untuk menyediakan sedapat mungkin suatu konstruksi tegak
lurus terhadap rintangan / sungai, sependek, sepraktis maupun sebaik mungkin untuk
dibangun diatas lintasan air atau rintangan, serta mempertimbangkan faktor biaya.
Survey topografi.
Survey hidrolika.
Penyelidikan tanah.
6. Alinyemen jembatan
Garis sumbu jembatan dan jalan harus disatukan (diintegrasikan) dengan baik. Bilamana
memungkinkan alinyemen horisontal jembatan harus mengikuti jalan, tetapi harus pada
alinyemen lurus dan tegak lurus pada arah arus, kecuali apabila hasil penyatuan ini
menimbulkan jalan pendekat yang berbahaya ke jembatan.
Kemiringan memanjang lantai jembatan harus pada suatu kemiringan antara 0,5 % - 1 %
dan kemiringan melintang 2 % kemasing-masing sisi.
Jembatan tidak boleh diletakkan didasar suatu lengkung cekung (sag curve) atau dipuncak
suatu lengkung cembung (crest curve).
Luas lintasan air dan bentang jembatan dapat ditentukan dengan salah satu dari dua
cara dibawah ini :
Dengan mengamati lintasan air pada jembatan yang ada, yang menyeberangi
sungai yang sama.
Dengan membuat bentang jembatan lebih panjang sehingga jembatan tersebut
tidak menyebabkan penyempitan aliran air.
b. Perhitungan debit
2 1
R 3 S 2
V=
n
Biasanya lembah sungai mempunyai penampang melintang yang tidak teratur dan
oleh karena itu perlu membagi daerah air menjadi bagian-bagian yang lebih kecil,
tetapi kurang lebih teratur dan menetapkan koefisien kekasaran yang sesuai pada
masing-masing sisi serta menghitung debit untuk setiap sub bagian secara terpisah.
Jumlah debit kemudian dapat diperoleh dengan menambahkan debit-debit untuk
setiap bagian.
Luas permukaan air dari usulan yang bermacam-macam untuk bukaan aliran air
dihitung dan kecepatan rata-rata yang bersangkutan dapat ditentukan dengan
rumus :
Q
V (m/detik)
A
Kecepatan gerusan :
Ukuran batu yang akan dipindahkan oleh pengaliran air pada kecepatan tertentu
ditetapkan dengan rumus :
V2
D=
25,9
Kecepatan air sungai dekat tepi dan pada dasar sungai kira-kira 2/3 kecepatan
permukaan dialiran tengah.
Jika diperlukan timbunan untuk oprit, tinggi timbunan harus tidak melebihi tinggi kritis
yang diijinkan.
Bentang maksimum bangunan atas jembatan tergantung pada jenis konstruksi yang akan
dipilih. Bila panjang keseluruhan jembatan memerlukan lebih dari satu bentang untuk suatu
jenis konstruksi maka diperlukan satu pilar atau lebih.
Pada dasarnya jenis bangunan atas jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Pelat (slab).
Culvert.
Box girder.
Rangka (trusses).
Jenis bangunan atas ini adalah yang paling umum dan sederhana bentuknya. Balok-
balok dapat berupa beton bertulang, beton pratekan, baja.
c. Balok baja
Jembatan jenis pelat dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan dapat dibuat dengan
beton bertulang. Bentang ekonomis untuk jembatan jenis ini bervariasi antara 6 m
dengan dimensi yang didasarkan pada analisa konstruksi menurut beban yang
sesuai.
Culvert dapat dipasang dalam unit tunggal, ganda atau dengan lantai alternate crown
dan lantai gandeng (link slabs).
Box girder pada dasarnya adalah penampang melintang tertutup yang berisi satu
rongga atau lebih. Balok tersebut menghasilkan distribusi yang baik dari bahan yang
dihasilkan dari kekuatan yang tinggi dalam pembengkokan dan torsi.
Dua jenis utama box girder yang umum dikenal adalah box girder beton pratekan
dan baja dengan lantai beton bertulang komposit di-cor ditempat.
Bentang sampai dengan 60 m dapat dicapai dengan bangunan atas jembatan jenis
ini. Bentuk girder dapat dibuat dalam berbagai variasi baik penampang melintang
maupun memanjang agar dapat menghasilkan penampang konstruksi yang efisien
demikian juga bangunan atas yang estetik. Box girder dapat direncanakan dalam
bentuk konstruksi lubang ganda.
Beban dari lantai jembatan akan dipikul oleh gelagar memanjang (stringer) ke
gelagar melintang (cross girder) yang disambung ke rangka pada kedua sisi jalan
pada titik-titik panel.
Untuk kepentingan syarat pemilihan jenis jembatan yang sangat penting ini disarankan
memakai jenis jembatan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Persyaratan fungsinya
2. Persyaratan lingkungan
a. Metode konstruksi
b. Periode pelaksanaan
Bangunan bawah jembatan mendukung dan meneruskan gaya-gaya dari bangunan atas ke
pondasi.
Kepala jembatan.
Pilar.
Tumpuan (perletakan).
1. Kepala jembatan
Kepala jembatan terdiri dinding, bagian atas kepala jembatan (abutment cross head)
yang mendukung bangunan atas jembatan. Balok-balok pada bangunan atas
biasanya terletak diatas perletakan yang ditempatkan pada dudukan beton.
Kepala jembatan ini selanjutnya didukung diatas pondasi. Timbunan dari jalan
pendekat dan timbunan jalan ditahan oleh dinding-dinding, sedangkan timbunan
samping ditahan oleh dinding sayap. Dalam beberapa hal, plat pendekat yang di-cor
pada timbunan pendekat dan sebagian didukung oleh dinding tahan bentur,
digunakan untuk mengurangi beban tambahan berupa beban hidup pada dinding
tahan bentur dan dibelakang bagian atas kepala jembatan.
2. Pilar jembatan
b. Pilar rangka
Pilar rangka terdiri dari dua kolom atau lebih yang ujung atasnya
dihubungkan dengan bagian atas pilar (kepala pilar) sehingga membentuk
suatu kerangka. Ini umumnya digunakan untuk jembatan-jembatan diatas
sungai kecil.
c. Pilar dinding
Jenis pilar ini umumnya digunakan untuk konstruksi yang lebih kecil
apabila tinggi pilar tidak melebihi 3 m. Pilar-pilar dinding yang padat
mempunyai ketahanan benturan yang tinggi dan biasanya cocok untuk
situasi yang banyak sampahnya, berdekatan dengan jalan kereta api atau
didekat jalur lalu lintas.
Pilar dinding merupakan pemecahan yang paling baik untuk bentang yang
lebih panjang, sampai sekitar 40 m. Tetapi untuk persilangan dengan sungai
yang arah alirannya berubah-ubah atau tak tentu, pilar jenis dinding ini
dapat menyebabkan penyempitan yang besar terhadap lubang aliran air.
Untuk jembatan dengan bentang > 30 m diperlukan sambungan pemanjang. Sambungan itu
merupakan sela terbuka pada lantai jembatan (sela selebar 1 - 3 cm) dan dapat diisi dengan
elastomer filler, aspal, dsb.
Fungsi tumpuan / perletakan ialah untuk meneruskan gaya-gaya dari bangunan atas
jembatan ke bangunan bawah jembatan.
a. Tumpuan tetap
Perencanaan Teknik Jembatan Sepanjang 655,40 M di Perbatasan Provinsi NTT III - 21
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi
Rotasi terbatas bangunan atas jembatan dapat terjadi, tetapi perpindahan tempat
kearah horizontal akan dicegah oleh perletakan tetap tersebut.
Rotasi terbatas dan perpindahan tempat kearah horizontal dapat terjadi pada
perletakan yang dapat bergerak.
Jenis perletakan :
Sendi merupakan tumpuan tetap dan Rol merupakan perletakan yang dapat
bergerak. Jenis tumpuan ini merupakan tumpuan yang paling umum digunakan pada
jembatan-jembatan di Indonesia.
b. Tumpuan Garis
c. Tumpuan Elastomer
d. Tumpuan Pelat
Untuk jembatan bentang pendek, tumpuan dapat diberikan berupa pelat-pelat baja
rata.
Konstruksi pondasi mendukung dan meneruskan gaya-gaya dari bangunan bawah jembatan
ke lapis daya dukung tanah.
Jenis pondasi yang dibangun secara langsung diatas lapis tanah keras. Pondasi
dangkal dapat dibangun dari beton bertulang, beton massa, batu spesi mortar.
2. Pondasi dalam
a. Pondasi sumuran
Pondasi tiang diperlukan jika lapis tanah atas lunak dan tebalnya > 8 m dari
dasar sungai atau dari permukaan tanah dan dalam hal jika jenis pondasi
sumuran sulit untuk dibangun.
Bagan alir perencanaan teknik jembatan disajikan seperti pada Gambar 3.8.4
Rujukan yang dipakai untuk perencanaan struktur jembatan baik bangunan atas dan bawah
dalam pekerjaan ini adalah :
Salah satu rujukan yang dipakai untuk perencanaan bangunan pelengkap dan pengaman
jalan dalam pekerjaan ini adalah :
Penggambaran
Tim harus membuat rencangan (draft) perencanaan teknis dari setiap detail perencanaan dan
mengajukannya kepada proyek untuk diperiksa dan disetujui. Detail perencanaan teknis
yang perlu dibuatkan konsep perencanaannya antara lain :
a. Plan atau situasi digambar diatas peta situasi dengan letak jembatan lama dan baru pada
daerah cukup lebar sehingga jelas kedudukan jembatan tersebut.
Digambar pada skala 1 : 500, yang berisi antara lain :
Lokasi dan nomor titik kontrol horisontal dan vertikal.
Lokasi dan nomor potongan melintang
Elemen-elemen lengkungan horisontal
Batas daerah penguasaan (POW) dan penggunaannya
Semua data-data topographi yang penting (rumah, jalan lama, jenis-jenis
tanaman utama dan lain-lain).
Patok-patok pengukuran.
b. Potongan memanjang
Digambar dibawah plan tersebut diatas, dengan skala horisontal 1 : 500 dan vertikal 1 :
100 yang berisi hal-hal sebagai berikut :
Tinggi muka tanah asli, muka air norma, muka air banjir serta elevasi jembatan.
Nomor potongan melintang
Jarak partial progressive
Elemen-elemen/data-data lengkungan vertikal dan horisontal.
Elemen-elemen data jalan pendekat.
Gambar potongan melintang dibuat menurut letak topographis sesuai dengan keadaan
lokasi yang ditentukan kertas dengan skala horisontal 1 : 200 dan vertikal 1 : 20,
stationing dilakukan pada jarak 0, 10, 25, 50, 100, 150, 200 meter dan seterusnya dari
kepala jembatan.
d. Bangunan Jembatan
Untuk tiap jembatan dibuat gambar-gambar :
Plans serta potongan-potongan seperti pada butir 1, 2, 3 diatas Denah, potongan
memanjang dan melintang jembatan (pada potongan memanjang harus digambarkan
grafik SPT, grafik sondir, bor log untuk pondasi yang diselidiki struktur tanahnya).
Detail-detail bangunan bawah dan bangunan atas.
Keterangan-keterangan mengenai kelas pembebanan, mutu bahan harus
dicantumkan pada tiap gambar jembatan.
f. Standar-standar dari bangunan pengaman lainnya (bangunan penahan erosi dan lain-
lain).
a. Penyusunan mata pembayaran pekerjaan (per item) harus sesuai dengan spesifikasi yang
dipakai.
b. Perhitungan kuantitas pekerjaan harus dilakukan secara keseluruhan. Tabel perhitungan
harus mencakup lokasi dan semua jenis mata pembayaran (pay item).
1. Tim harus mengumpulkan harga satuan dasar upah, bahan, dan peralatan yang akan
digunakan di lokasi proyek.
2. Tim harus menyiapkan laporan analisa harga satuan pekerjaan untuk semua mata
pembayaran yang mengacu pada Panduan Analisa Harga Satuan No. 028/T/BM/1995
yang diterbitkan Direktorat Jenderal Bina Marga.
Spesifikasi
2. Bila diperlukan, Tim harus menyusun spesifikasi khusus untuk mata pembayaran yang
tidak tercakup dalam spesifikasi tersebut diatas.
Penomoran untuk mata pembayaran yang baru harus disetujui oleh Proyek.
Untuk meningkatkan efisiensi, kualitas produktifitas kerja dari indutri kontruksi perlu
dilakukan Perbaikan kinerja. Ada beberapa masalah yang seringkali timbul pada proyek-
proyek, yaitu :