Anda di halaman 1dari 7

ALIRAN TAK TUNAK PADA SUNGAI

Pada bab ini akan dibahas model matematika numeris aliran tak tunak pada
saluran/ sungai terbuka. Skema yang akan dipakai disini adalah skema yang banyak
dipakai di dunia yaitu skema empat titik Preissmann. Bagian pertama adalah
diskritisasi persamaan kontinyuitas dan momentum, Pers. (1.4) dan (1.13) dengan
skema preissmann sehingga didapatkan persamaan kerja. Selanjutnya persamaan
kerja ini diaplikasikan untuk membangun model sungai tunggal dan jaringan sungai.

Cara Non-iterasi Preissmann

Preissmann memakai metode diferensi hingga untuk menyelesaikan


persamaan dasar aliran tak tunak di sungai. Cara non-iterasi Preissmann dimulai
dengan mendefinisikan korelasi sbb:

f n+1 n n+1 n
i =f i +∆ f i → ∆ f i=f i −f i (A1)

dengan f mewakili sembarangan variable misalkan Q, y, A di titik-titik hitungan


sepanjang sungai. Subskrip I menunjukkan lokasi titik-titik hitungan dan superskrip
menunjukkan waktu dengan untuk waktu yang telah lalu dan n+1 untuk waktu
sekarang.

Dengan cara in, maka vaiabel yang akan dihitung yaitu f n+1
ditranspormasikan menjadi ∆ f , sedangkan f n merupakan variable yang telah
diketahui dari hitungan sebelumnya.

Skema Empat Titik Preissmann

Untuk menghitung suatu nilai variabel di titik-titik hitungan sepanjang sungai


preissmann menggunakan empat buah titik untuk menghitung setiap suku pembetuk
persamaan dasar aliran tak tunak di sungai.

θ n+1 n+1 1−θ n n


f(x,t¿= ( f i + f i+1 ¿+ (f + f i+ 1)
2 2
θ n 1−θ n n
= ( f i +∆ f i +f ni+1+ ∆ f i+1 ¿+ (f i + f i+1 )
2 2

θ 1
= (∆ f i +f i +1 ¿+ (f ni + f ni +1)
2 2

∂f 1 1
f n+1 n
= ( i+1 −f i+1 ) + (f n+ 1−f in)
∂t 2∆t 2∆t i

1 1
¿ ∆ f i +1+ ∆ fi
2∆t 2∆t

∂f θ n +1 n+1 1−θ n
= ( f i+ 1 −f i ) + ( f i+1−f ni ) (A2)
∂x ∆ x ∆x

θ n 1−θ n
¿ ( f i+1 +∆ f i+1−f ni −∆ f i) + (f −f n)
∆x ∆ x i +1 i

θ 1 n n
¿
∆x
( ∆ f i+1−∆ f i ) + ∆ x (f i+1−f i )

dengan 0 ≤ θ ≤1 disebut dengan factor pemberat waktu (θ=1 untuk skema implisit,
sedangkan θ=0 untuk skema explisit).

Pers. (A2) akan selalu dibutuhkan untuk penjabaran selanjutnya.

Persamaan Kerja Beda Hingga

Persamaan kontinuitas

∂A 1
= ( A n+1− A ni+1 + Ani +1−A ni )
∂ t 2 ∆ t i+1

1
¿ (∆ Ai +1+ ∆ A i )
2∆t

1
¿ (b ∆ y + b ∆ y i) (A5)
2 ∆ t i +1 i +1 i

Catatan: ∆ A=b ∆ y dengan b adalah lebar muka air dalam meter.

∂Q θ 1−θ n
Q n+1 n+1
= ( i+1 −Q i ) + ( Q i+1−Q ni )
∂x ∆x ∆x
θ 1−θ n
¿ ( Q ni +1+ ∆ Q i+1−Q ni −∆ Q i ) + (Q i+1 −Q ni )
∆x ∆x

1
(Q in+1+ θ ∆ Qi+1−Q ni −θ ∆ Q i) (A6)
∆x

Subtitusi Pers.(A5) dan (A6) kedalam Pers.(A3) menghasilkan

1 1
( Q ni +1+θ ∆ Q i+1−Q ni −θ ∆ Q i ) + ( b ∆ y i+1 +b i ∆ y i) =ql
∆x 2 ∆ t i+1

Yang dapat ditulis sebagai

(A7)
A∆ y i +1+ B ∆ Q i +1=C ∆ y i + D ∆ Q i +G

Dengan bi+1 (A8)


A= ' B=
2∆t

Pers. (A7) dinamai Persamaan Pias Pertama dan untuk lebih singkatnya
selanjutnya disebut PPP. Demikian pula halnya dengan persamaan momentum
dibawah ini akan diubah kedalam bentuk serupa PPP.

Persamaan Momentum

2
∂Q Q ∂Q Q ∂A ∂y
∂t
+2 α
A ∂x
−α
A ∂x [ ]
+ gA
∂x
+ gA S f =0 (A9)

Pers. (A9) akan diubah menjadi persamaan kerja yang mempunyai bentuk :

AA∆ y i +1+ BB ∆ Q i+1 =cc ∆ y i+ DD ∆ Q i +¿ (A10)

Persamaan (A10) disebut dengan Persamaa Pias Kedua atau selanjutnya


disebut PPD untuk lebih singkatnya. Karena panjangnya penjabaran yang akan
terjadi, maka pers. (A9) akan dijabarkan untuk masing-masing suku secara terpisah.
Hasil akhir dari penjabaran koefisien pengaruh AA, BB, CC, dan GG adalah sebagai
berikut :

Koefisien AA adalah jumlah dari :

Suku 1 : AA = 0 (A95)
AA =
αθ b 1 Q 1 Q Q1
∆ x A1( )( −
A1 A 1 )
Suku 2 : (A96)

Suku 3 : AA = (A97)
αθ b 1 Q1 Q 2 A Q1 Q
Suku 4 : 4 ∆ x gθ
AA =
+ (1−
A1 bA y −b y+
(
2∆x 1 1 1
A1A +
AA1
−){(
1)
A ) } (A98)

AA =

Q1| Q1| d K 1 Q 1| Q 1|
Suku 5 :
gθ b 1
2
β
{(
Q|Q|
K 2
+ ( 1−β ) )
K1 ( )}
− gθ ( 1−β ) ( A + A1 )
dy ( K 1 )3
(A99)

Koefisien BB adalah jumlah dari :


BB =
Suku 1 : 1 (A100)
2 ∆=t
BB
Suku 2 ; (A101)
αθ 2 Q 1 Q Q
Suku 3 : ( + −
∆ x= A 1 A A 1
BB ) (A102)
αθ A Q1 Q
Suku 4 : (
2 ∆=x0 A 1
BB
−1 +
A1 A )( ) (A103)

Suku 5 : |Q1| (A104)


BB = gθ ( 1−β ) ( A+ β A 1) 2
(K ¿¿ 1) ¿

Koefisien CC adalah jumlah dari :

Suku 1 : CC = 0 (A105)
CC =
Suku 2 : (A106)
αθbQ Q 1 Q
Suku 3 : ∆ xA
CC =

A A ( ) (A107)

αθb Q Q 1 Q 2 A1 Q 1
Suku 4 :
CC
gθ(+
4 ∆=x A ( by−b
2∆x 1
1−
){ (
1

A1 Ay + A+AA ) A1 ) } (A108)

CC =
Suku 5 : (A109)
Q1| Q1|
gθb
2
β
{(
Q|Q|
K 2
+(1−β)
K1 2 ) + gθβ( A+ A 1)
dK Q| Q|
(
dy K 3 )}
Koefisien DD adalah jumlah dari :
1
DD = -
2∆t
Suku 1 : (A110)
DD =
Suku 2 : (A111)
αθ 2 Q Q 1 Q 1
Suku 3 : (+ −
∆ x= A A1 A
DD ) (A112)
Q Q1
Suku 4 :
αθ
DD (
+
2 ∆=x 0 A A1 () AA −1)
1
(A113)

Suku 5 : |Q| (A114)


DD = -gθβ ( A+ A 1 )
K2

Koefisien GG adalah jumlah dari :

Suku 1 : GG = 0 (A115)

α Q Q1
Suku 2 : GG=
(+
∆ x A A1
( Q−Q1 )) (A116)

Suku 3 : GG = (A117)
2
α Q Q1
Suku 4 :
4 ∆ x
GG = -
A(+
g A1 ( 1 )
A −A)
( A + A 1 ) ( y 1− y )
(A118)
2∆x

GG = -
Suku 5 : (A119)
Q1|Q 1|
g
2
( A+ A 1) β
K {(
Q| Q|
2
+ ( 1−β ) )
K 12 ( )}
SUNGAI TUNGGAL

Metode ‘ Sapuan – Ganda’

Persamaan kerja dari metoda ‘sapu – ganda’ adalah pers. (A7) dan (A10)
untuk I = 1, …, N-1 dengan “variable tak diketahui’ adalah ∆ y i dan ∆ Qi untuk i
=1, …, N. dengan demikian terdapat 2N variable yang tak diketahui dengan 2(N-1) =
2N-2 persamaan, sehingga untuk menyelesaikan system persamaan linier, pers. (A7)
dan (A10) masih dibutuhkan tambahan 2 persamaan. Dua persamaan tambahan
tersebut didapat dari dua kondisi batas hulu dan hilir.

Untuk memulai hitungan dibutuhkan pula kondisi awal berupa y i dan Qi


untuk i = 1, …, N.

System persamaan linier diatas dapat diselesaikan dengan sembarang ‘linear


solver’ karena bentuknya secara umum dapat ditulis sebagai [ A ] { ∆ }= { B } . Tetapi
penyelesaian general dengan ‘linear solver package’ biasanya membutuhkan memori
yang besar dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan persamaan di atas
relative lama. Oleh karena itu disini akan dibahas salah satu cara penyelesaian tanpa
menggunakan matrik yaitu metoda ‘ sapuan-ganda’ yang akan dijelaskan dibawah
ini.

1. Eliminasi ∆ Qi dari persamaan (A7) dan (A10) menghasilkan :


∆ y i =Li ∆ y i +1+ M i ∆ Qi+1 + N i (4.1)
2. Diajukan suatu korelasi sbb:
∆ Q i =Ei ∆ y i+1 + Fi (4.2)
3. Subtitusi pers. (4.1) dan (4.2) kedalam pers. (A7) akan menghasilkan
persamaan berbentuk
∆ Q i +1=Ei +1 ∆ y i +1+ F i+1

L i ( C + D E i )− A
Dengan Ei +1=
B−M i ( C + D E i )
(4.3.a)

N i ( C + D Ei ) + D Fi +G
F i+1=
B−M i ( C + D Ei )
(4.3.b)
A ( DD ) −( AA ) D
Li =
C ( DD )−( CC ) D
(4.3.c)

B ( DD )−( BB ) G
M i=
C ( DD )−( CC ) D
(4.3.d)

D ( ¿ ) −( DD ) G
N i=
C ( DD )−( CC ) D
(4.3.e)

Tampak diatas bahwa pers. (4.2) s/d (4.3) mempunyai hubungan ‘recursive’
dimana koefisien pengaruh, Ei+1 dan Fi+1, nilainya tergantung dari Ei dan Fi, sehingga
koefisien pengaruh dapat dihitung untuk masing-masing titik-titik hitungan, i,
asalakan koefisien pengaruh untuk i=1 telah dihitung terlebih dahulu. Inilah yang
disebut dengan ‘sapuan kehilir’ dimana E1 dan F1 harganya dihitung dari kondisi
batas hulu, kemudian semua koefisien pengaruh yang lainya dapat dihitung dengan
persamaan (4.3). disamping koefisien pengaruh yang lain yaitu L i, Mi, Ni, dihitung
untuk setiap titik-titik hitungan. Koefisien ini akan digunakan pada ‘sapuan ke hulu’
yang akan dijelaskan dibawah ini.

Setelah semua koefisien berpengaruh terhitung, maka akan dilakukan


‘sapuan ke hulu’ dimana ∆ y N dan ∆ Q N dihitung dari kondisi batas hilir. Setelah itu
∆ y i dan ∆ Qi untuk setiap titk-titik hitungan dapat dihitung mundur kearah hilir
dengan pers. (4.1) dan (4.2).

Untuk memperjelas konsep dari metoda ‘sapuan-ganda’, maka bagan aliran


diperlihatkan pada gambar 4.1.

Kondisi Awal

Sepeti telah dijelaskan di atas, untuk memulai hitungan ‘sapuan-ganda’,


diperlukan kondisi awal yang berupa nilai yi dan Qi untuk seluruh panjang sungai
atau untuk i = 1 s/d N.

Anda mungkin juga menyukai